Anda di halaman 1dari 40

Pujian dalam Hujatan Bagi Wahabi

Ketika aku putuskan untuk beramal sesuai AlQuran & Sunnah dengan faham As Salafush Shaleh, Aku pun dipanggil Wahabi Ketika aku minta segala hajatku hanya kepada Allah subhaanahu wa taala tidak kepada Nabi & Wali . Aku pun dituduh Wahabi Ketika aku meyakini Alquran itu kalam Ilahi, bukan makhluq . Aku pun diklaim sebagai Wahabi Ketika aku takut mengkafirkan dan memberontak penguasa yang dzalim, Aku pun dipasangi platform Wahabi Ketika aku tidak lagi shalat, ngaji serta ngais berkah di makam-makam keramat Aku pun dijuluki Wahabi Ketika aku putuskan keluar dari tarekat sekte sufi yang berani menjaminku masuk surga Aku pun diembel-embeli Wahabi Ketika aku katakan tahlilan dilarang oleh Imam Syafii Akupun dihujat sebagai Wahabi Ketika aku tinggalkan maulidan karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah ajarkan Aku pun dikirimi berkat Wahabi Ketika aku takut mengatakan bahwa Allah subhaanahu wa taala itu dimana-mana sampai ditubuh babipun ada Aku pun dibubuhi stempel Wahabi Ketika aku mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam memanjangkan jenggot, memotong celana diatas dua mata kaki, ,., Aku pun dilontari kecaman Wahabi Ketika aku tanya apa itu Wahabi? Merekapun gelengkan kepala tanda tak ngerti Ketika ku tanya siapa itu wahabi? merekapun tidak tahu dengan apa harus menimpali Tapi! Apabila Wahabi mengajakku beribadah sesuai dengan AlQuran dan Sunnah Maka aku rela mendapat gelar Wahabi ! Apabila Wahabi mengajakku hanya menyembah dan memohon kepada Allah subhaanahu wa taala Maka aku Pe De memakai mahkota Wahabi ! Apabila Wahabi menuntunku menjauhi syirik, khurafat dan bidah Maka aku bangga menyandang baju kebesaran Wahabi ! Apabila Wahabi mengajakku taat kepada Allah subhaanahu wa taala dan RasulNya shallallahu alaihi wa sallam Maka akulah pahlawan Wahabi ! Ada yang bilang.. Kalau pengikut setia Ahmad shallallahu alaihi wa sallam digelari Wahabi, maka aku mengaku sebagai Wahabi. Ada yang bilang.. Jangan sedih wahai Pejuang Tauhid, sebenarnya musuhmu sedang memujimu, Pujian dalam hujatan.! Oleh: Ahmad Zainuddin Dicopy dari web Ustadz Firanda, Lc, MA Artikel www.muslim.or.id

Apa Itu Wahabi


Pertama dan utama sekali kita ucapkan puji syukur kepada Allah subhaanahu wa taala, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga pada kesempatan yang sangat berbahagia ini kita dapat berkumpul dalam rangka menambah wawasan keagamaan kita sebagai salah satu bentuk aktivitas ubudiyah kita kepada-Nya. Kemudian salawat beserta salam buat Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, yang telah bersusah payah memperjuangkan agama yang kita cintai ini, untuk demi tegaknya kalimat tauhid di permukaan bumi ini, begitu pula untuk para keluarga dan sahabat beliau beserta orang-orang yang setia berpegang teguh dengan ajaran beliau sampai hari kemudian. Selanjutnya tak lupa ucapan terima kasih kami aturkan untuk para panitia yang telah memberi kesempatan dan mempercayakan kepada kami untuk berbicara di hadapan para hadirin semua pada kesempatan ini, serta telah menggagas untuk terlaksananya acara tabliq akbar ini dengan segala daya dan upaya semoga Allah menjadikan amalan mereka tercatat sebagai amal saleh di hari kiamat kelak, amiin ya Rabbal alamiin. Dalam kesempatan yang penuh berkah ini, panitia telah mempercayakan kepada kami untuk berbicara dengan topik: Apa Wahabi Itu?, semoga Allah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut. Pertanyaan yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang, jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:
y y y y y

Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan wahabi. Kepada siapa ditujukan tuduhan wahabi tersebut diarahkan?. Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap sebagai wahabi. Bukti kebohongan tuduhan wahabi terhadap dakwah Ahlussunnah Wal Jama ah. Ringkasan dan penutup.

Keadaan yang Melatar Belakangi Munculnya Tuduhan Wahabi Para hadirin yang kami hormati, dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut, sekaligus kita akan mengerti apa yang melatarbelakanginya. Yang ingin kita tinjau di sini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum, aspek aqidah secara khusus. Dari segi aspek politik Jazirah Arab berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah, terlebih khusus daerah Nejd, perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu, sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama. Para penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata, jadi mereka sangat marah bila ada kekuatan atau dakwah yang dapat akan menggoyang kekuasaan mereka, begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka, akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti tentang aqidah dan agama dengan benar, dari sini mereka sangat hati-hati bila ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau agama yang benar. Dari segi aspek agama, pada abad (12 H / 17 M) keadaan beragama umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam itu sendiri, terutama dalam aspek aqidah, banyak sekali di sana sini praktek-praktek syirik atau bidah, para ulama yang ada bukan berarti tidak mengingkari hal tersebut, tapi usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas, atau hilang ditelan oleh arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang karena jumlah mereka yang begitu banyak di samping pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syirik dan bidah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu, sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di tengahtengah sebagian umat Islam, barangkali negara kita masih dalam proses ini, di mana aliran-aliran sesat dijadikan segi batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik.

Pada saat itu di Nejd sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sangat menonjol hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa di masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bidah, dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum muslimin, sehingga praktek-praktek syirik terjadi di sana sini seperti meminta ke kuburan waliwali, atau meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sesajian, atau mempercayai dukun, tukang tenung dan peramal. Salah satu daerah di Nejd, namanya kampung Jubailiyah di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab (saudara Umar bin Khaththab) yang syahid dalam perperangan melawan Musailamah Al Kadzab, manusia berbondong-bondong ke sana untuk meminta berkah, untuk meminta berbagai hajat, begitu pula di kampung Uyainah terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan, para manusia juga mencari berkah ke situ, termasuk para kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta ke sana. Adapun daerah Hijaz (Mekkah dan Madinah) sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut ilmu. Di sini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah, menembok serta membangun kubah-kubah di atas kuburan serta berdoa di sana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dsb (lihat pembahasan ini dalam kitab Raudhatul Afkar karangan Ibnu Qhanim). Begitu pula halnya dengan negeri-negeri sekitar hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut, ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi dari apa yang terjadi di Jazirah Arab. Hal ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya al-Qawaid Arba: Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu, kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, akan tetapi mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya, sedangkan kesyirikan pada zaman kita senantiasa pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya. Dalilnya firman Allah:

Maka apabila mereka menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama padanya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, seketika mereka kembali berbuat syirik. (QS. al-Ankabut: 65) Dalam ayat ini Allah terangkan bahwa mereka ketika berada dalam ancaman bencana yaitu tenggelam dalam lautan, mereka berdoa hanya semata kepada Allah dan melupakan berhala atau sesembahan mereka baik dari orang sholeh, batu dan pepohonan, namun saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat syirik. Tetapi pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat. Dalam keadaan seperti di atas Allah membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin kepada Agama yang benar, bersih dari kesyirikan dan bidah. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya: Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat ini agamanya. (HR. Abu Daud no. 4291, Al Hakim no. 8592) Pada abad (12 H / 17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejd, yaitu: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Dari Kabilah Bani Tamim. Yang pernah mendapat pujian dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabda beliau: Bahwa mereka (yaitu Bani Tamim) adalah umatku yang terkuat dalam menentang Dajjal. (HR. Bukhari no. 2405, Muslim no. 2525) tepatnya tahun 1115 H di Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga ulama, kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang terkemuka di negeri Nejd, belum berumur sepuluh

tahun beliau telah hafal al-Quran, ia memulai pertualangan ilmunya dari ayah kandungnya dan pamannya, dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi beliau berpetualang ke berbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah Basrah dan Hijaz, sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu yang mana mereka membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan dakwah. Hal ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya Ushul Tsalatsah: Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah; pertama Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal nabinya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil. Kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah, beliau sebutkan ungkapan Imam Bukhari: Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal, dalilnya firman Allah yang berbunyi:

Ketahuilah sesungguhnya tiada yang berhak disembah kecuali Allah dan minta ampunlah atas dosamu. Maka dalam ayat ini Allah memulai dengan perintah ilmu sebelum berbicara dan beramal. Setelah beliau kembali dari pertualangan ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung Huraimilak di mana ayah kandung beliau menjadi Qadhi (hakim). Selain berdakwah, beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri, setelah ayah beliau meninggal tahun 1153, beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid, ternyata kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk dakwah, selanjut beliau berpindah ke Uyainah, ternyata penguasa Uyainah saat itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa, namun akhirnya penguasa Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak, akhirnya beliau berpindah lagi dari Uyainah ke Diriyah, ternyata masyarakat Diriyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau, termasuk sebagian di antara murid beliau keluarga penguasa Diriyah, akhirnya timbul inisiatif dari sebagian dari murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Diryah tentang kedatangan beliau, maka dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Diriyah waktu itu mendatangi tempat di mana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menumpang, maka di situ terjalinlah perjanjian yang penuh berkah bahwa di antara keduanya berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah. Dengan mendengar adanya perjanjian tersebut mulailah musuh-musuh Aqidah kebakaran jenggot, sehingga mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad bin Saud, dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah tauhid. Kepada Siapa Dituduhkan Gelar Wahabi Tersebut Karena hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar mereka para musuh dakwah tidak mampu lagi untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Diantar fitnah yang tersebar adalah sebutan wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan onak duri dalam menelapaki perjalanan dakwah. Sebagaimana telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau Kasyfus Syubuhaat: Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah subhaanahu wa taala, tidak diutus seorang nabi pun dengan tauhid ini, melainkan Allah menjadikan baginya musuh-musuh, sebagaimana firman Allah:

Demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah sebagai tipuan. (QS. al-An-am: 112) Bila kita membaca sejarah para nabi tidak seorang pun di antara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya, bahkan di antara mereka ada yang dibunuh, termasuk Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam diusir dari tanah kelahirannya, beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir dan penyair, begitu pula pera ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjarakan, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka di hadapan manusia, supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.

Hal ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim: Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian, saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim (seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian, lalu sebagian di antara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis, yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya, bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku, seperti tuduhannya:
y y y y y y y y y y

Bahwa saya mengingkari kitab-kitab mazhab yang empat. Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu. Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid. Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana. Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang saleh (yang masih hidup -ed). Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang ada di atas kuburan Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam. Bahwa saya pernah berkata, jika saya mampu saya akan ganti pancuran ka bah dengan pancuran kayu. Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur. Bahwa saya mengkafirkan orang bersumpah dengan selain Allah. Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah: sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata. Lalu beliau tutup dengan firman Allah:

Wahai orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepada kamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kalian tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan. (QS. al-Hujuraat: 6) (baca jawaban untuk berbagai tuduhan di atas dalam kitab-kitab berikut, 1. Masud an-Nadawy, Muhammad bin Abdul Wahab Muslih Mazlum, 2. Abdul Aziz Abdul Lathif, Daawy Munaawi-iin li Dakwah Muhammad bin Abdil Wahab, 3. Sholeh Fauzan, Min Alaam Al Mujaddidiin, dan kitab lainnya) Pokok-Pokok Landasan Dakwah yang Dicap Sebagai Wahabi Pokok landasan dakwah yang utama sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran syirik dan bidah, terutama dalam mengkultuskan para wali, dan kuburan mereka, hal ini akan nampak jelas bagi orang yang membaca kitab-kitab beliau, begitu pula surat-surat beliau (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kita Majmu Muallafaat Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3). Dalam sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim, beliau paparkan aqidah beliau dengan jelas dan gamblang, ringkasannya sebagaimana berikut: Saya bersaksi kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada anda semua:
y

y y y

Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama ah, dari beriman kepada Allah dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada takdir baik dan buruk. Termasuk dalam beriman kepada Allah adalah beriman dengan sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya tanpa tahriif (mengubah pengertiannya) dan tidak pula ta tiil (mengingkarinya). Saya berkeyakinan bahwa tiada satupun yang menyerupai-Nya. Dan Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk (Musabbihah atau Mujassimah)) Saya berkeyakinan bahwa al-Qur an itu adalah kalamullah yang diturunkan, ia bukan makhluk, datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Saya beriman bahwa Allah itu berbuat terhadap segala apa yang dikehendaki-Nya, tidak satupun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya, tiada satupun yang keluar dari kehendak-Nya. Saya beriman dengan segala perkara yang diberitakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah mati, saya beriman dengan azab dan nikmat kubur, tentang akan dipertemukannya kembali antara ruh dan jasad, kemudian manusia dibangkit menghadap Sang Pencipta sekalian alam, dalam keadaan tanpa sandal dan pakaian, serta dalam keadaan tidak bekhitan, matahari sangat dekat dengan mereka, lalu amalan manusia akan

