Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi Toleransi

Istilah “Tolerance” (toleransi) adalah istilah modern, baik dari segi nama
maupun kandungannya.1 Istilah ini pertama kali lahir di Barat, di bawah situasi
dan kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas. Toleransi dalam bahasa
Yunani, disebut dengan istilah sophrosyne yang artinya adalah moderasi
(moderation) atau mengambil jalan tengah. Sedangkan istilah toleransi berasal
dari bahasa latin “tolerantia” yang berarti kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan, dan kesabaran. Secara etimologis istilah “tolerantia” dikenal sangat
baik di daratan eropa, terutama pada Revolusi Perancis. Hal itu terkait dengan
slogan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan yang menjadi inti dari Revolusi
Perancis2. Ketiga istilah tersebut mempunyai kedekatan etimologis dengan istilah
toleransi. Secara umum, istilah tersebut mengacu pada sikap terbuka, lapang dada,
sukarela dan kelembutan. Dari sini dapat dipahami bahwa toleransi merupakan
sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain agar menyampaikan
pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda.3

Pengertian selanjutnya toleransi dalam bahasa Inggris berasal dari kata


“toleration”. Akar kata itu diambil dari bahasa Latin “toleratio” arti paling klasik
dari abad ke-16. Kata “toleration” adalah izin yang diberikan oleh otoritas atau
lisensi. Sementara di abad 17, kata itu memiliki nuansa hubungan antar agama
karena ada undang-undang atau kesepakatan toleransi (the Act of Tolerantion).
Dalam kesepakatan itu ditegaskan jaminan kebebasan beragama dan beribadah
kepada kelompok Protestan di Inggris. 4

1
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, Jakarta : Perspektif, 2005, p. 212.
2
Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Tolernasi : Inklusifisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme
(Jakarta : Fitrah, 2007) hal 161
3
Zuhairi Misrawi, Al-Qur‟an Kitab Toleransi, Jakarta : Pustaka Oasis, 2007, p.161.
4
Henry Thomas Simarta, Indonesia Zamrud Toleransi, Jakarta : PSIK Indonesia. 2017 hal 10

31
Kemudian pengertian toleransi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah
toleran berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan
toleransi yaitu sifat atau sikap toleran; batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan.5

Zuhairi Misrawi juga berpendapat dalam bukunya al-Qur‟an Kitab


Toleransi dengan mengatakan bahwa toleransi harus menjadi bagian terpenting
dalam lingkup intraagama dan antaragama.6 Lebih lanjut, ia berasumsi bahwa
toleransi adalah upaya dalam memahami agama-agama lain karena tidak bisa
dipungkiri bahwa agama-agama tersebut juga mempunyai ajaran yang sama
tentang toleransi, cinta kasih dan kedamaian.7 Selain itu, Zuhairi memiliki
kesimpulan bahwa toleransi adalah mutlak dilakukan oleh siapa saja yang
mengaku beriman, berakal dan mempunyai hati nurani. Selanjutnya, paradigma
toleransi harus dibumikan dengan melibatkan kalangan agamawan, terutama
dalam membangun toleransi antar agama.

Perlu dijelaskan bahwa toleransi yang diperbolehkan dalam hal ini yakni
yang tidak dalam hubungan manusia dengan Tuhan, tidak berhubungan dengan
peribadatan. Tapi yang diperbolehkan toleransi dalam hubungan sesama manusia
yang terlepas dari unsur-unsur peribadatan tersebut. Contoh toleransi yang tidak
dibenarkan, karena merasa simpati atau sungkan, ikut berpartisipasi atau ikut
beribadat sesuai tata cara peribadatan yang mereka anut. Contoh toleransi yang
diperbolehkan yakni saling bertegur sapa, tetap berbuat baik, tetap menghormati.

Dalam hal ini toleransi juga dapat diartikan sebagai pemberian kebebasan
kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk
menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya
masing-masing, selama didalam menjalanan dan menentukan sikapnya itu tidak

5
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008, hal. 1538
6
Zuhairi Misrawi, Al-Qur‟an Kitab Toleransi, hal 159.
7
Zuhairi Misrawi, Al-Qur‟an Kitab Toleransi hal 159.

32
melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat azas syarat terciptanya
ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Toleransi dikatakan sebagai suatu
pandangan yang mengakui the right of self determination, yang artinya hak
menentukan hak itu seseorang tidak harus melanggar hak-hak orang lain.8

Dalam penelitian mengenai toleransi di kalangan mahasiswa


mendefinisikan bahwa toleransi adalah sebagai kesadaran individu untuk
menghargai, menghormati, memperbolehkan adanya perbedaan keyakinan serta
memberikan kesempatan kepada pihak yang berbeda untuk melaksanakan praktik
keaagamaan, sekalipun bertentangan, dengan tujuan menciptakan kehidupan
bersama yang lebih baik.9
Istilah toleransi sering digunakan dalam beberapa hal diantaranya dalam
konteks sosial, budaya dan agama yang diartikan sebagai sikap dan perbuatan
yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda
atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Istilah toleransi
juga dapat digunakan untuk definisi (kelompok yang lebih luas, misalnya partai
politik, orientasi seksual, etnis, suku dan lain-lain. Sementara penggunaan istilah
ini masih banyak kontroversi dan kritikan mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik
dari kaum liberal maupun konservatif.10

Terdapat dua macam penafsiran terhadap konsep toleransi. Pertama,


disebut negative interpretation of tolerance, yang berarti bahwa toleransi hanya
menuntut pihak lain dibiarkan sendirian atau tidak dianiaya. Kedua, disebut
positive interpretation of tolerance, yang berarti bahwa toleransi hanya
membutuhkan bantuan, peningkatan dan pengembangan. Namun toleransi positif
ini hanya dituntut dalam situasi di mana objek toleransi adalah sesuatu yang tidak
salah secara moral dan tidak bisa diubah, seperti dalam kasus toleransi rasial.
Disamping itu, toleransi tidak hanya berkaitan dengan perundang-undangan tetapi

