Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Sikap Tasamuh (Toleransi)


1. Pengertian Sikap
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diungkapkan oleh
W.J.S. Poerwodarminto sikap adalah perbuatan yang dilakukan manusia
dengan kesadaran berfikir yang diyakininya yang sesuai dengan norma-
norma dalam masyarakat dan norma agama. Biasanya perbuatan yang
dilakukan karena timbulnya suatu masalah dan perbuatan tersebut diyakini
atas kepercayaan individu. 1 Menurut Mar’at sikap merupakan kesadaran
untuk melakukan tindakan berdasarkan keyakinannya yang dianggap
benar.2
Pengertian sikap menurut para ahli atau pakar
diantaranya sebagai berikut:
a. Bruno, sikap adalah kecenderungan untuk bereaksi atas reaksi dengan
cara-cara baik atau buruk kepada orang lain
b. Kreitner & Kinici, sikap dimaknai sesuatu yang dipahami kemudian
menimbulkan respon baik bersifat menyenangkan atau tidak
menyenangkan terhadap objek tertentu
c. Gerungan (2000) sikap mempunyai sifat dinamis sehingga dapat
ditumbuh kembangkan melalui proses pembelajaran. Seseorang yang
berjiwa sosial-religius akan dapat menghubungkan dirinya dengan Allah
(hablu minallah) dan dengan masyarakat (hablu minannas).2
a. Gagne, sikap sebagai keadaan internal (keyakinan yang diperoleh dari
proses akomodasi dan pengetahuan) untuk mempertimbangkan tindakan
individu yang akan dilakukan terhadap objek atau peristiwa. 3 Azwar,

1
Dwi Ananta Devi, Toleransi Beragama (Semarang: Pamularsih, 2009),
2
WA Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2000), 33.
3
R. M. Gagne and J. B. Laslie, Principles of Intructional Design (New York: Holt Rinehart
and Winston Inc, 1974), 64.
sikap adalah perilaku yang dipengaruhi keyakinan nilai normatif
sehingga membentuk norma subyektif dalam diri individu. Misalnya
meyakini tolong menolong merupakan perbuatan terpuji, maka pikiran
dan hati akan timbul respon positif sehingga orang menjadi ringan
tangan.4
Berdasarkan uraian tersebut sikap sangat berkaitan erat antara
penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Adanya interaksi manusia
dituntut menunjukkan sikap serta perilaku yang sopan dan santun terhadap
siapa dan apa yang dilihat disekitarnya.
2. Pengertian Tasamuh (Toleransi)
Dilihat dari aspek bahasa, toleransi berasal dari bahasa latin yaitu
“tolerantia” yang berarti menahan. Dalam bahasa Inggris “tolerance”
mempunyai definisi sikap saling menghormati satu sama lain dalam
berpendapat atau berkeyakinan tanpa adanya unsur paksaan dari pihak lain.
Sedangkan bahasa Arab menterjemahkan kata toleransi dengan sebutan
“tasamuh” yang bermakna saling memudahkan sesama hamba Allah Swt. 5
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia toleransi dijelaskan sebagai
bentuk kelapangdadaan seseorang, dalam arti menghargai orang untuk
berpendapat atau berpendirian lain, tidak menyinggung perasaan atau
mengusik kebebasan orang untuk berfikir. Secara terminologi (istilah)
pengertian toleransi adalah bersikap yang menunjukkan sikap menghargai
pendapat, pendirian, atau pandangan orang lain yang
berlawanan dengan pendiriannya.6
Beberapa pendapat para ahli mengenai arti toleransi diantaranya
sebagai berikut:7
a. Micheal Wazler (1997) memandang toleransi sebagai keinginan dalam
diri manusia dan lingkup masyarakat untuk membangun hidup damai

4
S. Azwar, Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
12.
5
Idrus Ruslan, Kontribusi Lembaga-Lembaga Keagamaan Dalam Pengembangan Toleransi
Antar Umat Beragama di Indonesia (Bandar Lampung: Arjasa Pratama, 2020), 31.
6
Ananta Devi, Toleransi Beragama, 2.
7
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Toleransi, 3–4.
dan bahagia dalam lingkaran masyarakat pluralisme seperti perbedaan
latar belakang sejarah, identitas, dan kebudayaan.
b. Heiler berpendapat toleransi dapat diwujudkan melalui ucapan atau
tindakan yang dijadikan pedoman dalam menghadapi pluralisme agama
dengan berlandaskan asas berpikir logis dan mau bekerjasama dengan
antar umat beragama. Secara singkat dapat dipahami sebagai sikap
menghargai terhadap keberagaman yang ada dalam lingkup masyarakat.
c. Borba (2008) toleransi ialah sikap saling menghormati dan menghargai
terhadap perbedaan kulit, warna, budaya, gender, keyakinan atau
orientasi seksual. Orang yang menerapkan toleransi akan memahami
perbedaan pandangan dan keyakinan tanpa menyudutkan orang lain.
d. Badawi tasamuh atau toleransi adalah prinsip yang telah tertanam dalam
jiwa melalui perwujudan sikap untuk menerima berbagai pandangan
atau pendirian orang lain, meskipun berbeda pemikiran dengannya. 8
e. Allport (1954) toleransi adalah suatu sikap dengan menaruh
kepercayaan kepada orang lain tanpa memandang dari kelompok mana
mereka berasal. Perwujudan dari toleransi adalah mau menerima
kehadiran orang lain.
Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa toleransi adalah
sikap diri seseorang yang mengakui dan menghormati perbedaan-perbedaan
yang ada dalam tatanan masyarakat tanpa memandang suku, ras, budaya,
derajat, atau agama untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis.
Apabila toleransi diartikan sebagai menerima atau menghargai orang
lain, jika dikaitkan dengan agama maka timbul pemahaman seseorang yang
mengakui tetapi tidak membenarkannya kemudian menghargai
keberagaman umat beragama sesuai dengan keyakinan agama yang
diyakininya. Sebagai manusia yang bersosial diharapkan mampu
berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain agar segala kebutuhan
individu dapat berjalan dengan baik. Toleransi hidup beragama bukan sifat
mencampuradukkan urusan agama, melainkan upaya mewujudkan