y y y

y y y

y y

ditimbang, serta catatan amalan mereka akan diberikan kepada masing-masing mereka, sebagian mengambilnya dengan tangan kanan dan sebagian yang lain dengan tangan kiri. Saya beriman dengan telaga Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Saya beriman dengan shirat (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahanam, manusia melewatinya sesuai dengan amalan mereka masing-masing. Saya beriman dengan syafa at Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, bahwa Dia adalah orang pertama sekali memberi syafa at, orang yang mengingkari syafa at adalah termasuk pelaku bid ah dan sesat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari syafa at Nabi shallallahu alaihi wa sallam) Saya beriman dengan surga dan neraka, dan keduanya telah ada sekarang, serta keduanya tidak akan sirna. Saya beriman bahwa orang mukmin akan melihat Allah dalam surga kelak. Saya beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah penutup segala nabi dan rasul, tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengan kenabiannya dan kerasulannya. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengaku sebagai nabi atau tidak memuliakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. bahkan beliau mengarang sebuah kitab tentang sejarah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan judul Mukhtashar sirah Ar Rasul, bukankah ini suatu bukti tentang kecintaan beliau kepada Rasul shallallahu alaihi wa sallam.) Saya mencintai para sahabat Rasul shallallahu alaihi wa sallam, begitu pula para keluarga beliau, saya memuji mereka, dan mendoakan semoga Allah meridhai mereka, saya menutup mulut dari membicarakan kejelekan dan perselisihan yang terjadi antara mereka. Saya mengakui karamah para wali Allah, tetapi apa yang menjadi hak Allah tidak boleh diberikan kepada mereka, tidak boleh meminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari karamah atau tidak menghormati para wali) Saya tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan muslim yang melakukan dosa, dan tidak pula menguarkan mereka dari lingkaran Islam. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau mengkafirkan kaum muslimin, atau berfaham khawarij, baca juga Manhaj syeikh Muhammad bin Abdul Wahab fi masalah at takfiir, karangan Ahmad Ar Rudhaiman) Saya berpandangan tentang wajibnya taat kepada para pemimpin kaum muslimin, baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim, selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menganut faham khawarij (teroris)) Saya berpandangan tentang wajibnya menjauhi para pelaku bid ah, sampai ia bertaubat kepada Allah, saya menilai mereka secara lahir, adapun amalan hati mereka saya serahkan kepada Allah. Saya berkeyakinan bahwa iman itu terdiri dari perkataan dengan lidah, perbuatan dengan anggota tubuh dan pengakuan dengan hati, ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Bukti Kebohongan Tuduhan Wahabi Tehadap Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah Dengan membandingkan antara tuduhan-tuduhan sebelumnya dengan aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kita sebutkan di atas, tentu dengan sendirinya kita akan mengetahui kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut. Tuduhan-tuduhan bohong tersebut disebar luaskan oleh musuh dakwah Ahluss sunnah ke berbagai negeri Islam, sampai pada masa sekarang ini, masih banyak orang tertipu dengan kebohongan tersebut. sekalipun telah terbukti kebohongannya, bahkan seluruh karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan tersebut. Kita ambil contoh kecil saja dalam kitab beliau Ushul Tsalatsah kitab yang kecil sekali, tapi penuh dengan mutiara ilmu, beliau mulai dengan menyebutkan perkataan Imam Syafii, kemudian di pertengahannya beliau sebutkan perkataan Ibnu Katsir yang bermazhab syafii jika beliau tidak mencintai para imam mazhab yang empat atau hanya berpegang dengan mazhab Hambali saja, mana mungkin beliau akan menyebutkan perkataan mereka tersebut. Bahkan beliau dalam salah satu surat beliau kepada salah seorang kepala suku di daerah Syam berkata: Saya katakan kepada orang yang menentangku, sesungguhnya yang wajib atas manusia adalah mengikuti apa yang diwasiatkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka bacalah buku-buku yang terdapat pada kalian, jangan kalian ambil dari ucapanku sedikitpun, tetapi apabila kalian telah mengetahui perkataan Rasul shallallahu alaihi wa sallam yang terdapat dalam kitab kalian tersebut maka ikutilah, sekalipun kebanyakan manusia menentangnya. (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu Muallafaat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3)

Dalam ungkapan beliau di atas jelas sekali bahwa beliau tidak mengajak manusia kepada pendapat beliau, tetapi mengajak untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Para ulama dari berbagai negeri Islam pun membantah tuduhan-tuduhan bohong tersebut setelah mereka melihat secara nyata dakwah yang beliau tegakkan, seperti dari daerah Yaman Imam Asy Syaukani dan Imam As Shanany, dari India Syekh Masud An-Nadawy, dari Irak Syaikh Muahmmad Syukri Al Alusy. Syaikh Muhammad Syukri Al Alusy berkata setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebar oleh musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya: Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah dan dusta semata dari musuh-musuh mereka, dari golongan pelaku bidah dan kesesatan, bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua. (al Alusy, Tarikh Nejd, hal: 40) Begitu pula Syaikh Masud An-Nadawy dari India berkata: Sesungguhnya kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdu Wahhab adalah penamaannya dengan wahabi, tetapi orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di luar Islam, lalu Inggris dan turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan, yang mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka, mereka lalu menghubungkannya dengan wahabi, sekalipun keduanya saling bertentangan. (Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhluum, hal: 165) Begitu pula Raja Abdul Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jamaah haji tgl 11 Mei 1929 M dengan judul Inilah Aqidah Kami: Mereka menamakan kami sebagai orang-orang wahabi, mereka menamakan mazhab kami wahabi, dengan anggapan sebagai mazhab khusus, ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, dan kami bukanlah pengikut mazhab dan aqidah baru, Muhammad bin Abdul Wahab tidak membawa sesuatu yang baru, aqidah kami adalah aqidah salafus sholeh, yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan salafus sholeh. Kami memuliakan imam-imam yang empat, kami tidak membeda-bedakan antara imamimam; Malik, Syafii , Ahmad dan Abu Hanifah, seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah fikih berpegang dengan mazhab hambaly. (al Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz, hal: 216) Dari sini terbukti lagi kebohongan dan propaganda yang dibuat oleh musuh Islam dan musuh dakwah Ahlussunnah bahwa teroris diciptakan oleh wahabi. Karena seluruh buku-buku aqidah yang menjadi pegangan di kampus-kampus tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris (Khawarij dan Mutazilah). Begitu pula tuduhan bahwa Mereka tidak menghormati para wali Allah atau dianggap membikin mazhab yang kelima. Pada kenyataannya semua bukubuku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah buku-buku para wali Allah dari berbagai mazhab. Pembicara sebutkan di sini buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah.
y

y y y

Untuk mata kuliah Aqidah: kitab Syarah Aqidah Thawiyah karangan Ibnu Abdil iz Al Hanafi, Fathul Majiid karangan Abdurahman bin Hasan Al hambaly. Ditambah sebagai penunjang, Al Ibaanah karangan Imam Abu Hasan Al Asy ari, Al Hujjah karangan Al Ashfahany Asy Syafi i, Asy Syari ah karangan Al Ajurry, Kitab At Tauhid karangan Ibnu Khuzaimah, Kitab At Tauhid karangan Ibnu Mandah, dll. Untuk mata kuliyah Tafsir: Tafsir Ibnu Katsir Asy Syafi i, Tafsir Asy Syaukany. Ditambah sebagai penunjang: Tafsir At Thobary, Tafsir Al Qurtuby Al Maliky, Tafsir Al Baghawy As Syafi i, dan lainnya. Untuk mata kuliyah Hadits: Kutub As Sittah beserta Syarahnya seperti: Fathul Bary karangan Ibnu Hajar Asy Syafi i, Syarah Shahih Muslim karangan Imam An Nawawy Asy Syafi i, dll. Untuk mata kuliyah fikih: Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusy Al maliky, Subulus Salam karangan Ash Shan any. Ditambah sebagai penunjang: al Majmu karangan Imam An Nawawy Asy Syafi i, kitab Al Mughny karangan Ibnu Qudamah Al Hambali, dll. Kalau ingin untuk melihat lebih dekat lagi tentang kitab-kitab yang menjadi panduan mahasiswa di Arab Saudi silakan berkunjung ke perpustakaan Universitas Islam Madinah atau perpustakaan mesjid Nabawi, di sana akan terbukti segala kebohongan dan propaganda yang dibikin oleh musuh Islam dan kelompok yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama ah seperti tuduhan teroris dan wahabi.

Selanjutnya kami mengajak para hadirin semua apabila mendengar tuduhan jelek tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, atau membaca buku yang menyebarkan tuduhan jelek tersebut, maka sebaiknya ia meneliti langsung dari buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau buku-buku ulama yang seaqidah dengannya, supaya ia mengetahui tentang kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut, sebagaimana perintah Allah kepada kita:

Wahai orang-orang yang beriman, bila seorang fasik datang kepadamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kamu tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan, sehingga kamu menjadi menyesal terhadap apa yang kamu lakukan. Karena buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bisa didapatkan dengan sangat mudah terlebih-lebih pada musim haji dibagikan secara gratis, di situ akan terbukti bahwa beliau tidak mengajak kepada mazhab baru atau kepercayaan baru yang menyimpang dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jamaah, namun semata-mata ia mengajak untuk beramal sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, meneladani Rasulullah dan para sahabatnya serta generasi terkemuka umat ini, serta menjauhi segala bentuk bidah dan khurafat. Ringkasan Dan Penutup Ringkasan:
y y y y y y y

Seorang da i hendaklah membekali dirinya dengan ilmu yang cukup sebelum terjun ke medan dakwah. Seorang da i hendaklah memulai dakwah dari tauhid, bukan kepada politik, selama umat tidak beraqidah benar selama itu pula politik tidak akan stabil. Seorang da i hendaklah sabar dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantang dalam menegakkan dakwah. Seorang da i yang ikhlas dalam dakwahnya harus yakin dengan pertolongan Allah, bahwa Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya. Tuduhan wahabi adalah tuduhan yang datang dari musuh dakwah Ahlus Sunnah wal Jama ah, dengan tujuan untuk menghalangi orang dari mengikuti dakwah Ahlus Sunnah wal Jama ah. Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sebagai pembawa aliran baru atau ajaran baru, tetapi seorang yang berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama ah. Perlunya ketelitian dalam membaca atau mendengar sebuah isu atau tuduhan jelek terhadap seseorang atau suatu kelompok, terutama merujuk pemikiran seseorang tersebut melalui tulisan atau karangannya sendiri untuk pembuktian berbagai tuduhan dan isu yang tersebar tersebut.

Penutup Sebagai penutup kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini, semua itu adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki, semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi hadirin semua, semoga Allah memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar, kemudian menuntun kita untuk mengikuti kebenaran itu, dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah, dan menjauhkan kita dari mengikuti yang salah itu.

. *) Penulis adalah Rektor Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur Disampaikan dalam tabligh Akbar 21 Juli 2005 di kota Jeddah, Saudi Arabia Oleh: Ustadz DR. Ali Musri SP * Artikel www.muslim.or.id

Muhammad bin Abd al-Wahh b (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) (bahasa Arab: ) adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai mufti Daulah Su'udiyyah, yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, namun mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan". Muhammad bin Abd al-Wahh b, yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Abd al-Wahh b bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali anNajdi.

Biografi
Muhammad bin Abd al-Wahh b, adalah seorang ulama berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan". Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka kerana mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah. Nama Wahhabi atau al-Wahhabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama 'Abd al-Wahhab iaitu bapa kepada pengasasnya, al-Syaikh Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Najdi. Bagaimanapun, nama Wahhabi dikatakan ditolak oleh para penganut Wahhabi sendiri dan mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun(3) (unitarians) kerana mereka mendakwa ingin mengembalikan ajaran-ajaran tawhid ke dalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah. Dia mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual. Sampai saat ini, gelar "keluarga kerajaan" negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud. Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga Ibnu abdul wahhab misalnya Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz.
Masa Kecil

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah Saudara kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka, terhadap kecerdasan Muhammad. Ia pernah berkata, "Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh".

Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
Kehidupannya di Madinah

Ketika berada di kota Madinah, ia melihat banyak umat Islam di sana yang tidak menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama, kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penguhuninya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah. Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana kepada akidah Islam yang murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah.
Belajar dan berdakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini. Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat. Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmui. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang dituduhnya sesat. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya. Setelah beberapa lama, beliau lalu kembali ke al-Ahsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin `Abd Latif al-Ahsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian ia kembali ke kampung asalnya Uyainah. Pada tahun 1139H/1726M, bapanya berpindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan dia ikut serta dengan bapanya dan belajar kepada bapanya. Tetapi beliau masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd. Hal ini yang menyebabkan adanya pertentangan dan perselisihan yang hebat antara beliau dengan bapanya yang Ahlussunnah wal jama'ah (serta penduduk-penduduk Najd). Keadaan tersebut terus berlanjut hingga ke tahun 1153H/1740M, saat bapanya meninggal dunia.
Perjuangan memurnikan aqidah Islam

Sejak dari itu, Syeikh Muhammad tidak lagi terikat. Dia bebas mengemukakan akidah-akidahnya sekehendak hatinya, menolak dan mengesampingkan amalan-amalan agama yang dilakukan umat islam saat itu. Melihat keadaan umat islam yang sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah.

Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut. Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin alKhattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Membuat bangunan di atas kubur menurut pendapatnya dapat menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab "Silakan... tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini." Tetapi Sbeliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh penduduk yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu. Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai makam Zaid bin al-Khattab ra. yang gugur sebagai syuhada Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka. Bisa saja yang mereka anggap makam Zaid bin al-Khattab itu adalah makam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah makam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di dekatnya. Makam itu kemudian dihancurkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Muammar. Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian menghancurkan beberapa makam yang dipandangnya berbahaya bagi ketauhidan. Hal ini menurutnya adalah untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat. Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah. Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah. Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir al-Ahsa'. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain. Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab,Da'watuhu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22) Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Muammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya. Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke wilayah Diriyyah.

