Anda di halaman 1dari 13

Sikap toleransi NU sebagai bentuk moderasi beragama di Indonesia

Hasan Abrary

Pendahuluan
Indonesia sebagai negara dengan jumlah pemeluk islam terbanyak
merupakan negara yang memiliki keragaman etnis, bahasa, agama, budaya,
dan status sosial. Namaun dengan keragaman tersebut, masyarakat tetap
memegang erat sebuah nilai toleransi dalam setiap ras, budaya, dan agama.
Saat ini umat islam menghadapi berbagai tuduhan, mulai tuduhan terorisme,
anti-NKRI, anti-kemajuan, intoleran, dan sebagainya.

Wasathiyah merupakan ajaran Islam untuk membimbing umatnya


supaya mampu bersikap adil, seimbang, bermaslahat dan proporsional, atau
sering disebut dengan kata “moderat” dalam semua dimensi kehidupan..
Wasathiyah Islam bukanlah merupakan ajaran yang baru yang muncul di abad
20 masehi atau 14 hijriyah. Tapi wasathiyah Islam atau moderasi Islam telah
ada seiring dengan turunnya wahyu dan munculnya Islam di muka bumi pada
14 abad yang lalu. Hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh umat Islam yang
mampu memahami dan menjiwai Islam sesuai dengan orisinalitas nashnya
dan sesuai dengan konsep dan pola hidup Nabi Muhammad saw, sahabat dan
para salaf shaleh
Dan saat ini, salah satu ormas yang terkenal di Indonesia yaitu
Nahdlatul ulama telah mempraktikkan moderasi dalam beragama dalam
bentuk sikap toleransi ditengah keragaman masyarakat Indonesia.
Fokus kajian ini adalah tentang bagaimana sikap dan nilai toleransi
yang ditawarkan oleh salah satu ormas terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul
Ulama dalam menyikapi keragaman masyarakat Indonesia, dengan tujuan
sebagai jawaban bagi masyarakat tentang hakikat makna toleransi beragama
dalam kehidupan moderat yang terbilang masih abu-abu dan kabur. Dan
manfaat yang diharapkan oleh penulis adalah tersedianya kajian tentang
toleransi beragama dalam kehidupan moderat dan terbentuknya sikap toleransi
dalam keragaman masyarakat bangsa Indonesia.
Moderasi Beragama
Moderasi Islam dalam bahasa arab disebut dengan al-Wasathiyyah al-
Islamiyyah. Al-Qardawi menyebut beberapa kosakata yang serupa makna
dengannya Termasuk katan Tawazun, I’tidal, Ta’adul dan Istiqamah.
Sementara dalam bahasa Inggris sebagai Islamic Moderation. Moderasi Islam
adalah sebuah pandangan atau Sikap yang selalu berusaha mengambil posisi
tengah dari dua sikap yang Berseberangan dan berlebihan sehingga salah satu
dari kedua sikap yang dimaksud Tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap
seseorang. Dengan kata lain seorang Muslim moderat adalah Muslim yang
memberi setiap nilai atau aspek yang Berseberangan bagian tertentu tidak
lebih dari porsi yang semestinya1.

Dalam konteks keseimbangan, Rasulullah pun melarang umatnya


untuk tidak Terlalu berlebihan meski dalam menjalankan agama sekalipun.
Beliau lebih senang jika Hal itu dilakukan secara wajar tanpa adanya
pemaksaan diri dari yang berlebihan.Sedangkan dalam realitas kehidupan
nyata, manusia tidak dapat menghindarkan diri Dari perkara-perkara yang
berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyah Mengapresiasi unsur
rabbaniyyah (ketuhanan) dan Insaniyyah (kemanusiaan), Mengkombinasi
antara Maddiyyah (materialisme) dan ruhiyyah (spiritualisme),
Menggabungkan antara wahyu (revelation) dan akal (reason), antara maslahah
Ammah (al-jamāiyyah) dan maslahah individu (al-fardiyyah)2.