8
Umar Hasyim, Toleransi dan kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai dasar Munuju
Dialog dan Kerukunan Antar Agama, Jakarta:PT. Bina Ilmy. 1978. Hal 22
9
Bahari, Toleransi Beragama Mahaiswa, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama,Jakarta
2010, hal 80
10
KH. Husein Muhammad, Toleransi Islam (Hidup Damai dalam Masyarakat Plural), (Cirebon,
Fahmina Institute, Cet I, 2015) hal.vii

33
juga perilaku sosial. Sekarang ini, ada sedikit perundang-undangan yang
diskriminatif dan intoleran, tetapi sikap-sikap intoleran di antara individu atau
golongan masih muncul dalam banyak kasus, baik karena latar belakang rasial,
ideologis, politik maupun keagamaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya
kelompok-kelompok radikal tertentu, seperti kaum nasionalis radikal, kaum
komunis radikal, Muslim radikal, Kristen radikal, Katolik radikal, Hindu radikal
dan seterusnya.11

Toleransi merupakan suatu sikap atau perilaku manusia yang mengikuti


aturan, di mana seseorang dapat menghargai, menghormati terhadap perilaku
orang lain. Istilah toleransi dalam konteks sosial budaya dan agama berarti sikap
dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok atau
golongan yang berbeda dalam suatu masyarakat. Islam sebuah agama 12 yang
mengajarkan kepada umat manusia untuk selalu menghormati serta toleransi
beragama terhadap sesama dan menjaga kesucian serta kebenaran ajaran Islam.
Dengan ini, fakta telah membuktikan bahwa Islam merupakan agama yang
mengajarkan hidup toleransi beragama terhadap semua agama. Dalam keadaan
apapun dan kapan saja, Islam sebagai agama rahmatallil‟alamin senantiasa
menghargai dan menghormati perbedaan, baik perbedaan suku, bangsa, dan
keyakinan. Hal sangat ini jelas, bahwa Islam selalu memberikan kebebasan
berbicara dan toleransi beragama terhadap semua pemeluk agama dan
berkeyakinan serta rasa hormat.13

Berbagai peristiwa terorisme, kekerasan, dan diskriminasi yang terjadi


belakangan ini memperlihatkan betapa toleransi khususnya dalam keberagaman
harus menjadi pola komunikasi antar warga. Terlepas dari perbedaan agama,
suku, etnis, dan budaya juga status sosial. Dengan sikap toleran inilah diharapkan
terciptanya kerukunan antar warga yang relasinya akan menciptakan dunia yang
damai. Perdamaian dengan tidak pertumpah darahan. Perdamaian dengan tidak
11
Masykuri Abdillah, Islam dan Demokrasi, (Jakarta, Kencana, Cet. 1, 2015), 149
12
The encyclopedia of philosophy, Paul Edwards (editor), The Encyclopedia of Philosophy,
Volume VII, 141
13
Abu Bakar, Konsep Toleransi beragama dan Kebebasan Beragama Jurnal, Toleransi Beragama:
Media Komunikasi Umat Bergama, Vol.7, No.2 Juli-Desember 2015

34
adanya kelompok yang merasa di marjinalkan, dan didiskriminasi. Untuk itu
penulis rasa perlunya toleransi sebagai sebuah jalan menuju perdamaian yang
diharapkan Meski perlu disadari benturan-benturan peradaban memang tak dapat
disangkal secara empiris. Namun kita tidak boleh menyerah pada realita empiris
dan terus memelihara harapan akan terwujudnya perdamaian yang penuh toleransi
beragama.14

Melihat dari berbagai deskripsi megenai toleransi maka untuk lebih


memfokuskan objek yang akan diteliti penulis menggunakan beberapa kategori
yang didapatkan dari para peneliti sebelumnya mengenai toleransi Penelitian
Setara Institute pada tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat dua jenis Intoleransi,
yaitu Intoleransi Aktif dan Intolernasi pasif. Intoleransi Aktif adalah kondisi
dimana seseorang tidak dapat menerima perbedaan dan melakukan tindakan
kekerasan untuk menunjukkan ekspresi ketidaksukaan terhadap perbedaan.
Sedangkan, intoleransi pasif adalah kondisi dimana seseorang menerima adanya
perbedaan karena adanya konsekuensi sosial dan memiliki gagasan menganggap
bahwa kelompok lain salah, namun tidak termanifestasikan dalam tindakan.
Sedangkan menurut Walzer dalam Misrawi terdapat lima hakikat toleransi yang
menerima perbedaan dengan tujuan untuk kehidupan yang damai; membiarkan
kelompok yang berbeda tetap ada di dunia; walaupun kurang bersimpati; namun
tetap menerima bahwa orang lain juga memiliki hak menyatakan keterbukaan
terhadap orang lain; dengan mengahargai, mau mendengarkan dan belajar dari
orang lain; menitik beratkan aspek otonomi dan secara antusias mendukung
perbedaan. Dengan demikian definisi toleransi dalam penelitian ini adalah
menerima dan menghormati perbedaan dan menunjukkannya dengan berbagai
bentuk kegiatan mendukungnya secara antusias.15

Berdasarkan konsep-konsep mengenai toleransi yang telah dipaparkan di


atas, maka toleransi yang dimaksud dalam penelitian dibagi menjadi dua, yaitu

14
Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikan Issn : 2086-4981 Vol. 1 No. 1 Maret 2010
15
Jurnal At Tarbawi, Tolernasi Pengurus dan anggota Islam kepada Pemeluk Agama yang
Berbeda : Studi pada Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) SMA di Bekasi Jawa Barat, Vol 1
tahun 2016 hal 5

35
toleransi pasif dan toleransi aktif. Toleransi pasif adalah kemampuan untuk
menerima dan menghormati perbedaan pendapat, pandangan, perilaku, dan
kebiasaan serta memberikan kesempatan tanpa melakukan suatu tindakan nyata
yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan praktik peribadatan agama lain,
namun tetap berusaha untuk menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup
bersama dengan damai dengan kesadaran pribadi. Definisi dari toleransi aktif
adalah kemampuan untuk menerima dan menghormati perbedaan pendapat,
pandangan, perilaku, kebiasaan dan memberikan kesempatan serta mendukung
kelompok agama yang berbeda untuk menjalani praktik keagamaan dengan suatu
tindakan nyata yang berbeda, bertujuan menciptakan hubungan sosial yang baik
dan hidup bersama dengan damai dengan kesadaran sendiri.

