KAJIAN TEORI
A. Definisi Toleransi
Istilah “Tolerance” (toleransi) adalah istilah modern, baik dari segi nama
maupun kandungannya.1 Istilah ini pertama kali lahir di Barat, di bawah situasi
dan kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas. Toleransi dalam bahasa
Yunani, disebut dengan istilah sophrosyne yang artinya adalah moderasi
(moderation) atau mengambil jalan tengah. Sedangkan istilah toleransi berasal
dari bahasa latin “tolerantia” yang berarti kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan, dan kesabaran. Secara etimologis istilah “tolerantia” dikenal sangat
baik di daratan eropa, terutama pada Revolusi Perancis. Hal itu terkait dengan
slogan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan yang menjadi inti dari Revolusi
Perancis2. Ketiga istilah tersebut mempunyai kedekatan etimologis dengan istilah
toleransi. Secara umum, istilah tersebut mengacu pada sikap terbuka, lapang dada,
sukarela dan kelembutan. Dari sini dapat dipahami bahwa toleransi merupakan
sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain agar menyampaikan
pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda.3
1
Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, Jakarta : Perspektif, 2005, p. 212.
2
Zuhairi Misrawi, Al-Quran Kitab Tolernasi : Inklusifisme, Pluralisme, dan Multikulturalisme
(Jakarta : Fitrah, 2007) hal 161
3
Zuhairi Misrawi, Al-Qur‟an Kitab Toleransi, Jakarta : Pustaka Oasis, 2007, p.161.
4
Henry Thomas Simarta, Indonesia Zamrud Toleransi, Jakarta : PSIK Indonesia. 2017 hal 10
31
Kemudian pengertian toleransi dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah
toleran berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sedangkan
toleransi yaitu sifat atau sikap toleran; batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan.5
Perlu dijelaskan bahwa toleransi yang diperbolehkan dalam hal ini yakni
yang tidak dalam hubungan manusia dengan Tuhan, tidak berhubungan dengan
peribadatan. Tapi yang diperbolehkan toleransi dalam hubungan sesama manusia
yang terlepas dari unsur-unsur peribadatan tersebut. Contoh toleransi yang tidak
dibenarkan, karena merasa simpati atau sungkan, ikut berpartisipasi atau ikut
beribadat sesuai tata cara peribadatan yang mereka anut. Contoh toleransi yang
diperbolehkan yakni saling bertegur sapa, tetap berbuat baik, tetap menghormati.
Dalam hal ini toleransi juga dapat diartikan sebagai pemberian kebebasan
kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk
menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya
masing-masing, selama didalam menjalanan dan menentukan sikapnya itu tidak
5
Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008, hal. 1538
6
Zuhairi Misrawi, Al-Qur‟an Kitab Toleransi, hal 159.
7
Zuhairi Misrawi, Al-Qur‟an Kitab Toleransi hal 159.
32
melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat azas syarat terciptanya
ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Toleransi dikatakan sebagai suatu
pandangan yang mengakui the right of self determination, yang artinya hak
menentukan hak itu seseorang tidak harus melanggar hak-hak orang lain.8
8
Umar Hasyim, Toleransi dan kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai dasar Munuju
Dialog dan Kerukunan Antar Agama, Jakarta:PT. Bina Ilmy. 1978. Hal 22
9
Bahari, Toleransi Beragama Mahaiswa, Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama,Jakarta
2010, hal 80
10
KH. Husein Muhammad, Toleransi Islam (Hidup Damai dalam Masyarakat Plural), (Cirebon,
Fahmina Institute, Cet I, 2015) hal.vii
33
juga perilaku sosial. Sekarang ini, ada sedikit perundang-undangan yang
diskriminatif dan intoleran, tetapi sikap-sikap intoleran di antara individu atau
golongan masih muncul dalam banyak kasus, baik karena latar belakang rasial,