8
Abdul Aziz Ajhari dkk., Jalan Menggapai Ridho Ilahi (Bandung:
Bahasa dan Sastra Arab, 2019), 24.
ketenangan dalam kehidupan sosialisasi masyarakat melalui gotong royong
dalam membangun lingkungan yang aman dan damai antar pemeluk
agama.9
3. Bentuk-bentuk Toleransi Beragama
Said Agil Al-Munawar menyebutkan ada dua macam
toleransi yaitu sebagai berikut:10
a. Toleransi statis
Toleransi yang tidak menimbulkan perubahan baik untuk dirinya
maupun orang lain. Tidak ada kerjasama diantara kedua belah pihak
dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
b. Toleransi dinamis
Toleransi yang mengikuti perkembangan untuk mencapai kebersamaan
hidup sehingga terciptanya kerukunan umat beragama yang bersatu.
Adapun macam-macam toleransi umat beragama antara
lain sebagai berikut:11
a. Toleransi sesama muslim
Toleransi yang berupaya merangkul perbedaan-perbedaan dalam umat
muslim dengan memberikan kebebasan mengutarakan pendapat,
berfikir,mengakui keberadaan melalui tenggang rasa dan kasih sayang
sesama muslim. Karena agama Islam merupakan rahmatal lil alamin
untuk seluruh makhluk Allah.
b. Toleransi terhadap non-muslim
Toleransi antar umat beragama mempunyai batasan- batasan tertentu
yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam, selama mereka tidak
mengganggu, menyerang, atau mengusir dari kampung halaman umat
Islam. 12 Dalam kehidupan sosial, memperlakukan semua umat agama
dengan baik adalah ajaran dari setiap agama. Begitu juga dengan agama

9
Idrus Ruslan, Kontribusi Lembaga-Lembaga Keagamaan Dalam Pengembangan Toleransi
Antar Umat Beragama di Indonesia, 35.
10
Arif Rofiki, Toleransi Antar Umat Beragama di Papua (Yogyakarta: Jejak Pustaka.), 12.
11
Mela, Moderasi Beragama Dalam Menumbuhkan Sikap Toleransi Dan Moral Generasi
Muda (Jakarta: Guepedia, 2020), 18.
12
Muammar Bakry and Affifuddin Harisah, Akhlak Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama’ah)
(Makassar: UIM Algazali University Press, 2018), 144–145.
Islam yang menganjurkan umatnya untuk menghargai umat non-
muslim. toleransi antar umat beragama mempunyai batasan-batasan
tertentu yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam, selama mereka tidak
mengganggu, menyerang, atau mengusir dari kampung halaman umat
Islam.
Bentuk toleransi yang dianjurkan Rasulullah terhadap nonmuslim yang
dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1) Hidup rukun dan damai serta bersikap lembut terhadap agama
Kristen maupun Yahudi yang tidak mengusik Islam
2) Tidak memusuhi non-muslim tanpa sebab atau alasan
3) Tidak memaksa agama lain untuk mengkuti ajaran agama Islam
4) Saling tolong menolong sesama manusia sekalipun bukan beragama
Islam yang berkaitan sosial.13
4. Prinsip-prinsip Tasamuh
Pada prinsipnya semua komunitas keagamaan tidak memiliki
perbedaan ajaran yang mendasar, perbedaan tersebut hanya pada wilayah
furu’iyah atau ijtihad yang masih dapat ditoleransi. Rasulullah telah
mengingatkan kepada umatnya bahwa perbedaan yang terjadi selama tidak
menyinggung persoalan dasar agama adalah rahmat bagi umat agama.
Toleransi sesama umat muslim merupakan kesiapan manusia untuk
menghormati dan mengakui keberadaan kelompok lain antar umat Islam
dimanapun berada.14
Dalam mengamalkan sikap toleransi (tasamuh), Islam telah
menganjurkan umatnya untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:15
a. Mengakui kesetaraan dalam berbagai hal sebagai makhluk yang
beradab
b. Saling menyayangi sesama umat manusia
c. Lebih mengedepankan tenggang rasa terhadap orang lain

