Anda di halaman 1dari 7

B.

TOLERANSI DAN AKOMODATIF TERHADAP BUDAYA


SETEMPAT

1. Pengertian Toleransi
 Toleransi mengandaikan "hidup dalam konflik terus-menerus" karena
perbedaan akan selalu ada. Toleransi dapat berkembang menjadi sikap atau
tindakan represif.
 Toleransi disebut-sebut sebagai satu-satunya alat untuk menjembatani
perbedaan-perbedaan itu. Toleransi tidak menghilangkan perbedaan, namun
mencintai yang lain, bahkan yang sama sekali berbeda. Toleransi
membiarkan bahkan menjamin perbedaan tetap ada. Tetapi toleransi
mengajukan syarat, perbedaan dapat dipertahankan jika dalam perbedaan-
perbedaan itu, martabat kehidupan masih memperoleh tempat. toleransi yang
sebenarnya akan memupuk agar perbedaan itu semakin tajam, semakin
kelihatan, dan dapat dirasakan.
 Mungkin ada di antara kita yang beranggapan bahwa "memaksa" adalah
tindakan intoleran. Tetapi jika dipakai dalam konteks "memaksa/mendesak
orang agar tidak menganiaya orang lain", kita pasti tidak begitu saja
menilainya intoleran atau jahat.
 Toleransi membutuhkan keterbukaan dari pihakku dan keterbukaan dari
pihak liyan (others) yang disertai rasa saling percaya (trust).Dalam saling
percaya itu diharapkan ada pengakuan terhadap "perbedaan-perbedaan
kultural dan ketidaksesuaian" bukan sebagai keanehan melainkan "unsur
yang sah dan tidak terhindarkan" dalam relasi antarmanusia. Ada anggapan
bahwa toleransi berasal dari tradisi kekristenan, sebagai bentuk cinta yang
tertinggi, cinta yang tidak setara, Allah mencintai manusia dengan mentolerir
kelemahan mereka.
 Secara positif, toleransi melestarikan yang berbeda yang lain. Sekali lagi
syaratnya, yang berbeda yang lain itu harus memenuhi standar normatif
bersama.
 Toleransi melestarikan "keterbukaan radikal". Di dalamnya, ada pemahaman
terhadap yang lain secara rasional serta keterbukaan wawasan berdasar sikap
hormat dan kesalingan. Toleransi melahirkan "rezim hospitalitas" yang
menghancurkan pemisah antara diriku dan yang lain. Toleransi tidak cocok
dengan cara pikir tertutup, bias, maupun yang serba mutlak. Keyakinan yang
kita anggap benar, bisa jadi keliru. Tetapi, kebenaran itu ada. Kebenaran itu
hanya dapat diraih menggunakan cara berpikir kritis. Karena tiap orang
punya kesalahan, maka pada saat mereka bertemu dan membicarakan segala
sesuatu secara rasional, kesalahan masing-masing dapat dikoreksi dan
kebenaran akan semakin dekat.
 Toleransi menampilkan dua kesan; tidak berbahaya (to be tolerant) dan
keengganan (to tolerate). Pada awal zaman modern, istilah yang dipakai
adalah "toleration". Pada zaman modern, istilah berganti menjadi "tolerance".
Ada pergeseran dari "kualitas diri yang sanggup dengan sabar menghadapi
kesulitan" ke "kebaikan hati/keterbukaan".
 Toleransi pernah dipahami sebagai tidak adanya penganiayaan secara terbuka
terhadap orang-orang yang berbeda keyakinan. Sampai sekarang, tentu masih
ada yang berpandangan demikian. Tetapi, pemahaman negatif itu sudah
saatnya ditinggalkan. Dalam toleransi, kita perlu memupuk cara hidup
ketetanggaan yang sadar dan aktif, bahkan mungkin pro-aktif. Ini dapat
menjadi status kewarganegaraan yang mendukung kemajuan bersama. Setiap
warga, dengan kapasitasnya masing-masing, saling berkontribusi untuk
pembangunan masyarakat.