Kehidupannya di Dir'iyyah

Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah wilayah Diriyyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Suwailim al-`Uraini. Bin Suwailim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada awalnya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dir'iyyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak aman. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Diriyyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Suwailim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya. Peraturan di Dir'iyyah ketika itu mengharuskan setiap pendatang melaporkan diri kepada penguasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Suwailim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru tiba dari Uyainah serta menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau. Namun mereka gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka pun menyampaikan pesan kepada amir melalui istrinya. Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: "Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar, janganlah ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari." Namun baginda bimbang sejenak, ia bingung apakah sebaiknya Syeikh itu dipanggil datang menghadapnya, atau dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun kemudian meminta pandangan dari beberapa penasihatnya tentang masalah ini. Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaiknya baginda sendiri yang datang menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Baginda pun menyetujui nasihat tersebut. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Suwailim, di mana Syeikh Muhammad bermalam. Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Suwailim, amir Ibnu Saud memberi salam dan dibalas dengan salam dari Syeikh dan bin Suwalim. Amir Ibnu Saud berkata: "Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berjanji untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dir'iyyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk berjuang bersama-sama anda demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya, sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!" Kemudian Syeikh menjawab: "Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Taala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama." Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dir'iyyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus melindungi darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidupsemati, dan senasib-sepenanggungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi Dir'iyyah. Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahumembahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya. Nama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dir'iyyah maupun di negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dir'iyyah pun berduyun-duyun datang ke Dir'iyyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dir'iyyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan

kurikulum yang menjadi modal utama bagi perjuangan beliau, yang meliputi disiplin ilmu Aqidah al-Quran, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya (nahwu-shorof) dan lain-lain. Dalam waktu yang singkat , Dir'iyyah telah menjadi kiblat ilmu dan tujuan mereka yang hendak mempelajari Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dir'iyyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mulai menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.
Berdakwah Melalui Surat-menyurat

Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang). Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bidah, khurafat dan tahyul. Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lainlain lagi. Memang cukup banyak para dai dan ulama di negeri-negeri tersebut, tetapi pada waktu itu kebanyakan dari mereka tidak fokus untuk membasmi syirik dalam dakwahnya, meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai. Demikian banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama baik di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau, yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam Islami, maupun dari pihak kerajaan Saudi sendiri (di masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam. Dengan demikian, jadilah Dir'iyyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian muridmurid keluaran Dir'iyyah juga menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh penjuru dunia dengan membuka madrasah atau kajian umum di daerah mereka masing-masing. Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang. Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan korban manusia maupun harta benda. Hal ini terjadi karena banyaknya perlawanan dari luar maupun dari dalam. Perlawanan dari dalam terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Maupun dari Penguasa Turki Utsmani yang khawatir terhadap pengaruh dakwah Ibnu Abdil Wahhab yang telah merambah dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah. Karenanya, demi mempertahankan kekuasaan

mereka, mereka mengirim pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir) untuk menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H. Banyak di antara tokoh Al Saud dan Al Syaikh (anak-cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) yang ditangkap dan diasingkan ke Mesir pasca jatuhnya ibukota Dir'iyyah, bahkan sebagiannya dieksekusi oleh musuh, contohnya adalah Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab yang merupakan pakar hadits di zamannya. Beliau dibunuh dengan cara sangat keji oleh Ibrahim Basya. Demikian pula imam Daulah Su'udiyyah kala itu, yaitu Imam Abdullah bin Su'ud bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud (cicit Muhammad bin Saud). Beliau dieksekusi di Istanbul, Turki. Inilah periode Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H). Kemudian berdiri Daulah Su'udiyyah II (1240-1309 H), dan yang terakhir ialah Daulah Su'udiyyah III yang kemudian berganti nama menjadi Al Mamlakah Al 'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab Saudi), yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja Saudi sekarang) pada tahun 1319 H hingga kini. Selain mendapat perlawanan sengit dari Pihak Turki Utsmani, mereka juga sangat dimusuhi oleh kaum Syi'ah Bathiniyyah, baik dari Najran (selatan Saudi) maupun yang lainnya. Salah satu pertempuran besar pernah terjadi antara kaum muwahhidin dengan pasukan Hasan bin Hibatullah Al Makrami dari Najran yang berakidah Syi'ah Bathiniyyah, dan peperangan ini memakan korban jiwa cukup besar di pihak muwahhidin. Bahkan Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud konon terbunuh di tangan salah seorang syi'ah yang menyusup ke tengah-tengah kaum muwahhidin, beliau ditikam dari belakang ketika sedang mengimami salat berjama'ah. Selain perlawanan sengit dari mereka yang mengatasnamakan Islam, para pengikut dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab juga dimusuhi oleh pihak kafir. Imperialis Inggris yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala itu pun khawatir terhadap dampak buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab bagi eksistensi mereka. Sebab beliau menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk syirik dan bid'ah, sedangkan Inggris justeru mempertahankan hal tersebut karena di situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin kembali kepada tauhid dan meninggalkan semua bentuk syrik dan bid'ah, niscaya mereka akan angkat senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris memunculkan istilah 'Wahhabi' dan merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan yang mereka lekatkan pada pengikut dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab, sehingga banyak dari kaum muslimin di negeri-negeri jajahan Inggris yang termakan hasutan tersebut dan serta merta membenci mereka. Alhamdulillah, masa-masa tersebut telah berlalu. Umat Islam kini lebih faham tentang apa dan siapa kaum pengikut dakwah Rasulullah yang diteruskan Muhammad bin Abdul Wahhab (yang dijuluki Wahabi) tersebut. Satu persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam semenjak awal, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini terungkap. Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, baik dari luar maupun dalam, yang dilancarkan melalui pena atau ucapan demi membendung dakwah tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Ujung barat benua Afrika sampai ke Merauke, bahkan mulai menjamah Eropa dan Amerika. Untuk mencapai tujuan pemurnian ajaran agama Islam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Ia mendapat pertentangan dan perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya. Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta menafsirkan Al Quran menurut kehendak hawa nafsu sendiri.

Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473 seperti berikut: "Sebenarnya tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu `Abdul Wahab sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada `Abdullah bin Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Diantaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid, bukan muqallid." Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada `Abdurrahman bin `Abdullah, Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Aqidah dan agama yang aku anut, ialah mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya." `Abdullah bin Muhammad bin `Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu `Abdul Wahab, seperti berikut: "Bahwa mazhab kami dalam Ushuluddin (Tauhid) adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama Salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu (fiqh) kami cenderung mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nash yang jelas, baik dari Quran mahupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut dengan kakek dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan kakek, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)." Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau berkata: "Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang banyak dengan berkata: `Bahwa kami suka mentafsirkan Quran dengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam dan dengan perkataan `bahwa jasad Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat. Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, dan Nabi tidak mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: "Falam annahu La ilaha illallah," dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitabkitab karangan para ulama mazhab, karena didalamnya bercampur antara yang hak dan batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mahu menerima baiah seseorang sehingga kami menetapkan atasnya `bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibu-bapaknya juga bukan musyrik. Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami, maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun. Kami dituduh tidak mahu mengakui kebenaran para ahlul Bait Radiyallahu 'anhum. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami.

Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan sebagai jawaban, kecuali yang dapat kami katakan hanya "Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalah kebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi, mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami, yang dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaithan dari menjauhkan manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan beribadah kepadaNya. Kami beritiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti berzina, riba dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya." (Shiyanah al-Insan, m.s 475) Khusus tentang Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Dan apapun yang kami yakini terhadap martabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk secara mutlak. Dan Beliau itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah digariskan dalam Al-Quran. Karena Beliau itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragukan lagi. Bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya. Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika semata-mata dari jauh hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun Sunat juga berziarah ke masjid Nabi dan melakukan salat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat."
Tantangan Dakwah dan Pemecahannya

Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan , maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab). Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya. Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi taliq dan sudah diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa bukubuku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya. Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
y y

Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama, Atas nama politik yang berselubung agama.

Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah. Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya. Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa memedulikan celaan orang yang mencelanya.

Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:


y

Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya dan orangorang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi. Golongan ulama taashub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.

Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya. Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi di masa hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama. Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya. Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dariyah. Beliau pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang dai ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransuransur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya. Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata. Alangkah benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: " Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25) Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan.

Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia. Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Quran al-Hadid fihi basun syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi, yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi. Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Quran menyatakan dengan Wamanafiu linnasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu. Orang yang mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, mahupun oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan, yang diperhambakan oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya, melainkan jika mereka diiring dengan senjata. Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
Wafat

Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dariyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dariyah (Najd). Innalillah Referensi
(Audio Biographi Syaikhul Islam Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab -rahimahulloh) Audio Salaf

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Antara Wahabi dan Teroris


Terorisme seringkali ditudingkan kepada umat Islam, terutama golongan Wahabi/Salafi. Sebagian orang mengira bahwa tudingan itu hanya sekedar propaganda barat untuk menjatuhkan harga diri kaum muslimin di mata dunia internasional. Sehingga mereka senantiasa menuduh barat (baca: Amerika) sebagai dalang di balik munculnya fenomena radikal semacam itu. Sebagian lagi sebaliknya, mengira bahwa terorisme -dengan melakukan pengeboman di tempat-tempat umum- merupakan bagian dari jihad fi sabilillah dan tergolong amal salih yang paling utama. Sehingga mereka beranggapan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah sosok mujahid dan mati syahid. Terlepas dari apa yang mereka sangka, sebenarnya kita bisa melihat dengan kaca mata yang adil dan objektif bahwa di samping adanya makar musuh-musuh Islam dari luar, sebenarnya kita juga menghadapi musuh-musuh dalam selimut yang berupaya meruntuhkan kekuatan umat dari dalam. Salah satu di antara mereka adalah sekte Khawarij di masa silam dan para penganut pemikiran sekte tersebut di masa kini yang gemar melakukan aksi teror dengan mengatasnamakan jihad. Mereka menampakkan diri sebagai kaum muslimin yang punya komitmen terhadap agama,

berpenampilan seperti layaknya orang-orang salih dan taat, dan bersikap seakan-akan membela ajaran Islam, namun sebenarnya mereka sedang melakukan upaya penghancuran Islam dari dalam, sadar ataupun tidak! Sejarah Hitam Sekte Khawarij Tidakkah kita ingat sejarah hitam kaum Khawarij yang diabadikan di dalam kitab-kitab hadits? Sebuah sekte yang diperselisihkan status keislamannya oleh para ulama (yang kuat mereka tidak dikafirkan, lihat al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj [4/390 dan 393]). Mereka adalah sekelompok orang yang memiliki ciri khas pandai membaca al-Quran dan menghafalkannya, suka mengusung slogan keadilan dan pembelaan rakyat yang tertindas guna menghalalkan pemberontakan kepada penguasa muslim. Berawal dari kedangkalan berpikir mereka, akhirnya hal itu menyeret mereka ke jurang kebidahan yang mengerikan. Mereka bunuhi umat Islam sementara para pegiat kemusyrikan justru mereka biarkan. Nah, berikut ini kami nukilkan sebagian hadits yang mengisahkan tentang kekejian manhaj kaum Khawarij dan sikap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama para sahabat dalam menghadapi mereka. Agar jelas bagi siapa saja bahwa sikap ulama Ahlus Sunnah as-Salafiyun -pengikut salafus shalih- dalam memerangi Khawarij dan pemikiran mereka bukanlah karena motif menjilat penguasa atau mencari muka di hadapan mereka, namun hal itu mereka lakukan semata-mata demi melanjutkan kehidupan Islam sebagaimana yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan tentu saja dengan cara meneladani metode perjuangan generasi terbaik dari umat ini. Jabir bin Abdullah radhiyallahuanhuma menceritakan, . . . Ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di Jiranah -nama tempatsepulangnya beliau dari -peperangan- Hunain, ketika itu di atas kain Bilal terdapat perak yang diambil sedikit demi sedikit oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk dibagikan kepada orang-orang. Kemudian lelaki itu mengatakan, Hai Muhammad, berbuat adillah!. Maka Nabi menjawab, Celaka kamu! Lalu siapa lagi yang mampu berbuat adil jika aku tidak berbuat adil. Sungguh kamu pasti telah celaka dan merugi jika aku tidak berbuat adil. Maka Umar bin al-Khatthab radhiyallahuanhu berkata, Biarkanlah saya wahai Rasulullah untuk menghabisi orang munafiq ini. Maka beliau bersabda, Aku berlindung kepada Allah, jangan sampai orang-orang nanti mengatakan bahwa aku telah membunuh para sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan para pengikutnya adalah suka membaca al-Quran akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggorokan mereka. Mereka keluar darinya sebagaimana keluarnya anak panah yang menembus sasaran bidiknya.. (HR. Muslim) an-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ungkapan mereka suka membaca al-Quran akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggrorokan mereka memiliki dua penafsiran. Pertama, dimaknakan bahwa hati mereka tidak memahami isinya dan tidak bisa memetik manfaat darinya selain membaca saja. Kedua, dimaknakan amal dan bacaan mereka tidak bisa diterima oleh Allah (lihat al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin alHajjaj [4/389] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam) Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menegaskan, . -

Sesungguhnya di belakang orang ini akan muncul suatu kaum yang rajin membaca al-Quran namun tidak melampaui pangkal tenggorokan mereka. Mereka membunuhi umat Islam dan justru meninggalkan para pemuja berhala. Mereka keluar dari Islam sebagaimana melesatnya anak panah dari sasaran bidiknya. Apabila aku menemui mereka, niscaya aku akan membunuh mereka dengan cara sebagaimana terbunuhnya kaum Aad. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Said al-Khudri radhiyallahuanhu, ini lafaz Muslim)

an-Nawawi rahimahullah menerangkan, Di dalam hadits ini terkandung dorongan untuk memerangi mereka -yaitu Khawarij- serta menunjukkan keutamaan Ali radhiyallahuanhu yang telah memerangi mereka. (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/391] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam) Mereka bukanlah orang yang malas beribadah, bahkan mereka adalah sosok yang menakjubkan dalam ketekunan dan kesungguhan beribadah. Namun di sisi yang lain, mereka telah menyimpang dari manhaj Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat sehingga membuat mereka layak menerima ancaman dan hukuman yang sangatsangat berat, yaitu hukum bunuh! Dalam teks riwayat yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan ciri mereka,