ideologis, politik maupun keagamaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya
kelompok-kelompok radikal tertentu, seperti kaum nasionalis radikal, kaum
komunis radikal, Muslim radikal, Kristen radikal, Katolik radikal, Hindu radikal
dan seterusnya.11
34
adanya kelompok yang merasa di marjinalkan, dan didiskriminasi. Untuk itu
penulis rasa perlunya toleransi sebagai sebuah jalan menuju perdamaian yang
diharapkan Meski perlu disadari benturan-benturan peradaban memang tak dapat
disangkal secara empiris. Namun kita tidak boleh menyerah pada realita empiris
dan terus memelihara harapan akan terwujudnya perdamaian yang penuh toleransi
beragama.14
14
Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikan Issn : 2086-4981 Vol. 1 No. 1 Maret 2010
15
Jurnal At Tarbawi, Tolernasi Pengurus dan anggota Islam kepada Pemeluk Agama yang
Berbeda : Studi pada Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) SMA di Bekasi Jawa Barat, Vol 1
tahun 2016 hal 5
35
toleransi pasif dan toleransi aktif. Toleransi pasif adalah kemampuan untuk
menerima dan menghormati perbedaan pendapat, pandangan, perilaku, dan
kebiasaan serta memberikan kesempatan tanpa melakukan suatu tindakan nyata
yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan praktik peribadatan agama lain,
namun tetap berusaha untuk menciptakan hubungan sosial yang baik dan hidup
bersama dengan damai dengan kesadaran pribadi. Definisi dari toleransi aktif
adalah kemampuan untuk menerima dan menghormati perbedaan pendapat,
pandangan, perilaku, kebiasaan dan memberikan kesempatan serta mendukung
kelompok agama yang berbeda untuk menjalani praktik keagamaan dengan suatu
tindakan nyata yang berbeda, bertujuan menciptakan hubungan sosial yang baik
dan hidup bersama dengan damai dengan kesadaran sendiri.
36
lain (secara politis). Maka kata toleran bukan hanya sekedar konsep atau
wacana, tapi juga kata yang menunjukkan perilaku atau sikap hidup dalam
membangun relasi, karena satu sama lain berbeda.
Secara garis besar kata “tasamuh” berarti sikap ramah dengan cara
memudahkan, memberi kemurahan dan keluasan. Akan tetapi, makna tersebut
bukan mutlak sebagaimana dipahami secara bebas hingga menerima kebenaran
yang jelas-jelas bersebrangan dengan keyakinan sendiri, melainkan tetap
menggunakan tolak ukur al-Qur‟an dan sunah nabi
16
Tasamuh adalah tasahul (kemudahan) atau ukuran perbedaan yang dapat ditolerir. Lihat kamus
al-Muhit, Oxford Study Dictionary English-Arabic, Beirut : Academia, 2008, hal 1120.
17
Lihat QS. Yunus : 99.
37
Makna Islam sendiri yang secara etimologis berarti kedamaian memiliki
prinsip-prinsip terhadap anti kebencian. Seperti pada prinsip tauhid dan tanggung
jawab sosial, penghormatan antar sesama manusia, perlunya dialog antar
kelompok berbeda, dan etika pencegahan kemungkaran. Islam juga hadir untuk
mengikis sifat-sifat yang menjadi benih siaran kebencian, seperti menghina,
merendahkan orang lain, dengki, kebiasaan menggunjing, adu domba dan
kebiasaan mengkafir-kafirkan individu atau kelompok lain.18
18
KH Husein Muhammad dan Siti Aminah, Menangkal Siaran Kebencian :Perspektif Islam.
(Cirebon : Fahmina Institute, Cet.1 , 2017), 9
19
Jurnal Internasional Lingkungan & Ilmu Pendidikan 2016, Vol. 11, No. 12, 5034-5048
38
untuk mengungkapkan kesempurnaan secara kualitas, sementara tamma-yang
menjadi kata dasar atmamtu-digunakan untuk mengungkapkan kesempurnaan
secara kuantitas. Dengan demikian, Islam adalah agama yang benar-benar
sempurna dan paripurna, baik secara kualitas maupun kuantitas. Terkait dengan
diskursus multikulturalisme, sejatinya sebelum wacana ini mencuat di Dunia
Barat, Islam telah berbicara tentang hal tersebut. „‟Islam penutup penyempurna
dari agama-agama lain, hukum sosial, aturan hidup.