 Sikap "toleransi aktif" dapat menengahi "toleransi pasif" (tidak mengikuti
aturan hukum yang diskriminatif) dan "pengakuan terhadap perbedaan secara
jujur" (mendalami secara jujur nilai-nilai obyektif agama dan kepercayaan
selain miliknya sendiri).
 Meminjam pemahaman dalam khazanah politik, toleransi dapat berarti
menerapkan hak-hak umat beragama kepada siapa pun, tanpa terkecuali.
Semacam "hukum emas"; tiap orang perlu melakukan kepada orang lain, apa
yang mereka ingin agar orang lain lakukan untuk mereka.
 Pembahasan tentang toleransi juga mengenal istilah toleransi internal
(kesamaan hal umum tentang agama) dan toleransi eksternal (dapat
menerima siapa pun untuk melakukan praktik hidup beragama). Toleransi
eksternal berlangsung dalam Hinduisme yang sejak awal tidak menunjuk
pada satu cara beriman yang seragam. Sejak awal, Hinduisme terbiasa
dengan munculnya aneka macam aliran dan dapat menerimanya. Hal ini
tidak sulit terjadi pada agama-agama yang beriman kepada Tuhan (yang satu),
kelembagaan yang teratur, hierarki, dan Kitab Suci yang jelas.
 Menurut UNESCO, toleransi adalah penghormatan, penerimaan, dan
penghargaan terhadap keberagaman budaya manusia serta bentuk-bentuk
ungkapan dan cara-cara menjadi manusia. Toleransi dimajukan oleh
pengetahuan, keterbukaan, komunikasi, dan kebebasan berpikir, kesadaran, dan
kepercayaan. Dengan demikian, toleransi adalah harmoni dalam perbedaan.
Toleransi merupakan sikap positif yang mendukung keragaman. Maka ada
kaitan antara toleransi, keberagaman, dan kebebasan. Dengan bersikap toleran,
keberagaman dapat diungkapkan secara bebas dan menjadi lestari, bukan
tertindas dan lenyap.
 Rasa tidak suka dapat memicu tindakan intoleran. Sekolah perlu berperan
aktif mengkondisikan peserta didik untuk berani memahami lebih dalam
agama dan budaya yang bukan menjadi milik mereka sendiri, dengan
demikian sekolah dapat membantu mengembangkan kohesi dalam
masyarakat yang berciri keragaman.
 Sikap toleran atau tindakan mentolerir memuat di dalamnya informasi
tentang penolakan tertentu. Sangat tidak tepat jika dikatakan; "Kami
mentolerir kebaikan". Rumusan yang benar; "Kami mentolerir cara yang
tidak ideal untuk mendapat sedikit kebaikan." Dengan demikian, sikap
toleran merupakan fenomena yang kontekstual yang melibatkan tindakan-
tindakan moral dalam keadaan-keadaan tertentu. Seseorang atau pihak-pihak
tertentu dapat memberi toleransi jika dia/mereka memiliki kuasa terhadap
pihak yang diberi toleransi ("kuasa untuk boleh tidak sependapat/menolak").
Selain itu, antara pihak yang memberi toleransi dan yang menerima harus
punya kepentingan/urusan yang sama. Sebagai contoh, seorang pemimpin
perusahaan tidak punya hubungan dengan cara mandi kerbau liar. Maka,
tidak dapat dikatakan bahwa pemimpin itu punya toleransi terhadap cara
mandi kerbau-kerbau liar. Sampai di sini, ada tiga pelajaran. Satu, jika kita
memutuskan untuk tidak lagi mentolerir tindakan tertentu, maka kita perlu
melakukan intervensi tertentu. Tetapi jika kita tidak punya kekuatan untuk
melakukan intervensi, maka kita perlu memastikan bahwa dengan alasan
yang dapat diterima, intervensi akan dilakukan oleh lembaga yang lebih
tinggi/berkuasa untuk melakukannya. Dua, kewajiban moral pihak yang
berkuasa mengintervensi tindakan yang tidak dapat ditolerir hanya sampai
pada mengoreksi sikap. Tiga, tindakan yang tidak dapat ditolerir tidak
dengan sendirinya harus diberi hukuman. Alasannya, intervensi yang
diberikan oleh pihak yang punya kuasa mentolerir sudah dapat dianggap
sebagai hukuman.