Sesungguhnya orang ini -Dzul Khuwaishirah, gembong Khawarij,pent- akan memiliki pengikut-pengikut yang membuat salah seorang di antara kalian meremehkan sholatnya apabila dibandingkan dengan sholat mereka, dan meremehkan puasanya apabila dibandingkan dengan puasa mereka (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Said alKhudri radhiyallahuanhu, ini lafaz Muslim) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Akan muncul di akhir masa ini nanti sekelompok orang yang umurnya masih muda-muda dan lemah akalnya. Apa yang mereka ucapkan adalah perkataan manusia yang terbaik. Mereka suka membaca al-Quran akan tetapi bacaan mereka tidak sampai melewati pangkal tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama seperti halnya anak panah yang melesat dari sasaran bidiknya. Apabila kalian menjumpai mereka maka bunuhlah mereka. Karena sesungguhnya dengan terbunuhnya mereka maka orang yang membunuhnya itu akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat kelak. (HR. Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu, ini lafaz Muslim) an-Nawawi rahimahullah menerangkan, Hadits ini menegaskan wajibnya memerangi Khawarij dan pemberontak negara, dan hal itu merupakan perkara yang telah disepakati oleh segenap ulama. (al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj [4/397] cet. 2003 penerbit Dar Ibn al-Haitsam) Ubaidullah bin Abi Rafi radhiyallahuanhu -salah seorang bekas budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam- menceritakan bahwa ketika terjadi pemberontakan kaum Haruriyah (Khawarij) sedangkan saat itu dia bersama pihak Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu, mereka -kaum Khawarij- mengatakan, Tidak ada hukum kecuali milik Allah. Maka Ali bin Abi Thalib pun menanggapi ucapan mereka dengan mengatakan, Itu adalah ucapan yang benar namun dipakai dengan maksud yang batil (HR. Bukhari dan Muslim, ini lafaz Muslim) Dalam riwayat lainnya, Nabi shallallahu alahi wa sallam menyatakan tentang betapa buruknya mereka,

Mereka itu adalah sejelek-jelek makhluk. (HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallahuanhu) Mewaspadai al-Qaadiyah Gaya Baru al-Qaadiyah merupakan salah saktu sekte Khawarij yang memiliki ideologi Khawarij, hanya saja mereka tidak memilih sikap memberontak. Meskipun demikian, mereka menganggap pemberontakan sebagai perkara yang baik, tidak boleh diingkari, bahkan berpahala! Dengan kata lain -dalam bahasa sekarang- mereka menilai bahwa pemberontakan yang dilakukan oleh rekan-rekan mereka -dengan menimbulkan kekacauan dan mengancam

penguasa; bom bunuh diri dan semisalnya- bukan perkara yang salah, alias hasil ijtihad yang harus dihargai dan layak untuk diberi pahala [?!]. Sampai-sampai salah seorang tokoh mereka di negeri ini berkata, Menurut saya mereka -teroris- adalah mujahid. Dan apa yang mereka lakukan itu merupakan hasil ijtihad mereka. Walaupun saya tidak sependapat dengan -hasil ijtihad- mereka. Maha Suci Allah dari ucapan mereka! Ketika menjelaskan biografi ringkas Imran bin Hitthan -salah seorang perawi hadits yang terseret paham KhawarijIbnu Hajar berkata, al-Qaadiyah adalah salah satu sekte dari kelompok Khawarij. Mereka berpendapat sebagaimana pendapat Khawarij, namun mereka tidak ikut melakukan pemberontakan. Akan tetapi mereka menghias-hiasi/menilai baik perbuatan itu. (Hadyu as-Sari, hal. 577). Sebelumnya, Ibnu Hajar juga menukil ucapan Abul Abbas al-Mubarrid, Imran bin Hitthan adalah gembong kelompok al-Qaadiyah dari aliran Shafariyah. Dia adalah khathib/orator dan penyair di kalangan mereka. (Hadyu as-Sari, hal. 577). Imran bin Hitthan inilah yang meratapi kematian Abdurrahman bin Muljam -sang pembunuh Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu- dengan untaian bait-bait syairnya yang heroik. Dikisahkan bahwa pada akhir hidupnya dia kembali ke jalan yang benar dan meninggalkan paham Khawarij, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Zakariya al-Mushili di dalam Tarikh al-Mushil (lihat Hadyu as-Sari, hal. 577,578, lihat juga Tahdzib at-Tahdzib [8/128] asSyamilah) Ibnu Hajar mengatakan,

al-Qaadiyah adalah orang-orang yang menghias-hiasi perbuatan pemberontakan kepada para pemimpin -umat Islam- dan mereka tidak ikut terjun langsung dalam tindakan tersebut. (Hadyu as-Sari, hal. 614 cet Dar al-Hadits) as-Syahrastani mengatakan,

Setiap orang yang memberontak kepada pemimpin yang sah yang disepakati oleh rakyat sebagai pemimpin mereka maka dia disebut sebagai Khariji (kata tunggal dari Khawarij). Sama saja apakah dia melakukan pemberontakan itu di masa sahabat masih hidup kepada para pemimpin yang lurus atau setelah masa mereka yaitu kepada para tabiin yang senantiasa mengikuti pendahulu mereka dengan baik serta para pemimpin umat di sepanjang masa. (al-Milal wa an-Nihal [1/28] as-Syamilah) Salah satu pemikiran Khawarij yang berkembang saat ini -terutama di kalangan sebagian pemuda Islam yang bersemangat tapi tanpa ilmu- adalah pendapat yang membolehkan -tidak harus- untuk memberontak kepada pemimpin muslim yang zalim (lihat mukadimah kitab al-Khawarij wal Fikru al-Mutajjaddid karya Syaikh Abdul Muhsin bin Nashir al-Ubaikan, hal. 6). Sebagaimana pula keterangan semacam ini pernah kami dengar dari perkataan Syaikh Abdul Malik Ramadhani -hafizhahullah- dalam sebuah rekaman video ceramah beliau ketika memberikan pelajaran kitab asy-Syariah karya Imam al-Ajurri. Bom Bunuh Diri Bukan Jihad Di manakah letak ilmu pada diri orang yang melakukan bom bunuh diri dan menyuruh orang lain untuk bunuh diri? Padahal Allah taala berfirman,

Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian. (QS. an-Nisaa: 29)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu alat/senjata maka dia akan disiksa dengannya kelak pada hari kiamat. (HR. Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin ad-Dhahhak radhiyallahuanhu, ini lafaz Muslim) Ketika mengomentari ulah sebagian orang yang nekad melakukan bom bunuh diri dengan alasan untuk menghancurkan musuh, maka Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, Hanya saja kami katakan, orangorang itu yang kami dengar melakukan tindakan tersebut, kami berharap mereka tidak disiksa seperti itu sebab mereka adalah orang-orang yang jahil/bodoh dan melakukan penafsiran yang keliru. Akan tetapi, tetap saja mereka tidak memperoleh pahala, dan mereka bukan orang-orang yang syahid dikarenakan mereka telah melakukan sesuatu yang tidak diijinkan oleh Allah, akan tetapi mereka telah melakukan apa yang dilarang oleh-Nya. (Syarh Riyadh as-Shalihin, dinukil dari al-Kabair maa Syarh Ibnu Utsaimin, hal. 109) Di manakah letak ilmu pada diri orang yang membunuh nyawa orang kafir tanpa hak? Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barang siapa yang membunuh seorang kafir yang terikat perjanjian maka dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya itu akan tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun. (HR. Bukhari dalam Kitab alJizyah dan Kitab ad-Diyat dari Abdullah bin Amr radhiyallahuanhuma, lafaz ini ada di dalam Kitab al-Jizyah) al-Munawi menjelaskan bahwa ancaman yang disebutkan di dalam hadits ini merupakan dalil bagi para ulama semacam adz-Dzahabi dan yang lainnya untuk menegaskan bahwa perbuatan itu -membunuh kafir muahadtermasuk kategori dosa besar (Faidh al-Qadir [6/251] as-Syamilah). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat, apabila mereka telah melakukannya maka terjagalah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan alasan haq menurut Islam, dan hisab mereka terserah pada Allah taala (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahuanhuma) Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syaikh -hafizhahullah- (beliau adalah menteri Urusan Keislaman Arab Saudi) menerangkan bahwa di dalam kata-kata apabila mereka telah melakukannya maka terjagalah darah dan harta mereka dariku terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir itu hartanya boleh diambil dan darahnya boleh ditumpahkan. Dan orang yang dimaksud di dalam hadits ini adalah kafir harbi, yaitu orang kafir yang sedang terlibat peperangan dengan pasukan kaum muslimin. Oleh sebab itu misalnya jika anda mengambil harta seorang kafir harbi maka tidak ada hukuman bagi anda. Adapun orang kafir muahad, kafir mustaman dan kafir dzimmi -ketiganya bukan kafir harbi,pen- maka mereka semua tidak boleh diperangi (lihat Syarah Arbain, hal. 63) Siapakah Wahabi/Salafi? Syaikh Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimi hafizhahullah -beliau adalah guru besar Aqidah di Universitas Islam Madinah- menerangkan di dalam kitabnya Mutaqad Ahlis Sunnah wal Jamaah fi Tauhid Asma wa Shifat [halaman 54] bahwa pendapat yang benar lagi populer ialah pendapat jumhur ulama Ahlis Sunnah wal Jamaah yaitu yang menyatakan bahwa salafush shalih itu mencakup tiga generasi yang diutamakan dan telah dipersaksikan kebaikannya oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya, Sebaik-baik manusia adalah di jamanku,

kemudian sesudah mereka, kemudian sesudahnya lagi. (HR. Bukhari dan Muslim). Sehingga istilah salafush shalih itu mencakup sahabat, tabiin dan tabiut tabiin. Syaikh at-Tamimi mengatakan, Dan setiap orang yang meniti jalan mereka dan berjalan di atas metode/manhaj mereka maka dia disebut salafi, sebagai penisbatan kepada mereka. (Mutaqad, hal. 54). Beliau juga memaparkan [halaman 54] bahwa salafiyah adalah manhaj yang ditempuh oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam beserta generasi yang diutamakan sesudah beliau. Nabi telah memberitakan bahwa manhaj salaf ini akan tetap ada hingga datangnya hari kiamat. Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Akan senantiasa ada segolongan manusia di antara umatku yang selalu menang di atas kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menelantarkan mereka sampai datang ketetapan Allah sementara mereka tetap dalam keadaan menang. (HR. Muslim) Kemudian, Syaikh at-Tamimi juga menegaskan [halaman 55] bahwa perkara yang dibenarkan apabila seorang menyandarkan diri kepada manhaj salaf ini selama dia konsisten menetapi syarat-syarat dan kaidah-kaidahnya. Maka siapa pun yang menjaga keselamatan aqidah dan amalnya sehingga sesuai dengan pemahaman tiga generasi yang utama tersebut, maka dia adalah orang yang bermanhaj salaf. Di tempat yang lain [halaman 63] beliau mengatakan, Terkadang para ulama menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagai pengganti istilah salaf. Dari pemaparan ringkas di atas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa istilah salaf atau salafi sebenarnya adalah istilah yang sudah sangat terkenal dalam pembicaraan para ulama. Mereka itu tidak lain adalah para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Orang-orang yang mengikuti manhaj Salaf inilah yang biasa dijuluki dengan gelar Wahabi. Yang amat disayangkan adalah, sebagian pemuda yang terseret dalam paham Khawarij -sebagaimana sudah diterangkan di atas- juga merasa bahwa dirinya adalah penganut ajaran Wahabi. Sehingga itulah salah satu faktor pemicu munculnya anggapan bahwa Wahabi itu ada dua golongan yaitu Wahabi Salafi dan Wahabi Jihadi (yaitu yang menebar teror berkedok jihad). Padahal, para ulama Salafi berlepas diri dari tindakan-tindakan brutal yang mereka perbuat, sebagaimana sudah dipaparkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin di atas. Reaksi Yang Salah Dengan mencermati beberapa keterangan di atas, maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa salah satu sebab utama munculnya aksi-aksi bom bunuh diri dan perusakan tempat-tempat umum dengan mengatasnamakan jihad adalah racun pemikiran Khawarij yang bercokol di dada sebagian pemuda yang cetek pemahaman agamanya. Mereka sama sekali tidak berjalan di bawah bimbingan para ulama Rabbani. Semangat mereka membara, namun ilmu yang mereka miliki tidak cukup untuk menopang cita-citanya. Niat mereka mungkin baik, namun cara yang mereka tempuh jelasjelas menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah serta pemahaman salafus shalih. Akibatnya, musuh-musuh dari luar Islam pun dengan mudah menyamaratakan bahwa Islam mengajarkan kekerasan dan agama yang tidak mengenal perikemanusiaan. Mereka ingin menanamkan kesan kepada publik bahwa siapa saja yang ingin menegakkan kembali syariat Islam dan tauhid maka mereka pasti identik dengan terorisme dan gemar membuat kekacauan. Oleh sebab itu mereka pun melekatkan gelaran Islam Fundametalis kepada kelompok mana saja yang bercita-cita untuk mengembalikan kejayaan Islam sebagaimana yang diraih oleh para pendahulu mereka, tidak terkecuali kepada Ahlus Sunnah as-Salafiyun. Sayangnya, sebagian kaum muslimin yang tidak mengerti juga ikut-ikutan latah menuduh saudaranya yang mengikuti Sunnah Nabi dan berupaya untuk menebarkan dakwah tauhid sebagai penganut aliran sesat dan menyimpang garagara penampilan mereka yang mirip dengan tokoh-tokoh teroris atau istri mereka yang dimunculkan fotonya di media-media massa. Semata-mata karena celana cingkrang, jenggot dan cadar maka julukan teroris pun dengan enteng dilekatkan kepada mereka. Padahal memelihara jenggot dan memakai cadar termasuk tuntunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Bagi anda yang ingin menyimak penjelasan lebih tentang hukum cadar,

jenggot, dan celana cingkrang silahkan membaca tulisan saudara kami yang mulia al-Akh Muhammad Abduh Tuasikal di link berikut ini -rumaysho.com-. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan. Akhir kata, kami memohon kepada Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang tinggi lagi mulia, semoga Allah membukakan pintu hidayah bagi saudara-saudara kita yang melenceng dari jalan yang lurus dan semoga Allah berkenan melimpahkan ampunan-Nya kepada kita. Dan semoga kejadian semacam ini bisa menjadi pelajaran bagi para pemuda Islam di mana saja mereka berada, bahwa perjuangan Islam adalah perjuangan yang suci, yang harus ditegakkan di atas ilmu al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman sahabat Nabi dan bimbingan para ulama Rabbani. Wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammadin wa ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil alamin. Selesai disusun ulang di wisma MTI, Pogung Kidul 28 Rabiul Awwal 1431 H Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi Artikel www.muslim.or.id
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Wahabisme versus Terorisme


