“PIIL PESENGGIRI”
Oleh
Kelompok 7
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
DAFTAR ANGGOTA
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan karya
tulis ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafaatnya di akhirat nanti.
Penyusun tentu menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk karya
tulis ini, supaya karya tulis ini nantinya dapat menjadi karya tulis yang lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada karya tulis ini penyusun
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
Bab II Permasalahan
Soal .............................................................................................................. 35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Provinsi Lampung adalah suatu bagian ujung Pulau Sumatera, memiliki luas
35.376,50 km². Provinsi Lampung didiami oleh dua golongan masyarakat asli dan
penduduk pendatang. Berdasarkan adat istiadatnya penduduk asli suku Lampung
terdiri dari dua kelompok, yaitu masyarakat Lampung beradat Pepadun yang
berada di daerah pedalaman dan masyarakat Lampung beradat Saibatin/Peminggir
yang berada di daerah pesisir.
1
Masyarakat suku Lampung memiliki pandangan hidup yag disebut dengan
”Piil Pesenggiri” yang selalu menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari
seperti yang diungkapkan oleh Hilman Hadikusuma (1989:15).
1. Pesenggiri; mengandung arti harga diri, pantang mundur tidak mau kalah
dalam bersikap tindak dan perilaku
2. Bejuluk Beadek; mengandung arti suka dengan nama baik dan gelar yang
terhormat
3. Nemui Nyimah; mengandung arti suka menerima dan memberi dalam suka
dan duka
4. Nengah Nyapur; mengandung arti suka bergaul dan bermusyawarah dalam
menyelesaikan suatu masalah
5. Sakai Sambaian; mengandung arti suka menolong dan bergotong royong
dalam hubungan kekerabatan dan ketetanggaan
Piil berasal dari bahasa Arab fiil yang berarti perilaku dan pesenggiri
maksudnya keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, serta kewajiban.
Namun dalam realita saat ini filsafat ini mengalami deformasi. Piil diartikan
sebagai perasaan ingin besar dan dihargai (Julia Maria, 1993:20).
Sikap watak Piil Pesenggiri ini nampak sekali pada lingkungan masyarakat
Lampung yang beradat Pepadun. Didasari oleh pandangan Piil Pesenggiri yang
salah satu unsurnya adalah bejuluk beadek, menghendaki agar seseorang selain
mempunyai nama juga diberi gelar panggilan terhadapnya. Dikatakan oleh
pengamat Belanda pada masa lalu bahwa orang Lampung gemar dengan
kemegahan (ijdelheid).
2
Pepadun dan terdapat pula penduduk pendatang yang berasal dari berbagi daerah
misalnya suku Jawa, Padang, Palembang dan lain-lain. Masyarakat di Kelurahan
Kotabumi Ilir masih cukup memegang teguh adat istiadat Lampung yaitu falsafah
”Piil Pesenggiri” karena mereka adalah penduduk suku asli Lampung Abung
Pepadun dan telah mendiami daerah ini secara turun temurun dari kakek-nenek
mereka terdahulu.
Dari uraian di atas, maka judul karya tulis yang penulis angkat dalam
penelitian ini adalah Kearifan Lokal “Piil Pesenggiri”.
3
BAB II
PERMASALAHAN
4
BAB III
PEMBAHASAN
Kearifan lokal adalah sesuatu yang bernilai dan disepakati untuk dijadikan
pegangan bersama sehingga tetap tertanam dalam waktu yang sedemikian lama.
Kearifan lokal atau local wisdom atau genius lokal kini semakin penting untuk
dialami, berkenaan dengan rencana pemerintah untuk menyelenggarakan
pendidikan karakter bangsa dan ekonomi kreatif. Masing-masing daerah memiliki
kearifan lokal. Letak geografis dan perjalanan sejarah politik suatu daerah
melahirkan kearifan lokal yang berkembang di daerah tersebut. Ciri Kearifan
Lokal adalah sebagai berikut.
2. Piil Pesenggiri
Secara adat Masyarakat Lampung terbagi dalam dua kelompok, yaitu: adat
Lampung Pepadun dan adat Lampung Saibatin atau yang sering disebut Lampung
Peminggir. Oleh sebab itu, maka daerah Lampung disebut Sai Bumi Ruwa Jurai
yang berarti satu daerah (bumi) dihuni oleh dua kelompok, yaitu masyarakat adat
Pepadun dan masyarakat adat Saibatin.
5
beberapa model penulisan dan penyebutannya, ada yang menggunakan kata
‘gikhi’, ada yang menggunakan kata ‘gighi’ dan ada yang menggunakan kata
‘giri’, namun dalam tulisan ini akan menggunakan yang terakhir yaitu ‘giri’. Hal
ini dimaksudkan selain menyesuaikan bahasa Indonesia yang baik juga agar
masyarakat etnis non-Lampung dapat lebih mudah menyebut dan memahaminya.
Selain itu, apapun istilah yang digunakan secara filosofis tidak merubah makna
dan substansinya.
6
kualitas diri yang itu semua merupakan ajaran Islam, yang sarat mewarnai piil
pesenggiri. Ini merupakan bukti bahwa piil pesenggiri telah mampu
mengintegrasikan nilai-nilai luar ke dalam nilai yang selama ini mereka anut.
7
Etos dan semangat keLampungan (spirit of Lampung) piil pesenggiri itu
mendorong orang untuk bekerja keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada
prestasi, berani kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul.
Semua karena mempertaruhkan harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu
yang mulia di tengah-tengah masyarakat. Unsur-unsur Piil Pesenggiri itu bukan
sekedar prinsip kosong, melainkan mempunyai nilai-nilai nasionalisme budaya
yang luhur yang perlu dipahami dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
Karakteristik orang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah kepribadian
yang memiliki kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-nilai positif
kehormatan diri sendiri dan orang lain, yaitu sanggup menjalani hidup dengan
penuh kesadaran. Hidup dengan penuh kesadaran berarti mampu membangkitkan
kondisi pikiran yang sesuai kenyataan yang dihadapi, bertanggung jawab terhadap
setiap perbuatan yang dilakukan. Arogansi dan berlebihan dalam mengagungkan
kemampuan diri sendiri merupakan gambaran tentang rendahnya harga diri atau
runtuhnya kehormatan seseorang (Abdul Syani, 2010, Falsafah Hidup Mayarakat
Lampung Sebuah Wacana Terapan).