Ulama telah sepakat bahwa Al-quran adalah referensi utama dan


tertinggi dalam agama islam3. Dan Al-quran mengisyaratkan makna moderat

1
Zuhairi misrawi, moderas keutamaan dan kebangsaan, (Jakarta : PT kompas Media Nusantara,
2010), Hl. 13.
2
Idem, hal. 14.
3
Khairan Muhammad arif, moderasi islam perspektif al-quran, hal. 24.
dengan istilah wasathiyyah, kata al wasath dalam ayat tersebut bermakna
terbaik dan paling sempurna. Didalam hadits populer pula disebutkan sebaik
baik perkara adalah yang ditengah-tengah. Islam moderat selalu
mengedepankan sikap toleransi, saling menghargai dengan tetap meyakini
kebenaran keyakinan masing-masing agam dan madzhab, sehingga semua
dapat menerima keputusan dengan kepala dingin tanpa harus terlibat dalam
aksi yang anarkis4.
Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang
seimbang antara pengamalan agama sendiri dan penghormatan kepada praktik
beragama orang lain yang berbeda keyakinan. Keseimbangan atau jalan
tengah dalam praktik beragama ini niscaya dapat mencegah dari sifat ekstrim,
fanatik, dan sikap revolusioner dalam beragama. Seperti yang telah
diisyaratkan bahwa moderasi beragama merupakan solusi atas hadirnya dua
kutub ekstrim dalam beragama, yaitu kutub fanatik atau ekstrim kanan disatu
sisi dan liberal atau ekstrim kiri disisi lain5.
Dengan demikian moderasi beragama merupakan sebuah jalan tengah
ditengah-tengah keberagaman agama di Indonesia. Moderat dalam pandangan
islam adalah mengedepankan sikap toleran dalam perbedaan menjadi tetap
konsisten disisi perbedaannya, bukan mencampur kedua perbedaan tersebut.
Moderasi harus ditumbuh kembangkan sebagai komitmen bersama untuk
menjaga keseimbangan yang paripurna, dimana setiap suku, ras, etnis, budaya,
dan agama bisa saling mendengarkan, melatih, mengelola, dan mengatasi
perbedaan diantara mereka.
Peran seorang tokoh agama, kyai, ustadz, dan ormas-ormas dalam
masyarakat sangatlah penting, karena sebagian masyarakat masih memandang
pentingnya sosok ideal sebagai teladan dan public figure dalam kehidupan
masyarakat, salah satunya ormas penyongsong sikap moderat dalam beragama
ialah Nahdlatul Ulama.

4
Edy sutrisno, aktualisasi moderasi beragama, jurnal bimas islam, vol 12, hal. 328.
5
Ibid, hal. 330
Toleransi Sebagai Salah Satu Bentuk Moderasi Beragama
Toleransi berasal dari Bahasa latin tolerantia, yang berarti
kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Toleransi beragama
adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan
keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau
ketuhanan yang diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk
meyakini dan memeluk agama yang telah dipilihnya masing-masing serta
memberi kebebasan pula atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau
diyakininya6.
Toleransi merupakan salah satu bentuk ekspresi seseorang dalam
berintraksi sosial. Manusia beragama secara sosial tidak dapat menafikan
bahwa mereka harus berinteraksi bukan hanya dengan kelompok mereka
sendiri, akan tetapi juga dengan kelompok yang berbeda agama atau
keyakinan7.
Salah satu basis interaksi antar ummat beragama adalah toleransi.
Karena, perbedaan bukanlah alasan untuk bertindak intoleran kepada
siapapun. Sebab itulah, kualitas beragama seseorang bisa diukur dari seberapa
bijak ia mampu berinteraksi dengan perbedaan. Maka dari itu, sikap toleran
pada dasarnya adalah mendamaikan perbedaan untuk saling menghargai dan
menghormati identitas, perilaku, dan kepentingan masing-masing8.
Perbedaan keyakinan dan agama bukanlah sebuah alasan intoleran.
Karena al-qur’an telah mejelaskan bahwa manusia diciptakan dengan
kesempurnaan moral dan akal pikiran agar bisa berpikir lebih toleran, dan al-
qur’an juga telah melarang untuk bersikap tertutup eksklusif seperti halnya
komunis yahudi dan nasrani dihadapan Nabi.