13
Mela, Moderasi Beragama Dalam Menumbuhkan Sikap Toleransi Dan Moral Generasi
Muda, 18–19.
14
A. Rahman Ritonga, Solidaritas Dan Toleransi Membangaun Kebersamaan Dalam
Perbedaan (Sleman: Deepublish, 2019), 59–60.
15
Muammar Bakry dan Affifuddin Harisah, Akhlak Aswaja, 148.
d. Bersikap adil dan tidak semena-mena dalam melakukan segala
tindakan
e. Menjunjung tinggi solidaritas dan nilai-nilai sosial.
Prinsip toleransi antar umat beragama dibagi menjadi dua kelompok
diantaranya:16
a. Toleransi terhadap agama ahlul kitab
Ahlul kitab yang maksudkan adalah kaum (Yahudi dan Nasrani).
Sebagai sesama umat Islam dan umat Nasrani diperintahkan untuk
saling menghormati, melindungi satu sama lainnya, tidak mengganggu
kenyamanan dalam beribadah, dan saling tolong menolong dalam
bentuk sosial.
b. Toleransi terhadap agama kaum kafir
Prinsipnya menjalankan ibadah sesuai keyakinan agama masing-
masing tanpa mencapuradukkan dua keyakinan yang sesuai dalam
kalimat “lakum dinukum waliyadin”, untukmu agamamu dan untukku
agamaku. Mengandung penjelasan mengakui keberadaan walau tidak
membenarkan tetapi tetap menghormati tanpa ikut campur atau
menjalaninya.
Hidup bertoleransi pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
ketika hidup di kota Madinah. Dimana Rasulullah dan para sahabat serta
umatnya dapat hidup berdampingan dengan umat agama lainnya seperti
kaum Yahudi, Nasrani dan lain-lain. Seluruh masyarakat di kota
Madinah dapat hidup rukun dan berdampingan antar pemeluk agama
lain. Mereka saling menghormati, dalam hal ibadah, membantu, dan
saling melindungi ketika mendapat ancaman dari luar Madinah.
Sehingga sikap toleransi benar-benar dirasakan oleh masyarakat
Madinah.17
Adapun prinsip-prinsip tasamuh (toleransi) dalam agama Islam adalah
sebagai berikut:18
a. Tasamuh dalam hal aqidah

16
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Toleransi, 16–17.
17
Al-Ikhlas, Pendidikan Agama Islam (Surabaya: Zizi, n.d.), 46-47.
18
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Toleransi, 18–19.
Aqidah adalah pokok atau pondasi dari ajaran agama Islam. Oleh
sebab itu dalam Islam orang bisa dinyatakan kafir atau muslim. Bagi
orang muslim aqidah harus selaras dengan sumber yang benar
(Alqur’an dan Hadits). Hal ini bertujuan agar dalam keadaan
bagaimanapun seorang muslim tidak kehilangan jati diri sebagai umat
muslim atas cobaan duniawi. Karena aqidah wajib dijaga hingga akhir
hayatnya.
Islam mengakui keberadaan agama lain dan memberikan
kebebasan berkeyakinan kepada setiap individu untuk memilih
keyakinan yang dianutnya. Karena toleransi dalam kehidupan
beragama dapat berjalan dengan baik bila mana ada kebebasan dalam
masyarakat untuk memeluk agama menurut keyakinan masing-masing
dan tidak memaksa untuk menjadi bagian pihak tertentu.
Prinsip kebebasan beragama bukan berarti pembenaran terhadap
agama lain, melainkan karena kebebasan hak dan fitrah manusia dari
maha pencipta adalah menuhankan sesuatu yang diyakini. Dalam ajaran
Islam tidak dibenarkan memaksa suatu keyakinan (keimanan) untuk
menjadi bagiannya karena proses pembentukan keyakinan harus
dilakukan dengan sadar dan keikhlasan hati dan dapat
dipertanggungjawabkan ketika mati. Walaupun Allah Swt memberikan
kebebasan keyakinan kepada hambanya tetapi konsekuensi yang telah
dipilihnya menjadi tanggung jawab pribadi masingmasing.
b. Tasamuh dalam ibadah
Setiap agama pasti mempunyai cara-cara atau bentuk ibadah
yang berbeda-beda. Nilai esensi dalam ibadah juga tidak dapat
disamakan antar agama karena setiap agama berangkat dari ajaran dan
keyakinan yang berbeda. Sehingga harus dipahami bahwa masing-
masing agama mempunyai ajaran dan tatacara beribadah yang berbeda.
c. Tasamuh dalam hubungan sosial
Dalam tatanan masyarakat, dalam segala hal akan selalu
bersinggungan dengan masalah sosial, karena manusia makhluk sosial
(membutuhkan bantuan orang lain). Islam juga mengajak seluruh
umatnya untuk selalu berbuat baik, menyebarkan kasih sayang, dan
berbuat adil kepada seluruh makhluk ciptaan Allah Swt baik itu orang
Islam maupun orang non-muslim hal ini disesuaikan dengan ketentuan
yang ada dalam ajaran Islam.
5. Faktor-faktor yang Melahirkan Sikap Tasamuh
Adapun faktor yang dapat melahirkan sikap tasamuh pada perilaku
umat muslim terhadap non-muslim diantaranya sebagai berikut:19
a. Menganggap setiap manusia sama sebagai hamba Allah, apapun
agama, bahasa, dan bangsanya
b. Meyakini bahwa perbedaan dalam agama atau keyakinan
merupakan kodrati Allah Swt. untuk memilih kebebasan beragama
sesuai keyakinan masing-masing individu
c. Seorang muslim tidak dituntut untuk mengadili kekhufuran
seseorang bahkan menghukumnya. Hanya Allah yang berhak untuk
mengadili dan menghukum hamba-Nya yaitu diakhir kelak
d. Menjalankan perintah Allah Swt untuk berbuat adil dan mengajak
berbuat baik kepada orang lain meskipun orang tersebut orang musyrik,
serta Allah melarang perbuatan zalim kepada orang kafir yang tidak
memusuhi umat Islam.
6. Dalil-dalil Tentang Tasamuh
a. Al-Qur’an
Lahirnya kebebasan beragama setelah proses kelahiran di bumi,
dalam Al-qur’an dan Sunnah menegaskan keberagaman yang ada di alam
semesta harus didasari kepatuhan dengan ketulusan kepada Allah.Swt.
Dalam surah Al-Baqarah Allah berfirman:20