Filsafat hidup Piil Pesenggiri secara esensial identik dengan perbuatan atau
perangai manusia yang luhur dalam makna dan nilainya. Selain itu, filsafat hidup
Piil Pesenggiri juga dimaknai sebagai sesuatu yang menyangkut harkat dan
martabat kemanusiaan, harga diri dan sikap hidup, baik secara individual maupun
8
sosial. Jika esensi tersebut benar adanya, maka filsafat hidup Piil Pesenggiri dapat
diinterpretasikan sebagai filsafat hidup yang berlandaskan dasar pada hakikat
kemanusiaan yang komprehensif dan holistik, sehingga filsafat hidup itu
merupakan pedoman untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang
sejatinya.
Sakai Sambaian ialah salah satu unsur penting yang terdapat dalam falsafah
hidup masyarakat Lampung (piil pesenggiri), selain Bejuluk Adek, Nemui Nyimah,
Nengah Nyappur, dan Sakai Sambaian. Sakai Sambaian menurut istilah Sakai
(sesambai) berarti bergotong royong dalam mengerjakan sesuatu di antara sesama
secara silih berganti yang mengandung makna memberikan sesuatu kepada
seseorang atau masyarakat dengan cara timbal balik, sedangkan istilah Sambaian
9
mengandung makna memberikan sesuatu kepada seseorang atau masyarakat
dengan ikhlas yang tidak mengharapkan balasan apapun. Yang mengandung
makna tolong menolong, sehingga Sakai Sambaian meliputi pengertian yang
sangat luas termasuk di dalamnya bahu membahu dan saling memberikan sesuatu
yang diperlukan oleh pihak lain (Himyari Yusuf, 2013:140). Sakai Sambaian bagi
Adat Lampung terbagi dua yaitu, Lampung Saibatin dan Lampung Pepadun.
Sakai Sambain berarti tolong menolong dan gotong royong, yakni memahami
makna kebersamaan atau guyub. Sakai Sambaian pada hakekatnya adalah
menunjukkan rasa partisipasi dan solidaritas yang tinggi terhadap berbagai
kegiatan sosial pada umumnya. Sebagai masyarakat Lampung akan merasa
kurang terpandang, apabila tidak mampu berpartisipasi dalam suatu kegiatan
kemasyarakatan. Perilaku ini sikap toleransi kebersamaan, sehingga seseorang
akan memberikan apa saja secara suka rela apabila pemberian tersebut memiliki
nilai manfaat bagi orang atau anggota masyarakat lain yang membutuhkan
(http://bpsnt-bandung. blogspot.co.id).
Sakai Sambaian ialah prinsip hidup tolong menolong dan gotong royong kepada
sesama manusia yang menunjukkan bahwa orang Lampung selalu hidup
berdampingan, saling membantu satu sama lainnya
(https://cindychristyarum.wordpress.com).
Nurdin Sah Rajo mengatakan Sakai Sambaian yaitu suatu sikap seseorang,
dalam tolong menolong dan gotong royong pada kehidupan bermasyarakat
10
terutama dalam bidang kegiatan sebagai nilai dan norma-norma sosial dalam
tatanan kehidupan masyarakat. Sakai Sambaian ini yang harus selalu menjadi
pedoman setiap elemen masyarakat Lampung. Fachruddin dan Suharyadi
mengemukakan Sakai Sambaian lebih dekat dengan paham vitalitas karena yang
dituntut adalah bahwa setiap orang dalam rangka mempertahankan hidup harus
pandai menjalin kerjasama dengan pihak lain. Sedangkan Mastal menjelaskan
bahwa Sakai Sambaian adalah menunjukkan setiap orang Lampung harus siap
untuk melaksanakan kerjasama dengan pihak manapun selama kerjasama itu
untuk kebaikan bersama. Sakai Sambaian menurut mastal sering diartikan sebagai
sebabaian artinya saling dukung mendukung dalam kebenaran yang bermanfaat
bagi kepentingan bersama (Ibid, 141).
11
terhadap berbagai kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan pada umumnya
terutama dalam kegiatan pemuda-pemudi yang menjalankan kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan Sakai Sambaian. Sebagai masyarakat Lampung akan
merasa kurang terpandang bila ia tidak mampu berpartisipasi dalam suatu
kegiatan kemasyarakatan. Perilaku ini menggambarkan sikap toleransi
kebersamaan, sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara suka rela
apabila pemberian itu memiliki nilai manfaat bagi orang atau anggota masyarakat
lain yang membutuhkan. Kemudian Chaidar juga menjelaskan Sakai Sambaian
adalah keharusan berjiwa sosial, gotong royong, dan berbuat baik terhadap sesama
manusia. Sakai Sambaian adalah nilai dasar filsafat tolong menolong dan gotong
royong dalam praktek kehidupan bermasyarakat. Sakai (siap dinilai) dan Sambai
(siap menilai) menunjukkan bahwa setiaop seseorang setiap saat harus selalu siap
melakukan penilaian terhadap lingkungannya, dan pada saat yang bersamaan
bersedia menjadi bagian dari lingkungan itu untuk di evaluasi, sehingga memiliki
kemampuan bersaing dalam menciptakan sesuatu yang lebih baik.
Sakai Sambaian adalah salah satu unsur yang terkandung dalam falsafah
hidup orang Lampung, yang menjadi pedoman atau pegangan hidup mereka, yang
ikut membentuk pola sikap dan Tata kelakuan (akhlaqul karimah) mereka
(masyarakat Lampung) dalam pengamalan kehidupan sehari-hari, prinsip tolong
menolong dan bergotong royong inilah yang selalu dijunjung tinggi masyarakat
Lampung.