 Secara filosofis, toleransi merupakan upaya "mentransendensikan cara
pandang" sehingga didapatkan persetujuan yang rasional untuk kebersamaan
sosial. Secara politik, toleransi merupakan kenetralan yaitu kembali ke posisi
awal, mengadopsi konsep yang baik tentang hidup secara keseluruhan.
Secara yudiris, toleransi adalah penerimaan terhadap aturan dan batasan
minimal dalam interaksi sosial (bukan masalah substansi).
2. Toleransi dalam Ajaran Katolik
 Toleransi dalam ruang lingkup Gereja Katolik Indonesia lebih
menitikberatkan pada dialog kehidupan. Pilihan itu diambil karena persoalan-
persoalan sosial kemasyarakatan relatif lebih mudah dicari titik temunya
daripada persoalan-persoalan teologis dan ajaran. Pacem in Terris Paus
Yohanes XXIII juga memiliki penilaian positif terhadap toleransi (PT 14).
 Toleransi beragama secara khusus diuraikan dalam Nostra Aetate Konsili
Vatikan II. Konsili mengajarkan berikut ini,
Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di
dalam agama-agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja
merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta
ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa
yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh
memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang.
Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib
mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh.
14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup
keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu
dengan diri-Nya (NA 2b).
Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan
bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama
dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi
kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui,
memelihara, dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan
moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka"
(NA 2c).
 Pernyataan itu penting karena dalam Dokumen Konsili Vatikan II juga
disampaikan dukungan Gereja terhadap kebebasan suara hati dan kebebasan
beragama. Dokumen Dignitatis Humanae itu, Konsili mengajarkan kebesaran
hati karena mentolerir keyakinan lain yang juga terkait dengan suara hati.
 Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup
Beragama, Februari 2019 mengatakan bahwa semua orang dari segala lapisan dan
dari berbagai latar belakang agama dan negara perlu bekerja keras untuk
menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai. Selanjutnya
dokumen itu menyerukan agar semua pihak ikut campur tangan secara aktif dan
selekas mungkin untuk menghentikan pertumpahan darah dan mengakhiri perang.
 Bagaimana cara umat Katolik menjadi benar-benar toleran? Pertanyaan tersebut
tentu menghantui setiap orang yang memiliki komitmen untuk membangun
persaudaraan sejati yang berlandaskan kasih. Sekurang-kurangnya ada dua hal
yang perlu dilakukan agar orang-orang Katolik benar-benar toleran. Satu, orang
beriman Katolik harus menolak diskriminasi dalam semua bentuk dan
tingkatannya. Semua orang memiliki kesamaan martabat dan hak di hadapan
Tuhan. Dua, orang beriman Katolik harus menolak setiap tindakan dosa, tetapi
jangan menyingkirkan pribadi yang berbuat dosa. Sebaliknya, kita perlu
memperlakukan dengan penuh kasih, orang-orang yang dinilai atau yang telah
berbuat dosa. Dengan demikian, kita melakukan hal baik yang diajarkan Yesus
kepada kita.
3. Akomodatif terhadap Budaya Setempat
 Akomodasi adalah salah satu jenis interaksi sosial asosiatif. Dalam proses
akomodasi sosial, masalah-masalah yang ada akan dipecahkan dengan cara-cara
yang tidak menghancurkan pihak-pihak yang terlibat. KBBI mendefinisikan
istilah akomodasi sebagai penyesuaian manusia dalam kesatuan sosial untuk
menghindari dan meredakan interaksi ketegangan dan konflik (antropologi) dan
atau penyesuaian sosial dalam interaksi antara pribadi dan kelompok manusia
untuk meredakan pertentangan (sosial). Bertolak dari dua definisi tersebut,
akomodasi budaya dapat dipahami sebagai usaha-usaha untuk menyesuaikan
budaya-budaya setempat dengan situasi zaman sekarang. Dengan cara itu, budaya
akan terus lestari seraya memperoleh kebaruannya secara konstan. Selain itu,
akomodasi akan meminimalisir pertentangan yang mungkin terjadi antara budaya
setempat dan proses globalisasi di berbagai bidang kehidupan.
