Anda di halaman 1dari 3

Ringkasan Sejarah Daulah Umayyah (Bagian

1)
Adil Menilai Sejarah Daulah Umayyah
Daulah Umayyah adalah negara Islam yang memiliki sejarah besar dan pengaruh yang luas dalam
penyebaran agama Islam. Daulah ini berhasil mempersatukan wilayah dari Cina hingga Prancis bagian
Selatan di bawah satu naungan kekhalifahan Islam, Kekhalifahan Bani Umayyah.

Masa ini adalah masa keemasan Islam, masa dimana generasi terbaik Islam hidup bahkan di antara
mereka menduduki kursi pemerintahan. Masa ini adalah masa dimana para sahabat Nabi masih hadir
membimbing umat. Masa ini adalah masa berkumpulnya tiga generasi terbaik; sahabat, tabi’in, dan
tabi’ tabi’in. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َّاس َقرْ ِني ثُ َّم الَّ ِذيْنَ يَلُوْ نَ ُه ْم ثُ َّم الَّ ِذيْنَ َيلُوْ نَ ُه ْم‬
ِ ‫خَ يْرُ الن‬

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi
berikutnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dari negeri-negeri taklukkan, Daulah Umayyah lahirlah putra-putra terbaik Islam semisal Imam Bukhari,
Muslim, an-Nasa-i, Tirmidzi, Ibnu Khaldun, ath-Thabari, adz-Dzahabi, dan tokoh-tokoh lainnya.

Semestinya hal ini cukup membuat orang-orang setelah mereka memuji mereka dan mendoakan
kebaikan untuk mereka atas jasa yang telah mereka usahakan untuk Islam dan kaum muslimin.

Wilay
ah kekuasaan Bani Umayyah. Terbentang dari sebagian wilayah Cina hingga Selatan Prancis. Artinya,
Bani Umayyah telah menyebarkan Islam ke berbagai negara di belahan dunia.
Namun, orang-orang lebih pandai melihat cela kemudian jasa-jasa besar itu pun seolah-olah tiada
artinya. Beberapa kejadian buruk di masa pemerintahan inilah yang selalu diangkat dan diulang-ulang,
terutama oleh kalangan musuh-musuh Islam. Sehingga hal itu cukup berpengaruh di sebagian umat
Islam.
Munculnya Daulah Umayyah
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan pada tahun 41 H dengan penyerahan kekuasaan oleh cucu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali, kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Al-Hasan
radhiallahu ‘anhu melakukan hal itu untuk menjaga persatuan dan terjaganya darah kaum muslimin
setelah sebelumnya terjadi perpecahan.

Munculnya daulah ini membuat posisi orang-orang penyebar fitnah perpecahan terpojok dan membuat
cita-cita mereka pupus. Karena mereka hanya menginginkan kejelekan untuk umat Islam. Mereka
menginginkan peperangan dan perpecahan umat ini terus berlangsung.

Penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh cucu Rasulullah menunjukkan bahwa berdirinya
kekhalifahan ini tidak dengan cara-cara yang tidak disyariatkan seperti memberontak dan lain
sebagainya.

Periodesasi
Daulah Umayyah dibangun dan diperkuat pondasinya pada masa pemerintahan dua khalifah, yakni
pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin Muawiyah. Proses tersebut
berlangsung dari tahun 41 H sampai 64 H.

Periode berikutnya adalah periode fitnah. Berlangsung antara tahun 64 H sampai 86 H, yakni pada
masa Khalifah Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan. Pada masa ini
terjadi pemberontakan terhadap penguasa dan peperangan sesama umat Islam.

Perideo berikutnya adalah periode kekuatan, sama halnya dengan periode Muawiyah dan Yazid.
Berlangsung antara tahun 86 H sampai 125 H. Yaitu pada masa Khalifah al-Walid bin Abdul Malik bin
Marwan, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan, Yazid bin Abdul Malik, dan
Hisyam bin Abdul Malik.

Periode kemunduran hingga jatuhnya kekhalifahan Bani Umayyah terjadi antara tahun 125 H hingga
132 H. Pada masa ini banyak terdapat khalifah dalam satu negara.

Dengan demikian periode keemasan Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua fase, antara tahun 41–
64 H dan 86–125 H. Begitu pula masa kemundurannya terbagi menjadi dua fase, antara tahun 64–86 H
(tidak sampai menyebabkan kekhalifahan runtuh) dan 125–132 H ditandai dengan runtuhnya
kekhalifahan.

Khalifah Pertama: Muawiayah bin Abi Sufyan


Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu memeluk Islam pada tahun 7 H. Ia adalah saudara ipar Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena istri Nabi, Ummu Habibah binti Abi Sufyan, merupakan
saudari dari Muawiyah. Ia juga penulis wahyu Alquran dan periwayat hadits-hadits Nabi. Dari sini kita
bisa ketahui, orang yang mencela Muawiyah adalah mereka yang menghendaki batalnya apa yang
diriwayatkan Muawiyah yakni Alquran dan hadits.