12
Gotong royong yang bersifat umum sepertiperbaikan jalan, rumah ibadah, dan
fasilitas-fasilitas sosial lainnya ( Nurdin Sah Rajo,2017 : 26 ). Kedudukan dan
fungsi Sakai Sambaian bagi masyarakat Lampung terbagi dua yaitu, Lampung
saibatin dan Lampung Pepadun.
Sebagai kedudukan prinsip nilai-nilai yang telah hidup dan berkembang dalam
masyarakat Adat Lampung sejak lama dan mempunyai arti sosiologis yang sangat
penting bagi masyarakat Lampung. Sebagaimana fungsinya terutama ia mampu
menjadi sarana, yang dapat menghubungkan antara si kaya dan si miskin, Sakai
Sambaian mampu digunakan untuk mengahpuskan jurang pemisah perbedaan,
kelas-kelas, sosial dan masyarakat (Hadikusuma, Hilman, dkk,1996 : 23).
13
Ali Asan, fungsi Sakai Sambaian bagi masyarakat Lampung sebagaimana
pengertiannya tolong menolong dan gotong royong yang penerapannya dalam
kehidupan masyarakat di tiyuh karta dalam hal ini untuk kegiatan untuk kebaikan
bersama dalam masyarakat sehingga menjadi mudah dan ringan suatu pekerjaan
apabila saling bekerjasama dan sebagai pendangkal konflik tentunya. Lebih
konkret lagi gotong royong dan tolong menolong dalam perspektif islam
dikemukakan Assiba’I bahwa Allah memerintahkan manusia supaya tolong
menolong dan bergotong royong untuk menciptakan pengayoman secara merata
dan meliputi segala bidang yang sangat luas untuk mencapai kesejahteraan
bersama dalam masyarakat, antara lain pengayoman tersebut terkait dengan
berbagai bidang kehidupan, seperti bidang spiritual, bidang akhlak, dan bidang
kehidupan lainnya.
1) Sakai Sambaian mengandung filosofi yang terikat satu dengan lainnya dari
beberapa unsur yang terdapat dalam falsafah hidup orang Lampung (piil
pesenggiri) yang mengandung arti keharusan bergotong royong dan tolong
menolong terhadap sesama.
2) Filosofi Sakai Sambaian (sesambai) Lampung Pepadun tidak jauh beda
mengadung filosofi yang sama dengan Lampung Saibatin, secara kodrati
manusia bersifat bermasyarakat sosial, hidup bersama dalam tatanan
aturan adat Lampung sebagaimana pedoman hidup orang Lampung (piil
pesenggiri) (Hadikusuma, Hilman, dkk : 24).
14
Sebagaimana telah sering dikemukakan bahwa secara faktual manusia tidak dapat
hidup dengan kesendirian atau tanpa orang lain. Muthahhari mengemukakan
sesungguhnya secara hakiki dan kodrati kehidupan manusia besifat
kemasyarakatan (sosial). Sistem kemasyarakatan akan tetap eksis sepanjang masih
ada rasa saling membutuhkan sesama manusia (Muthahhari Murtadha, 1992:151).
Khaldun sebagai spsiolog Muslim seperti yang dikutip oleh Raliby,
mengemukakan bahwa sesungguhnya organisasi kemasyarakatan dari umat
manusia atau peradaban itu dapat diterangkan oleh kenyataan bahwa Allah telah
menciptakan dan menyusun manusia itu menurut satu bentuk yang hanya dapat
tumbuh dan mempertahankan hidup dengan bantuan dari luar dirinya. Raliby
menambahkan adalah di luar kemampuan seseorang untuk memenuhi berbagai
kebutuhan hidup secara sendiri saja. Jelaslah seseorang tidak dapat berbuat
banyak tanpa penggabungan beberapa tenaga dari kalangan sesama manusia,
dengan bekerjasama, bergotong royong, tolong menolong (keharusan
berhubungan sesama manusia), maka berbagai kebutuhan hidup manusia dapat
terpenuhi dan hal ini tentunya sangat relavan dengan prinsip nenggah nyappur dan
Sakai Sambaian (Himyari Yusuf, Op. Cit. h. 151).
Ditambah pula bahwa secara esensial setiap individu manusia itu pasti
berhajat pada bantuan orang lain, karena itu organisasi masyarakat adalah satu
kemestian bagi jenis manusia. Tanpa organisasi kemasyarakatan maka wujud
umat manusia tidaklah sempurna dan keinginan Tuhan hendak memakmurkan
dunia makhluk manusia dan menjadikan manusia khalifah-khalifah-Nya di bumi
ini tentulah tidak akan terbukti. Pada intinya pandangan khaldun tersebut
menggambarkan bahwa manusia tidak mungkin hidup layak kecuali harus
berhubungan dengan manusia lain (sesama) dan itu semua secara filosofis
merupakan scenario atau rencana Tuhan yang menciptakan manusia itu sendiri,
sehingga dengan scenario yang bersifat kodrati dan fitrah itu kehidupan manusia
memiliki suatu keharusan berhubungan dengan sesama manusia dan artinya antara
manusia yang satu dengan lainnya adalah niscaya bersifat korelasi (Raliby,
Osman, 1965: 153).
15
Asy’arie mengemukakan bahwa bagi manusia kerjasama dan tolong
menolong sangat diperlukan karena manusia satu sama lainnya memiliki
kemampuan dan keahlian yang berbeda. Bahwa menyatukan kemampuan dan
keahlian yang berbeda tersebut manusia dapat mengatasi tantangan hidup yang
semakin hari semakin komplek dan bergerak sangat cepat (Asy’arie, Musa, 1999:
152).