Latar belakang atau alasan yang mendasari seseorang dalam bertindak


toleran terhadap pemeluk agama yang berbeda. Menurut Lacewing berpendapat
bahwa setiap orang harus bisa dibedakan dalam bertoleransi, yakni sebagai
tindakan atau toleransi sebagai kebajikan, karena tidak semua tindakan toleran
merupakan sikap toleransi. Hal ini terkait dengan pernyataan dari Almagor bahwa
tindakan toleransi atas dasar kepentingan diri sendiri dapat menjadi dasar tindakan
intoleransi di masa mendatang.

Bahwa dari penjelasan sebelumnya Lacewing menyatakan bahwa terdapat


dua jenis toleransi, yang dibedakan berdasarkan latar belakang seseorang dalam
melakukan tindakan toleransi. Jenis toleransi yang pertama adalah toleransi
sebagai perilaku. Dalam jenis seseorang dapat berlaku toleran walaupun
sebenarnya ia bukanlah orang yang toleran. Hal ini sama dengan seseorang yang
memberikan amal dengan niat untuk memberikan kesan yang baik tentang dirinya
di hadapan orang lain. Jenis toleransi yang kedua adalah toleransi sebagai
kebajikan. Maka dapat diperjelas toleransi aktif (adanya tindakan untuk
mewujudkan hubungan yang harmoni dalam perbedaan), seperti yang
diungkapkan Lacewing jenis toleransi berdasarkan latar belakang oranng ingin
melakukannya terbagi dalam toleransi sebagai perilaku atau toleransi sebagai
kebajikan. Toleransi dilakukan untuk menghargai orang lain (secara moral)
ataupun sebuah komitmen untuk menjaga kehidupan yang damai bersama orang

36
lain (secara politis). Maka kata toleran bukan hanya sekedar konsep atau
wacana, tapi juga kata yang menunjukkan perilaku atau sikap hidup dalam
membangun relasi, karena satu sama lain berbeda.

B. Toleransi dalam Prespektif Islam

Pada dasarnya, kata toleransi sangat sulit untuk mendapatkan pandangan


katanya secara tepat dalam bahasa Arab yang menunjukkan arti toleransi dalam
bahasa Inggris. Akan tetapi, kalangan Islam mulai membincangkan topik ini
dengan istilah “tasamuh”.16

Untuk memperoleh pemahaman toleransi dalam Islam, sebagian kalangan


muslimin mengkaji toleransi dengan merujuk kata tasamuh dan bukan tolerance.
Kata tasamuh dalam deverensiasinya sebenarnya tidak ditemukan dalam al-
Qu‟ran namun dalam hadits dapat ditemukan dalam ungkapan “ismah yusmah
laka” (permudahlah niscaya kamu akan dipermudah).

Secara garis besar kata “tasamuh” berarti sikap ramah dengan cara
memudahkan, memberi kemurahan dan keluasan. Akan tetapi, makna tersebut
bukan mutlak sebagaimana dipahami secara bebas hingga menerima kebenaran
yang jelas-jelas bersebrangan dengan keyakinan sendiri, melainkan tetap
menggunakan tolak ukur al-Qur‟an dan sunah nabi

Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara


definisi adalah agama yang damai, selamat dan menyerahkan diri. Definisi Islam
yang demikian seringkali dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatan lil
„aalamin” (agama yang mengayomi seluruh alam). Artinya, Islam selalu
menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati bukan
memaksa. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam beragama
adalah kehendak Allah.17

16
Tasamuh adalah tasahul (kemudahan) atau ukuran perbedaan yang dapat ditolerir. Lihat kamus
al-Muhit, Oxford Study Dictionary English-Arabic, Beirut : Academia, 2008, hal 1120.
17
Lihat QS. Yunus : 99.

37
Makna Islam sendiri yang secara etimologis berarti kedamaian memiliki
prinsip-prinsip terhadap anti kebencian. Seperti pada prinsip tauhid dan tanggung
jawab sosial, penghormatan antar sesama manusia, perlunya dialog antar
kelompok berbeda, dan etika pencegahan kemungkaran. Islam juga hadir untuk
mengikis sifat-sifat yang menjadi benih siaran kebencian, seperti menghina,
merendahkan orang lain, dengki, kebiasaan menggunjing, adu domba dan
kebiasaan mengkafir-kafirkan individu atau kelompok lain.18

Islam mengajarkan betapa pentingnya toleransi. Nabi Muhammad SAW.


mengajarkan bahwa Islam adalah agama kasih sayang. Nabi juga melindungi
kaum minoritas dalam melaksanakan ibadah sesuai keyakinannya. K.H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengatakan bahwa Nabi pun pernah
meminta tiga orang pendeta Kristiani yang datang dari Najran (provinsi timur di
Arab Saudi) untuk beribadah menurut agama mereka di Masjid Nabi (Masjid
Nabawi). Pernah juga diceritakan pada suatu hari ada orang Arab badui kencing di
Masjid Nabi di Madinah. Terang saja para sahabat geram dan ingin memukul
orang itu. Namun, Nabi mencegahnya, dan kemudian menyuruh para sahabat
'kerja bakti' menyiram dan membersihkan air seni laki-laki tak kenal sopan santun
itu. Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, pengarang Kitab Fath al-Bari, riwayat ini
memperlihatkan dengan jelas sikap toleransi beragama Nabi dan keluhuran budi
pekertinya.19

Islam adalah agama sempurna dan paripurna (kamil-mutakalim). Karena itu,


semua aspek kehidupan pasti sudah dibicarakan dan disyari‟atkan di dalamnya,
baik secara eksplisit maupun implisit. Dalam konteks ini, al-Qur‟an menegaskan :
„‟Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-Ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.‟‟ ( Q.S.Al-Maidah: [5]:3).) Kata akmaltu dan almamtu dalam ayat ini
menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Dalam
bahasa Arab, kata kamula- yang menjadi kata dasar kata akmaltu bisa dipakai

