Anda di halaman 1dari 3

Nama : Halimi

NIM : 0331193035
Resume : Dinasti Bani Umayyah
Munculnya Daulah Umayyah
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan pada tahun 41 H dengan penyerahan
kekuasaan oleh cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali, kepada
Muawiyah bin Abu Sufyan. Al-Hasan radhiallahu ‘anhu melakukan hal itu untuk menjaga
persatuan dan terjaganya darah kaum muslimin setelah sebelumnya terjadi perpecahan.

Munculnya daulah ini membuat posisi orang-orang penyebar fitnah perpecahan


terpojok dan membuat cita-cita mereka pupus. Karena mereka hanya menginginkan kejelekan
untuk umat Islam. Mereka menginginkan peperangan dan perpecahan umat ini terus
berlangsung.

Penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh cucu Rasulullah menunjukkan bahwa


berdirinya kekhalifahan ini tidak dengan cara-cara yang tidak disyariatkan seperti
memberontak dan lain sebagainya.

Periodesasi
Daulah Umayyah dibangun dan diperkuat pondasinya pada masa pemerintahan dua
khalifah, yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan dan anaknya Yazid bin
Muawiyah. Proses tersebut berlangsung dari tahun 41 H sampai 64 H.

Periode berikutnya adalah periode fitnah. Berlangsung antara tahun 64 H sampai 86


H, yakni pada masa Khalifah Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik
bin Marwan. Pada masa ini terjadi pemberontakan terhadap penguasa dan peperangan sesama
umat Islam.

Perideo berikutnya adalah periode kekuatan, sama halnya dengan periode Muawiyah
dan Yazid. Berlangsung antara tahun 86 H sampai 125 H. Yaitu pada masa Khalifah al-Walid
bin Abdul Malik bin Marwan, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan,
Yazid bin Abdul Malik, dan Hisyam bin Abdul Malik.
Periode kemunduran hingga jatuhnya kekhalifahan Bani Umayyah terjadi antara
tahun 125 H hingga 132 H. Pada masa ini banyak terdapat khalifah dalam satu negara.

Dengan demikian periode keemasan Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua fase,
antara tahun 41–64 H dan 86–125 H. Begitu pula masa kemundurannya terbagi menjadi dua
fase, antara tahun 64–86 H (tidak sampai menyebabkan kekhalifahan runtuh) dan 125–132 H
ditandai dengan runtuhnya kekhalifahan.

Khalifah Pertama: Muawiayah bin Abi Sufyan


Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu memeluk Islam pada tahun 7 H. Ia
adalah saudara ipar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena istri Nabi, Ummu
Habibah binti Abi Sufyan, merupakan saudari dari Muawiyah. Ia juga penulis wahyu Alquran
dan periwayat hadits-hadits Nabi. Dari sini kita bisa ketahui, orang yang mencela Muawiyah
adalah mereka yang menghendaki batalnya apa yang diriwayatkan Muawiyah yakni Alquran
dan hadits.

Muawiyah adalah seorang yang ahli dalam kepemimpinan. Tidak heran sedari zaman
Rasulullah hingga zaman Utsman bin Affan, ia diberikan amanat yang besar. Rasulullah
mengamanitinya sebagai penulis wahyu, Umar dan Utsman menjadikannya sebagai gubernur
Syam. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak ada penguasa kaum muslimin yang lebih baik
dibanding Muawiyah, jika dibandingkan dengan masa setelahnya. Adapun jika dibandingkan
dengan masa Abu Bakar dan Umar, barulah terlihat ada penguasa yang lebih utama”

Khalifah Kedua: Yazid bin Muawiyah

Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu wafat, putranya Yazid
menggantikan kedudukannya sebagai khalifah. Muawiyah memilih Yazid karena menurutnya
pengangkatan Yazid akan meredam gejolak dan fitnah. Ia menyadari di saat itu ada orang-
orang yang utama semisal Husein bin Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin
Umar, dll. Namun memilih mereka dikhawatirkan akan terjadi pemberontakan dari kalangan
Bani Umayyah yang memiliki kekuatan di saat itu.

Singkat cerita, pengangkatan Yazid memang dipandang kontroversial namun


kenyataannya tidaklah seperti penilaian orang-orang pada saat ini. Mari kita serahkan
penilaian terhadap Yazid kepada seseorang yang shaleh yang hidup sezaman dengan Yazid,
bukan kepada orang-orang yang hidup setelah Yazid dan diperparah seandainya mereka
bukan orang yang shaleh. Penilaian itu kita serahkan kepada salah seorang anak Ali bin Abi
Thalib, saudara beda ibu dari Hasan dan Husein, dan ulama di masa tabi’in, yakni
Muhammad al-Hanafiyah.

Anda mungkin juga menyukai