Dari data yang terungkap pada pembahasan diatas terlihat bahwa budaya
saling membantu masih menyatu dalam sikap hidup dan pergaulan sosial
masyarakat Lampung terutama pada masyarakat di tiyuh karta dan pada
umumnya, baik dalam mewujudkan kebutuhan hidup sehari-hari, membangun
sarana sosial, maupun dalam acara-acara seremonial yang dilakukan oleh anggota
masyarakat. Bahkan menurut tokoh adat masyarakat Tiyuh Karta Nurdin sah rajo
(gelar suttan gayo pikiran), orang Lampung biasanya merasa malu jika tidak
terrlibat dalam kegiatan yang bernuansa sosial sekalipun hanya dalam kadar yang
tidak memadai (sekadarnya). Dalam prakteknya, anggota masyarakat (etnis
Lampung) yang dinilai jarang terlibat dalam kegiatan yang bernuansa gotong
royong, atau kurang memiliki kepedulian sosial akan memperoleh sanksi sosial
dari masyarakat lingkungannya. Jika sewaktu-waktu dia sendiri mempunyai hajat
(acara besar) yang melibatkan masyarakat ramai, biasanya masyarakat merasa
tidak merasa memiliki keharusan untuk terlibat dalam acara itu. Apa yang
terungkap diatas menjadi sebuah petunjuk bahwa nilai budaya Sakai Sambaian
(keharusan untuk saling membantu secara tulus), masih menyatu dalam sikap
hidup orang Lampung. Secara normative nilai budaya itu mengahruskan adanya
16
sikap hidup saling membantu dalam segala suasana dan kelompok sosial, tanpa
melihat latar belakang etnis, budaya dan agama. Dengan demikian filsafat sosial
Sakai Sambaian dapat menjadi modal budaya bagi perwujudan masyarakat yang
memiliki kepedulian sosial, ditengah masyarakat yang semakin individualistik dan
materialistik. Kepedulian sosial yang tumbuh subur ditengah kehidupan sosial
akan menjadi pranata penting bagi tumbuhnya kekuatan internal dalam
membangun kohesi sosial yang disebabkan beberapa faktor (Rizani Puspawidjaja,
2006: 15).
Hanya saja seperti terungkap dalam pembahas diatas bahwa sikap hidup
yang di dasari makna filsafat sosial Sakai Sambaian dikhawatirkan akan terancam
baik oleh serbuan nilai-nilai modern yang menawarkan pola hidup yang serba
praktis, efisiensi waktu, tenaga dan biaya (tanpa mempertimbangkan nilai dan
fungsi sosial), serta perubahan lingkungan alam yang menyebabkan adaptasi sikap
budaya. Seperti kebiasaan saling membantu dalam membangun rumah, item
kegiatan saling membantu semakin berkurang jumlahnya karena semakin
berkurangnya bahan pembuatan rumah yang tersedia di lingkungan sekitar.
Pengurangan unit-unit kegiatan yang bernuansa Sakai Sambaian, akan
17
berimplikasi berkurangnya kegiatan yang berfungsi (functional) dalam
membangun solidaritas masyarakat yang menyatu dalam kehidupan mereka
sehari-hari (onoing solidarity) (Rusdi Muchtarh 329-330).
Budaya lokal tersebut saat ini atau oleh bahasa anak millennial disebut
sebagai zaman now sepatutnya tetap dijaga dan dilestarikan, karena memiliki
potensi positif untuk menunjang pembangunan sumber daya manusia yang
berwawasan budaya.
Sifat-sifat yang terdapat dalam nilai sosial orang Lampung dapat dilihat dari
ungkapan pantun Lampung (adi-adi) yang berbunyi: Tanda ni hulun Lampung,
wat piil pusanggiri (Tandanya orang Lampung, memiliki kehormatan). Mulia hina
sehitung, wat malu rega diri (Mulia atau hina diperhitungkan, ada rasa malu dan
harga diri). Juluk Adok ram pegung, Nemui Nyimah muwari (Gelar adat dipegang
teguh, ramah tamah dan bersaudara). Nengah nyampur mak ngungkung, sakai
sabaian gawi (Bergaul tidak terbatas, saling membantu dan gotong royong).
Terdapat lima nilai sosial orang Lampung yang ada dalam pantun (adi-adi)
tersebut, salah satu diantaranya adalah Nengah Nyappur.
Dari segi bahasa, Nengah berasal dari kata benda kemudian berubah
menjadi kata kerja yang berarti berada di tengah. Sedangkan Nyappur berasal dari
kata benda cappur/campor dan menjadi kata kerja nyappur/nyampor yang berarti
membaur. Sehingga, secara harfiah Nengah Nyappur dapat diartikan sebagai sikap
suka bergaul, bersahabat dengan siapa saja, aktif dalam pergaulan bermasyarakat,
tidak individualistis, dan mempunyai sikap toleransi antara sesama.
18
Nengah Nyappur menerangkan orang Lampung itu semestinya
mengutamakan nilai kekeluargaan yang didukung dengan sikap suka bergaul dan
bersahabat dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul
dan golongan. Di mana sikap suka bergaul tersebut menumbuhkan semangat
bekerja sama dan tenggang rasa yang tinggi antarasesama.
Nilai sosial Nengah Nyappur dalam adat istiadat orang Lampung tersebut
memiliki corak keagamaan yang sangat kental. Adat Lampung yang hubungannya
sangat erat dengan hukum agama dalam hal ini Islam dapat dilihat dari dasar
filosofi Nengah Nyappur yakni terdapat dalam kitab suci Alquran Surah Al
Hujarat Ayat (13).
“Sesungguhnya, kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan
kami menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa supaya kamu saling
mengenal...”
Oleh sebab itu dapat diambil suatu konklusi bahwa sikap Nengah Nyappur
menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat. Sikap Nengah Nyappur
melambangkan sikap nalar yang baik, tertib dan sekaligus merupakan embrio dari
kesungguhan untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap
perubahan. Melihat kondisi kehidupan masyarakat Lampung yang pluralistik,
maka dapat dipahami bahwa penduduk daerah ini telah menjalankan prinsip hidup
Nengah Nyappur secara wajar dan positif.
19
Sikap Nengah Nyappur juga menunjukkan sikap ingin tahu yang tinggi,
sehingga menumbuhkan sikap kepeloporan. Pandangan atau pemikiran demikian
menggabarkan bahwa anggota masyarakat Lampung merupakan bentuk
kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan gigih untuk
mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang kehidupan.
