Anda di halaman 1dari 8

ISLAM INKLUSIF sikap terbuka dalam

beragama
ISLAM INKLUSIF
1. Pengertian
Secara etimologi kata inklusif dan ekslusif merupakan bentuk kata
jadian yang berasal dari bahasa Inggris inclusive yang memiliki makna
termasuk didalamnya. Islam inklusif atau islam rasionalis merupakan
sebuah sekumpulan orang yang menganut pandangan bahwa semua
agama-agama yang ada semuanya memiliki kebenaran dan memberikan
manfaat dan keselamatan bagi para penganutnya 1[1], sebagaimana di
Indonesia banyak terdapat beraneka ragam agama yang diakui dan
banyak penganutnya. Dalam artian lain bahwa, islam inklusif mempunyai
pandangan bahwa agama-agama yang ada di sekeliling kita semuanya
memiliki kebenaran yang sama, yaitu sama-sama mempunyai tujuan yang
sama yaitu kepada Allah. Hanya saja cara menuju kepada Allah yang
berbeda antara agama yang satu dengan agama yag lainnya.
2. Pembahasan
Masalah

inklusif

dalam

Islam

merupakan

kelanjutan

dari

pemikiran/gagasan neo-modernisme kepada wilayah yang lebih spesifik


setelah pluralisme, tepatnya pada bidang teologi. Gagasan tersebut
berangkat, bahwa teologi kita pada saat ini seperti sudah di atur dalam
kerangka teologi yang menganggap bahwa kebenaran dan keselamatan
(truth and salvation) suatu agama, menjadi monopoli agama tertentu.
Cara pandang suatu komunitas agama (religious community) terhadap
agama lain, dengan menggunakan cara pandang agamanya sendiri .

Islam inklusif merupakan sebuah pandangan yang mengajarkan


tentang sikap terbuka dalam beragama dan dengan berhubungan dengan
agama non muslim. Sikap terbuka akan berdampak pada relasi sosial
yang bersifat sehat dan harmonis antar sesama warga masyarakat.
Teologi inklusifisme ini dilandasi dengan toleransi, itu tidak berarti bahwa
semua agama dipandang sama. Sikap toleran hanyalah suatu sikap
penghormatan akan kebebasan dan hak setiap orang untuk beragama,
perbedaan beragama tidak boleh menjadi penghalang dalam upaya saling
menghormati, menghargai, dan kerjasama.
Menurut pemahaman inklusif, bahwa sesungguhnya ajaran Islam
lebih bersemangat mengandug unsur inklusif daripada ekslusif. Bahkan
Islam melarang pemaksaan dalam beragama, artinya keberagamaan
seseorang harus dijamin. Umat Islam harus memberikan kesempatan dan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada orang lain untuk memeluk agama
yang diyakininya. Ini berarti inklusif menghormati dan menghargai
kemajemukan agama. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
[2]2

tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah


jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Teologi inklusif yang dikandung dalam ajaran Islam merupakan menganut
prinsip-prinsip

moderat.

Penegakkan

kebenaran

harusnya

dilakukan

dengan jalan kebenaran pula, bukan dengan jalan kekerasan. Kemauan


untuk menghormati agama lain adalah perwujudan dari sikap moderat.
Sikap moderat seperti ini tidak bearti bahwa kita tidak konsisten terhadap
agama, melainkan penghormatan akan seseorang. Semangat inklusif
memiliki semangat mencari kebenaran dan mendialogkannya. Pantang
menggunakan kekerasan dalam menegakkan kebenaran. Lebih bersikap
terbuka ketimbang keras kepala, baik dalam menerima kebenaran yang

ada dalam agama non islam, maupun bersama-sama membangun


masyarakat yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
Teologi Islam yang inklusif adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi
seluruh alam) teologi tersebut adalah pilar moderatisme islam. Disini,
ajaran Islam tidak diarahkan kepada eksklusifisme seperti membenci
agama lain, merendahkan non muslim, atau memusuhi dan menggunakan
kekerasan dalam menyiarkan kebenaran, bahkan Ilam inklusif menyiarkan
toleransi beragama dan juga kerja sama. Perbedaan agama tidak menjadi
penghalang untuk berinteraksi dan aksi. Sejak

awal Islam selalu

menganjurkan untuk merangkul non muslim bekerja sama membangun


masyarakat, maka dengan sendirinya Islam mempromosikan perdamaian
bukan kekerasan.
Meskipun umat Islam diharuskan untuk meyakini bahwa agama
Islam adalah agama yang paling benar, namun Islam melarang untuk
merendahkan agama lain. Apalagi menyakiti penganut agama non Islam.
Sikap merendahkan penganut non muslim justru akan menunjukkan
bahwa agama Islam bukan agama yang mulia. Nabi Muhammad SAW,
merupakan sebuah suri tauladan yang baik yang layak dijadikan panutan
dalam konteks
masyarakat

ini.