Contoh dalam sejarah Islam juga mengenai Islam yang ramah dan tolerasn
pernah diperlihatkan oleh Salahuddin al-Ayyubi dengan kemurahan hati yang
dimilikinya, terjadi pada tahun 1188 M saat dia berhasil merebut kembali
Yerussalem dari tentara salib. Ketika Salahuddin tiba ia menyaksikan pasukan
salib sedang mengotori masjid dengan menyimpan babi di dalamnya. Bahkan para
ahli sejarah eropa pun mengakui bahwa Salahuddin tidak membalas dendam,
melainkan memberikan maaf kepada pasukan salib, melindungi dan menjamin
keamanan saat kembali ke negerinya. 20
Prinsip kasih sayang yang bersemayam di lubuk hati setiap agama,
kepercayaan, etika kemanusiaan dan tradisi spiritual menghimbau kita untuk
selalu memperlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin diperlakukan (
Husein Muhammad dalam toleransi beragama Islam, hidup damai dalam
masyarakat Plural). Husein, dalam bukunya tersebut menuliskan, Islam adalah
agama yang diturunkan Tuhan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta.
Pesan kerahmatan (kasih sayang) dalam Islam benar-benar tersebar dalam teks-
teks Islam baik al-Qur‟an maupun Hadits.21
Dalam penjelasannya Syeikh Wahbah Az-Zuhaili, seperti dikutip Husein
Muhammad, mengatakan bahwa dasar-dasar toleransi dalam Islam meliputi lima
hal, Pertama, persaudaraan atas dasar kemanusiaan (Al-Ikha Al-Insani). Kedua,
pengakuan dan penghormatan terhadap yang lain (Al-I‟tiraf Al-Akhyar wa
Ihtiramuh). Ketiga, kesetaraan semua manusia (Al-Musawah baina An-Nas
20
Ayub Al Anshori, Menjaga Toleransi beragama-Perdamaian Antar Umat Beragama, yang di
unduh pada www. Perdamaian antar Umat Beragama Pelajar Cirebon.htm
21
Http://Lj.Libraryjournal.Com/2016/11/Awards/Jenna-Hartel-LjaliseExcellence-In-Teaching-
Award-Winner-2016/#Respond
39
Jami‟ah). Keempat, keadilan social dan hokum (Al-„Adl fi At-Ta‟amul). Kelima,
kebebasan yang diatur oleh undang-undang (Iqrar Al-Hurriyah Al-
22
Munazzamah).
“Toleration is the greatest gift of the mind..,” ucap Helen Keller.
Pemahaman yang terbuka terhadap yang lain itulah yang dikenal dengan istilah
toleransi. Toleransi itu berarti saya tidak akan membuang kamu keluar dari
komunitas saya, saya tidak akan berhenti berinteraksi dengan kamu sekalipun
kamu berbeda, saya tidak akan melarang kamu untuk menjadi tetangga saya,
begitulah John E. Esposito menggambarkannya.23
Islam juga memiliki doktrin-doktrin eksklusif sebagaimana agama yahudi
dan kristen, juga memiliki doktrin-doktrin inklusif- pluralis, yang menghargai
dan mengakui kebenaran agama lain, sebagimana dalam al-Qur‟an 2: 120. Tidak
seperti pada kedua agama sebelumnya yang memiliki babakan sejarah pergeseran
sikap keagamaan eksklusif, inklusif, dan pluralis, dalam islam teologi inklusif-
plural telah diteladankan pada tingkat praksis oleh rasulullah ketika menjadi
pemimpin politik dan agama di Madinah.
Al-Qur‟an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri dari
beragam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan masing-masing.
Komunitas-komunitas tersebut harus menerima kenyataan akan keragaman
sehinggga mampu memberikan toleransi. Tuhan memberikan umatnya beragam
karena keragaman merupakan bagian dari sunatullah. Hal ini terbukti dengan
diberikannya pilihan-pilihan yang bisa diambil oleh manusia apakah akan
mengimani atau mengingkari kebenaran tuhan.
Islam pluralis, dipandang sebagai pengembang secara liberal dari Islam
inklusif, dimana bagi penganut paham ini semisal Fritjhof Schuon, berpandangan
bahwa setiap agama pada dasarnya terbentuk oleh perumusn iman dan
pengalaman iman. Ketika islam misalnya mengharuskan seseorang memiliki
iman terlebih dahulu (tauhid) baru disusul pengalaman iman (amal salih) maka
22
Ayub Al Anshori, Menjaga Toleransi beragama-Perdamaian Antar Umat Beragama, yang di
unduh pada www. Perdamaian antar Umat Beragama Pelajar Cirebon.htm
23
Journal Media And Communication Studies Vol. 1(5) Pp. 086-094, November, 2009
40
dalam perspektif kristiani seseorang harus lebih dahulu memiliki pengalaman
iman baru disusul perumusan iman.