18
KH Husein Muhammad dan Siti Aminah, Menangkal Siaran Kebencian :Perspektif Islam.
(Cirebon : Fahmina Institute, Cet.1 , 2017), 9
19
Jurnal Internasional Lingkungan & Ilmu Pendidikan 2016, Vol. 11, No. 12, 5034-5048

38
untuk mengungkapkan kesempurnaan secara kualitas, sementara tamma-yang
menjadi kata dasar atmamtu-digunakan untuk mengungkapkan kesempurnaan
secara kuantitas. Dengan demikian, Islam adalah agama yang benar-benar
sempurna dan paripurna, baik secara kualitas maupun kuantitas. Terkait dengan
diskursus multikulturalisme, sejatinya sebelum wacana ini mencuat di Dunia
Barat, Islam telah berbicara tentang hal tersebut. „‟Islam penutup penyempurna
dari agama-agama lain, hukum sosial, aturan hidup.
Contoh dalam sejarah Islam juga mengenai Islam yang ramah dan tolerasn
pernah diperlihatkan oleh Salahuddin al-Ayyubi dengan kemurahan hati yang
dimilikinya, terjadi pada tahun 1188 M saat dia berhasil merebut kembali
Yerussalem dari tentara salib. Ketika Salahuddin tiba ia menyaksikan pasukan
salib sedang mengotori masjid dengan menyimpan babi di dalamnya. Bahkan para
ahli sejarah eropa pun mengakui bahwa Salahuddin tidak membalas dendam,
melainkan memberikan maaf kepada pasukan salib, melindungi dan menjamin
keamanan saat kembali ke negerinya. 20
Prinsip kasih sayang yang bersemayam di lubuk hati setiap agama,
kepercayaan, etika kemanusiaan dan tradisi spiritual menghimbau kita untuk
selalu memperlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin diperlakukan (
Husein Muhammad dalam toleransi beragama Islam, hidup damai dalam
masyarakat Plural). Husein, dalam bukunya tersebut menuliskan, Islam adalah
agama yang diturunkan Tuhan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.
Pesan kerahmatan (kasih sayang) dalam Islam benar-benar tersebar dalam teks-
teks Islam baik al-Qur‟an maupun Hadits.21
Dalam penjelasannya Syeikh Wahbah Az-Zuhaili, seperti dikutip Husein
Muhammad, mengatakan bahwa dasar-dasar toleransi dalam Islam meliputi lima
hal, Pertama, persaudaraan atas dasar kemanusiaan (Al-Ikha Al-Insani). Kedua,
pengakuan dan penghormatan terhadap yang lain (Al-I‟tiraf Al-Akhyar wa
Ihtiramuh). Ketiga, kesetaraan semua manusia (Al-Musawah baina An-Nas

20
Ayub Al Anshori, Menjaga Toleransi beragama-Perdamaian Antar Umat Beragama, yang di
unduh pada www. Perdamaian antar Umat Beragama Pelajar Cirebon.htm
21
Http://Lj.Libraryjournal.Com/2016/11/Awards/Jenna-Hartel-LjaliseExcellence-In-Teaching-
Award-Winner-2016/#Respond

39
Jami‟ah). Keempat, keadilan social dan hokum (Al-„Adl fi At-Ta‟amul). Kelima,
kebebasan yang diatur oleh undang-undang (Iqrar Al-Hurriyah Al-
22
Munazzamah).
“Toleration is the greatest gift of the mind..,” ucap Helen Keller.
Pemahaman yang terbuka terhadap yang lain itulah yang dikenal dengan istilah
toleransi. Toleransi itu berarti saya tidak akan membuang kamu keluar dari
komunitas saya, saya tidak akan berhenti berinteraksi dengan kamu sekalipun
kamu berbeda, saya tidak akan melarang kamu untuk menjadi tetangga saya,
begitulah John E. Esposito menggambarkannya.23
Islam juga memiliki doktrin-doktrin eksklusif sebagaimana agama yahudi
dan kristen, juga memiliki doktrin-doktrin inklusif- pluralis, yang menghargai
dan mengakui kebenaran agama lain, sebagimana dalam al-Qur‟an 2: 120. Tidak
seperti pada kedua agama sebelumnya yang memiliki babakan sejarah pergeseran
sikap keagamaan eksklusif, inklusif, dan pluralis, dalam islam teologi inklusif-
plural telah diteladankan pada tingkat praksis oleh rasulullah ketika menjadi
pemimpin politik dan agama di Madinah.
Al-Qur‟an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri dari
beragam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan masing-masing.
Komunitas-komunitas tersebut harus menerima kenyataan akan keragaman
sehinggga mampu memberikan toleransi. Tuhan memberikan umatnya beragam
karena keragaman merupakan bagian dari sunatullah. Hal ini terbukti dengan
diberikannya pilihan-pilihan yang bisa diambil oleh manusia apakah akan
mengimani atau mengingkari kebenaran tuhan.
Islam pluralis, dipandang sebagai pengembang secara liberal dari Islam
inklusif, dimana bagi penganut paham ini semisal Fritjhof Schuon, berpandangan
bahwa setiap agama pada dasarnya terbentuk oleh perumusn iman dan
pengalaman iman. Ketika islam misalnya mengharuskan seseorang memiliki
iman terlebih dahulu (tauhid) baru disusul pengalaman iman (amal salih) maka

22
Ayub Al Anshori, Menjaga Toleransi beragama-Perdamaian Antar Umat Beragama, yang di
unduh pada www. Perdamaian antar Umat Beragama Pelajar Cirebon.htm
23
Journal Media And Communication Studies Vol. 1(5) Pp. 086-094, November, 2009