Dalam

Madinah,

sikap

kehidupan

beliau

sebagai

toleran

terhadap

umat

pememimpin
yang

lainnya

merupakan cirri dari kepemimpinannya. Bukan aroganis teoligis yang


beliau tunjukkan kepada kaum Yahudi dan Nasrani, melainkan ajaran
untuk sama-sama membangun masyarakat dan melindungi Negara dari
ancaman musuh. 3[3]
Dialog-dialog antar agama banyak diselenggarakan dimana-mana.
Dengan dialog, umat beragama mempersiapkan diri untuk melakukan
diskusi dengan umat agama lain yang berbeda pandangan tentang
kenyataan hidup. Dialog tersebut dimaksudkan untuk saling mengenal
dan saling menimba pengetahuan baru tentang agama mitra dialog.
Dialog tersebut dengan sendirinya akan memperkaya wawasan kedua

pihak dalam rangka mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan


landasan hidup rukun dalam suatu masyarakat. 4[4]
Ada dua komitmen penting yang harus dipegang oleh pelaku dialog yang
digarisbawahi oleh para ahli. Pertama, adalah toleransi dan kedua adalah
pluralisme. Akan sulit bagi pelaku-pelaku dialog antar agama untuk
mencapai saling pengertian dan respek apabila salah satu pihak tidak
bersikap toleran. Karena toleransi pada dasarnya adalah5[5]
Secara garis besar pengertian konsep pluralism dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Pertama, pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan
tentang

adanya

kemajemukan.

Namun

yang

dimaksud

adalah

keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralism


agama dan budaya dapat kita jumpai dimana-mana. Tapi seorang guru
baru dapat dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat
berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata
lain, pengertian pluralisme adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut
bukan hanya saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tapi terlibat
dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan gunu tercapainya
kerukunan, dalam kebhinekaan.6[6]
Kedua,

pluralisme

harus

dibedakan

dengan

kosmopolotanisme.

Kosmolotanisme menunjuk kepada suatu realita dimana aneka ragam


agama, ras, bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi. Namun interaksi
positif antar penduduk tersebut khususnya dibidang agama, sangat
minimal kalaupun ada.7[7]
Ketiga, konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme.
Seorang relativis akan berasumsi bahwa hal-hal yang menyangkut

4
5
6
7

kebenaran atau nilai ditentukan oleh pandangan hidup serta kerangka


berfikir seseorang atau masyarakatnya.8[8]
Keempat, pluralisme bukanlah sinkritisme, yakni menciptakan suatu
agama baru dengan memadukan unsur tertentu atau sebagian komponen
ajaran dari beberapa agama untuk dijadikan bagian integral dari agama
baru tersebut.9[9]
Sedangkan

sikap eksklusif yaitu yang menganut pandangan tentang

sikap tertutup dalam beragama, dan tidak mau menerima klaim


kebenaran dari agama lain. Sebagai contoh dalam agama Islam, hanya
mengakui bahwa hanya Islam yang menjadi agama paling benar
dibandingkan

dengan

agama

lain.

Teologi

eksklusif

mendorong

penganutnya untuk menutup diri terhadap relasi sosial dengan pemeluk


agama lain. Teologi ini didasari bahwa agama non muslin itu sesat, jahat,
dan ingin merusak agama Islam, pandangan seperti ini mereka ambil dari
QS. Albaqoroh (2):120:
Dan

orang-orang

Yahudi

berkata:

"Orang-orang

Nasrani

itu

tidak

mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orangorang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," Padahal mereka
(sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula orang-orang yang tidak
mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan
mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang
mereka berselisih padanya.
Kelompok Islam inklusif menganut sebuah teologi yang pluralis,
yaitu sebuah teologi yang didasarkan pada paham kemajemukan sebagai
sebuah kebenaran. Mereka menganggap semua agama benar, dalam
masalah ketuhanan kelompok ini berusaha mereduksi makna eksistensi
dan keabsolutan Tuhan10[10].

8
9
10

Adapun cirri-ciri dari kaum inklusif menurut para tokoh inklusivisme


seperti Nurcholish Madjid, Zainun Kamal, Asyumardi Azhra, Budhy
Munawar Rahman dll adalah:
1)

Mereka memahmi agama Islam sebagai agama yang berkembang,


mereka menerapkan konseptual dalam memahami Al-Quran dan Sunnah,
melakukan reinterpretasi teks-teks asas dalam Islam, dan ijtihad berperan
sentral dalam pemikiran mereka.