Dalam hal pluralisme agama, Al-Qur‟an mengakui terhadap pluralisme
atau keragaman agama. Al-Qur‟an disamping membenarkan, mengakui
keberadaan, eksistensi agama-agama lain, juga memberikan kebebasan untuk
menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Ini adalah sebuah konsep yang
secara sosiologis dan kultural menghargai keragaman, tetapi sekaligus secara
teologis mempersatukan keragaman tersebut dalam satu umat yang memiliki
kitab suci Ilahi. Karena memang pada dasarnya tiga agama samawi yaitu Yahudi,
Kristen dan Islam adalah bersaudara, kakak adek, masih terikat hubungan
kekeluargaan yaitu sama-sama berasal dari nabi Ibrahim.
Pengakuan Al-Qur‟an terhadap pluralisme dipertegas lagi dalam khutbah
perpisahan Nabi Muhammad. Sebagimana dikutip oleh Fazlur Rahman, ketika
Nabi menyatakan bahwa :“Kamu semua adalah keturunan Adam, tidak ada
kelebihan orang Arab terhadap orang lain, tidak pula orang selain Arab terhadap
orang Arab, tidak pula manusia yang berkulit putih terhadap orang yang berkulit
hitam, dan tidak pula orang yang hitam terhadap yang putih kecuali karena
kebajikannya.”
Khutbah tersebut menggambarkan tentang persamaan derajat umat
manusia dihadapan Tuhan, tidak ada perbedaan orang Arab dan non Arab, yang
membedakan hanya tingkat ketakawaan. Al-Qur‟an juga secara eksplisit
mengakaui jaminan keselamatan bagi komunitas agama-agama yang termasuk
Ahl al-Kitab (Yahudi, Nasrani, Shabi‟in); sebagaimana dalam pernyataannya.
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar
beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima
pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 62).
Sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak
untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman (pluralitas). Namun anggapan
bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata
41
lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan
yang 'kalian' (non-Islam) sembah.
Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa
melarang paham pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme
didefinisikan sebagai "Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama
adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu,
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang
benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa
semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Namun demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian
disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya
pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama
masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme
agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan
perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.
Berlaku baik dengan sesama manusia memang sangat dianjurkan Islam.
Begitu pula halnya dalam menyebarkan agama. Islam jauh-jauh sudah
mengingatkan agar jangan memaksakan keyakinan atau agamanya kepada orang
lain, sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 256. Adapun yang
dimaksud Thaghut dalam ayat di atas ialah syaitan dan apa saja yang disembah
selain dari Allah SWT. Menurut riwayat Ibnu Abbas, asbabun nuzul ayat di atas
berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim yang
mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang dia sendiri beragama
Islam. Ia bertanya kepada Nabi SAW: Bolehkah saya paksa kedua anak itu,
karena mereka tidak taat padaku dan tetap ingin beragama Nasrani. Allah
menjelaskan jawabannya dengan ayat di atas, bahwa tidak ada paksaan dalam
Islam.24
Islam sangat menghargai eksistensi agama lain dan begitu pula dengan
penganutnya. Dalam sejarah Islam tidak pernah memaksakan keyakinannya
kepada orang lain. Pemaksaan dalam bentuk apapun agar orang lain beriman
sesuai dengan agama yang memaksa adalah tindakan tidak etis dan bertentangan
24
Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia,(Jakarta: Bulan Bintang, 1991
42
dengan kemauan atau kehendak Allah. Ada beberapa ayat yang dapat menuntun
umat Islam untuk mengembangkan konsep kerukunan antara sesama umat
manusia. Misalnya Qur'an Surat Ali Imran ayat 103.