Membedah Akar Terorisme Aksi teroris di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton menoreh luka berat di hati Umat Islam, karena terbukti para pelakunya adalah para aktifis masjid, lulusan pesantren, juru dawah dan di masyarakat dikenal orang sopan santun, lemah lembut, pendiam dan tidak banyak tingkah, ternyata mereka adalah orang yang sadis, yang tidak mengenal kemanusiaan membunuh manusia dengan bom bunuh diri, hal ini benar-benar mencoreng nama baik Umat dan merusak indahnya syariat Islam. Bagaimana masyarakat awam yang membenci Islam tidak berkomentar miring terhadap Islam karena memang pelakunya umat Islam. Sementara tokoh-tokoh agama bukannya sedih menyaksikan aksi pelecehan terhadap syariat malah saling lempar tuduhan, sehingga membuat kalangan awam makin bingung mereka harus bagaimana, bergabung dengan aktifis masjid takut terjaring teroris, sementara dalam lubuk hatinya tahu bahwa mereka harus mendalami Islam karena memang fitrah manusia. Maka semua pihak harus bersikap bijak menghadapi soal terorisme, agar tidak menimbulkan kontrofersi dan menuduh pihak-pihak yang belum terbukti bersalah. Banyak faktor yang bisa memicu aksi terorisme dan gerakan radikal antara lain: Pertama: Kesenjangan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran membuat potensi para pemuda mandek tidak tersalurkan, dan kesempatan itu tidak disia-siakan oleh kalangan yang tidak bertanggung jawab, apalagi para pemuda yang semangatnya sedang bergejolak didekati dengan cara halus maka dengan mudah mereka direkrut karena mereka membutuhkan komunitas yang bisa menyalurkan aspirasinya, apalagi bila otak mereka dicuci bahwa yang menyebabkan mereka miskin adalah orang-orang kafir barat, maka siapa yang tidak terbakar, apa lagi ditanamkan kalau bisa membunuh orang kafir barat akan berbalas surga yang di dalamnya terdapat bidadari-bidadari cantik yang siap menyambutnya, pemuda mana yang tidak tergiur, meskipun harus mati dengan bom bunuh diri. Kedua: Aksi terorisme sebagai reaksi anak-anak bangsa yang tidak puas melihat kemaksiatan mengepungnya, kemungkaran melilit roda kehidupan, ketimpangan sosial menggurita, korupsi merajalela, prostitusi terbuka lebar, pelanggaran agama makin menggeliat, namun sayang aksi mereka tidak didukung dengan ilmu agama yang memadai dan pemahaman yang lurus di bawah bimbingan ulama yang terpercaya ilmunya maka mereka mengambil jalan pintas dengan aksi terorisme.

Ketiga: Aksi terorisme muncul akibat kesalahan mereka dalam menimba ilmu Islam dan mengambil pemahaman Islam dari orang-orang yang belum diakui kapasitas keilmuan dan keagamaannya, bukan hanya salah teori namun juga salah aplikasi, suatu contoh doktrin jihad, bila mereka belajar dari bukan para ulama dan buku-buku yang menyimpang maka muncul anggapan bahwa semua aksi pembunuhan terhadap orang kafir termasuk jihad meskipun di zona damai dan tidak sedang perang. Padahal dalam pandangan fikih Islam, kafir yang boleh dibunuh hanyalah kafir yang sedang terjun di medan perang. Keempat: Kurangnya pemahaman terhadap kaidah maslahat dan mafsadah dan hakekat keindahan Islam yang diturunkan untuk menjaga lima pokok kebutuhan hidup manusia yang amat mendasar dan mengharamkan siapapun merusaknya yaitu agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal. Maka siapa yang menodai salah satu di antara lima perkara tersebut akan merusak tatanan kehidupan dan menodai inti ajaran Islam, sehingga tidak ada perselisihan di antara para ulama tentang haramnya melenyapkan nyawa orang yang terlindungi baik nyawa muslim maupun non muslim kecuali ada alasan untuk membunuhnya seperti qisas, rajam atau peperangan. Kelima: Kondisi keamanan dan politik yang tidak stabil banyak dimanfaatkan oleh kelompok terorisme untuk melancarkan aksinya, bahkan negara yang kerap timbul konflik politik menjadi sarang paling subur, apalagi bila ada campur tangan pihak asing yang memanfaatkan situasi goncang, sehingga orang yang miskin iman dan lemah ekonomi sangat mudah diperalat untuk melancarkan target mereka. Jihad Ala Teroris Aksi terorisme yang sedang marak terjadi di negeri ini menorehkan rasa sedih dan pilu yang dirasakan kaum muslimin bukan hanya karena melihat terburainya usus para korban, berserakannya jasad para korban, rasa sakit yang dirasakan para korban dan tangisan pilu para keluarga korban, namun rasa sedih dan pilu yang dirasakan kaum muslimin melebihi semua itu karena banyak pihak mengklaim bahwa terorisme bagian dari agama Islam yaitu jihad. Ajaran agama apapun tidak membenarkan aksi terorisme apalagi Islam agama mulia, rahmatan lil alamin, mustahil membenarkan aksi terorisme dengan bom bunuh diri yang banyak menelan korban dan menimbulkan kerusakan. Jihad dalam Islam diatur dengan aturan syariat, tidak seperti yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengatas namakan dirinya jihad fisabililah dan menggelari pelakunya dengan As Syahid dengan membunuh orang-orang kafir sedangkan mereka masuk ke negeri Islam dengan aman dan Rasulullah dengan tegas mengancam siapa saja yang membunuh mereka: Barangsiapa membunuh seorang muahid (orang kafir yang ada dalam ikatan perjanjian), maka ia tidak akan mencium aroma surga, padahal aromanya bisa ditemukan (dari jarak) sejauh empat puluh tahun (lama) perjalanan. (Riwayat Bukhari) Jika kaum teroris berdalih bahwa mereka tetap boleh dibunuh karena meskipun mereka datang tidak perang senjata tapi mereka datang dengan serangan pemikiran. Maka harusnya perang pemikiran harus dilawan dengan pemikiran bukan dengan pengeboman, realitanya yang mati bukan hanya orang kafir, orang muslimpun banyak yang mati, padahal Nabi bersabda: Hilangnya dunia lebih ringan di hadapan Allah ketimbang lenyapnya nyawa seorang muslim. (Ibnu Majah) Adapun penegakan jihad (qithal) hanya menjadi wewenang pemimpin negara, dialah yang memegang komando jihad, mengibarkan panji peperangan, menyusun strategi perang, dan memilih serta mengerahkan pasukan. Wahabisme Versus Terorisme Tersebar isu bahwa aksi teroris dikaitkan dengan kelompok Islam tertentu yang mereka sebut dengan kelompok wahabi. Pengkaitan aksi terorisme dengan kelompok wahabi merupakan bola api liar yang sangat berbahaya dan bisa mengenai siapa saja yang memperjuangkan pemurnian Islam. Sehingga saling lempar tuduhan, bahkan ada yang menyatakan bahwa kelompok teroris adalah mereka yang suka membidahkan kelompok lain maka hal ini bisa mengenai organisasi Muhamadiyah, al-Irsyad, Persis atau kelompok mana saja yang memperjuangkan kemurnian ajaran Islam.

Sebenarnya, Wahabi merupakan firqah sempalan Ibadhiyah khawarij yang timbul pada abad kedua hijriyah (jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab -ed), yaitu sebutan Wahabi nisbat kepada tokoh sentralnya Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H. Wahabi merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahli sunnah, sangat membenci syiah dan sangat jauh dari Islam. Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi) dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah beliau sanggup merontokkan kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agen-agen asing, maka dakwah beliau dianggap sebagai penghalang yang mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri Islam. Contohnya Inggris mengulirkan isue wahabi di India, Prancis menggulirkan isu wahabi di Afrika Utara, bahkan Mesir menuduh semua kelompok yang menegakkan dakwah tauhid dengan sebutan Wahabi, Italia juga mengipaskan tuduhan wahabi di Libia, dan Belanda di Indonesia, bahkan menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Padri sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Semua itu, mereka lakukan karena mereka sangat ketakutan terhadap pengaruh murid-murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengobarkan jihad melawan Imperialisme di masing-masing negeri Islam. Tuduhan buruk yang mereka lancarkan kepada dakwah beliau hanya didasari tiga faktor:
1. Tuduhan itu berasal dari para tokoh agama yang memutarbalikkan kebenaran, yang hak dikatakan bathil dan sebaliknya, keyakinan mereka bahwa mendirikan bangunan dan masjid di atas kuburan, berdoa dan meminta bantuan kepada mayit dan semisalnya termasuk bagian dari ajaran Islam. Dan barangsiapa yang mengingkarinya dianggap membenci orang-orang shalih dan para wali. 2. Mereka berasal dari kalangan ilmuwan namun tidak mengetahui secara benar tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya, bahkan mereka hanya mendengar tentang beliau dari pihak yang sentimen dan tidak senang Islam kembali jaya, sehingga mereka mencela beliau dan dakwahnya sehingga memberinya sebutan Wahabi. 3. Ada sebagian dari mereka takut kehilangan posisi dan popularitas karena dakwah tauhid masuk wilayah mereka, yang akhirnya menumbangkan proyek raksasa yang mereka bangun siang malam.

Dan barangsiapa ingin mengetahui secara utuh tentang pemikiran dan ajaran Syaikh Muhammad maka hendaklah membaca kitab-kitab beliau seperti Kitab Tauhid, Kasyfu as-Syubhat, Usul ats-Tsalatsah dan Rasail beliau yang sudah banyak beredar baik berbahasa arab atau Indonesia. Penulis: Ustadz Zainal Abidin, Lc. Artikel ini sebelumnya dipublikasikan oleh Koran Republika, edisi Selasa, 25 Agustus 2009 Dipublikasi ulang oleh muslim.or.id dengan penambahan beberapa catatan kecil.

Buku Putih Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab


Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Dari dulu hingga sekarang, perdebatan serta perbincangan seputar Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah dan jalan dakwahnya, terus berkecamuk antara mereka yang pro dan yang kontra. Dan yang mengherankan dari dakwaan mereka yang kontra -yang melontarkan tuduhan-tuduhan kepada Syaikhadalah: omongan mereka yang kosong dari dalil berupa bukti dari perkataan Syaikh atau tulisan beliau di dalam kitab-kitabnya, yang ada hanyalah tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang terdahulu, lalu difotokopi oleh para pewaris mereka. Kami kira setiap orang yang obyektif sepakat bahwa jalan yang paling tepat untuk mengenal hakikat pemikiran seseorang adalah dengan cara kembali langsung kepada orang tersebut atau kepada referensi-referensi yang otentik. Alhamdulillah tulisan-tulisan serta ucapan-ucapan Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab -ed) sampai saat ini masih ada dan mudah untuk didapatkan. Dengan menelaah tulisan-tulisan tersebut, benar tidaknya isu-isu yang sementara ini tersebar di masyarakat akan terlihat. Adapun tuduhan-tuduhan yang tanpa bukti, maka ini bagaikan fatamorgana yang tidak ada hakikatnya. Di tulisan ini, kami akan memaparkan ucapan-ucapan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang kami nukil dengan penuh amanah dari referensi-referensi otentik yang menghimpun perkataan-perkataan beliau. Peran kami dalam buku ini hanyalah sebagai penyusun. Buku ini memuat jawaban-jawaban Syaikh sendiri, atas tuduhan-tuduhan utama yang dilontarkan para lawan dakwah beliau. Kami amat yakin insya Allah dengan taufik dari Allah, tulisan ini akan cukup untuk menjelaskan alHaq bagi mereka yang memang menginginkannya. Adapun mereka yang memusuhi dan menentang perjuangannya, yang tidak henti-hentinya menebarkan tuduhantuduhan dusta, maka kami katakan kepada mereka: Sadarlah, karena sesungguhnya kebenaran telah jelas, agama Allah taala akan menang dan cahaya matahari yang bersinar terang tidak bisa dihalangi dengan kedua telapak tangan. Perkataan-perkataan beliau dalam buku ini meluluhlantakkan tuduhan-tuduhan mereka. Jika mereka memiliki bukti dari perkataan beliau yang menguatkan tuduhan tersebut maka keluarkanlah dan jangan disembunyikan. Jika mereka tidak bisa mendatangkannya, maka kami menasihatkan, Telusurilah jalan Allah taala dengan hati yang bersih dari hawa nafsu dan kefanatikan terhadap suatu golongan. Mohonlah kepada-Nya agar Dia menunjukkan kebenaran lalu ikutilah kebenaran itu. perhatikanlah perkataan-perkataan beliau, kemudian renungkanlah; apakah beliau datang membawa ajaran baru yang tidak ada dalam al-Quran dan as-Sunnah? Kemudian renungkan kembali: Adakah jalan keselamatan selain dengan mengucapkan kebenaran serta membenarkannya? Jika telah datang kebenaran kepadamu maka terimalah dan ikutilah kebenaran tersebut; karena yang demikian lebih baik dari pada bersikeras dalam kebatilan. Hanya kepada Allah-lah semuanya akan kembali Hakikat Dakwah Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab

