Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa permulaan peradaban yang benar-benar membawa perubahan

yang sangat besar, yang membawakan pula obor kesejahteraan dan kemanusiaan,

Muhammad SAW. Ia merupakan nabi penutup daripada nabi dan rosul, serta

sebagai rahmatanlil alamin bagi umat manusia dengan Islam sebagai ajaran agama

yang baru. Sehingga Ia pula patut sebagai guru utama bagi pembaruan. Setelah

nabi wafat ajaran tersebut disebarluaskan oleh para sahabat, tabiin dengan

memegang panji Islam yang kokoh. Sehingga pasca nabi, ajaran Islampun juga

disebarluaskan diseluruh penjuru dunia.

Dalam penyebaran syari’at Islam pasca Rasulullah Muhammad SAW,

terdapat beberapa babakan, yakni mulai langsung dari Khulafaur Rasyidin, yang

dijalan kan oleh para sahabat dekat nabi (11-41 H) yakni dari Abu Bakar as-Shidiq,

Umar bin Khatab, Ustman bin Affwan, Ali bin Abi Thalib. Serta babakan Islam

pada masa klasik (keemasan) yang terdapat dua penguasa besar pada saat itu, yaitu

pada masa Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah. Pada bahasan ini, kita akan

membahas lebih luas tentang Dinasti Abbasiyah yang diusungkan dari kerabat

Rasulullah, yakni keluarga Abbas.

Pada kesempatan ini, penulis akan membahas tentang perbandingan

kepemimpinan Dinasty Umayyah dengan Khulafaurrasyidin.

1
B. Rumusan Masalah

Pada makalah ini penulis menitikberatkan pembahasan mengenai

”perbandingan kepemimpinan Dinasty Umayyah dengan Khulafaurrasyidin”

C. Tujuan Penulisan

a. Sebagai tugas untuk mengikuti tugas mata pelajaran.

b. Untuk melatih penulis agar memudahkan dalam membuat makalah.

c. Untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang Khilafah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masa Khulafaurrasyidin

Khulafaur Rasyidin menurut bahasa artinya para pemimpin yang

mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah yaitu para

khalifah (pemimpin umat Islam) yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah

SAW sebagai kepala negara (pemerintah) setelah Rasulullah SAW wafat.

Pengangkatan seorang pemimpin atas dasar musyawarah yang dilakukan

secara demokratis sesudah wafatnya Nabi inilah yang disebut Khulafaur Rasyidin.

Jumlahnya ada 4 orang, yaitu:

1. Abu Bakar as Shiddiq ( 11 – 13 H = 632 – 634 M )

2. Umar bin Khatab ( 13 – 23 H= 634 – 644 M

3. Usman bin Affan (23 – 35 H = 644 – 656 M)

4. Ali bin Abu Thalib ( 35 – 40 H = 656 – 661 M)

Sesudah Ali bin Abu Thalib, para pemimpin umat Islam (khalifah) tidak

termasuk Khulafaur Rasyidin karena mereka merubah sistem dari pemilihan secara

demokratis menjadi kerajaan, yaitu kepemimpinan didasarkan atas dasar keturunan

seperti halnya dalam sistem kerajaan.

Dengan wafatnya khalifah Ali, maka masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin

telah selesai karena sesudah itu pemerintahan Islam dipegang oleh khalifah

Muawiyah bin Abu Sufyan secara turun-temurun, sehingga disebut Daulat / Bani

Umayyah.

3
B. Masa Dinasti Umayyah

Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin

Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa

Jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung dalam

merebutkan kekuasaan dan kedudukan.

Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, di

mana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang

terjadi sejak zaman khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90

tahun, banyak bangsa diempat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam

kekuasaan Islam, yang meliputi tanah spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara,

Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan,

India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan

Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.

Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan

lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya

tekanan dari pihak luar.

Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam tampak begitu mudah.

Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor Eksternal dan Internal yang

menguntungkan.

Masa kekuasaan Dinasti umayyah hammpir satu abad, tepatnya selama 90

tahun, dengan 14 orang khalifah.

1. Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60H/661-679M

2. Yazid I bin Muawiyah 60-64H/679-683M

4
3. Muawiyah II bin Yazid 64H/683M

4. Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M

5. Abdul Malik bin Marwan 65-86H/684-705M

6. Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M

7. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/714-717M

8. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M

9. Yazid II bin Abdul Malik 101-105H/719-723M

10. Hisyam bin Abdul Malik 105-125H/723-742M

11. Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M

12. Yazid bin Walid bin Malik 126H/743M

13. Ibrahim bin Al-Walid II 126-127H/743-744M

14. Marwan II bin Muhammad 127-132H/744-750M

Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari

daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan Sayyidina Umar bin

Abdul Aziz.