Selain penjelasan dari al-Qur‟an masalah toleransi beragama juga ditemui
dalam hadits. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku Nabi sehari-hari dalam bergaul
dengan pemeluk agama lain. Diantara contoh perbuatan Nabi yang berkaitan
dengan toleransi beragama, misalnya pada suatu ketika datang menghadap beliau
di Madinah beberapa orang delegasi Kristen dari Najran yang diketuai seorang
pendeta besar. Delegasi itu beliau sambut dengan cara yang sangat hormat. Beliau
buka jubahnya dan dibentangkan di lantai untuk tempat duduk para tamunya itu,
sehingga mereka kagum terhadap penerimaan yang luar biasa sopannya.
Kemudian ketika datang waktu sembahyang mereka, sedang gereja tidak ada di
Madinah, maka Nabi mempersilahkan mereka sembahyang di Masjid Madinah
menurut cara sembahyang mereka. 25
Dengan demikian semakin jelaslah ajaran kerukunan dalam Islam, dan
ajaran tersebut pada dasarnya bersumber dari al-Quran dan sunnah Rasul. Begitu
komprehensifnya ajaran Islam sehingga bagaimana membina hubungan yang
harmonis antara sesama manusia sehingga terjadi ketertiban dalam kancah
kehidupan ini.
Toleransi adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling
menghormati dan saling bekerjasama diantara kelompok-kelompok masyarakat
yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi
merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik
dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam. Islam memiliki konsep yang
jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi
kami agama kami” adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain
ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai surah. Juga sejumlah
hadis dan praktik toleransi beragama dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu
menunjukkan bahwa masalah toleransi beragama dalam Islam adalah konsep
yamg biasa dibahas. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang
detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir
25
International Journal of Environmental & Ilmu Pendidikan, 2016, 11 (3), 95-105
43
mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan
pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam
masyarakat Islam. Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang
diajarkan Islam.26
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) juga dikemukakan untuk menegaskan
bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi. Karena
itu toleransi tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti
toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan,
tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun
batin. Disinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi
umat Islam untuk melakukan mu‟amalah (hablumminannas) yang ditopang oleh
kaitan spiritual kokoh (hablumminallāh). Namun, toleransi menurut Islam
bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan dalam beragama. Bukan pula
untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang
berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu‟amalah (interaksi
sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah
esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan
menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa
merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya.27
44
Dalam arti itu, harmoni dalam hidup keberagaman hanya mungkin terwujud jika
sikap toleransi secara konsisten diterapkan. Bahkan lebih dari itu, toleransi adalah
suatu kebiasaan; bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia yang menerima
keberagaman dengan penuh ketulusan. Toleransi adalah gaya hidup ciri khas
bangsa Indonesia.28
Namun, pokok pengertian toleransi pada tataran penerimaan oleh salah satu
pihak, jika dicermati lebih seksama, tidaklah mencukupi. Terciptanya harmoni
karena salah satu pihak menerima keberadaan yang lain, mesti pula diimbangi
dengan sikap menghargai penerimaan yang diperoleh dari pihak lain. Masing-
masing pihak perlu saling menerima keberagaman dan di situlah letak kekuatan
toleransi yang sebenarnya agar dapat membuahkan kehidupan bersama yang
selaras. Itu pula yang menjelaskan mengapa toleransi merupakan sikap mendasar
yang harus selalu ada dalam hidup keberagaman. Namun, dalam arus sebaliknya,
toleransi tidak bermakna apa-apa dan kehilangan daya relevansinya jika yang
dituntut adalah keseragaman dan kesamaan identitas.
Toleransi, oleh karena itu, tidak cukup diidentifikasi sebagai sebuah sikap,
melainkan suatu kesadaran: suatu cara berpikir yang kekhasannya terletak pada
28
Suseno, Franz Magnis, “Mencari Makna Kebangsaan”, Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1998.https://profazra.wordpress.com/tag/menjaga-indonesia/ diakses 20 Juli 2018
45
kemauan untuk saling menerima dan menghormati perbedaan. Toleransi sangat
memerlukan sarana edukasi agar terus terbina sebagai kepribadian khas bangsa
Indonesia yang secara konsisten harus ditanamkan kepada setiap generasi bangsa
untuk menjamin persatuan negeri dan bangsa. Hal krusial yang sama sekali tak
dapat diabaikan.
Faktor internal dan faktor eksternal ini akan digunakan untuk menganalisis
dari pertanyaan yang pertama dalam rumusan masalah yaitu untuk meklasifakasi
alasan-alasan anggota dan pengurus Rohis SMAN 1 Plumbon melakukan
toleransi.