40
dalam perspektif kristiani seseorang harus lebih dahulu memiliki pengalaman
iman baru disusul perumusan iman.
Dalam hal pluralisme agama, Al-Qur‟an mengakui terhadap pluralisme
atau keragaman agama. Al-Qur‟an disamping membenarkan, mengakui
keberadaan, eksistensi agama-agama lain, juga memberikan kebebasan untuk
menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Ini adalah sebuah konsep yang
secara sosiologis dan kultural menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara
teologis mempersatukan keragaman tersebut dalam satu umat yang memiliki
kitab suci Ilahi. Karena memang pada dasarnya tiga agama samawi yaitu Yahudi,
Kristen dan Islam adalah bersaudara, kakak adek, masih terikat hubungan
kekeluargaan yaitu sama-sama berasal dari nabi Ibrahim.
Pengakuan Al-Qur‟an terhadap pluralisme dipertegas lagi dalam khutbah
perpisahan Nabi Muhammad. Sebagimana dikutip oleh Fazlur Rahman, ketika
Nabi menyatakan bahwa :“Kamu semua adalah keturunan Adam, tidak ada
kelebihan orang Arab terhadap orang lain, tidak pula orang selain Arab terhadap
orang Arab, tidak pula manusia yang berkulit putih terhadap orang yang berkulit
hitam, dan tidak pula orang yang hitam terhadap yang putih kecuali karena
kebajikannya.”
Khutbah tersebut menggambarkan tentang persamaan derajat umat
manusia dihadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang Arab dan non Arab, yang
membedakan hanya tingkat ketakawaan. Al-Qur‟an juga secara eksplisit
mengakaui jaminan keselamatan bagi komunitas agama-agama yang termasuk
Ahl al-Kitab (Yahudi, Nasrani, Shabi‟in); sebagaimana dalam pernyataannya.
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima
pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 62).
Sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak
untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas). Namun anggapan
bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata

41
lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan
yang 'kalian' (non-Islam) sembah.
Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa
melarang paham pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme
didefinisikan sebagai "Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama
adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu,
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang
benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Namun demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian
disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya
pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama
masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme
agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan
perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.
Berlaku baik dengan sesama manusia memang sangat dianjurkan Islam.
Begitu pula halnya dalam menyebarkan agama. Islam jauh-jauh sudah
mengingatkan agar jangan memaksakan keyakinan atau agamanya kepada orang
lain, sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 256. Adapun yang
dimaksud Thaghut dalam ayat di atas ialah syaitan dan apa saja yang disembah
selain dari Allah SWT. Menurut riwayat Ibnu Abbas, asbabun nuzul ayat di atas
berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim yang
mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang dia sendiri beragama
Islam. Ia bertanya kepada Nabi SAW: Bolehkah saya paksa kedua anak itu,
karena mereka tidak taat padaku dan tetap ingin beragama Nasrani. Allah
menjelaskan jawabannya dengan ayat di atas, bahwa tidak ada paksaan dalam
Islam.24
Islam sangat menghargai eksistensi agama lain dan begitu pula dengan
penganutnya. Dalam sejarah Islam tidak pernah memaksakan keyakinannya
kepada orang lain. Pemaksaan dalam bentuk apapun agar orang lain beriman
sesuai dengan agama yang memaksa adalah tindakan tidak etis dan bertentangan

24
Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia,(Jakarta: Bulan Bintang, 1991

42
dengan kemauan atau kehendak Allah. Ada beberapa ayat yang dapat menuntun
umat Islam untuk mengembangkan konsep kerukunan antara sesama umat
manusia. Misalnya Qur'an Surat Ali Imran ayat 103.
Selain penjelasan dari al-Qur‟an masalah toleransi beragama juga ditemui
dalam hadits. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku Nabi sehari-hari dalam bergaul
dengan pemeluk agama lain. Diantara contoh perbuatan Nabi yang berkaitan
dengan toleransi beragama, misalnya pada suatu ketika datang menghadap beliau
di Madinah beberapa orang delegasi Kristen dari Najran yang diketuai seorang
pendeta besar. Delegasi itu beliau sambut dengan cara yang sangat hormat. Beliau
buka jubahnya dan dibentangkan di lantai untuk tempat duduk para tamunya itu,
sehingga mereka kagum terhadap penerimaan yang luar biasa sopannya.
Kemudian ketika datang waktu sembahyang mereka, sedang gereja tidak ada di
Madinah, maka Nabi mempersilahkan mereka sembahyang di Masjid Madinah
menurut cara sembahyang mereka. 25
Dengan demikian semakin jelaslah ajaran kerukunan dalam Islam, dan
ajaran tersebut pada dasarnya bersumber dari al-Quran dan sunnah Rasul. Begitu
komprehensifnya ajaran Islam sehingga bagaimana membina hubungan yang
harmonis antara sesama manusia sehingga terjadi ketertiban dalam kancah
kehidupan ini.
Toleransi adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling
menghormati dan saling bekerjasama diantara kelompok-kelompok masyarakat
yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi
merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik
dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam. Islam memiliki konsep yang
jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi
kami agama kami” adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain
ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai surah. Juga sejumlah
hadis dan praktik toleransi beragama dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu
menunjukkan bahwa masalah toleransi beragama dalam Islam adalah konsep
yamg biasa dibahas. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang
detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir

25
International Journal of Environmental & Ilmu Pendidikan, 2016, 11 (3), 95-105

43
mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan
pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam
masyarakat Islam. Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang
diajarkan Islam.26
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) juga dikemukakan untuk menegaskan
bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi. Karena
itu toleransi tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti
toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan,
tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun
batin. Disinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi
umat Islam untuk melakukan mu‟amalah (hablumminannas) yang ditopang oleh
kaitan spiritual kokoh (hablumminallāh). Namun, toleransi menurut Islam
bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan dalam beragama. Bukan pula
untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang
berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu‟amalah (interaksi
sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah
esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan
menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa
merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya.27

C. Proses Munculnya Toleransi

Dalam keberagaman suku bangsa, budaya, etnis dan agama, Indonesia


terbukti mampu bersatu menjadi satu bangsa dan negara yang utuh hingga kini.
Maka, agar keutuhan dan persatuan bangsa ini selalu terjaga, toleransi adalah
sikap yang paling dituntut dari setiap warga bangsa Indonesia. Meminjam
pemikiran Franz-Magnis Suseno toleransi adalah sikap menerima dengan
kepenuhan hati akan keberadaan setiap warga bangsa Indonesia dengan seluruh
perbedaan latar belakang agama, suku bangsa dan budaya yang dimilikinya.
26
Hertina, Toleransi beragama Upaya Untuk Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama,
Bankinang Barat.
27
Hertina, Toleransi beragama Upaya Untuk Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama,
Bankinang Barat. Hal 87