6
Casram, membangun sikap toleransi beragama dalam masyarakat plural, jurnal ilmiah agama, hal.
188.
7
Hairul puadi, islam moderat dalam konteks sosial politik di Indonesia, dalam jurnal pustaka-
desember 2014, (malang: STAI AL-Qolam gondonglegi), hal. 6-7.
8
Dr. H. Imam Taufiq, Al-Qur’an bukan kitab terror, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2016), hal.
197.
Ummat beragama harus berupaya memunculkan toleransi untuk
mejaga kestabilan sosial, sehingga tidak akan terjadi benturan-benturan
ideologi dan fisik antar ummat yang berbeda agama.
Dalam masyarakat multikultural dengan serba keragaman baik dalam
politik, budaya, bahkan agama, manusia cenderung mengalami konflik
disebabkan kepentingan pribadi atau kelompoknya. Munculnya kesadaran
antar ummat beragama yang diwujudkan dalam toleransi bisa menekan atau
meminimalisir bentrokan yang terjadi diantara mereka. Namun, akhir-akhir ini
banyak sekali pelanggaran agama yang terjadi dengan dasar toleransi,
toleransi beragama tidak berarti bahwa seseorang yang telah mempunyai
keyakinan, kemudian berpindah atau merubah keyakinannya untuk mengikuti
dan berbaur dengan keyakinan atau kepribadian agama-agama lainnya, tidak
pula dimaksudkan untuk mengakui kebenaran semua agama atau kepercayaan,
melainkan bahwa saling berpegang teguh terhadap masing-masing keyakinan
yang diyakini kebenarannya9.
Salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, yakni
Nahdlatul Ulama telah menguraikan secara detail tentang konsep hidup
berdampingan ditengah ragam perbedaan. Konsep tasammuh atau toleransi
dalam islam berarti kelapangan dada dalam arti membiarkan orang dalam
pendirian dan keyakinan mereka masing-masing10. Dalam hadits Rasulullah
SAW bersabda “Barangsiapa yang membunuh kafir dimmi, maka
berhadapan dengan saya. Dan barangsiapa yang berhadapan dengan saya,
maka tidak akan mencium bau syurga.
Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh sayyidina Umar bin khattab
ketika menjadi khalifah11. Ketika berkunjung ke palestina kemudian masuk ke
dalam gereja, mendengar adzan ashar beliau keluar dan shalat diluar. Ketika
ditanya beliau menjawab “saya khawatir kalua ummat islam mendatang akan

9
Ibid, hal. 190.
10
Fathurrohman, aswaja NU dan toleransi umat beragama, jurnal review politik, vol. 2, hal. 39.
11
Ibid, hal. 40.
merebut gereja ini untuk dijadikan masjid dengan alasan bekas shalatnya
Umar”.
Interpretasi Ulama Terhadap Ayat Wasathiyyah (Moderat)
Muhammad ali as-Shalaby telah menulis dengan baik dan mumpuni
tentang manhaj Al-Wasathiyyah dalam Al-quran lewat thesis magisternya di
Universitas Ummu Darman Sudan yang diterbitkan oleh Mu’assasah iqro’,
Mesirtahun 2007 dengan judul “|Al-Wasathiyyah fii Al-Qur’an Al-Karim”.
Menurut beliau terdapat empat kata dalam Al-quran yang menunjukkan akar
kata dari;
A. Wasathiyyah bermakna sikap adil

‫وكذالك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء علي الناس ويكون الرسول عليكم‬

‫شهيدا وما جعلنا القبلة اليت كنت عليها اال لنعلم من يتبع الرسول ممن ينقلب علي عقبيه وان‬

‫كانت لكبرية اال علي الذين هدي اهلل وما كان اهلل ليضيع اميانكم ان اهلل بالناس لرؤوف‬

‫رحيم‬
“dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (ummat islam) sebagai
ummat yang pertengahan (adil) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan)
manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kamu”.
(Q.S. Al-Baqarah :143).
Dari Abu Sa’id ra, Nabi Muhammad SAW menjelaskan makna
ummatan wasathan adalah keadilan12 . At-Thabari juga menjelaskan bahwa
makna wasathan bisa berarti “posisi paling baik”. Sehingga makna ayat ini
adalah Allah SWT telah menjadikan ummat islam sebagai ummat yang paling
adil.
Dari Abu Sa’id berkata13; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “(Pada hari Qiyamat) Nabi Nuh ‘alaihissalam dan ummatnya datang

12
Abu ja’far At-Thabari, Tafsir at-Thabari, juz. 2, hal. 627.
13
Khairan Muhammad arif, moderasi islam perspektif al-quran, hal. 27.
lalu Allah Ta’ala berfirman: “Apakah kamu telah menyampaikan (ajaran)?.
Nuh ‘Alaihissalam menjawab: “Sudah, Wahai Rabbku”. Kemudian Allah
bertanya kepada ummatnya: “Apakah benar dia telah Menyampaikan kepada
kalian?”. Mereka menjawab; “Tidak. Tidak ada seorang Nabi Pun yang
datang kepada kami”. Lalu Allah berfirman kepada Nuh ‘alaihissalam: “Siapa
Yang menjadi saksi atasmu?”. Nabi Nuh Alaihissalam berkata; “Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam dan ummatnya”. Maka kami pun bersaksi bahwa
Nabi Nuh ‘alaihissalam telah menyampaikan risalah yang diembannya kepada
ummatnya. Begitulah seperti yang difirmankan Allah Yang Maha Tinggi (QS
al-Baqarah ayat 143 Yang artinya), (“Dan demikianlah kami telah menjadikan
kalian sebagai ummat Pertengahan untuk menjadi saksi atas manusia..”). al-
washath artinya al-‘adl (adil). (HR. Bukhari, Hadits No. 3091 dan Ahmad,
Hadits No 10646).