29
Faisal Islamil, Islam, Identitas, Ilahiyah dan Realitas Insaniyah, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Group, 2009), 195
30
https://brainly.co.id/tugas/2520902 diakses pada tanggal 01 Maret 2019
46
D. Bentuk Toleransi
Sikap toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang berbeda, tetapi juga
harus dilakukan terhadap aspek yang luas, termasuk aspek ideologi, sosial dan
politik yang berbeda.
31
Prof.Dr.SaidAgilMunawar,MA,FiqihHubunganAntarAgama,(Jakarta:CiputatPress,2003),hal.14
47
Bentuk toleransi dalam hal hubungan antar agama yang di perintahkan
Nabi kepada sesama kaum muslim maupun terhadapa non muslim ialah sebagai
berikut:32
a. Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain
Setiap Agama Penjanjikan kemaslahatan bagi seluruh manusia tanpa
pengecualian, dan setiap penganut agama meyakini sepenuhnya bahwa Tuhan
yang merupakan sumber ajaran Agama itu adalah Tuhan yang Maha sempurna,
Tuhan yang tidak membutuhkan pengabdian manusia. Ketaatan dan kedurhakaan
manusia tidak akan pernah mempengaruhi ataupun menambah kesempurnaan
dari Tuhan. Maka dari itu, sedemikian besarnya Tuhan sehingga manusia diberi
kebebasan untuk menerima atau menolak petunjuk agama, dan karena itulah
Tuhan menuntut ketulusan beribadah dan beragama dan tidak membenarkan
paksaan dalam bentuk apapun, baik yang nyata maupun yang terselubung. 33
Sesuai dengan Q.S Al-Baqarah Ayat 256
32
Ali Miftakhudin , Skripsi Toleransi Beragama Antara
Minoritas Syiah Dan Mayoritas Nadhiyin Di Desa Margolinduk Bonang
Demak, (Semarang: Fakultas Ushuludin Iain Walisongo Jurusan
Perbandingan Agama),2013, hal. 19-21
33
Liza Wahyuninto, Abd. Qodir Muslim, Memburu Akar
Pluralisme Agama: Mencari Isyarat-isyarat Pluralisme Agama dalam AlQuran, Sejarah dan
Pelbagai perspektif, Malang: UIN Press,2010, hal.99
48
akan putus dan Allah Maha mendengar lagi Maha
34
Mengetahui.
49
mengenai bersikap lembut kepada sesama manusia baik yang beragama Kristen
atau Yahudi.36
36
Yunus Ali Al-Mukhdor, Toleransi Kaum Muslimin,(Surabaya:PT Bungkul Indah, 1994), hal.5
37
Departemen Agama RI, Hubungan Antar Umat Beragama (Tafsir Al-quran Tematik),hal.50
50
Keyakinan atau aqidah adalah hal pokok dalam agama Islam. Karenanya
seseorang bisa dinyatakan kafor atau muslim. Bagi seorang muslim aqidah harus
dibangun atas dasar yang diterima dari sumber yang benar dari suatu keyakinan
akan kebenaran yang mutlak. Hal yang demikian itu dimaksudkan agar dalam
keadaan bagaiamanapun seseorang muslim tidak kehilangan identitas agamanya.
Karena mempertahankan aqidah adalah wajib hukumnya bagi seorang muslim.
Salah satu toleransi dalam Islam adalah kebebasan berkeyakinan. Islam
mengakui esksistensi agama lain dan memberi kebebasan kepada setiap individu
untuk memeluknya. Karena toleransi dalam kehidupan beragama dapat terwujud
manakala ada kebebasan dalam masyarakat untuk memeluk agama sesuai
kepercayaannya dan tidak memaksa orang lain untuk mengikutin agamanya.
Kunci dari toleransi bukanlah membuang atau relativitasi
ketidaksepakatan, tapi kemauan untuk menerima ketidaksepakatan dengan sikap
yang saling menghormati dan meghargai. Dengan kebebasan seseorang dapat
memilih keyakinan secara sadar dan tanpa paksaan. Jadi karena kebebasan
berkeyakinanlah seseorang muslim dituntut untuk bisa menghormati agama lain
tanpa mengorbankan keyakinan.