‫َل إ ِ ك ْ َر ا ه َ ف ِي الد ِ ي ِن ق َ د ْ ت َب َ ي َّ َن ال ُّر ش ْ د ُ ِم نَ ال ْ غ َي ِ ف َ َم ْن ي َ ك ْ ف ُ ْر ب ِ ال ط َّ ا غ ُ و تِ َو ي ُ ْؤ مِ ْن‬


‫ك ب ِ ال ْ ع ُ ْر َو ة ِ ال ْ ُو ث ْ ق َ ى َل ا ن ْ ف ِ ص َ ام َ ل َ ه َ ا َو ّللاَّ ُ س َ ِم يع ع َ ل ِيم‬َ َ ‫ب ِ اّللَّ ِ ف َ ق َ دِ ا س ْ ت َ ْم س‬

19
Imam Musbikin, 22.
20
Alquran, al-Baqarah ayat 256, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta:
Departemen Agama RI, Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), 53.
Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada
Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat
kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
(Q. S. Al-Baqarah: 256)

Islam memberikan kebebasan sepenuhnya terhadap makhluk


dalam beragama menurut pilihannya sendiri. Dan Allah menegaskan
kembali dalam Q. S. Al-Hud: 118 yang berbunyi:

‫اس ا ُ َّم ة َّو احِ د َة َّو َل ي َ َز ا ل ُ ْو َن ُم ْخ ت َ ل ِ ف ِ ي ْ َن‬ َ ُّ ‫َو ل َ ْو ش َا ۤ ء َ َر ب‬


َ َ ‫ك ل َ َج ع‬
َ َّ ‫ل ال ن‬
Artinya: “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia
umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat)”.21
Ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa seandainya jika
Allah Swt. ingin menjadikan seluruh manusia yang ada di muka bumi
menjadi Islam maka pasti sanggup, tetapi Allah tidak berkehendak.
Karena walaupun jika semua manusia beragama Islam mereka tetap
bertikai dan berbeda pendapat. Oleh sebab itu Allah menciptakan
manusia berbeda-beda dari suku, warna kulit, budaya, bahasa untuk
saling mengenal dan membangun kerjasama dalam keberagaman
termasuk agama.22

21
Alquran, al-Hud ayat 118, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, 315.
22
Ayang Utriza Yakin, Islam Moderat Dan Isu-Isu Kontemporer (Jakarta: Kencana, 2016), 84.
b. Hadist

ْ ‫س َماعِي َل قَ َال َحدَّثَنَا عَبْدُ الْ َواحِ ِد بْ ُن ِزيَاد َحدَّثَنَا أَبُو فَرْ َوة َ ُم‬
‫سلِ ُم بْ ُن‬ ْ ِ‫ْس بْ ُن َحفْص َو ُموسَى بْ ُن إ‬
ُ ‫َحدَّثَنَا قَي‬
‫الرحْ َم ِن بْ َن أَبِي لَيْلَى قَا َل لَقِيَنِي كَعْبُ بْ ُن‬ َّ َ‫ّللا بْ ُن عِيسَى سَ ِم َع عَبْد‬ ِ َّ ُ‫ي قَا َل َحدَّثَنِي عَبْد‬ُّ ِ‫سَالِم الْ َه ْمدَان‬
‫ّللا عَلَيْ ِه َوسَلَّ َم فَقُلْتُ بَلَى فَأ َ ْه ِدهَا لِي فَقَا َل‬ َ ِ ‫ُجْرة َ فَقَا َل أ َ َل أ ُ ْهدِي لَكَ هَ ِديَّة سَ ِمعْت ُ َها م ِْن النَّبِي‬
ُ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫ع‬
‫ّللا قَدْ عَلَّ َمنَا‬ ِ ْ‫ص ََلة ُ عَلَيْكُ ْم أ َ ْه َل الْبَي‬
َ َّ ‫ت فَ ِإ َّن‬ ِ َّ ‫ّللا عَلَيْ ِه َوسَلَّ َم فَقُلْنَا يَا َرسُو َل‬
َ ‫ّللا كَي‬
َّ ‫ْف ال‬ ُ َّ ‫صلَّى‬ ِ َّ ‫سَأَلْنَا َرسُو َل‬
َ ‫ّللا‬
‫ِيم‬ َ َ‫ص َّليْت‬
َ ‫علَى ِإب َْراه‬ َ ‫ع َلى آ ِل ُم َح َّمد َك َما‬ َ ‫علَى ُم َح َّمد َو‬َ ‫ص ِل‬ َ ‫علَيْكُ ْم قَا َل قُولُوا اللَّ ُه َّم‬ َ ُ‫ْف ن‬
َ ‫سلِ ُم‬ َ ‫كَي‬
‫علَى‬ َ ‫ع َلى ِإب َْراه‬
َ ‫ِيم َو‬ َ َ‫ار ْكت‬َ ‫علَى آ ِل ُم َح َّمد كَ َما َب‬
َ ‫علَى ُم َح َّمد َو‬ َ ْ‫ارك‬ ِ ‫ِيم ِإنَّكَ َحمِيد َم ِجيد اللَّ ُه َّم َب‬َ ‫علَى آ ِل ِإب َْراه‬ َ ‫َو‬
‫ِيم إِنَّكَ َحمِيد َم ِجيد‬َ ‫آ ِل إِب َْراه‬
Artinya: “telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan
kepada saya Abi telah menceritakan kepada saya Yazid
berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin
Ishaq dari Dawud bin Hushain dari Ikrimah dari Ibnu Abbas,
ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama
manakah yang paling dicintai oleh Allah?” maka beliau
bersabda: “Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi
toleran”.23