Nemui berasal dari kata benda temui yang berarti tamu, kemudian menjadi
kata kerja Nemui yang berarti bertamu atau mengunjungi/silaturahmi. Nyimah
berasal dari kata benda “simah” kemudian menjadi kata kerja “nyimah” yang
berarti suka memberi (pemurah). Sedangkan secara harfiah Nemui Nyimah
diartikan sebagai sikap santun, pemurah, terbuka tangan, suka memberi dan
menerima dalam arti material maupun non material sesuai dengan kemampuan
(Abdulsyani, 2010).
Nemui Nyimah berarti sikap pemurah atau tangan terbuka. Nemui Nyimah
ini merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap
keakraban dan kerukunan serta silaturahim. Nemui Nyimah juga dapat diartikan
sebagai sikap sopan santun. Pemahaman tentang sikap sopan santun di setiap
daerah tentunya berbeda-beda, hal ini disebabkan karena perbedaan adat-istiadat,
kultur atau budaya juga kebiasaan yang ada di suatu daerah. Nilai Nemui Nyimah
20
dalam hal ini sopan santunnya orang Lampung dapat dicontohkan misalnya
dengan bertamu. Dalam unsur menghormati tamu maka seseorang itu selain harus
berperilaku baik tetapi juga harus mampu menyajikan sesuatu. Bagi masyarakat
Lampung lazimnya macam panganan dan minuman, sehingga yang terselubung
dalam Nemui Nyimah ini adalah kepemilikan. Hal ini memungkinkan untuk
menyuguhi tamu tersebut, dengan kata lain seseorang harus berketerampilan,
berpenghasilan, dengan kata lain berproduksi. Apapun yang mereka punya akan
diberikan untuk tamu tersebut agar dapat memantaskan tamu yang sudah
berkunjung. Dengan demikian, Nemui Nyimah yang diartikan sopan santun ini
memiliki makna sosial, yang bertujuan untuk membangun hubungan antar
manusia yang dapat saling menghargai, saling terbuka juga mengembangkan
harmoni sosial di tengah masyarakat.
Nemui Nyimah adalah salah satu dari empat unsur falsafah hidup orang
Lampung yakni Piil Pesenggiri. Ketiga unsur lainnya, yakni Juluk Beadek,
Nengah Nyappur, dan Sakai Sambaian. Piil Pesenggiri ini adalah semacam
tatanan moral yang merupakan pedoman bersikap dan berperilaku masyarakat
adat Lampung dalam segala aktivitas hidupnya. Nemui Nyimah merupakan
ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan
kerukunan serta silaturahmi. Nemui Nyimah merupakan kewajiban bagi suatu
keluarga dari masyarakat Lampung umumnya untuk tetap menjaga silaturahmi,
dimana ikatan keluarga secara genealogis selalu terpelihara dengan prinsip
keterbukaan, kepantasan dan kewajaran. Pada hakekatnya Nemui Nyimah
dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk hati yang dalam untuk menciptakan
kerukunan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Dengan demikian, maka elemen
budaya Nemui Nyimah tidak dapat diartikan keliru yang mengarah kepada sikap
dan perbuatan tercela atau terlarang yang tidak sesuai dengan norma kehidupan
sosial yang berlaku. Bentuk konkrit Nemui Nyimah dalam konteks kehidupan
masyarakat dewasa ini lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap kepedulian sosial
dan rasa setia kawan. Suatu kelompok sosial diharapkan memiliki fungsi dari
salah satu unsur Piil Pesenggiri ini, sebab kita sebagai makhluk sosial harus
21
memiliki sifat tangan terbuka dalam menerima perbedaan yang dapat membuat
kita lebih kuat dan setia satu sama lain. Tidak hanya itu ketika Nemui Nyimah
masih melekat di diri kita, maka yang tercipta adalah rasa keperdulian terhadap
nilai-nilai kemanusiaan antara lain motivasi kerja keras, jujur dan tidak merugikan
orang lain.
Dalam hal ini Nemui Nyimah berfungsi untuk memelihara stabilitas hubungan
yang ada didalam masyarakat, khususnya masyarakat Lampung adat Saibatin.
Stabilitas hubungan atau kerukunan dapat diwujudkan melalui gotong royong,
saling menolong antarsesama, kerja bakti lingkungan, bersih desa dan disaat
sedang mendapatkan musibah, seperti sakit atau yang sedang berduka.
22
setiap anggota musyawarah, serta menerima setiap keputusan yang
sudahdisepakati dalam kata mufakat.
Dalam hal ini fungsi nilai Nemui Nyimah berperan sebagai penunjang efektivitas
pelayan publik, yakni dengan menerapkan prinsip-prinsip yang ada didalam
Kepmenpan nomor 63 tahun 2003 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan
publik. Dimana dalam prinsip-prinsip pelayanan publik itu ada sebuah prinsip
dimana aparatur pemerintah harus memiliki sikap sopan dan santun, ramah-tamah
23
serta ikhlas. Dengan terlaksananya prinsip-prinsip yang sesuai dengan
Kepmenpan tersebut efektivitas dalam pelayanan publik akan tercapai, dan indeks
kepuasan masyarakat akan terwujud. Sebab dalam menghadapai era globalisasi
yang penuh tantangan dan peluang, aparatur negara hendaknya memberikan
pelayanan dengan berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan,
sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan barang dan
jasa pelayanan publik yang dilakukan para aparatur instansi pemerintah harus bisa
menerapkan fungsi dari Nemui Nyimah ini, sebab suatu pelayanan publik akan
terasa kefektivitasannya jika masyarakat merasa puas ketika mendapatkan
pelayanan yang baik, santun, serta saling menghargai.Nemui Nyimah juga dapat
memperlancar sebuah kegiatan administrasi pelayanan publik, manakala ketika
ingin membuat atau mengurus surat- surat penting, pertama disambut dengan
salam, senyum, sapa. Lalu, bicara yang santun yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah tersebut, serta sikap ramah-tamah yang idealnya dilakukan oleh
seorang pelayan publik atau abdi masyarakat, khususnya di kantor kecamatan
Teluk Betung Selatan. Aparatur pemerintah diharapkan mampu berorientasi
dengan nilai Nemui Nyimah ini, karena menerapkan Nemui Nyimah banyak
menimbulkan efek positif, baik untuk penerima pelayanan maupun yang
memberikan pelayanan. Dengan begitu, kita bisa menilai bahwa suatu efektivitas
dari pelayanan publik juga berasal dari suatu sikap atau perilaku yang dilakukan
oleh aparatur pemerintah tersebut. Fungsi nilai Nemui Nyimah dalam kehidupan
sehari-hari dapat menunjang intensitas dalam pergaulan, sebab ketika kita
berteman pastinya kita membutuhkan rasa nyaman, rasa peduli terhadap sesama,
terbuka satusama lain dan yang pasti saling menerima kekurangan satu sama lain.