2)

Kaum Inklusif memandang bahwa Islam adalah agama terbaik bagi


mereka, namun mereka juga berpendapat bahwa keselamatan di luar
agama Islam adalah merupakan hal yang mungkin.11[11]
Penganut paham Islam inklusif membuka peluang kebebasan dalam
perbedaan penafsiran Al Quran dan Hadits. Penafsiran secara bebas
berarti membolehkan setiap orang dengan berbagai latar belakang
kemampuan

dan

tingkat

penguasaan

ilmu

Islam

untuk

berijtihad

menafsirkan ajaran agama. Kalangan awam dari kaum penganut Islam


inklusif bahkan tidak bisa membedakan antara istilah menafsirkan dengan
menterjemahkan atau membaca terjemahan Al Quran. Padahal untuk
berijtihad ada berbagai persyaratan yang harus dikuasai seseorang,
antara lain sejarah turunnya ayat dan hadits, ilmu bahasa arab, sifat-sifat
nabi, dll. Untuk berijtihad sendiri ada tingkatannya jenisnya, ada yang
siapa saja orang dewasa bisa dan mudah melakukannya, ada pula yang
lebih sulit, makin berat tingkat ijtihad seseorang maka semakin besar
persyaratan pantas tidaknya ia melakukan ijtihad.
Ada sebuah ayat yang menunjuk kepada jaminan Allah atas
keselamatan semua golongan, yang menimbulkan banyak penafsiran
dikalangan para pakar Al-Quran. Yaitu dalam surat Al-Baqoroh ayat 62:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin12[12], siapa saja diantara mereka

11
12

yang benar-benar beriman kepada Allah13[13],hari kemudian dan beramal


saleh14[14], mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati

Diantara penafsiran-penafsiran tersebut adalah:


1. Pandangan tafsir klasik
Pada dasarnya ayat diatas berbicara tentang empat kelompok: alladzina
amanu (menunjuk kepada umat Islam), alladzina hadu (umat Yahudi), alnashara( uamat Kristen), dan al-shabiin. Al-Thabari berpendapat bahwa
jaminan Allah tersebut bersyaratkan tiga hal: beriman, percaya pada hari
kemudian, dan perbuatan baik. Syarat beriman itu termasuk beriman
kepada Allah dan Muhammad Saw. Atau dengan kata lain yang dimaksud
dengan ayat ini ialah mereka yang telah masuk islam.15[15]
2. Penafsiran modern
Penafsiran-penafsiran modern juga menunjukkan beragam pandangan.
Muhammad Abduh berpendapat bahwa syarat pertama yakni beriman
kepada Allah, tidak harus dibatasi dengan keimanan menurut cara Islam.
Keimanan sejati kepada Allah dapat juga ditemukan diluar Islam yang
dibawa Nabi Muhammad Saw. Mungkin yang dimaksud ialah orang-orang
terdahulu yang beriman kepada Allah sebelum diutusnya Nabi Muhammad
Saw. Menurut Al-Thabathai bahwa Allah tidak memandang pada agama
tertentu, tapi yang penting adalah substansi dan esensi yang terkandung
dalam agama tersebut. Selama tiga syarat tersebut terpenuhi, maka janji
Tuhan itu akan terlaksana.16[16]
Kesimpulan
13
14
15

Islam inklusif merupakan sebuah pandangan yang mengajarkan tentang


sikap terbuka dalam beragama dan dengan berhubungan dengan agama
non muslim. Sikap terbuka akan berdampak pada relasi sosial yang
bersifat sehat dan harmonis antar sesama warga masyarakat. Teologi
inklusifisme ini dilandasi dengan toleransi, itu tidak berarti bahwa semua
agama

dipandang

sama.

Sikap

toleran

hanyalah

suatu

sikap

penghormatan akan kebebasan dan hak setiap orang untuk beragama,


perbedaan beragama tidak boleh menjadi penghalang dalam upaya saling
menghormati, menghargai, dan kerjasama.
Menurut pemahaman inklusif, bahwa sesungguhnya ajaran Islam lebih
bersemangat mengandug unsur inklusif daripada ekslusif. Bahkan Islam
melarang pemaksaan dalam beragama, artinya keberagamaan seseorang
harus dijamin. Umat Islam harus memberikan kesempatan dan kebebasan
yang seluas-luasnya kepada orang lain untuk memeluk agama yang
diyakininya. Ini berarti inklusif menghormati dan menghargai
kemajemukan agama.
Daftar pustaka
Shihab, Alwi. 2001. Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama:
cetakan IX, Bandung: Mizan.
Husaini, Ardian. Islam Liberal. Kumpulan Artikel Mengenai Islam Liberal,
dalam

situs http://islamliberal.blogspot.com/

Heedawiwix. Menuju Islam Inklusif. Dekonstruksi Sastra Pesantren


Dr M Abdullah M.A, dalam situs http://heedawiwix.blogspot.com/
Humanity, Social Justice & Democrasy, Center For Moderat Muslim
Indonesia. Teologi Inklusif dan Islam Moderat. Dalam situs
http://www.cmm.or.id/
Islam Inklusif- Pluralis. Artikel Yayasan Lembaga SABDA (YLSA). 2008.
Dalam situs http://www.sabda.org/

16

Anda mungkin juga menyukai