Hadist tersebut diriwayatkan oleh imam Al-Bukhori dalam kitab


Iman, bab agama itu mudah, didalam shahih secara muallaq (terdapat
satu rawi yang tidak disebutkan) tetapi beliau menyebutkan dalam
sanadnya dengan lengkap dalam Al-Adab al-Mufrad yang diriwayatkan
dari sahabat Abdullah ibn ‘Abbas dengan sanad hasan. 24 Berdasarkan
Hadist tersebut bahwa Islam merupakan agama yang toleran dalam
segala aspek baik dari aspek akidah maupun syariah, tetapi lebih
dititikberatkan pada bagian muamalah.
2. Sikap Menghargai Orang Lain

1. Pengertian Sikap Menghargai Orang Lain

23
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalany, Fath Al-Bary (Madinah alMunawarah: Cet. I, 1996),
236.
24
Al-Asqalany, 94.
Setiap orang hendaknya sadar bahwa seorang harus bisa dan mau
menerima orang lain apa adanya, dalam arti tidak ada diskriminasi. Setiap
orang harus mampu menerima seseorang dengan tidak membedakan suku,
agama, bahasa, jenis kelamin, dan bangsanya. Setiap orang patut dan layak
untuk dihargai dan dihormati. Penerimaan ini harus dilakukan dengan tulus
dan penuh kesadaran. Jika seseorang mampu menerima orang lain apa
adanya, orang itu pun akan diterima apa adanya. Layaknya hukum tabur
tuai, apa yang ditabur seseorang, itu juga yang dituai orang tersebut.
Menurut Nanang, menghargai berarti “memberikan harga atau
memberikan penilaian yang baik”.25 Zainal Aqib dan Sujak, mengemukakan
bahwa “menghargai orang lain berarti sikapdan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan
mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain”.26
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam menghargai orang lain
adalah harus mampu memperlakukan orang lain secara baik dan benar,
dalam arti sesuai norma dan aturan yang berlaku. Kata “baik” diartikan
tidak melecehkan
(merendahkan), tidak melakukan tindakan kasar, tidak membunuh, dan
segala hal yang bernuansa negatif. Sedangkan kata “benar” artinya sesuai
dengan aturan yang berlaku, kedudukannya (statusnya) dan tanggung
jawabnya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap saling
menghargai merupakan cerminan dari perkembangan sosial emosional pada
anak usia dini yang berdasarkan hati nurani, pikiran yang sesuai dengan
nilainilai sosial.

2. Pentingnya Menghargai Orang Lain


Demi terwujudnya dan memantapkan penghargaan terhadap orang lain,
seseorang harus memahami juga alasan pentingnya menghargai orang lain.

25
Nanang, Buku Panduan Guru Profesional Penelitian Tindakan Kelas, (Yokyakarta:
Gava Media, 2008), hlm. 102.
26
Zainal Aqib dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung:
Yrama Widya, 2011), hlm. 8.

10
Semakin seseorang memahami alasan harus menghargai orang lain, makin baik
dan besar pula penghargaan terhadap orang lain. Dengan demikian, setiap
orang harus benar-benar mengerti dan memahami apa pentingnya menghargai
orang lain, baik bagi orang lain yang dihargai maupun bagi dirinya sendiri.
Hondi Panjaitan, mengemukakan beberapa alasan mengapa penting
menghargai orang lain, yaitu:

a. Semua manusia yang lahir di bumi ini layak dan pantas untuk dihargai.

b. Semua sama kedudukannya dan sama posisinya dihadapan Tuhan dan


hukum.
c. Manusia makhluk sosial, yang artinya setiap orang tidak bisa hidup

sendiri.27

Gambar 2.1. Ilustrasi Sikap Menghargai

Untuk memberi gambaran yang lebih luas tentang ketiga alasan


mengapa pentingnya menghargai orang lain tersebut, maka dapat diuraikan
sebagai berikut:

27
Hondi Panjaitan, Pentingnya Menghargai Orang Lain, Jurnal Humaniora, Vol. 5 No.
1 April 2014 : 88-96, hlm. 90-91.
1). Semua manusia yang lahir di bumi ini layak dan pantas untuk dihargai.

Manusia sama-sama ciptaan oleh Allah Swt. Jika ciptaan Allah Swt
lainnya dihargai, apalagi manusia yang lebih berharga dari segala ciptaan
lainya yang ada. Harga manusia tidak dapat diukur. Jika ada yang mengukurnya
dengan uang, itu adalah tindakan yang salah dan tidak bermoral.
Sangat jelas bahwa semua manusia telah dimuliakan oleh Allah Swt
maka dari itu, setiap orang harus bisa menghargai orang lain dalam kehidupan
sosialnya. Seseorang tidak boleh merendahkan orang lain dalam situasi dan
kondisi apapun jika hal itu tidak mau kembali padanya. Manusia adalah
makhluk berharga yang patut sama-sama dihargai keberadaannya.
2). Semua sama kedudukannya dan sama posisinya dihadapan Tuhan dan
hukum.
Setiap orang tidak boleh menyombongkan diri dengan menganggap
dirinya lebih berharga dan lebih penting dari orang lain. Setiap orang akan
diberikan anugerah oleh Allah Swt bagi mereka yang sungguh-sungguh datang
mencari dan bertakwa kepada-Nya. Allah Swt pencipta manusia tidak
membeda-bedakan orang. Surga yang disediakan tidak hanya diperuntukkan
untuk suku/etnis, kaum/golongan, bahasa, dan bangsa tertentu, bukan pula
disediakan hanya untuk berkulit putih, tetapi juga untuk segala warna kulit
termasuk kulit hitam tetapi hanya disediakan bagi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada-Nya yang dibuktikan dengan amal shaleh dalam
kehidupannya.