Dalam hadits di atas, sangat jelas Nabi saw memaknai dan


menafsirkan kata “wasathan” adalah “keadilan”. Yang dimaksud keadilan di
sini adalah, bahwa umat Islam adalah umat yang menempatkan sesuatu sesuai
pada tempatnya, menyikapi Sesuatu sesuai dengan porsinya dan kedaaanya.
Moderat adal jujur dan komitmen tidak Mendua serta inkonsisten dalam sikap,
sehingga Allah melengkapi surat Al-Baqarah: 143 di atas, setelah menyebut
wasathan dengan “agar kalian menjadi saksi-saksi bagi Manusia”. Dalm Islam
seorang saksi haruslah yang adail dan jujur. Nampaknya adil, Jujur dan
konsisten sangat tepat untuk makna ayat ini, sesuai dengan tafsir dari Nabi
Saw terhadap ayat ini, yaitu keadilan.

B. Wasathiyyah bermakna paling baik dan pertengahan


Allah SWT berfirman ;
‫حافظوا علي الصلوات والصالة الوسطى وقوموا هلل قانتين‬
“peliharalah semua shalat (mu) dan peliharalah pula shalat wustaa.
Berdirilah untuk Allah SWT (dalam shalatmu) dengan khusuk”.
Para ahli tafsir seperti imam At-Thabari dan Ibnu Abbas
berkata bahwasanya maksud dari shalat wusthaa adalah shalat asar,
karena terletak ditengah-tengah shalat yang lain, antara lain shalat
subuh dan dzuhur serta shalat maghrib dan isya’ 14. Menurut imam
ibnu al-jauziy, maksud ayat ini memiliki tiga makna, yaitu
pertengahan seperti halnya shalat ashar yang terletak ditenga-tengah,
paling tengah waktunya atau ukurannya, dan paling afdlal
kedudukannya15. Sehingga makna yang bisa dipahami dari kata
wusthaa adalah paling tengah, paling adil, dan paling baik.
C. Wasathiyyah bermakna paling adil, ideal, dan paling baik
Allah SWT berfirman ;
‫قال اوسطهم الم اقل لكم لو ال تسبحون‬
“berkatalah seorang yang paling baik pikirannya diantara mereka :
“bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu
bertasbih (kepada Tuhanmu)?”. (Q.S. Al-Qolam : 28).
Ibnu Abbas berkata bahwasanya yang dimaksud dengan kata
ausathuhum adalah “orang yang paling adil, ideal, paling berakal, dan
paling berilmu dari mereka16.
D. Wasathiyyah bermakna posisi tengah dan penuh berkah
Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: “Apabila makanan telah
dihidangkan, maka Ambillah dari pinggirnya dan tinggalkan tegahnya,
sesungguhnya berkah itu turun Dibagian tengah” (HR. Ibnu Majah.
Hadits No. 3268). Hadits di atas menjelaskan tentang adab makan,
bahwa mengambil makanan Hendaknya dimulai dari pinggirnya lalu
bagian lainnya. Mengapa demikian? Karena Nabi saw sedang
mengajarkan umatnya bagaimana makanan menjadi berkah dan
Mencukupi untuk orang banyak walaupun makananya sedikit, dengan
cara terlebih Dahulu mengambil bagian pinggirnya dan membiarkan
14
Abu ja’far At-Thabari, Tafsir at-Thabari, juz. 4, hal. 342.
15
Khairan Muhammad arif, moderasi islam perspektif al-quran, hal. 25.
16
Abu ja’far At-Thabari, Tafsir at-Thabari, juz. 14, hal. 412.
tengahnya, karena keberkahan Makanan diturunkan oleh Allah melalui
bagian tengah makanan. Dalam hadits lain Nabi saw bersabda:
“Makanan untuk dua orang akan mencukupi tiga orang dan Makanan
untuk tiga orang akan mencukupi empat orang” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Sikap NU Dalam Toleransi Ummat Beragama


Nama Hadratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy‟ari sangat Masyhur di
seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan hampir di Setiap kota, nama beliau
diabadikan sebagai nama jalan besar. Akan Tetapi masih banyak sekali
tampaknya yang belum mengetahui sikap luhur dan toleransi beliau kepada
umat beragama. Berikut akan penulis Paparkan tiga poin berdasarkan analisis
historis dan kajian Filologi dari kepustakaan yang ada.