Alangkah baiknya kami paparkan terlebih dahulu penjelasan singkat tentang hakikat dakwah yang beliau serukan. Karena hingga saat ini para musuh dakwah beliau masih terus membangun dinding tebal di hadapan orang-orang awam, sehingga mereka terhalang untuk melihat hakikat dakwah sebenarnya yang diusung oleh beliau. Syaikh berkata, Segala puji dan karunia dari Allah, serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhnya Allah taala telah memberikan hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang benar; agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Alhamdulillah aku bukanlah orang yang mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam tertentu yang aku agungkan atau ajaran orang filsafat. Akan tetapi aku mengajak kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kepada sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam yang telah diwasiatkan kepada seluruh umatnya. Aku berharap untuk tidak menolak kebenaran jika datang kepadaku. Bahkan aku jadikan Allah, para malaikat-Nya serta seluruh makhluk-Nya sebagai saksi bahwa jika datang kepada kami kebenaran darimu maka aku akan menerimanya dengan lapang dada. Lalu akan kubuang jauh-jauh semua yang menyelisihinya walaupun itu perkataan Imamku, kecuali perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam karena beliau tidak pernah menyampaikan selain kebenaran. (Kitab ad-Durar asSaniyyah: I/37-38). Alhamdulillah, aku termasuk orang yang senantiasa berusaha mengikuti dalil, bukan orang yang mengada-adakan hal yang baru dalam agama. (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/36). Dan yang aku dakwahkan sebenarnya adalah: Kita tidak boleh menyembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana firman-Nya,

Maka kamu janganlah menyembah seorang pun di samping menyembah Allah. (QS. Al-Jin: 18) Allah taala juga memerintahkan Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam,

Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak ( pula)kuasa memberikan suatu kemanfaatan. (QS. Al-Jin: 21) Inilah firman Allah taala yang telah disampaikan dan diwasiatkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada kita Inilah yang akan menjadi hakim antara kalian dan diriku. Jika kalian mendengar tentang dakwahku selain yang kukatakan tadi, maka ketahuilah bahwa hal itu adalah dusta. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/90-91). Poin Pertama: Keyakinan Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab Tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam Di antara tuduhan besar yang dilontarkan musuh-musuh dakwah Syaikh kepada beliau dalam masalah ini adalah: 1. Beliau dituduh tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah penutup Para Nabi dan Rasul. Demikianlah tuduhan yang tersebar, padahal semua kitab karangan beliau telah membuktikan dustanya tuduhan ini. Di antara perkataan beliau yang membantah tuduhan tersebut: Aku beriman bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah penutup Para Nabi dan Rasul. Keimanan seseorang tidak dianggap sah hingga dia beriman dengan kenabian dan kerasulannya. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32).

Orang yang paling bahagia, paling besar kenikmatannya dan paling tinggi derajatnya adalah orang yang paling setia mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengamalkan ajaran beliau. (Kitab ad-Durar asSaniyyah: II/21). 2. Beliau dituduh tidak memenuhi hak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam serta tidak memosisikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana mestinya. Untuk menjelaskan hakikat tuduhan ini, kami akan kutip perkataan Syaikh yang menjelaskan keyakinan beliau tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau berkata, Ketika Allah taala berkehendak untuk menampakkan Tauhid dan menyempurnakan agama-Nya di atas muka bumi, serta meninggikan kalimat Allah dan merendahkan kalimat orang-orang kafir; maka Allah taala mengutus Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai penutup para rasul dan kekasih Rabb alam semesta. Beliau senantiasa dikenal setiap masa, bahkan disebutkan pula dalam kitab Taurat Nabi Musa alaihis salam dan kitab Injil Nabi Isa alaihis salam. Hingga Allah taala memunculkan mutiara tersebut di antara kabilah Bani Kinanah dan Bani Zahrah. Allah mengutus beliau di masa-masa terputusnya (pengiriman) rasul-rasul, lalu menunjukinya jalan yang lurus. Sebelum beliau diutus menjadi Rasul, telah tampak pada dirinya tanda-tanda kenabian yang tidak bisa ditiru oleh siapapun yang hidup di zamannya. Allah taala menumbuhkan beliau dengan sebaik-baiknya hingga menjadi orang yang paling mulia akhlaknya, paling tinggi budi pekertinya, paling tangguh kesabarannya, paling baik dengan para tetangganya, serta paling jujur tutur katanya, sehingga kaumnya menjulukinya sebagai al-amin (yang dipercaya); karena di dalam pribadinya terdapat perilaku yang baik dan sifat-sifat yang terpuji. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/90-91). Beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah pemimpin para pemberi syafaat, dan pemberi syafaat agung (di padang mahsyar), Nabi Adam alaihis salam dan keturunannya kelak berada di bawah benderanya. (Kitab ad-Durar asSaniyyah: I/86). Rasul pertama adalah Nabi Nuh alaihis salam, dan rasul yang terakhir dan yang paling utama adalah nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/143). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menyampaikan risalah kepada umatnya dengan sempurna dan menjelaskannya dengan sebaik-baiknya. Beliau adalah penasihat terbaik bagi para hamba Allah, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad dengan sebenar-benarnya di jalan Allah taala, serta beribadah kepada Allah taala hingga ajalnya tiba. (Kitab adDurar as-Saniyyah: II/21). Syaikh menjelaskan bahwa sabda Rasul shallallahu alaihi wa sallam: Salah seorang dari kalian tidak dianggap beriman hingga aku lebih dia cintai daripada orang tua dan anak-anaknya serta seluruh manusia, menunjukkan akan wajibnya mengedepankan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atas kecintaan kepada diri sendiri, keluarga dan harta bendanya. (Kitab at-Tauhid: hal. 108). 3. Beliau dituduh mengingkari syafaat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh menjawab tuduhan ini dengan berkata, Mereka menuduh kami mengingkari syafaat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Subhanallah! ini adalah kedustaan yang besar. Bahkan kami menjadikan Allah taala sebagai saksi, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang diberi izin Allah taala untuk memberikan syafaat dan pemilik syafaat agung (di padang mahsyar). Kami memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah agar mengizinkan beliau untuk memberikan syafaatnya kepada kita, dan semoga Allah taala mengumpulkan kita bersamanya kelak. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/63-64). Yang mengingkari adanya syafaat adalah ahlul bidah dan orang yang sesat. Akan tetapi syafaat tersebut tidak akan bisa diraih kecuali setelah kita mendapatkan izin serta ridha dari Allah taala. Sebagaimana firman-Nya,

Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah. (QS. Al-Anbiya: 28) Allah taala juga berfirman.

Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin dari-Nya. (QS. Al-Baqarah: 255) (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/31). Kemudian beliau menjelaskan sebab timbulnya tuduhan dusta tersebut, Tatkala kusebutkan kepada mereka apa yang difirmankan Allah taala, apa yang disabdakan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, serta apa yang dijelaskan para ulama dari berbagai mazhab, tentang perintah untuk memurnikan ibadah untuk Allah taala semata serta larangan untuk menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani yang menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib sebagai tuhan selain Allah taala, mereka pun berkata, Kamu telah melecehkan para nabi, orang-orang shalih dan para wali. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/50). Poin Kedua: Tentang Ahlul Bait (Keluarga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam). Di antara tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Syaikh: mereka mengatakan bahwa beliau membenci ahlul bait serta tidak memenuhi hak-hak mereka sebagaimana mestinya. Jawabannya: tuduhan tersebut tidak sesuai dengan fakta; karena kenyataannya beliau mengakui kedudukan mereka dan mencintai serta menghormati mereka, bahkan beliau mengingkari orang yang benci terhadap mereka, beliau berkata, Allah taala telah mewajibkan kepada umat ini untuk memenuhi hak-hak keluarga Rasul shallallahu alaihi wa sallam, maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengabaikan hak-hak mereka, dengan prasangka bahwa hal itu adalah bagian dari tauhid. Keyakinan seperti itu termasuk dalam sikap ghuluw (berlebih-lebihan). Yang kami ingkari adalah model pemuliaan ahlul bait dengan cara meyakini bahwa dalam diri mereka terdapat sifat-sifat ketuhanan, juga aku mengingkari orang-orang yang menghormati oknum-oknum yang mendakwakan hal tersebut. (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/284). Siapapun yang membaca biografi beliau, niscaya dia akan mengetahui kebenaran apa yang diucapkannya. Cukuplah sebagai bukti akan kebenaran ucapan beliau; tatkala beliau menamai enam dari tujuh orang putra-putranya dengan nama-nama ahlul bait. Mereka adalah: Ali, Abdullah, Husain, Hasan, Ibrahim dan Fatimah. Ini merupakan salah satu bukti yang jelas tentang besarnya kecintaan beliau terhadap ahlul bait. Poin Ketiga: Tentang Karamah Para Wali Sebagian orang menyebarkan isu bahwa beliau mengingkari adanya karamah para wali. Perkataan beliau di berbagai pembahasan dalam kitab-kitabnya membuktikan dustanya tuduhan ini. Di antara ucapan beliau, Aku meyakini keberadaan karamah para wali. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32). Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin beliau dituduh demikian, padahal beliau adalah orang yang menyifati golongan yang mengingkari karamah para wali dengan sebutan ahlul bidah dan golongan sesat?! Beliau berkata, Dan tiada yang mengingkari karamah para wali melainkan ahlul bidah dan golongan yang sesat. (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: I/169). Poin Keempat: Tentang Pengkafiran

Di antara tuduhan terbesar yang tersebar adalah: bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab beserta pengikutnya mengkafirkan kaum muslimin, dan meyakini bahwa nikah dengan mereka hukumnya tidak sah, kecuali jika menikah dengan orang yang sepaham dengannya atau orang yang hijrah kepadanya. Beliau telah membantah tuduhan ini di berbagai bukunya, antara lain ucapannya, Tuduhan bahwa aku telah mengkafirkan kaum muslimin adalah dusta besar yang diada-adakan orang yang memusuhiku; untuk menghalanghalangi orang dari agama ini. Maka aku katakan, Maha suci Engkau (wahai Rabbku), ini adalah kedustaan yang besar. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/100). Bermacam-macam tuduhan telah dilontarkan kepada kami, fitnah pun makin menjadi-jadi, mereka mengerahkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kaki dari kalangan iblis untuk menyerang kami. Dan di antara kebohongan yang mereka sebarkan, adalah tuduhan bahwa aku mengkafirkan seluruh kaum muslimin kecuali pengikutku, dan nikah dengan mereka hukumnya tidak sah. Untuk menukil tuduhan tersebut saja orang yang berakal merasa malu, apalagi untuk mempercayainya. Bagaimana mungkin orang yang berakal memiliki keyakinan seperti itu? Apakah mungkin seorang muslim meyakini keyakinan demikian?. Aku berlepas diri dari tuduhan itu. Tuduhan itu tidaklah dilontarkan melainkan dari orang yang tidak waras dan linglung. Semoga Allah taala memerangi orang-orang yang bermaksud jelek. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/80). Yang aku kafirkan adalah orang yang telah mengerti ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu dia menghinanya, menghalangi manusia darinya, serta memusuhi penganutnya. Inilah yang aku kafirkan, dan alhamdulillah kebanyakan umat ini tidaklah demikian keadaannya. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/73). Poin Kelima: Tentang Pemikiran Khawarij Sebagaian orang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berpemikiran Khawarij, yaitu mengkafirkan orang yang berbuat maksiat. Beliau menjawab, Aku tidak akan mengatakan tentang seorang pun dari kaum muslimin bahwa dia pasti masuk surga atau neraka, kecuali orang yang telah dipersaksikan demikian oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Aku berharap semoga orang yang baik masuk surga, dan aku mengkhawatirkan orang yang berbuat jelek akan masuk neraka. Aku tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin, serta mengeluarkannya dari agama ini, hanya karena dia terjerumus ke suatu perbuatan dosa. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/32). Poin Keenam: Tentang Menyifati Allah Taala Dengan Sifat Tubuh, Seperti Tubuhnya Makhluk Di antara isu-isu yang tersebar di publik, bahwasanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab mensifati Allah taala dengan sifat tubuh, yakni menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Beliau telah menjelaskan keyakinannya dalam masalah ini, dan kenyataannya beliau amat jauh dari keyakinan batil di atas. Beliau berkata, Termasuk bagian dari keimanan kepada Allah taala adalah: mengimani sifat-sifat-Nya yang telah disebutkan dalam Kitab dan Sunnah, tanpa mengotori keimanan tersebut dengan tahrif (merubah lafaz maupun makna) dan tathil (pengingkaran secara total maupun parsial). Aku meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah subhanahu wa taala, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Aku tidak mengingkari sifat-sifat Allah yang disebutkan di dalam al-Quran maupun Sunnah. Aku juga tidak menyelewengkan makna sifat-sifat tersebut, atau berupaya untuk mereka-reka keadaan serta bentuk yang hakiki dari sifat-sifat itu. Aku tidak menyerupakan sifat-sifat Allah taala dengan sifat-sifat makhluk-Nya; karena tidak ada yang serupa denganNya, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Dia tidak dianalogikan dengan para makhluk-Nya. Sesungguhnya Allah taala Maha Mengetahui Dzat-Nya serta makhluk-Nya juga Maha benar firman-Nya. Allah telah berlepas diri dari keyakinan-keyakinan golongan takyif (yang berupaya untuk mereka-reka keadaan serta bentuk yang hakiki dari sifat-sifat Allah), maupun golongan tamtsil (yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya). Juga Allah telah berlepas diri dari keyakinan-keyakinan golongan tahrif (yang merubah lafazh maupun makna sifat-sifat-Nya) maupun golongan tathil (yang mengingkari sifat-sifat-Nya secara total maupun parsial). Allah taala berfirman,