َّ َ ‫ق ِم ن ْ ه َ ا َز ْو َج ه َ ا َو ب‬
‫ث‬ َ َ ‫اس ات َّ ق ُ وا َر ب َّ ك ُ م ُ ا ل َّ ذِ ي َخ ل َ ق َ ك ُ ْم ِم ْن ن َ ف ْ س َو احِ د َة َو َخ ل‬ُ َّ ‫ي َ ا أ َي ُّ ه َ ا ال ن‬
َ َّ‫اْل َ ْر َح ام َ إ ِ َّن ّللا‬
ْ ‫ِم ن ْ ه ُ مَ ا ِر َج ال ك َ ث ِير ا َو ن ِ س َ اء َو ا ت َّ ق ُ وا ّللاَّ َ ا ل َّ ذِ ي ت َ س َ ا ء َ ل ُ و َن ب ِ ه ِ َو‬
‫ك َا َن ع َ ل َ ي ْ ك ُ مْ َر ق ِيب ا‬

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu. (QS. An-Nisa/4: 1)28
Ayat di atas didahului dengan panggilan “Hai sekalian manusia”,
padahal ayat tersebut turun setelah Nabi Saw. hijrah ke Madinah, yang
biasanya salah satu cirinya adalah didahului dengan panggilan “Hai orangorang
yang beriman”, namun demi persaudaraan persatuan dan kesatuan, ayat ini
mengajak kepada semua manusia yang beriman dan yang tidak beriman
(seluruh manusia) untuk saling membantu dan saling menyayangi, karena
manusia berasal dari satu keturunan, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, kecil dan besar, beragama atau tidak beragama. Semua dituntut
untuk mewujudkan persatuan dan rasa aman dalam masyarakat, serta saling
menghormati hak-hak asasi manusia.
Di samping itu, setiap orang seharusnya sadar bahwa manusia sama
kedudukannya di dalam hukum, yang artinya sama hak dan kewajibanya. Hal
ini sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD 1945) Republik
Indonesia. Jadi setiap orang harus menyadari hal ini dengan sungguh-sungguh
dan tulus, sehingga tidak ada lagi perbuatan yang tidak menghargai orang lain
seperti membunuh, melecehkan, dan melakukan tindakan kekerasan yang
melawan hukum. Sesungguhnya siapapun yang melakukan hal ini telah
melanggar hukum Tuhan dan hukum dunia (negara) termasuk etika dan moral.

3). Manusia makhluk sosial, yang artinya setiap orang tidak bisa hidup sendiri.

Manusia saling membutuhkan, saling mencukupkan, dan saling


melengkapi. Tanpa kehadiran orang lain hidup tidak lengkap atau tidak
sempurna dan tidak bahagia. Seorang guru berharga karena ada muridnya;
dosen berharga karena ada mahasiswanya; penyanyi berharga karena ada
penontonnya/pendengarnya; pemimpin berharga karena ada yang dipimpinnya.

28
Ibid, hlm. 77.
Seorang menjadi besar juga karena dibesarkan orang lain (orangtua). Suatu
produk berharga karena ada pembelinya/pemakainya. Orang kota
membutuhkan orang desa dan sebaliknya. Ustaz dan ulama berharga karena
ada umatnya. Siapapun dia, apapun status atau jabatannya, pasti membutuhkan
orang lain. Sesungguhnya hidup ini menjadi berharga atau berarti karena
kehadiran orang lain. Jadi setiap orang harus berkata bahwa manusia saling
membutuhkan, maka penting untuk saling menghargai.

3. Tujuan Menghargai Orang Lain


Untuk makin menghargai orang lain, seorang juga harus memahami
tujuan menghargai orang lain, yaitu “untuk memuliakan Allah Swt,
menciptakan kedamaian, dan menciptakan kebahagiaan dan kemajuan
bersama”.29

a. Tujuan menghargai orang lain yang pertama adalah untuk kemuliaan Allah
Swt. Jika seorang dapat menghargai orang lain dengan tulus, sesungguhnya
orang tersebut telah memuliakan Allah Swt karena dia telah mampu
mentaati atau melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Tuhan, Sang pencipta, telah mengajar manusia untuk hidup saling
mengasihi. Siapapun dia yang tidak dapat menghargai orang lain
sesungguhnya dia telah melawan perintah Allah Swt, tidak menghormati
Allah Swt sang pencipta manusia dan pemberi hidup.
b. Tujuan berikutnya adalah menciptakan kedamaian. Kedamaian adalah
harapan setiap orang. Bahkan negara dan bangsa-bangsa pun merindukan
kedamaian. Salah satu syarat utama untuk terciptanya kedamaian adalah
ketika seseorang telah mampu secara nyata dan tulus menghargai orang lain.
Tragedi kemanusian terjadi karena seorang tidak sungguh-sungguh sadar
dan berusaha untuk mampu menghargai orang lain; dan tragedi itu akan
makin meluas dan merajalela jika seseorang membiarkan penghargaan
terhadap orang lain terus diabaikan atau dibiarkan. Semua orang tanpa
kecuali pemerintah dan aparat keamaanan harus tegas menindak orangorang