Pertama, penamaan pesantren Tebuireng17. Sangat banyak sekali dan


lumrah pondok Pesantren di nusantara ini yang diberikan nama dengan nama
yang berupa bahasa Arab. Anehnya pondok pesantren yang didirikan oleh
beliau Hadratus Syaikh K.H Hasyim Asy’ari tidaklah demikian. Nama
pondok pesantren beliau tak lain adalah Nama dimana pondok itu bertempat
yaitu di dusun Tebuireng. Nama pondok tersebut adalah Pondok Pesantren
Tebuireng Tanpa tambahan nama berbahasa Arab apapun. Ini adalah salah
satu bukti bahwa Hadratus Syaikh sangat Menghargai orang lain termasuk
non muslim. Kalau pondok Pesantren tersebut diberi nama asing (berbahasa
Arab) khawatir Memojokkan orang-orang yang sudah lama tinggal di
Tebuireng Yang notabenenya belum memeluk Islam. Hadratus Syaikh tidak
mau dituduh Dan dimusuhi sebagai penyebar agama baru padahal masyarakat
Setempat sudah memeluk agama nenek moyang mereka. Justru Dengan
penamaan yang biasa itulah banyak orang-orang dari Agama lain penasaran
dan pada akhirnya mereka tertarik menjadi santri Kiai Hasyim.

17
Ahmad mubarok yasin, profil pesantren tebuireng, (jombang : Pustaka Tebuireng, 2011), hal. 12.
Kedua, pelarangan menabuh kentongan sebagai penanda Waktu
tibanya shalat. KH. Abdurrahman Wahid pernah menceritakan Bahwa
peristiwa ini terjadi pada tahun 1928 ketika Kiai Hasyim Menuliskan fatwa
tersebut di jurnal ilmiah bulanan NU. Kemudian pendapat Rois Akbar itu
disanggah oleh Wakil Rois Beliau, Kiai Faqih Maskumambang, Gresik yang
menyatakan Hukum menabuh kentongan diperbolehkan karena dianalogikan
dengan bedug. Meski Demikian hubungan keduanya tetap saja terjalin sangat
harmonis, bahkan Sebagai penghormatan jika Kiai Hasyim ke Gresik, semua
masjid Di sana menyembunyikan kentongan. Alasan Hadratus Syaikh
melarang kentongan karena tidak Adanya teks tertulis (dalil naqli) dan
merupakan tasyabuh atau menyerupai Agama lain, di mana beliau khawatir
dengan menyamakan Budaya itu nanti akan membuat agama lain tersinggung
karena Budayanya telah dicuri. Dengan sangat tolerannya beliau itulah
Hadratus Syaikh melarang kentongan bagi umat muslim demi Menjaga
keharmonisan antar umat beragama.

Ketiga, hukum mendirikan masjid. Hadratus Syaikh Menghimbau


kepada masyarakat muslim mendirikan satu masjid di setiap wilayahnya
masing-masing adalah fardhu kifâyah. Dan sebaiknya Jangan terlalu banyak,
cukup satu wilayah satu. Alasan Mengeluarkan fatwa ini tak lain agar umat
muslim tetap erat dan Tidak terbagi menjadi beberapa kelompok hanya karena
masjid. Di Samping itu, juga takut dengan banyaknya masjid nanti justru
Mengganggu tetangga-tetangga non muslim dengan nyaringnya Suara adzan
di mana-mana. Fatwa yang mewajibkan mendirikan Masjid satu di setiap
wilayah sangat mengandung makna toleransi Umat beragama yang tinggi18.

Kesimpulan

18
Fathurrohman, aswaja NU dan toleransi umat beragama, jurnal review politik, vol. 2, hal. 40.
Setiap agama-agama tidak Terkecuali Islam tidak membenarkan
Bentuk aksi teror, kekerasan, atau Apapun namanya yang mencederai Nilai-
nilai kemanusiaan, menyobek Keharmonisan dan kerukunan antara Sesama
penganut agama maupun Antar penganut agama. Bangsa ini Dibangun diatas
keragaman, dan Kerukunan antar agama, budaya, Bahasa dan lain sebagainya.
Sehingga hal ini merupakan Tantangan tersendiri bagi Masyarakat Indonesia
untuk Membangun kedamaian, kerukunan Dan kebersamaan.