Nemui Nyimah tidak hanya dengan orang yang sudah dekat dengan kita saja, akan
tetapi dapat juga kita implementasikan dengan kelompok etnislain. Ramah tamah,
sifat saling terbuka dan peduli terhadap sesama sangat dibutuhkan dalam
kehidupan masyarakat, terutama kita sebagai makhluk sosial yang membutuhkan
bantuan orang lain. Seperti yang dikemukakan Aristoteles, bahwa manusia
merupakan zoon politicon yang berarti manusia dikodratkan hidup bermasyarakat
dan berinteraksi satu sama lain. Bahwa hakikat seorang manusiapun tidak dapat
24
hidup sendirian, melainkan membutuhkan bantuan orang lain untuk tetap dapat
bertahan hidup dengan masyarakat lain dan lingkungan sekitar.
25
Masyarakat Lampung dalam sistem adat terbagi dalam dua kelompok adat,
yaitu kelompok masyarakat Lampung yang beradat Pepadun, dan kelompok
masyarakat Lampung yang beradat Saibatin. Masyarakat Lampung Pepadun dan
Saibatin memilki banyak keragaman budaya, dimana kebudayaan sendiri adalah
hasil budaya atau kebulatan cipta, rasa, dan karsa manusia yang hidup
bermasyarakat. Menurut Sutrisno dan Rita Hanafie yang dikutip Baharudin, antara
manusia, masyarakat dan kebudayaan ada koneksitas yang erat. Tanpa
masyarakat, manusia dan kebudayaan tidak mungkin berkembang, tanpa manusia
tidak mungkin ada kebudayaan, tanpa manusia tidak mungkin ada masyarakat.
1) Yasinan, dalam acara rutin ini setiap malam Jum’at bergilir di rumah
masyarakat khusus bapak-bapak agar tali persaudaraan mereka tetap
berkomunikasi dalam kegiatan tersebut.
2) Gotong Royong, yang di sertai tokoh agama dan tokoh adat terkadang
dilakukan setiap hari minggu, walau tidak semua melaksanakannya tetapi
budaya ini tetap diterapkan. Dalam gotong royong tersebut tak lupa pula
suguhan-suguhan makanan ringan agar makin terasa keakraban dan
kekeluargaan seperti halnya yang diajarkan nenek moyang masyarakat
Lampung. Di satu sisi selain menerapkan budaya Nemui Nyimah juga
melatih dan menjaga kesopanan dalam tutur kata dan bersikap terhadap
sesama makhluk sosial.
3) Pengajian, yang dilakukan ibu PKK setiap hari Jum’at jam 14.00 di
masjid.
4) Kumpulan Mulli Menghanai, kegiatan ini dilakukan oleh Mulli Menghanai
atau pemuda-pemudi saat ada acara di suatu tempat untuk bermusyawarah
tentang kegiatan yang berjalan di Tiyuh Gedung Ratu dan mempererat tali
silatuhrami.
26
5) Ngakuk Majew, dimana dalam acara ini jika di rumah lelaki yaitu ngambil
majew (calon pengantin wanita), jadi seluruh masyarakat Tiyuh
berkunjung silatuhrami untuk mengetahui majew (calon pengantin wanita).
Pernikaahan, dalam acara ini muli mekhanai membantu mengurangi beban
dalam acara membuat bumbu atau kue.
6) Begawi Cakak Pepadun, pelaksanaan hajatan atau proses pelaksanaan
penobatan sultan (penyimbang). Dalam acara ini budaya Nemui Nyimah
sangat diterapkan, yang tua baik bapak-bapak maupun ibu-ibu dan muli
menghanai. Acara ini acara besar Lampung yang diadakan saat tertentu
saja.
7) Sunatan, acara yang sering dilakukan khusus anak lelaki saja. Tetapi dalam
acara ini ada perkumpulan keluarga karena sudah membesarkan anak
lelakinya. Dalam acara ini budaya Nemui Nyimah diterapkan agar acara
berjalan lancar dan sesuai keinginan.
Dari sudut pandang sosial logis, Nemui Nyimah adalah suatu sikap
pergaulan hidup yang memungkinkan orang Lampung hidup berbaur dengan
masyarakat yang ada disekitarnya. Sudah menjadi kebiasaan adat Lampung,
memberi penghormatan atau melayani seorang tamu yang datang maupun bujang
gadis, ulun tuhou. Dalam hal budaya Nemui Nyimah (berkunjung) ketempat
seseorang sebaiknya tidak datang dengan tangan hampa. Kegiatan Nyemui
Nyimah diatas selalu diterapkan di Tiyuh Gedung Ratu meskipun ada beberapa
masyarakat yang tidak aktif dalam kegiatan tersebut karena alasan sibuk dan lain-
lain. Melalui kegiatan tersebut dapat mempertahankan nilai-nilai yang terdapat
dalam budaya Nemui Nyimah. Kandungan nilai-nilai yang terdapat di Nemui
Nyimah tentunya sangat relevan dengan ajaran agama Islam, yang terkandung
dalam hadits Rasulullah :
Dalam sebuah hadits diungkapkan, “Maukah kalian aku tunjukkan amal yang
lebih besar pahalanya dari pada Shalat dan shaum?” tanya Rasul pada para
sahabat. “Tentu saja”, jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, “Engkau
damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaran yang terputus,
27
mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai
kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka
adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barang siapa yang ingin dipanjangkan
umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali
silaturahmi” (HR Bukhari Muslim).