44
Dalam arti itu, harmoni dalam hidup keberagaman hanya mungkin terwujud jika
sikap toleransi secara konsisten diterapkan. Bahkan lebih dari itu, toleransi adalah
suatu kebiasaan; bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia yang menerima
keberagaman dengan penuh ketulusan. Toleransi adalah gaya hidup ciri khas
bangsa Indonesia.28

Sekali lagi, dalam hidup keberagaman, toleransi merupakan syarat yang


mesti dipenuhi untuk memelihara dan melindungi tidak saja keberagaman, tetapi
persatuan itu sendiri. Dengan kata lain, persatuan negeri ini hanya mungkin
terjaga jika keberagaman identitas primordial setiap warga bangsa Indonesia
sepenuhnya diakui dan diberi ruang untuk mengembangkan diri. Dan kondisi itu
sepenuhnya bergantung kepada kesadaran setiap warga bangsa untuk terus
bersikap toleran. Itu artinya, semangat menerima perbedaan dalam sikap toleransi
adalah sebuah modal dasar bagi setiap orang dengan segenap keunikan
identitasnya dapat hidup baik merealisasikan dirinya.

Namun, pokok pengertian toleransi pada tataran penerimaan oleh salah satu
pihak, jika dicermati lebih seksama, tidaklah mencukupi. Terciptanya harmoni
karena salah satu pihak menerima keberadaan yang lain, mesti pula diimbangi
dengan sikap menghargai penerimaan yang diperoleh dari pihak lain. Masing-
masing pihak perlu saling menerima keberagaman dan di situlah letak kekuatan
toleransi yang sebenarnya agar dapat membuahkan kehidupan bersama yang
selaras. Itu pula yang menjelaskan mengapa toleransi merupakan sikap mendasar
yang harus selalu ada dalam hidup keberagaman. Namun, dalam arus sebaliknya,
toleransi tidak bermakna apa-apa dan kehilangan daya relevansinya jika yang
dituntut adalah keseragaman dan kesamaan identitas.

Toleransi, oleh karena itu, tidak cukup diidentifikasi sebagai sebuah sikap,
melainkan suatu kesadaran: suatu cara berpikir yang kekhasannya terletak pada

28
Suseno, Franz Magnis, “Mencari Makna Kebangsaan”, Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1998.https://profazra.wordpress.com/tag/menjaga-indonesia/ diakses 20 Juli 2018

45
kemauan untuk saling menerima dan menghormati perbedaan. Toleransi sangat
memerlukan sarana edukasi agar terus terbina sebagai kepribadian khas bangsa
Indonesia yang secara konsisten harus ditanamkan kepada setiap generasi bangsa
untuk menjamin persatuan negeri dan bangsa. Hal krusial yang sama sekali tak
dapat diabaikan.

Toleransi dan kerukunan hidup yang tercipta di dalam hidup manusia


merupakan faktor yang sangat urgen dan srategis, tanpa adanya toleransi dan
kerukunan hidup hubungan antar manusia akan menjadi rawan dan mudah
terganggu, dan gangguan ini akan mengakibatkan terjadinya ketidak teraturan dan
kedaiaman hidup. 29
Atas dasar hall yang sudah dijelaskan diatas bahwa latar belakang seseorang
dalam melakukan toleransi sesungguhnya dapat dapat diketahui faktor yang
mempengaruhinya, dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan toleransi dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang asalnya dari dalam diri seseorang atau
individu itu sendiri untuk toleran. Faktor ini biasanya berupa sikap dan
nilai-nilai yang sudah melekat pada diri seseorang
2. Faktor Eksternal
Faktor adalah yang berasal dari luar diri seseorang atau individu untuk
toleran, faktor ini meliputi lingkungan disekitar termasuk orang-orang
yang terdekat30

Faktor internal dan faktor eksternal ini akan digunakan untuk menganalisis
dari pertanyaan yang pertama dalam rumusan masalah yaitu untuk meklasifakasi
alasan-alasan anggota dan pengurus Rohis SMAN 1 Plumbon melakukan
toleransi.

29
Faisal Islamil, Islam, Identitas, Ilahiyah dan Realitas Insaniyah, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Group, 2009), 195
30
https://brainly.co.id/tugas/2520902 diakses pada tanggal 01 Maret 2019

46
D. Bentuk Toleransi
Sikap toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga
harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek ideologi, sosial dan
politik yang berbeda.

Toleransi itu sesungguhnya banyak penafsiran, banyak pemahaman oleh


karena itu berbagai persepsi juga mengenai bagaimana bentuk dari toleransi
beragama yang dilakukan. Said Agil Al Munawar menjelaskan dalam bukunya
ada dua macam toleransi yaitu toleransi statis dan toleransi dinamis. Toleransi
statis adalah toleransi dingin tidak melahirkan kerjasama hanya bersifat teoritis.
Jadi dalam hal ini toleransi hanya sekedar anggapan masyarakat yang tahu secara
idealis namun tidak pada penerapanya. Toleransi dinamis adalah toleransi aktif
melahirkan kerja sama untuk tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat
beragama bukan dalam bentuk teoritis, tetapi sebagai refleksi dari kebersamaan
umat beragama sebagai satu bangsa.31 Toleransi dibagi menjadi dua macam yaitu.
1. Toleransi terhadap sesama muslim
Agama Islam adalah agama yang membawa misi rahmatan lil‟alamin. Maka
dari itu di dalamnya selalu mengajarkan tentang tenggang rasa, memberi
kebebasan berpikir, berpendapat dan saling cinta kasih diantara sesama manusia
dan sesama muslim pada khususnya.
2. Toleransi terhadap non muslim
Bagi agama Islam dalam kaitannya dengan pemeluk agama lain,
terciptanya rasa saling menghormati, saling menghargai, dan rasa kasih sayang,
serta rasa damai, rukun, tidak terpecah belah, sehingga terwujudnya
keharmonisan dalam bermasyarakat merupakan sesuatu yang harus diupayakan
secara maksimal antara umat muslim dengan non muslim
Seperti sudah dijelaskan dipembahasan sebelumnya bahwa Islam adalah
Agama yang penuh kasih sayang, antara sesama muslim dan terhadap non
muslim. maka dari itu sudah jelaslah dalam kehidupan beragama harus
memperlakukan semua agama dengan baik.