Prinsip Kebebasan beragama bukan berarti pembenaran terhadap agama
lain. Kebebasan tersebut merupakan hak setiap orang dan fitrah manusia dari
Tuhan, karena tabita manusia adalah menuhankan sesuatu. Oelh karena itu dalam
agama Islam tidak dibenarkan pemaksaan sebuah keyakinan (iman) mengingat
pembentukan keyakinan harus dilakukan seseorang secara sadar dengan kerelaan
hati dan penuh tanggung jawab.
Bahkan selain memberi kebebasan beragama Islam juga memberi
kebebasan untuk tidak beragama sama sekali atau atheis. Namun perlu diketahui
bahwa setiap pilihan tentu ada konsekuensinya masing-masing. Jadi, prinsip
kebebasan beragama dalam Islam merupakan fitrah dan hak setiap manusia dari
Tuhan untuk dipertangung jawabkan masing-masing.
b. Toleransi dalam Ibadah (ritual keagamaan)
Ritual dalam setiap agama tentu dari bentuk dan caranya berbeda-beda.
Selain tata cara yang beragam, tempat dan waktu peribadatan pun berbeda.
Meskipun beberapa persamaan, namun sejatinya memiliki esensi yang tidak sama
51
karena semuanya berangkat dari ajaran dan keyakinan yang berbeda. Dengan
demikian sebagai uamat beragama harus memahami bahwa masing-masing agama
mempunyai ajaran berbeda-beda dalam tata cara peribadatan. Semua itu
merupakan ciri khas dan kepribadian umat beragama itu sendiri. Oleh karena itu
tidak diperbolehkan mencampur adukkan ajaran agama-agama. Dalam hal ini
masing-masing agama harus mempunyai sikap setuju dalam perbedaan.
Kebebasan masyarakat untuk melakukan hal ritual keagamaan sesuai
dengan keyakinan adalah hal yang sejalan dengan toleransi dalam Islam. Al-
qur‟an sebagai kitab suci agama Islam tidak hanya memberi kebebasan tersebut
bahkan juga memberi penghormatan yang wajar terhadap ritual-ritual agama lain.
c. Toleransi dalam hubungan sosial
Sebagai makhluk sosial manusia tentunya tidak akan bisa hidup sendiri.
Kehidupan sosial tersebut tidak dapat dipisahkan dari agama Islam meskipun
dalam hal ini umat Islam bisa bersikap lebih inklusif kepada umat agama lain
dengan berpegang teguh pada kektentuan yang ada. Pergaulan dan interaksinya
dalam sosial umat agama lain tidak dilarang sepanjang tidak bertentangan dengan
control tersebut.
Islam memberi penekanan pada umat nya untuk berbuat baik, menyebarkan
kasih sayang, saling membantu dan berbuat adil. Semua itu tidak dilaksanakan
atau ditunujukkan kepada umat muslim saja bahkan non muslim juga. Karena
toleransi antar umat beragama dalam mualamah duniawi memang dianjurkan
supaya tolong menolong, hidup dalam kerukunan tanpa memandang perbedaan
agama, suku, bahasa dan ras.38
Beberapa literature maupun penelitian sebelumnya mengenai toleransi,
contoh penelitian yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun 2010
menyatakan pendapat bahwa terdapat dua jenis intoleransi, yaitu intoleransi aktif
dan pasif. Intoleransi aktif adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat
menerima perbedaan dan melakukan tindakan kekerasan untuk menunjukan
ekspresi ketidaksukaan terhadap perbedaan. Sedangkan intoleransi pasif adalah
kondisi dimana seseorang tidak menerima perbedaan karena adanya konsekuensi
38
Siti Rizki Utami, Implementasi Nilai-Nilai Toleransi dalam lembaga non Muslim, IAIN
Salatiga, 2018 hal 41-43
52
sosial dan memiliki gagasan yang menganggap bahwa kelompok lain salah,
namun tidak terwujud dalam bentuk tindakan.
Toleransi aktif dan pasif ini akan digunakan untuk menganalisis pertanyaan
yang kedua dalam rumusan masalah yaitu terkait dengan pandangan anggota dan
pengurus Rohis SMAN 1 Plumbon mengenai toleransi.
53