Nilai sosial adalah konsepsi abstrak tentang apa yang baik sehingga harus
dianut dan apa yang buruk sehingga harus dihindari. Contoh dari nilai sosial yang
dianut oleh orang Lampung adalah Piil pesenggiri, Sakai Sambaian, Nemui
Nyimah, Nengah Nyappur, dan Bejuluk Beadek.
Nilai sosial tersebut kemudian telah menjadi falsafah hidup yang turun
temurun dan mendarah daging terwarisi sejak dari zaman dahulu, berpuluh-puluh
bahkan beratus tahun lamanya hidup berkembang menjadi adab, adah, dan adat.
Membudaya mengakar serta melekat meskipun terkadang mulai tergerus
perubahan zaman. Nilai-nilai tersebut kadang hilang ditinggalkan namun ada yang
masih tetap terwarisi, terpelihara dan terjaga bahkan menarik untuk digali, dari
mana, untuk apa, apa urgensinya dan bagaimana implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari.
28
Sedangkan Juluk adalah nama lain atau gelar yang diberikan kepada
seseorang yang masih kecil atau belum menikah yang sifatnya juga bertingkat.
Juluk tersebut diberikan melalui proses ruyang-ruyang mandi pagi. Proses
pemberian gelar dilakukan dengan cara nyanang yaitu menabuh canang disaksikan
tokoh-tokoh adat dan perwatin dalam rapat permusyawaratan adat. Dan saat
pemberian gelar adat tersebut dibacakan pula pepancor, yaitu sejenis pantun yang
biasa dibacakan pada saat pemberian gelar-gelar adat pada masyarakat adat
Lampung. Juluk adalah nama kecil panggilan adat Lampung biasanya pemberian
dari kakek yang melekat terus sampai kemudian ia mendapat adek.
Adek adalah nama lain atau gelar yang diberikan kepada seseorang (orang
Lampung) yang telah menikah yang sifatnya juga bertingkat/berkasta. Proses
pemberian gelarnya pun hampir sama yakni dilakukan dengan cara nyanang yaitu
menabuh canang disaksikan tokoh-tokoh adat dan perwatin dalam rapat
permusyawaratan adat. Adek tersebut didapat dan “diterangkan” melalui prosesi
begawi mupadun adat atau minimal melalui begawi nguruk di way (begawi kecil
dalam sistem hukum adat Lampung Pepadun, khususnya Lampung Marga
Sungkai Bunga Mayang).
29
diberikan setelah yang bersangkutan mampu, menunjukan prestasi-prestasi baru.
Juluk contohnya, setelah anak menampakan keinginan keras untuk mewujudkan
konsep diri atau cita-cita, maka juluk diberikan sesuai dengan cita-citanya. Kelak
kalaupun cita-citanya berhasil maka ia telah mencapai sesuatu yang baru dan ia
berhak diupacarai dengan sebuah upacara puncak yang dikenal dengan istilah
cakak pepadun. Perubahan yang penting dalam kehidupan manusia yaitu
perencanaan cita-cita dan pecapaiannya. Kedua momentum ini bagi falsafah piil
pesenggiri tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja, melainkan harus diperingati
karena keduanya merupakan pembaharuan yang pasti dilalui oleh manusia. Itulah
sebabnya bejuluk beadek diterjemahkan dengan inovasi. Inovasi yang dilakukan
secara terus menerus antara idealitas hingga menjadi realitas dikehidupan manusia
harus diwarnai dengan unsur-unsur piil pesenggiri lainnya yaitu: nemui nyimah,
nengah nyappur, sakai sambaian hingga pada saatnya kelak apa yang menjadi
cita-cita (idealita) benar-benar menjadi kenyataan (realita). Gawi adat atau yang
didalamnya terdapat rangkain syaer adalah suatu proses upacara adat masyarakat
Lampung pepadun guna mengambil gelar raja atau pangeran atau perubahan dari
juluk menjadi adek. Juluk sendiri berarti panggilan, biasanya masyarakat
Lampung baik lelaki maupun wanita memiliki juluk yang diberikan oleh orang
tuanya sejak ia kecil. Juluk akan berubah menjadi adek sutan atau pangeran jika
seseorang tersebut dirasa memiliki kecukupan untuk mendapatkan gelar raja
ataupun pangiran.
30
waktunya ia menikah maka orangtuanya akan melaksanakan gawi adat untuk
mengambil gelar anaknya menjadi pangeran maka anak tersebut akan
mendapatkan adek yang dirasa sesuai dengan prilakunya, tentu saja adek
tersebut.berdasarkan hasil diskusi para tokoh adat dengan harapan kehidupannya
akan sebaik adek yang diberikan kepadanya. Semestinya ketika sudah diberi juluk
memang harus diteruskan dengan adek nya, karena ini memang sudah menjadi
budaya yang dijalankan dari nenek moyang hingga saat ini. Apapun halangannya
masyarakat Lampung pepadun akan tetap mempertahankan harga dirinya dengan
melaksanakan gawi adat demi kesempurnaan budayanya. Namun seiring
berjalannya waktu dan perkembangan zaman, Dahlan Warga Negara sendiri
sebagai tokoh adat masyarakat Lampung pepadun mengatakan sudah terdapat
keringanan yang diciptakan dari hasil diskusi. tokoh adat, bagi masyarakat
Lampung Pepadun yang ingin memenuhi kebutuhan budayanya dengan
mengambil adek yang harus dijalankan dengan mengadakan gawi adat namun
terdapat keterbatasan dalam hal ekonomi maka ia bisa melakukannya dengan gawi
matah atau membayar denda apa-apa saja hal yang tidak bisa ia penuhi dalam
pelaksanaan gawi adat.