Dalam kehidupan multikultural diperlukan Pemahaman dan kesadaran


multibudaya yang Menghargai perbedaan, kemajemukan dan Sekaligus
kemauan berinteraksi dengan Siapapun secara adil. Menghadapi keragaman,
maka diperlukan sikap moderasi, bentuk moderasi ini bisa Berbeda antara satu
tempat dengan tempat Lainnya. Sikap moderasi berupa pengakuan atas
Keberadaan pihak lain, pemilikan sikap toleran, Penghormatan atas perbedaan
pendapat, dan Tidak memaksakan kehendak dengan cara Kekerasan.
Diperlukan peran pemerintah, tokoh Masyarakat, dan para penyuluh agama
untuk Mensosialisasikan,menumbuhkembangkan Wawasan moderasi
beragama terhadap Masyarakat Indonesia untuk terwujudnya Keharmonisan
dan kedamaian.

Moderasi Islam mengedepankan sikap keterbukaan terhadap


Perbedaan yang ada yang diyakini sebagai sunnatullah dan rahmat bagi
Manusia.Selain itu, moderasi Islam tercerminkan dalam sikap yang Tidak
mudah untuk menyalahkan apalagi sampai pada pengkafiran Terhadap orang
atau kelompok yang berbeda pandangan. Moderasi Islam lebih
mengedepankan persaudaraan yang berlandaskan pada asas Kemanusiaan,
bukan hanya pada asas keimanan atau kebangsaan.

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, dapat disamPaikan


beberapa hal sebagai berikut: Aswaja atau Ahlussunnah Wal Jama‟ah ada
sejak zaman Rasulullah SAW sebagaimana Yang tertera dalam hadits. Ia
merupakan satu golongan yang Selamat dari 73 golongan yang semuanya di
neraka. Definisinya Yaitu mâ anâ „alayhi wa ashhâbî yang terjemah
harfiyahnya Ialah “Apa yang aku berada di dalamnya bersama sahabatku. Dari
sekian banyak aliran dan golongan Islam di Indonesia, Nahdhatul Ulama atau
NU adalah jamiyyah yang berpegang Teguh pada Aswaja dan paling berperan
dalam menjaga NKRI Sejak dahulu hingga dewasa kini.

Tokoh-tokoh para pendiri dan penerus NU banyak mencerMinkan


toleransi antar umat beragama. Seperti contohnya Hadratus Syaikh ketika
menamakan pesantrennya dengan Tebuireng, hukum haram kenthongan, serta
standarisasi jumlah Masjid.

Sebagai generasi muda bangsa, kita harus Melanjutkan perjuangan


menyatukan umat Islam ke jalan yang benar dalam bingkai NKRI
sebagaimana para pendahulu. Tentunya dengan nilai-nilai Aswaja yaitu
tawassuth, i‟tidâl, tasâmuh, tawâzun, Amar Ma‟rûf Nahi Munkar, ta‟âruf dan
ta‟âwan. Toleran merupakan nilai terpenting karena dengannya kita bisa
beinteraksi kepada sesame maupun golongan lain secara damai sebatas ranah
sosial bukan teologi.
Daftar Pustaka

Arif, Khairan Muhammad. moderasi islam perspektif al-quran.

At-Thabari, Abu ja’far. Tafsir at-Thabari.

Casram, membangun sikap toleransi beragama dalam masyarakat plural, jurnal ilmiah
agama
Fathurrohman, aswaja NU dan toleransi umat beragama, jurnal review politik, vol. 2.

Misrawi, Zuhairi. (2010). Moderasi keutamaan dan kebangsaan. Jakarta : PT kompas Media
Nusantara.
Puadi, Hairul. islam moderat dalam konteks sosial politik di Indonesia. 2014. dalam jurnal
pustaka. Malang : STAI AL-Qolam gondonglegi
Sutrisno, Edy. aktualisasi moderasi beragama, jurnal bimas islam. vol 12. (2019).
Taufiq, Imam. Al-Qur’an bukan kitab terror. (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2016)
Yasin, ahmad mubarok. 2011. Profil pesantren tebuireng. Jombang: Pustaka
Tebuireng

Anda mungkin juga menyukai