29
Panjaitan, op.cit, hlm. 91.
yang tidak menghargai orang lain (melanggar kebebasan dan kemerdekaan
orang lain) dan sungguh-sunguh berusaha secara sadar dan nyata untuk
tetap berjuang dan meningkatkan penghargaan terhadap orang lain dengan
membuang kemunafikan, egoisme, dan kepentingan golongan. Kedamaian
adalah syarat mutlak terjadinya pembangunan.
c. Tujuan ketiga dari pelaksanaan penghargaan terhadap orang lain adalah
untuk menciptakan kebahagiaan dan kemajuan bersama, bahwa di mana ada
kedamaian di situ ada kebahagiaan dan di situ juga akan terjadi kemajuan.
Seseorang tidak dapat mengalami kebahagiaan dan kemajuan tidak mampu
menghargai orang lain. Sebagai contoh, sebuah keluarga berbahagia jika
sesama anggota keluarga saling menghargai. Demikian juga dengan
masyarakat tidak akan mengalami kemajuan jika di masyarakat tidak ada
penghargaan terhadap orang lain. Justru yang terjadi sebaliknya, yaitu
keributan, permusuhan, dan pembunuhan. Karena itu, mari
bersungguhsungguh mau dan terus menghargai orang lain demi
kebahagiaan dan kemajuan bersama.

4. Cara Menghargai Orang Lain


Hal yang mendasari atau melandasi seorang harus menghargai orang
lain adalah kesadaran sosial. Kesadaran sosial artinya bahwa setiap manusia
harus benar-benar mengerti dan sadar bahwa setiap orang pasti saling
membutuhkan dan saling melengkapi.
Setiap orang harus sadar bawa dirinya adalah makhluk sosial yang
punya tanggung jawab sosial, baik terhadap lingkungan maupun terhadap
sesama. Tanggung jawab sosial terhadap sesama antara lain yaitu
melindungi, menghargai, memajukan, dan lain lain. Oleh karena itu, jika
dilihat dari segi tanggung jawab sosial, sudah seharusnya setiap orang
menghargai orang lain dan memperlakukannya dengan baik.
Tidak semua orang bisa menghargai dan menghormati orang-orang
yang ada di sekitarnya. Banyak orang yang memperlakukan orang secara
tidak adil. Orang yang dianggap lebih rendah daripada dirinya diperlakukan
semena-mena, namun sebaliknya orang yang dianggap lebih tinggi
derajatnya daripada dirinya diperlakukan dengan baik dan penuh perhatian.
Sebagai makhluk sosial yang baik hendaknya setiap orang harus
memperlakukan semua orang sama dengan penuh rasa hormat. Jika saat ini
masih belum dapat menghormati dan menghargai orang lain dengan baik,
maka sudah saatnya berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari hari-hari
sebelumnya.
Untuk megetahui bagaimana cara menghargai orang lain, Erzhal Risan Wikata
mengemukakan beberapa cara, antara lain:

a. Bersikap Ramah.
Cara menghormati setiap orang baik yang dikenal maupun yang tidak
dikenal. Jika seseorang bersikap ramah terhadap orang lain maka orang
lain juga akan menunjukkan sikap bersahabat kepadanya.
b. Bersikap Adil.
Bersikap adil kepada semua orang membuat setiap orang merasa
dihargai dan diperlukan setara. Setiap orang ingin diperlakukan dengan
adil. Jika seseorang merasa diperlakukan tidak adil, ia akan cenderung
memberikan respek buruk.
c. Jangan Menghina atau Mengejek.
Menghargai orang lain berarti tidak merendahkan derajatnya di depan
umum. Menghina atau mengejek orang lain dapat membuat ia sakit
hati. Hindari menggunakan kata-kata yang menyakiti perasaan orang
lain.
d. Hormati Pendapat Orang.
Mendengarkan adalah sebuah penghargaan. Setiap orang ingin dihargai
saat ia berbicara atau mengemukakan pendapat. Dengarkan dan
hormati pembicaraan orang lain sekalipun anda tidak sependapat.
Berikan pendapat anda jika diminta.
e. Berikan Dukungan.
Seseorang dapat memberikan dukungan secara moril jika ia setuju
terhadap perbuatan baik atau ajakan baik seseorang. Hal ini membuat
seseorang yang telah berusaha berbuat baik merasa dihargai.
f. Perhatikan Kesukaan dan Ketidaksukaan Orang.
Mengetahui kesukaan dan ketidaksukaan seseorang membantu
seseorang untuk menghargainya dan menghindarkan ia berbuat sesuatu
yang membuatnya tidak senang, baik secara sengaja maupun tidak.
g. Jangan Menyindir.
Hargai orang lain dengan tidak mengungkit keburukannya, meskipun
ia tidak menyebutkan namanya. Menyindir adalah membicarakan
dengan sengaja tentang keburukan seseorang secara tidak langsung.
Bagi orang yang merasa disindir, sindiran sama saja dengan penghinaan
yang merendahkan dirinya.
h. Jangan Membicarakan Kejelekan Orang.
Menghargai orang lain adalah menyembunyikan kekurangannya.
Membicarakan kejelekan orang lain dibelakangnya dapat menjatuhkan
wibawanya. Hindari menggunjing orang lain, ingatlah akan
kekurangan diri sendiri sebelum membicarakan kekurangan orang lain.
i. Sensitif terhadap Perasaan Orang.
Adakalanya pembicaraan atau perbuatan seseorang dapat menyinggung
perasaan orang lain meskipun tidak bermaksud demikian. Berlaku
sensitif terhadap perasan orang lain menghindarkan seseorang untuk
membicarakan atau berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan bagi
orang lain.
j. Jangan Memaksa.
Menghargai orang lain adalah menghormati hak asasinya. Hindari
memaksa atau melakukan intimidasi terhadap orang lain agar
melakukan sesuatu yang diluar wewenang.30