31
Prof.Dr.SaidAgilMunawar,MA,FiqihHubunganAntarAgama,(Jakarta:CiputatPress,2003),hal.14

47
Bentuk toleransi dalam hal hubungan antar agama yang di perintahkan
Nabi kepada sesama kaum muslim maupun terhadapa non muslim ialah sebagai
berikut:32
a. Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain
Setiap Agama Penjanjikan kemaslahatan bagi seluruh manusia tanpa
pengecualian, dan setiap penganut agama meyakini sepenuhnya bahwa Tuhan
yang merupakan sumber ajaran Agama itu adalah Tuhan yang Maha sempurna,
Tuhan yang tidak membutuhkan pengabdian manusia. Ketaatan dan kedurhakaan
manusia tidak akan pernah mempengaruhi ataupun menambah kesempurnaan
dari Tuhan. Maka dari itu, sedemikian besarnya Tuhan sehingga manusia diberi
kebebasan untuk menerima atau menolak petunjuk agama, dan karena itulah
Tuhan menuntut ketulusan beribadah dan beragama dan tidak membenarkan
paksaan dalam bentuk apapun, baik yang nyata maupun yang terselubung. 33
Sesuai dengan Q.S Al-Baqarah Ayat 256

Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama


(Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia
Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak

32
Ali Miftakhudin , Skripsi Toleransi Beragama Antara
Minoritas Syiah Dan Mayoritas Nadhiyin Di Desa Margolinduk Bonang
Demak, (Semarang: Fakultas Ushuludin Iain Walisongo Jurusan
Perbandingan Agama),2013, hal. 19-21

33
Liza Wahyuninto, Abd. Qodir Muslim, Memburu Akar
Pluralisme Agama: Mencari Isyarat-isyarat Pluralisme Agama dalam AlQuran, Sejarah dan
Pelbagai perspektif, Malang: UIN Press,2010, hal.99

48
akan putus dan Allah Maha mendengar lagi Maha
34
Mengetahui.

b. Tidak memusuhi orang-orang non muslim

Artinya : “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan


berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir
karena dari negerimu sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil”(QS. Mumtahinan : 8).

Islam adalah agama yang mampu menyatukan rakyat, menimbulkan rasa


kasih sayang, dan pada akhirnya semua hal tersebut dapat menciptakan tali
persaudaraan diantara pemeluknya. Atas dasar itulah maka semua jenis manusia,
semua warna kulit, semua bahasa dan semua agama berhak untuk mendapat
perlindungan. Mereka semua merasakan di dalam satu keluarga yang
mempertemukan dalam satu ikatan, ialah ikatan kemanusiaan, yang tidak
mengenal perbedaan hitam, putih, utara, selatan karena semua makhluk Tuhan
dan berasal dari yang sama.35 Jadi sesama umat Tuhan tidak boleh adanya saling
memusuhi antara umat yang satu dengan yang lain karena hal tersebut tak
diajarkan dalam agama apapun.

c. Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia


Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia baik yang muslim
maupun non muslim seperti yang diajarkan Rasulullah akan membawa umat
manusia pada kehidupan yang damai. Seperti yang telah diajarkan Rasulullah,
34
Departemen Agama RI, hal 27
35
Sayid Qutb, Masyarakat Islam, (Bandung:At Taufiq – Al Maarif, 1978), hal.70

49
mengenai bersikap lembut kepada sesama manusia baik yang beragama Kristen
atau Yahudi.36

d. Saling tolong menolong dengan sesama manusia


Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, sudah seharusnya berbuat
baik kepada sesama manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang pada
hakekatnya saling membutuhkan satu sama lain, maka dari itu manusia juga perlu
saling tolong-menolong dengan sesama manusia. Saling tolong menolong yang
dimaksud adalah dalam hal kebaikan. Sesama makhluk Tuhan tidak
diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia. Tetapi selain itu tolong
menolong dalam perbuatan yang tidak baik yaitu perbuatan keji dan dosa. Seperti
dalam Qs al-Maidah ayat 2 :
‫وتعاونوا علي البر والتقوى وال تعاونوا علي اإلثم والعدوان واتقوا هللا إن هللا شديد العقاب‬
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.. (alMaidah:2)37
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa di dalam AlQuran Allah memerintahkan
para hamba-Nya yang beriman agar saling tolong menolong dalam melakukan
berbagai kebajikan. Dan itulah yang dimaksud dengan kata al-birr (kebajikan).
Dan tolong menolonglah kalian dalam meninggalkan berbagai kemungkaran. Dan
inilah yang dimaksud dengan takwa (dalam arti sempit, yakni menjaga untuk
tidak melakukan kemungkaran). Dijelaskan pula bahwa manusia laki-laki maupun
perempuan Diciptakan untuk saling tolong menolong, tanpa membedakan jenis
kelamin, agama maupun suku dan budaya. Dan tentunya tolong menolong yang
diperintahkan adalah tolong menolong dalam hal yang baik.
Dalam Islam sendiri ada beberapa juga terdapat bentuk-bentuk toleransi
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Toleransi dalam hal aqidah atau keyakinan

36
Yunus Ali Al-Mukhdor, Toleransi Kaum Muslimin,(Surabaya:PT Bungkul Indah, 1994), hal.5
37
Departemen Agama RI, Hubungan Antar Umat Beragama (Tafsir Al-quran Tematik),hal.50