(1 : 80

-182)

Maha suci Rabb-mu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam. (QS.Ash-Shafat: 180-182). (Kitab ad-Durar asSaniyyah, I/29). Sebagaimana telah maklum bahwa tathil (pengingkaran sifat-sifat Allah secara total maupun parsial) adalah lawan dari tajsim (menyifati Allah taala dengan sifat jasmani seperti jasmani makhluk). Dua keyakinan ini saling bermusuhan. Dan keyakinan yang benar adalah sikap yang tengah di antara keduanya (yaitu: meyakini sifat-sifat Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya). (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, III/11). Poin Ketujuh: Tentang Menyelisihi Pendapat Para Ulama Sebagian orang mengatakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam dakwahnya telah menyelisihi para ulama, tidak menghiraukan perkataan mereka, tidak pula merujuk kepada kitab-kitab mereka. Bahkan beliau dituduh telah menciptakan ajaran baru dan membawa pemahaman madzhab yang kelima. Sebaik-baik bantahan atas tuduhan ini adalah pengakuan beliau sendiri, Aku adalah orang yang bertaqlid kepada Kitab dan Sunnah, serta para salafus salih. Aku juga bergantung dengan perkataan para imam madzhab yang empat; Imam Abu Hanifah al-Numan bin Tsabit, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah merahmati mereka semua. (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/97). Seandainya kalian mendapatkan fatwaku menyelisihi ijma para ulama, maka tunjukkan padaku. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/53) Jika kalian mengira bahwa para ulama telah menyelisihi apa yang aku ajarkan, sesungguhnya di hadapan kalian ada kitab-kitab mereka, (bacalah dengan seksama dan bandingkan dengan apa yang kuajarkan). (Kitab ad-Durar asSaniyyah: II/58). Aku selalu membandingkan perkataan orang yang bermadzhab Hanafi, Maliki, Syafii maupun Hambali dengan perkataan ulama yang mutamad (terpercaya) dalam madzhab tersebut. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/82). Walhasil yang aku ingkari adalah pengkultusan terhadap selain Allah taala. Maka jika ajaranku bersumber dari pendapatku sendiri, atau dari buku yang tidak tepercaya, atau semata-mata dari hasil taqlidku kepada para ulama mazhabku (mazhab Hambali); maka buanglah jauh-jauh ajaranku. Namun jika ajaranku bersumber dari Kitab dan Sunnah serta Ijma para ulama dari berbagai mazhab; maka tidak layak bagi orang yang beriman terhadap Allah taala dan hari akhir, untuk menolaknya; hanya gara-gara kebanyakan orang di zamannya, atau di negerinya menyelisihi ajaran tersebut. (Kitab ad-Durar as-Saniyah: I/76). Penutup Di penghujung tulisan ini, kami akan mempersembahkan nasihat yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: Nasehat pertama adalah untuk orang-orang yang memusuhi dakwah ini dan para pengikutnya, yang senantiasa berusaha untuk menghalanginya, serta melontarkan berbagai macam tuduhan batil kepadanya. Beliau berkata, Aku ingatkan orang-orang yang menyelisihiku: Seluruh manusia berkewajiban untuk mengikuti apa yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya. Bukankah kitab-kitab agama ada pada kalian? Bacalah! Janganlah kalian mengambil sedikitpun dari perkataanku! Namun jika kalian mendapatkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di dalam kitab-kitab tersebut, maka amalkanlah! Meskipun kebanyakan manusia tidak mengamalkannya

Jangan kalian menaatiku! Namun taatilah perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab kalian Ketahuilah bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian melainkan hanya berpegang teguh kepada tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Hidup di dunia ini hanyalah sementara. Tidak pantas bagi orang yang berakal untuk melupakan surga dan neraka. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/89-90). Aku mengajak orang-orang yang menyelisihiku untuk berpegang dengan empat perkara: Kitabullah, Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan ijma para ulama. Jika kalian tetap keras kepala, maka aku mengajak kalian untuk mubahalah (masing-masing pihak di antara orang-orang yang berbeda pendapat berdoa kepada Allah taala dengan sungguh-sungguh, agar Allah taala menjatuhkan laknat kepada pihak yang salah). (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/55). Nasehat kedua adalah bagi orang yang sedang merasa bingung, tidak mengerti mana yang benar dan mana yang salah dalam perkara ini. Syaikh berkata, Mohonlah (petunjuk) dengan sungguh-sungguh kepada Allah taala, dengan merendahkan diri kepada-Nya, terutama pada waktu-waktu yang mustajab; di antaranya pada waktu sepertiga malam yang terakhir, di akhir shalat, dan antara azan dengan iqamat. Bacalah doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, terutama yang tertera dalam hadits shahih. Seperti doa yang senantiasa beliau shallallahu alaihi wa sallam baca, , , , , , .

Wahai Rabb Jibril, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Engkaulah yang memutuskan perselisihan di antara hamba-hamba-Mu. Dengan izin-Mu, tunjukkanlah kepadaku kebenaran yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus. Hendaknya engkau sering memanjatkan doa tersebut, kehadirat Dzat yang mengabulkan doa orang yang sedang tertimpa kesusahan. Dialah Yang menunjukkan Nabi Ibrahim alaihis salam kepada kebenaran, meskipun menyelisihi seluruh manusia pada zamannya. Ucapkan pula, Wahai Dzat yang mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku. Dan jika kamu merasa berat (ketika akan mengamalkan kebenaran) gara-gara menyelisihi masyarakatmu, maka renungkanlah firman Allah taala, . (1 : 8 -19).

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sama sekali tidak akan dapat melindungimu dari (siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang dzalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa. (QS. AlJatsiyah: 18-19). Juga firman Allah taala, (1 : 16 Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (QS. Al-Anam: 116) )

Renungkanlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Islam pertama kali datang dianggap asing, dan (di akhir zaman) akan kembali dianggap asing. Juga sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam, Sesungguhnya Allah taala tidak mencabut ilmu dari muka bumi ini dengan begitu saja, akan tetapi mencabutnya dengan meninggalnya para ulama. Jika tiada lagi ulama di muka bumi, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemuka agama; sehingga mereka sendiri sesat dan menyesatkan. Begitu pula sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam, Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasidin sesudahku (Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Dan sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam, Dan jauhilah hal-hal baru dalam agama (bidah), karena semua bidah dalam agama adalah sesat. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/42-43). Dan jika telah jelas bagimu bahwa inilah kebenaran, yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya, maka wajib bagimu untuk menyampaikan kebenaran itu kepada umat manusia dan mengajarkannya kepada kaum muslimin dan muslimat. Semoga Allah taala merahmati orang yang menunaikan kewajibannya, bertaubat kepada-Nya, dan mengakui kesalahannya. Ketahuilah bahwa orang yang bertaubat dari suatu kesalahan, bagaikan orang yang tidak memiliki dosa. Semoga Allah taala menunjukkan kepada kami, kalian dan seluruh saudara-saudara kita jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wassalam. (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/43). Shalawat, salam serta barakah Allah semoga tetap tercurahkan kepada hamba dan Rasul-Nya, Nabi kita dan kekasih kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya Diambil dari Kitab Tashhihul Mafahimil Khotiati Karya: Syaikh DR. Shalih bin Abdul Aziz As-Sindy ( Dosen Aqidah Universitas Islam Madinah ) Diterjemahkan oleh: Nur Kholis Kurdian, Lc. (Dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur) Dikoreksi ulang oleh: Abdullah Zaen, Lc. & Muhammad Yasir, Lc. Artikel www.muslim.or.id ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Meluruskan Tuduhan Miring Tentang Wahhabi


Mengapa ahlu bidah dan orang-orang kafir menjuluki pengikut dakwah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai Wahhabi? Tak lain tujuan mereka hanyalah untuk menjauhkan umat dari dakwah tauhid. Sejatinya, istilah Wahhabi itu sendiri merupakan penisbatan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: Penisbatan (Wahhabi -pen) tersebut tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Semestinya bentuk penisbatannya adalah Muhammadiyyah, karena sang pengemban dan pelaku dakwah tersebut adalah Muhammad, bukan ayahnya yang bernama Abdul Wahhab. (Lihat Imam wa Amir wa Dawatun Likullil Ushur, hal. 162)

Begitulah kalau seseorang telah dibutakan hawa nafsunya, tidak peduli apakah yang dikatakannya itu benar atau salah. Dan demi menipu umat mereka pun tak segan-segan membuat kedustaan yang dituduhkan kepada beliau rahimahullah. Berikut ini adalah bantahan terhadap tuduhan-tuduhan dusta yang sering dilontarkan para musuh dakwah terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi An-Najdi rahimahullah: 1. Tuduhan: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang mengaku sebagai Nabi (1), ingkar terhadap Hadits nabi (2), merendahkan posisi Nabi, dan tidak mempercayai syafaat beliau. Bantahan: - Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang yang sangat mencintai Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini terbukti dengan adanya karya tulis beliau tentang sirah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, baik Mukhtashar Siratir Rasul, Mukhtashar Zadil Maad Fi Hadyi Khairil Ibad atau pun yang terkandung dalam kitab beliau Al-Ushul Ats-Tsalatsah. - Beliau berkata: Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah wafat semoga shalawat dan salam-Nya selalu tercurahkan kepada beliau, namun agamanya tetap kekal. Dan inilah agamanya; yang tidaklah ada kebaikan kecuali pasti beliau tunjukkan kepada umatnya, dan tidak ada kejelekan kecuali pasti beliau peringatkan. Kebaikan yang telah beliau sampaikan itu adalah tauhid dan segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Taala. Sedangkan kejelekan yang beliau peringatkan adalah kesyirikan dan segala sesuatu yang dibenci dan dimurkai Allah Subhanahu wa Taala. Allah Subhanahu wa Taala mengutus beliau kepada seluruh umat manusia, dan mewajibkan atas tsaqalain; jin dan manusia untuk menaatinya. (Al-Ushul Ats-Tsalatsah) - Beliau juga berkata: Dan jika kebahagiaan umat terdahulu dan yang akan datang karena mengikuti para Rasul, maka dapatlah diketahui bahwa orang yang paling berbahagia adalah yang paling berilmu tentang ajaran para Rasul dan paling mengikutinya. Maka dari itu, orang yang paling mengerti tentang sabda para Rasul dan amalan-amalan mereka serta benar-benar mengikutinya, mereka itulah sesungguhnya orang yang paling berbahagia di setiap masa dan tempat. Dan merekalah golongan yang selamat dalam setiap agama. Dan dari umat ini adalah Ahlus Sunnah wal Hadits. (Ad-Durar As-Saniyyah, 2/21) - Adapun tentang syafaat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau berkata dalam suratnya kepada penduduk Qashim: Aku beriman dengan syafaat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan beliaulah orang pertama yang bisa memberi syafaat dan juga orang pertama yang diberi syafaat. Tidaklah mengingkari syafaat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ini kecuali ahlul bidah lagi sesat. (Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 118) 2. Tuduhan: Melecehkan Ahlul Bait. Bantahan: - Beliau berkata dalam Mukhtashar Minhajis Sunnah: Ahlul Bait Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mempunyai hak atas umat ini yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Mereka berhak mendapatkan kecintaan dan loyalitas yang lebih besar dari seluruh kaum Quraisy (Lihat Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/446) - Di antara bukti kecintaan beliau kepada Ahlul Bait adalah dinamainya putra-putra beliau dengan nama-nama Ahlul Bait: Ali, Hasan, Husain, Ibrahim dan Abdullah. 3. Tuduhan: Bahwa beliau sebagai Khawarij, karena telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah. AlImam Al-Lakhmi telah berfatwa bahwa Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij Ibadhiyyah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Murib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.