Muawiyah adalah seorang yang ahli dalam kepemimpinan. Tidak heran sedari zaman Rasulullah hingga
zaman Utsman bin Affan, ia diberikan amanat yang besar. Rasulullah mengamanitinya sebagai penulis
wahyu, Umar dan Utsman menjadikannya sebagai gubernur Syam. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak
ada penguasa kaum muslimin yang lebih baik dibanding Muawiyah, jika dibandingkan dengan masa
setelahnya. Adapun jika dibandingkan dengan masa Abu Bakar dan Umar, barulah terlihat ada
penguasa yang lebih utama”. (Minhajussunnah, 6: 232). Demikian juga pendapat ahli sejarah semisal al-
Ya’qubi dan al-Mas’udi.

Kebaikan di sini termasuk dalam kepiawaian dalam kepemimpinan. Muawiyah lebih baik dari Umar bin
Abdul Aziz, Shalahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, dll.
Abdullah bin Mubarok – gurunya Imam Bukhari – (w. 181 H) pernah mengatakan,

‫تراب في أنف معاوية أفضل من عمر بن عبد العزيز‬

“Debu yang masuk ke hidungnya Muawiyah, lebih baik dari pada Umar bin Abdul Aziz.”

Khalifah Kedua: Yazid bin Muawiyah


Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu wafat, putranya Yazid menggantikan kedudukannya
sebagai khalifah. Muawiyah memilih Yazid karena menurutnya pengangkatan Yazid akan meredam
gejolak dan fitnah. Ia menyadari di saat itu ada orang-orang yang utama semisal Husein bin Ali bin Abi
Thalib, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Umar, dll. Namun memilih mereka dikhawatirkan akan terjadi
pemberontakan dari kalangan Bani Umayyah yang memiliki kekuatan di saat itu.

Singkat cerita, pengangkatan Yazid memang dipandang kontroversial namun kenyataannya tidaklah
seperti penilaian orang-orang pada saat ini. Mari kita serahkan penilaian terhadap Yazid kepada
seseorang yang shaleh yang hidup sezaman dengan Yazid, bukan kepada orang-orang yang hidup
setelah Yazid dan diperparah seandainya mereka bukan orang yang shaleh. Penilaian itu kita serahkan
kepada salah seorang anak Ali bin Abi Thalib, saudara beda ibu dari Hasan dan Husein, dan ulama di
masa tabi’in, yakni Muhammad al-Hanafiyah.

Ibnu Muthi` berkata kepada Muhammad al-Hanafiyah, “Sesungguhnya Yazid itu meminum khamr dan
meninggalkan shalat”. Ia mengajak Muhammad al-Hanafiyah untuk memberontak kepada Yazid. Lalu
Muhammad al-Hanafiyah menjawab, “Aku tidak melihat pada dirinya seperti apa yang kalian katakan.
Aku datang di majlisnya dan tinggal bersamanya, kulihat ia adalah seorang yang tekun dalam shalat,
semangat mengerjakan kebaikan, bertanya tentang fikih, dan memegang erat sunnah”.

Ibnu Muthi’ dan orang-orang yang bersamanya menjawab, “Hal itu ia buat-buat dihadapanmu”.
Muhammad menjawab, “Apa yang ia takutkan dan harapkan dariku? Apakah kalian bisa
memperlihatkan kepadaku apa yang kalian katakana terhadapnya?” Tantang Muhammad al-Hanafiyah.

Mereka menjawab, “Sesungguhnya kabar yang kami dengar itu bagi kami adalah kenyataan, walaupun
kami belum pernah melihatnya”. Kata Muhammad, “Demi Allah, penilaian seperti itu hanyalah hak bagi
orang-orang yang benar-benar melihatnya.” (Huqbah min at-Tarikh, Hal: 138-139).

Syaikh Utsman al-Khomis mengatakan, “Kefasikan yang dinisbatkan kepada pribadi Yazid seperti
meminum khamr, mempermainkan hukum, kejal, dll. Tidaklah bersumber dari berita yang shahih”
(Huqbah min at-Tarikh, Hal: 139). Berita-berita demikian dibuat-buat oleh orang-orang yang membenci
Yazid lalu kemudian menjadi santapan para orientalis untuk menyerang bobroknya kekhalifahan Islam,
meskipun masanya tidak jauh dari zaman Nabi. Sangat disayangkan hal ini ditelah mentah-mentah oleh
generasi Islam yang belakangan.

Setelah Yazid diangkat seluruh sahabat yang hidup saat itu termasuk Abdullah bin Abbas dan
Abdullah bin Umar membaiat Yazid membaiat Yazid kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair.
Dan pada masa pemerintahannya Yazid sangat memuliakan ahlul bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Sumber:
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. Huqbah min at-Tarikh. 1999. Iskandariyah: Dar al-Iman.
– ash-Shalabi, Ali bin Muhammad. ad-Daulah al-Umayyah. 2008. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Read more https://kisahmuslim.com/4727-ringkasan-sejarah-daulah-umayyah-bagian-1.html

Anda mungkin juga menyukai