Dengan demikian, ketika seseorang dapat melakukan beberapa cara


diatas maka ia akan terhindar dari pribadi yang suka merendahkan orang
lain. Meskipun demikian, seseorang memiliki cara tersendiri untuk menjadi

30
Erzhal Risan Wikata, Bagaimana Cara Menghargai Orang Lain?, Artikel, Diunduh
Melalui: https://www.dictio.id/t/bagaimana-cara-menghargai-orang-lain/8236, Diakses: 23
Mei 2018.
pribadi yang tidak suka merendahkan orang lain dan sebaliknya suka
menghargai
orang lain.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang relevan mengenai pengaruh konsep tasamuh terhadap sikap


menghargai perbedaan pada mata pelajaran PAI siswa kelas XII SMAN 1
Sumedang. Berikut adalah beberapa contohnya:
1. Skripsi karya Jaka Sisworo tahun 2017 yang berjudul “Peran Guru PAI
Dalam Membentuk Sikap Toleransi Keberagaman Siswa Kelas VIII
Melalui Pengembangan Sifat Inklusif di SMPN 1 Kalasan”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik penelitian lapangan.
Adapun hasil penelitiannya yaitu mengembangkan sikap toleransi yang
sesuai dengan surah Al-Hujurat dan surah Al-Kafirun, persamaan hak
dalam beribadah untuk saling menghargai dan menghormati, pembentukan
sikap membiasakan untuk menyesuaikan diri dalam segala situasi.31 Dalam
penelitian ini ditemukan persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan peneliti, persamaanya yaitu sama-sama menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan teknik lapangan di sekolah. Adapun
perbedaanya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Jaka Sisworo membahas
peran guru PAI dalam membentuk sikap toleransi pada peserta didik.
2. Skripsi karya Sukron Makmun tahun 2019 tentang Ukhwah
Islamiyah Dalam Pandangan Al-Qur’an (Kajian Tematik AlQur’an Surat
A-Hujarat: 10-13). Kajian ini menggunakan metode kualitatif dan objek
dari penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan (Library Research)
yang mana sumber referensi diambil dari buku-buku atau kitab besar
seperti Tafsir Ibnu Katsir. Dalam pembahasan skripsi oleh Sukron Makmun
bersifat deskriptif analisis yang mencakup tentang ukhwah Islamiyah dan
macamnya serta dalil sebagai petunjuk untuk memantapkan ukhwah
Islamiyah yang sesuai dengan pedoman Al-Qur’an khususnya dalam surat

Jaka Sisworo, "Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Sikap Toleransi
31

Keberagaman Siswa Kelas VIII..." (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017), 22.
Al-Hujarat ayat 10-13. 32 Pokok dari permasalahan ini bagaimana
membangun ukhwah Islamiyah antar sesama umat muslim yang sesuai
dengan kaidah Al-Quran. Dengan pemahaman dari surat Al-Hujarat ayat 1-
3 dapat dijadikan landasan dalam berukhuwah dalam lingkup masyarakat.
Dalam penelitian ini ditemukan persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti, persamaanya yaitu sama-sama
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun
perbedaanya yaitu dari segi masalah dan objek penelitian, Sukron Makmun
membahas tentang Ukhwah Islamiyah melalui berbagai macam sumber
kepustakaan.
3. Skripsi karya Nilhamni dengan judul “Penanaman Nilai Toleransi Antar
Umat Beragama Pada Siswa SMPN 1 Pulau Banyak Aceh Singkil”. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan
menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi,
angket, dan dokumentasi. Adapun subyek dalam penelitian ini seluruh
warga sekolah serta hasil yang dicapai lebih ditekankan pada siswa.
Penanaman nilai-nilai toleransi beragama dilakukan melalui beberapa
kebijakan sekolah seperti kegiatan rutin gotong royong, khutbah jumat,
yasinan, sholat dhuhur berjamaah, kegiatan berkurban dalam hari raya idul
adha. Pendekatan nasehat dan arahan para guru menjadi kunci keberhasilan
implementasi nilai-nilai toleransi beragama. Guru PAI dengan metode
ceramah menjadi siswa lebih memahami dengan baik pentingnya
toleransi. 33 Dalam penelitian ini ditemukan persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan peneliti, persamaanya yaitu
menggunakan metode kualitatif deskriptif, dan penelitian ditingkat sekolah
pertama. Adapun perbedaanya yaitu dari segi masalah dan obyek
membahas tentang penanaman nilai toleransi antar umat beragama pada
siswa SMPN 1 Pulau Banyak Aceh Singkil.

32
Sukron Makmun, "Ukhwah Islamiyah Dalam Pandangan Al-Qur'an Kajian Tematik
Al-Qur'an Surat Al-Hujarat; 10-13" (Universitas Muhammadiyah
Palembang, 2019), 14–15.
33
Nilhamni, "Penanaman Nilai-Nilai Toleransi Antar Umat Beragama Pada Siswa SMPN 1
Pulau Banyak Aceh Singkil" (UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2020), 79.

Anda mungkin juga menyukai