50
Keyakinan atau aqidah adalah hal pokok dalam agama Islam. Karenanya
seseorang bisa dinyatakan kafor atau muslim. Bagi seorang muslim aqidah harus
dibangun atas dasar yang diterima dari sumber yang benar dari suatu keyakinan
akan kebenaran yang mutlak. Hal yang demikian itu dimaksudkan agar dalam
keadaan bagaiamanapun seseorang muslim tidak kehilangan identitas agamanya.
Karena mempertahankan aqidah adalah wajib hukumnya bagi seorang muslim.
Salah satu toleransi dalam Islam adalah kebebasan berkeyakinan. Islam
mengakui esksistensi agama lain dan memberi kebebasan kepada setiap individu
untuk memeluknya. Karena toleransi dalam kehidupan beragama dapat terwujud
manakala ada kebebasan dalam masyarakat untuk memeluk agama sesuai
kepercayaannya dan tidak memaksa orang lain untuk mengikutin agamanya.
Kunci dari toleransi bukanlah membuang atau relativitasi
ketidaksepakatan, tapi kemauan untuk menerima ketidaksepakatan dengan sikap
yang saling menghormati dan meghargai. Dengan kebebasan seseorang dapat
memilih keyakinan secara sadar dan tanpa paksaan. Jadi karena kebebasan
berkeyakinanlah seseorang muslim dituntut untuk bisa menghormati agama lain
tanpa mengorbankan keyakinan.
Prinsip Kebebasan beragama bukan berarti pembenaran terhadap agama
lain. Kebebasan tersebut merupakan hak setiap orang dan fitrah manusia dari
Tuhan, karena tabita manusia adalah menuhankan sesuatu. Oelh karena itu dalam
agama Islam tidak dibenarkan pemaksaan sebuah keyakinan (iman) mengingat
pembentukan keyakinan harus dilakukan seseorang secara sadar dengan kerelaan
hati dan penuh tanggung jawab.
Bahkan selain memberi kebebasan beragama Islam juga memberi
kebebasan untuk tidak beragama sama sekali atau atheis. Namun perlu diketahui
bahwa setiap pilihan tentu ada konsekuensinya masing-masing. Jadi, prinsip
kebebasan beragama dalam Islam merupakan fitrah dan hak setiap manusia dari
Tuhan untuk dipertangung jawabkan masing-masing.
b. Toleransi dalam Ibadah (ritual keagamaan)
Ritual dalam setiap agama tentu dari bentuk dan caranya berbeda-beda.
Selain tata cara yang beragam, tempat dan waktu peribadatan pun berbeda.
Meskipun beberapa persamaan, namun sejatinya memiliki esensi yang tidak sama

51
karena semuanya berangkat dari ajaran dan keyakinan yang berbeda. Dengan
demikian sebagai uamat beragama harus memahami bahwa masing-masing agama
mempunyai ajaran berbeda-beda dalam tata cara peribadatan. Semua itu
merupakan ciri khas dan kepribadian umat beragama itu sendiri. Oleh karena itu
tidak diperbolehkan mencampur adukkan ajaran agama-agama. Dalam hal ini
masing-masing agama harus mempunyai sikap setuju dalam perbedaan.
Kebebasan masyarakat untuk melakukan hal ritual keagamaan sesuai
dengan keyakinan adalah hal yang sejalan dengan toleransi dalam Islam. Al-
qur‟an sebagai kitab suci agama Islam tidak hanya memberi kebebasan tersebut
bahkan juga memberi penghormatan yang wajar terhadap ritual-ritual agama lain.
c. Toleransi dalam hubungan sosial
Sebagai makhluk sosial manusia tentunya tidak akan bisa hidup sendiri.
Kehidupan sosial tersebut tidak dapat dipisahkan dari agama Islam meskipun
dalam hal ini umat Islam bisa bersikap lebih inklusif kepada umat agama lain
dengan berpegang teguh pada kektentuan yang ada. Pergaulan dan interaksinya
dalam sosial umat agama lain tidak dilarang sepanjang tidak bertentangan dengan
control tersebut.
Islam memberi penekanan pada umat nya untuk berbuat baik, menyebarkan
kasih sayang, saling membantu dan berbuat adil. Semua itu tidak dilaksanakan
atau ditunujukkan kepada umat muslim saja bahkan non muslim juga. Karena
toleransi antar umat beragama dalam mualamah duniawi memang dianjurkan
supaya tolong menolong, hidup dalam kerukunan tanpa memandang perbedaan
agama, suku, bahasa dan ras.38
Beberapa literature maupun penelitian sebelumnya mengenai toleransi,
contoh penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun 2010
menyatakan pendapat bahwa terdapat dua jenis intoleransi, yaitu intoleransi aktif
dan pasif. Intoleransi aktif adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat
menerima perbedaan dan melakukan tindakan kekerasan untuk menunjukan
ekspresi ketidaksukaan terhadap perbedaan. Sedangkan intoleransi pasif adalah
kondisi dimana seseorang tidak menerima perbedaan karena adanya konsekuensi

38
Siti Rizki Utami, Implementasi Nilai-Nilai Toleransi dalam lembaga non Muslim, IAIN
Salatiga, 2018 hal 41-43

52
sosial dan memiliki gagasan yang menganggap bahwa kelompok lain salah,
namun tidak terwujud dalam bentuk tindakan.

Berdasarkan pengertian dan bentuk toleransi yang sudah dipaparkan


sebelumnya, maka toleransi yang dimaksud dalam peneltian ini dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu toleransi aktif dan toleransi pasif.

1. Toleransi aktif adalah kemampuan untuk menerima dan menghormati


perbedaan pendapat, pandangan, perilaku, kebiasaan dan memberikan
kesempatan dan melakukan sesuatu tindakan nyata yang bertujuan untuk
menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup bersama dengan damai
dan dengan kesadaran sendiri.

2. Toleransi pasif adalah kemampuan untuk menerima dan menghormati


perbedaan pendapat, pandangan, perilaku dan kebiasaan serta memberikan
kesempatan tanpa melakukan tindakan nyata, namun tetap berusaha untuk
menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup bersama dengan damai
dengan kesadaran pribadi.

Toleransi aktif dan pasif ini akan digunakan untuk menganalisis pertanyaan
yang kedua dalam rumusan masalah yaitu terkait dengan pandangan anggota dan
pengurus Rohis SMAN 1 Plumbon mengenai toleransi.

53

Anda mungkin juga menyukai