Bantahan: - Adapun pernyataan bahwa Asy-Syaikh telah memberontak terhadap Daulah Utsmaniyyah, maka ini sangat keliru. Karena Najd kala itu tidak termasuk wilayah teritorial kekuasaan Daulah Utsmaniyyah (3). Demikian pula sejarah mencatat bahwa kerajaan Diriyyah belum pernah melakukan upaya pemberontakan terhadap Daulah Utsmaniyyah. Justru merekalah yang berulang kali diserang oleh pasukan Dinasti Utsmani. Lebih dari itu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan dalam kitabnya Al-Ushulus Sittah: Prinsip ketiga: Sesungguhnya di antara (faktor penyebab) sempurnanya persatuan umat adalah mendengar lagi taat kepada pemimpin (pemerintah), walaupun pemimpin tersebut seorang budak dari negeri Habasyah. Dari sini nampak jelas, bahwa sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap waliyyul amri (penguasa) sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dan bukan ajaran Khawarij. - Mengenai fatwa Al-Lakhmi, maka yang dia maksudkan adalah Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Hal ini karena tahun wafatnya Al-Lakhmi adalah 478 H, sedangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H / Juni atau Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yang telah wafat, namun berfatwa tentang seseorang yang hidup berabad-abad setelahnya. Adapun Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum, maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikutnya, Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara, dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi, hubungan antara Najd dengan Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahhabiyyah Khawarij yang diperingatkan AlLakhmi adalah Wahhabiyyah Rustumiyyah, bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya (4). - Lebih dari itu, sikap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok Khawarij sangatlah tegas. Beliau berkata dalam suratnya untuk penduduk Qashim: Golongan yang selamat itu adalah kelompok pertengahan antara Qadariyyah dan Jabriyyah dalam perkara taqdir, pertengahan antara Murji`ah dan Waidiyyah (Khawarij) dalam perkara ancaman Allah Subhanahu wa Taala, pertengahan antara Haruriyyah (Khawarij) dan Mutazilah serta antara Murji`ah dan Jahmiyyah dalam perkara iman dan agama, dan pertengahan antara Syiah Rafidhah dan Khawarij dalam menyikapi para shahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 117). Dan masih banyak lagi pernyataan tegas beliau tentang kelompok sesat Khawarij ini. 4. Tuduhan: Mengkafirkan kaum muslimin dan menghalalkan darah mereka. (5) Bantahan: - Ini merupakan tuduhan dusta terhadap Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, karena beliau pernah mengatakan: Kalau kami tidak (berani) mengkafirkan orang yang beribadah kepada berhala yang ada di kubah (kuburan/makam) Abdul Qadir Jaelani dan yang ada di kuburan Ahmad Al-Badawi dan sejenisnya, dikarenakan kejahilan mereka dan tidak adanya orang yang mengingatkannya. Bagaimana mungkin kami berani mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan atau seorang muslim yang tidak berhijrah ke tempat kami ?! Maha suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kedustaan yang besar. (Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara Alaihi, hal. 203) 5. Tuduhan: Wahhabiyyah adalah madzhab baru dan tidak mau menggunakan kitab-kitab empat madzhab besar dalam Islam. (6) Bantahan:

- Hal ini sangat tidak realistis. Karena beliau mengatakan dalam suratnya kepada Abdurrahman As-Suwaidi: Aku kabarkan kepadamu bahwa aku alhamdulillah adalah seorang yang berupaya mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bukan pembawa aqidah baru. Dan agama yang aku peluk adalah madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dianut para ulama kaum muslimin semacam imam yang empat dan para pengikutnya. (Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, hal. 75) - Beliau juga berkata dalam suratnya kepada Al-Imam Ash-Shanani: Perhatikanlah semoga Allah Subhanahu wa Taala merahmatimu apa yang ada pada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, para shahabat sepeninggal beliau dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Serta apa yang diyakini para imam panutan dari kalangan ahli hadits dan fiqh, seperti Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii dan Ahmad bin Hanbal semoga Allah Subhanahu wa Taala meridhai mereka, supaya engkau bisa mengikuti jalan/ajaran mereka. (Ad-Durar AsSaniyyah, 1/136) - Beliau juga berkata: Menghormati ulama dan memuliakan mereka meskipun terkadang (ulama tersebut) mengalami kekeliruan, dengan tidak menjadikan mereka sekutu bagi Allah Subhanahu wa Taala, merupakan jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah Subhanahu wa Taala. Adapun mencemooh perkataan mereka dan tidak memuliakannya, maka ini merupakan jalan orang-orang yang dimurkai Allah Subhanahu wa Taala (Yahudi). (Majmuah Ar-Rasa`il An-Najdiyyah, 1/11-12. Dinukil dari Al-Iqna, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi AlMadkhali, hal.132-133) 6. Tuduhan: Keras dalam berdakwah (inkarul munkar). Bantahan: - Tuduhan ini sangat tidak beralasan. Karena justru beliaulah orang yang sangat perhatian dalam masalah ini. Sebagaimana nasehat beliau kepada para pengikutnya dari penduduk daerah Sudair yang melakukan dakwah (inkarul munkar) dengan cara keras. Beliau berkata: Sesungguhnya sebagian orang yang mengerti agama terkadang jatuh dalam kesalahan (teknis) dalam mengingkari kemungkaran, padahal posisinya di atas kebenaran. Yaitu mengingkari kemungkaran dengan sikap keras, sehingga menimbulkan perpecahan di antara ikhwan Ahlul ilmi berkata: Seorang yang beramar maruf dan nahi mungkar membutuhkan tiga hal: berilmu tentang apa yang akan dia sampaikan, bersifat belas kasihan ketika beramar maruf dan nahi mungkar, serta bersabar terhadap segala gangguan yang menimpanya. Maka kalian harus memahami hal ini dan merealisasikannya. Sesungguhnya kelemahan akan selalu ada pada orang yang mengerti agama, ketika tidak merealisasikannya atau tidak memahaminya. Para ulama juga menyebutkan bahwasanya jika inkarul munkar akan menyebabkan perpecahan, maka tidak boleh dilakukan. Aku mewanti-wanti kalian agar melaksanakan apa yang telah kusebutkan dan memahaminya dengan sebaik-baiknya. Karena, jika kalian tidak melaksanakannya niscaya perbuatan inkarul munkar kalian akan merusak citra agama. Dan seorang muslim tidaklah berbuat kecuali apa yang membuat baik agama dan dunianya. (Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 176) 7. Tuduhan: Muhammad bin Abdul Wahhab itu bukanlah seorang yang berilmu. Dia belum pernah belajar dari para syaikh, dan mungkin saja ilmunya dari setan! (7) Jawaban: - Pernyataan ini menunjukkan butanya tentang biografi Asy-Syaikh, atau pura-pura buta dalam rangka penipuan intelektual terhadap umat. - Bila ditengok sejarahnya, ternyata beliau sudah hafal Al-Qur`an sebelum berusia 10 tahun. Belum genap 12 tahun dari usianya, sudah ditunjuk sebagai imam shalat berjamaah. Dan pada usia 20 tahun sudah dikenal mempunyai banyak ilmu. Setelah itu rihlah (pergi) menuntut ilmu ke Makkah, Madinah, Bashrah, Ahsa`, Bashrah (yang kedua kalinya), Zubair, kemudian kembali ke Makkah dan Madinah. Gurunya pun banyak, (8) di antaranya adalah: Di Najd: Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman (9) dan Asy-Syaikh Ibrahim bin Sulaiman. (10)

Di Makkah: Asy-Syaikh Abdullah bin Salim bin Muhammad Al-Bashri Al-Makki Asy-Syafii. (11) Di Madinah: Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif. (12) Asy-Syaikh Muhammad Hayat bin Ibrahim As-Sindi Al-Madani, (13) Asy-Syaikh Ismail bin Muhammad Al-Ajluni Asy-Syafii, (14) Asy-Syaikh Ali Afandi bin Shadiq Al-Hanafi Ad-Daghistani, (15) Asy-Syaikh Abdul Karim Afandi, Asy-Syaikh Muhammad Al Burhani, dan AsySyaikh Utsman Ad-Diyarbakri. Di Bashrah: Asy-Syaikh Muhammad Al-Majmui. (16) Di Ahsa`: Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif Asy-Syafii. 8. Tuduhan: Tidak menghormati para wali Allah, dan hobinya menghancurkan kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka. Jawaban: - Pernyataan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak menghormati para wali Allah Subhanahu wa Taala, merupakan tuduhan dusta. Beliau berkata dalam suratnya kepada penduduk Qashim: Aku menetapkan (meyakini) adanya karamah dan keluarbiasaan yang ada pada para wali Allah Subhanahu wa Taala, hanya saja mereka tidak berhak diibadahi dan tidak berhak pula untuk diminta dari mereka sesuatu yang tidak dimampu kecuali oleh Allah Subhanahu wa Taala. (17) - Adapun penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas makam mereka, maka beliau mengakuinya sebagaimana dalam suratnya kepada para ulama Makkah. (18) Namun hal itu sangat beralasan sekali, karena kubah/bangunan tersebut telah dijadikan sebagai tempat berdoa, berkurban dan bernadzar kepada selain Allah Subhanahu wa Taala. Sementara Asy-Syaikh sudah mendakwahi mereka dengan segala cara, dan beliau punya kekuatan (bersama waliyyul amri) untuk melakukannya, baik ketika masih di Uyainah ataupun di Diriyyah. - Hal ini pun telah difatwakan oleh para ulama dari empat madzhab. Sebagaimana telah difatwakan oleh sekelompok ulama madzhab Syafii seperti Ibnul Jummaizi, Azh-Zhahir At-Tazmanti dll, seputar penghancuran bangunan yang ada di pekuburan Al-Qarrafah Mesir. Al-Imam Asy-Syafii sendiri berkata: Aku tidak menyukai (yakni mengharamkan) pengagungan terhadap makhluk, sampai pada tingkatan makamnya dijadikan sebagai masjid. AlImam An-Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab dan Syarh Muslim mengharamkam secara mutlak segala bentuk bangunan di atas makam. Adapun Al-Imam Malik, maka beliau juga mengharamkannya, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Al-Imam Az-Zailai (madzhab Hanafi) dalam Syarh Al-Kanz mengatakan: Diharamkan mendirikan bangunan di atas makam. Dan juga Al-Imam Ibnul Qayyim (madzhab Hanbali) mengatakan: Penghancuran kubah/bangunan yang dibangun di atas kubur hukumnya wajib, karena ia dibangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. (Lihat Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh, hal.284-286) Para pembaca, demikianlah bantahan ringkas terhadap beberapa tuduhan miring yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Untuk mengetahui bantahan atas tuduhan-tuduhan miring lainnya, silahkan baca karya-karya tulis Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, kemudian buku-buku para ulama lainnya seperti: - Ad-Durar As-Saniyyah fil Ajwibah An-Najdiyyah, disusun oleh Abdurrahman bin Qasim An-Najdi. - Shiyanatul Insan An Waswasah Asy-Syaikh Dahlan, karya Al-Allamah Muhammad Basyir As-Sahsawani AlHindi. - Raddu Auham Abi Zahrah, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, demikian pula buku bantahan beliau terhadap Abdul Karim Al-Khathib. - Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlihun Mazhlumun Wa Muftara Alaihi, karya Al-Ustadz Masud An-Nadwi.

- Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyyah, karya Dr. Shalih bin Abdullah Al-Ubud. - Dawatu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Bainal Muaridhin wal Munshifin wal Mu`ayyidin, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, dsb. Wallahu alam bish-shawab. _________________________ (1) Sebagaimana yang dinyatakan Ahmad Abdullah Al-Haddad Baa Alwi dalam kitabnya Mishbahul Anam, hal. 5-6 dan Ahmad Zaini Dahlan dalam dua kitabnya Ad-Durar As-Saniyyah Firraddi alal Wahhabiyyah, hal. 46 dan Khulashatul Kalam, hal. 228-261. (2) Sebagaimana dalam Mishbahul Anam. (3) Sebagaimana yang diterangkan pada kajian utama edisi ini/Hubungan Najd dengan Daulah Utsmaniyyah. (Silakan baca di sini) (4) Untuk lebih rincinya bacalah kitab Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al-Wahhabiyyah, karya Dr. Muhammad bin Saad Asy-Syuwaiir. (5) Sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Abidin Asy-Syami dalam kitabnya Raddul Muhtar, 3/3009. (6) Termaktub dalam risalah Sulaiman bin Suhaim. (7) Tuduhan Sulaiman bin Muhammad bin Suhaim, Qadhi Manfuhah. (8) Lihat Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah, 1/143-171. (9) Ayah beliau, dan seorang ulama Najd yang terpandang di masanya dan hakim di Uyainah. (10) Paman beliau, dan sebagai hakim negeri Usyaiqir. (11) Hafizh negeri Hijaz di masanya. (12) Seorang faqih terpandang, murid para ulama Madinah sekaligus murid Abul Mawahib (ulama besar negeri Syam). Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mendapatkan ijazah dari guru beliau ini untuk meriwayatkan, mempelajari dan mengajarkan Shahih Al-Bukhari dengan sanadnya sampai kepada Al-Imam Al-Bukhari serta syarahsyarahnya, Shahih Muslim serta syarah-syarahnya, Sunan At-Tirmidzi dengan sanadnya, Sunan Abi Dawud dengan sanadnya, Sunan Ibnu Majah dengan sanadnya, Sunan An-Nasai Al-Kubra dengan sanadnya, Sunan Ad-Darimi dan semua karya tulis Al-Imam Ad-Darimi dengan sanadnya, Silsilah Al-Arabiyyah dengan sanadnya dari Abul Aswad dari Ali bin Abi Thalib, semua buku Al-Imam An-Nawawi, Alfiyah Al-Iraqi, At-Targhib Wat Tarhib, Al-Khulashah karya Ibnu Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan seluruh karya tulis Ibnu Hisyam, semua karya tulis Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, buku-buku Al-Qadhi Iyadh, buku-buku qiraat, kitab Al-Qamus dengan sanadnya, Musnad Al-Imam Asy-Syafii, Muwaththa Al-Imam Malik, Musnad Al-Imam Ahmad, Mujam Ath-Thabrani, buku-buku As-Suyuthi dsb. (13) Ulama besar Madinah di masanya. (14) Penulis kitab Kasyful Khafa Wa Muzilul Ilbas Amma Isytahara Ala Alsinatin Nas. (15) Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertemu dengannya di kota Madinah dan mendapatkan ijazah darinya seperti yang didapat dari Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif.

(16) Ulama terkemuka daerah Majmuah, Bashrah. (17) Lihat Tash-hihu Khatha`in Tarikhi Haula Al Wahhabiyyah, hal. 119 (18) Ibid, hal. 76.

Anda mungkin juga menyukai