 Akomodasi juga dipahami sebagai semua usaha yang dilakukan untuk
menyelesaikan persoalan yang terjadi antara beberapa pihak sampai diperoleh
suasana yang lebih bersahabat. Melalui akomodasi, pihak-pihak yang bersoal
didorong untuk mendapatkan jalan keluar menang-menang (win-win solution).
Definisi tersebut memperjelas tujuan dari akomodasi. Tujuan-tujuan itu antara
lain; menyatukan pihak-pihak yang berbeda latar belakang namun memiliki
tujuan sama, memungkinkan terjadinya kerja sama, mencegah atau
meminimalkan peluang konflik.
 Akomodasi tidak hanya terdiri dari satu bentuk saja. Sekurang-kurangnya, ada
sepuluh bentuk akomodasi dalam interaksi sosial yang dapat dikenali dalam
hidup bermasyarakat.
1. Koersi (Coercion): pemaksaan atau penggunaan kuasa dalam penyelesaian
suatu konflik dengan pihak yang lemah.
2. Kompromi (Compromise): persetujuan antara pihak-pihak yang berperkara
dengan cara saling mengurangi tuntutan agar segera diperoleh
penyelesaian masalah.
3. Arbitrasi (Arbitration): penyelesaian pertikaian dengan melibatkan pihak
ketiga yang netral dan resmi secara yuridis karena pihak-pihak yang
bertikai sulit menemukan kesepakatan.
4. Mediasi (Mediation): penyelesaian konflik melalui perantara netral.
5. Konsiliasi (Conciliation): mempertemukan keinginan pihak-pihak yang
bertikai untuk mencari jalan keluar dari masalah secara besama-sama.
6. Ajudikasi (Ajudication): penyelesaian masalah menggunakan jalur
pengadilan.
7. Toleransi (Tolerance): pengertian satu sama lain.
8. Stalamate: pihak-pihak yang bertikai berhenti pada satu titik karena
memiliki kekuatan yang seimbang.
9. Displacement: penghentian konflik dengan cara memberikan pengalihan
objek.
10. Konversi (Convercion): penyelesaian konflik dengan menjadikan salah
satu pihak yang berselisih dapat menerima pendirian pihak lain.
4. Akomodasi dalam Ajaran Katolik
 Gereja Katolik menghormati martabat pribadi semua manusia, masyarakat
manusia, dan makna terdalam dari setiap kegiatan manusia (GS 40a). Ia berusaha
untuk mengangkat martabat manusia, meneguhkan betapa baiknya masyarakat
manusia, dan selalu memaknai setiap kegiatan mereka semakin dalam (GS 40c,
42b). Gereja menerima dinamisme zaman sekarang yang mendukung penguatan
hak dan martabat manusia (GS 41d) dan menerima semua yang serba baik dalam
perkembangan masyarakat (GS 42c). Beberapa perkembangan yang baik dalam
hidup bermasyarakat tersebut adalah; Satu, dorongan untuk mewujudkan
kesatuan seluruh umat manusia. Dua, kehidupan sosial yang sehat. Tiga,
solidaritas antarwarga dan ekonomi.
 Gereja mengakomodasi kemajuan budaya hidup masyarakat zaman sekarang.
Oleh karena itu, ia mendorong jemaatnya untuk secara sukarela bekerja sama
dengan semua orang yang berkehendak baik (GS 43b). Selain itu, ia juga
mendorong umat beriman Katolik untuk membuat upaya-upaya baru dan
mewujudkannya bagi kebaikan bersama. Dalam menghadapi perbedaan pendapat,
Gereja menerima tradisi musyawarah yang tulus demi kesejahteraan umum (GS
43c). Umat juga didorong untuk menyingkirkan segala hal yang dapat
menimbulkan perpecahan di antara warga masyarakat dunia (GS 43e). Akhirnya,
ia berkomitmen untuk terus-menerus semakin masuk dalam pengalaman sejarah
dari zaman ke zaman (GS 43f) karena ia adalah bagian dari sejarah.

Anda mungkin juga menyukai