31
BAB IV
KESIMPULAN
Kearifan lokal adalah sesuatu yang bernilai dan disepakati untuk dijadikan
pegangan bersama sehingga tetap tertanam dalam waktu yang sedemikian lama.
Ditinjau dari kelima ciri kearifan lokal yaitu, kemampuan bertahan dalam
gempuran budaya lain, kemampuan untuk mengakomodasi budaya luar, dan
memiliki kemampuan mengintegrasikan budaya luar ke dalam budaya lokal maka
Piil Pesenggiri pantas untuk disebut sebagai genius lokal, lokal wisdom atau
kearifan lokal.
32
dan golongan. Di mana sikap suka bergaul tersebut menumbuhkan semangat
bekerja sama dan tenggang rasa yang tinggi antarasesama.
Nemui Nyimah berarti sikap pemurah atau tangan terbuka. Nemui Nyimah
ini merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap
keakraban dan kerukunan serta silaturahim. Nemui Nyimah juga dapat diartikan
sebagai sikap sopan santun.
Dari kelima hal diatas merupakan Kearifan Lokal yang ada di Lampung
yang tentunya perlu untuk kita jaga, pelihara, dan melestarikannya. Semakin
menuju ke sini, maka zaman akan semakin modern. Tetapi hal itu jangan
membuat budaya kita terkikis oleh zaman tersebut.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Sandika. 2018. Nilai-Nilai Piil Pesenggiri Syaer Masyarakat Megou Pak
Tulang Bawang dan Relevansinya dengan Pendidikan Karakter. Diunduh pada
tanggal 16/09/2019. Dilaman web:
http://digilib.unila.ac.id/33005/3/TESIS%20TANPA%20BAB%20PEMBAHA
SAN.pdf
Hasan, Zainudin. 2017. Nengah Nyappur, Nilai Sosial Pergaulan (1). Diakses
pada tanggal 15/09/2019. Dilaman web: http://www.lampost.co/berita-nengah-
nyappur-nilai-sosial-pergaulan-1
Tim Dosen FKIP Unila. Pendidikan Etika dan Kearifan Lokal. Bandar Lampung:
Lotus Press
34
SOAL
PILGAN
1. Upacara adat Lampung cakat pepadun (naik tahta adat) untuk mendapatkan
gelar merupakan pelaksanaan...
A. Nemui Nyimah
B. Sakai Sambaian
C. Bejuluk Beadek
D. Titie Gamatei
A. Gawi Adat
B. Pesta Lampung
C. Nemui Nyimah
D. Piil Peesenggiri
3. Dalam kitab Kuntara Raja Niti Bejuluk Beadek di atur dalam pasal....
A. 11
B. 12
C. 13
D. 14
A. Dini
B. Balita
C. Tua
D. Remaja dan Dewasa
A. Gawi Adat
35
B. Cakak Pepadun
C. Aqiqahan
D. Pesta Lampung
A. Bejuluk Buadek
B. Nemui Nyimah
C. Nengah Nyappur
D. Sakai Sambaian
7. Pada awalnya Nengah Nyappur berasal dari kata benda yang diubah menjadi
kata kerja "negah" yang berati "berada di tengah" dan "cappur" menjadi "nyappur"
sehingga mempunyai arti...
A. Bergaul
B. Berkawan baik
C. Bercampur
D. Berbaur
A. 1, 2 dan 3
36
B. 4, 5 dan 6
C. 2, 4 dan 5
D. 1, 3 dan 5
A. 1, 2 dan 4
B. 1, 2 dan 3
C. 1, 4 dan 5
D. 1, 3 dan 4
37
12. Apakah kedudukan Sakai Sambaian bagi masyarakat Lampung Saibatin...
A. Kiyay
B. Minak
C. Sembahan
D. Rajo atau Ajo
14. Berikut ini yang bukan termasuk ciri kearifan lokal adalah...
A. Persaingan sepakat
B. Ajaran Islam
C. Fastabikul Khoirot
D. Kehidupan masyarakat
38
D. Mengutamakan harga diri
A. Sopan
B. Ingin tau yang tinggi
C. Musyawarah
D. Tolong menolong
A. Sejenis pantun yang biasa di bacakan pada saat pemberian gelar gelar adat
pada masyarakat adat Lampung
B. Nama lain atau gelar yang diberikan kepada seseorang yang telah menikah
yang sifat nya bertingkat/berkasta
C. Panggilan untuk sistem kekerabatan yang bersifat
bertingkat/berkasta/memiliki stratifikasi
D. Nama lain atau gelar yang diberikan kepada seseorang yang masih kecil
atau belum menikah yang sifat nya juga bertingkat.
39
21. Nemui berasal dari kata benda yaitu...
A. Tamu
B. Pendatang
C. Temui
D. Nyemui
22. Dibawah ini yang tidak termasuk unsur-unsur dalam Piil Pesenggiri adalah...
A. Nemui Nyimah
B. Bejuluk Beadek
C. Sakai Sambaian
D. Titie Gamatei
23. Bentuk konkrit Nemui Nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat lebih
tepat diterjemahkan sebagai...
A. Bupudak Waya
B. Tetengah Tetengah
C. Khepot Delom Mufakat
D. Khopkhama Delom Bekhekhja
40
ESSAY
41
KUNCI JAWABAN
PILIHAN GANDA
ESSAY
1. Masyarakat mempunyai falsafah hidup yaitu Piil Pesenggiri, yang terdiri dari 4
tokoh bahasan yaitu:
1. Bejuluk buadek
2. Nemui nyimah
3. Nengah nyappur
4. Sakai sambaian
42
kehormatan diri sendiri dan orang lain, yaitu sanggup menjalani hidup dengan
penuh kesadaran. Hidup dengan penuh kesadaran berarti mampu
membangkitkan kondisi pikiran yang sesuai kenyataan yang dihadapi,
bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Arogansi dan
berlebihan dalam mengagungkan kemampuan diri sendiri merupakan
gambaran tentang rendahnya harga diri atau runtuhnya kehormatan seseorang.
43