C. Perbandingan Kepemimpinan Dinasty Umayyah Dengan Khulafaurrasyidin

1. Kepemimpinan Khulafaurrasyidin

Setelah Nabi Muhammad saw. wafat, posisinya sebagai nabi dan rasul

tidak tergantikan. Namun, posisi Nabi Muhammad saw. sebagai kepala negara

Daulah Islamiyyah dapat digantikan. Pengganti posisi Nabi Muhammad saw.

sebagai kepala negara Daulah Islamiyyah kemudian disebut khalifah (wakil).

Kepemimpinan Khulafarurrasyidin memiliki ciri:

5
a. Mengutamakan dan meniru sifat Rasulullah SAW. Dalam melaksanakan

segala kegiatan dan berupaya mentaati segala ajaran Islam.

b. Menetapkan khilafah atau pimpinan secara demokratis yaitu dengan

musyawarah dan mufakat dan pemilihan.

c. Jabatan khalifah diperoleh berdasarkan kesepakatan seluruh kaum

muslimin.

d. Apabila terjadi permasalahan, diambil solusi melalui musyawarah untuk

mufakat.

e. Jabatan dianggap sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan

dihadapan Allah dan masyarakat.

f. Khalifah lebih mengutamakan kesejahteraan dari pada mengejar kekayaan

dan kekuasaan. Rakyat adalah segalanya, sedangkan khalifah adalah abdi.

g. Prinsip dasar sebagai khalifah adalah pemimpin pemerintahan sekaligus

pemimpin agama.

h. Prinsip dasar pemerintahan berstandar pada kedekatan hubungan istimewa

dengan Nabi Muhammad SAW dan faktor keagamaan, ketokohan dan

kesetiaannya pada Islam.

2. Kepemimpinan Dinasty Umayyah

Sejak masa kepemimpinan Muawiyah bin Abu Sofyan, ibu kota Daulah

Islamiyyah dipindahkan dari Madinah ke Damaskus. Selain itu, lingkar

kepemimpinan diubah menjadi sistem turun-temurun ala kerajaan.

6
Sejak saat itu, pemerintahan hanya dijabat oleh orang-orang dari

keluarga Muawiyyah, yakni keluarga Umayyah. Maka, lahirlah Dinasti

Umayyah dalam pola kepemimpinan Daulah Islamiyyah.

Dinasti Umayyah berhasil mengembangkan wilayah Daulah

Islamiyyah hingga ke Punjab di India dan Spanyol sehingga peradaban Islam

mulai memengaruhi Eropa Barat.

Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41

H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa

pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur

Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik yang

demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung

oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi Heredities,

yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan

Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak

dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun

temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk

menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh

Monarchi di Persia dan Binzantium. Dia memang tetap menggunakan istilah

Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk

mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam

pengertian “Penguasa” yang di angkat oleh Allah.

Karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan

secara demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui musyawarah,

7
melainkan dengan cara-cara yang tidak baik dengan mengambil alih kekuasaan

dari tangan Hasan bin Ali (41 H/661M) akibatnya, terjadi beberapa perubahan

prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan

dan perkembangan umat Islam. Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan

berdasarkan menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara

mengangkat seorang putra mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.

Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah Muawiyah

bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah. Sejak Muawiyah

bin Abi Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para penguasa Bani Umayyah

menunjuk penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya kelak, hal ini

terjadi karena Muawiyah sendiri yang mempelopori proses dan sistem kerajaan

dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan

kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas saran Al-

Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan dan konflik politik intern

umat Islam seperti yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Sejak saat itu, sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah

meninggalkan tradisi musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam.

Untuk mendapatkan pengesahan, para penguasa Dinasti Bani Umayyah

kemudian memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan sumpah setia

(bai’at) dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan para penguasa

seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan ajaran

permusyawaratan Islam yang dilakukan Khulafaur Rasyidin.

8
Selain terjadi perubahan dalm sistem pemerintahan, pada masa

pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain misalnya masalah

Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Baitulmal berfungsi

sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga Negara memiliki hak yang

sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak pemerintahan Muawiyah bin

Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan keluarga

raja seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz

(717-729 M).

Kepemimpinan Dinasty Umayyah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Masih meneladani Rasulullah SAW, tetapi berani melakukan

penyimpangan dari ajaran Islam.

b. Menetapkan khalifah berdasarkan kekerabatan atau keturunan. Hal itu

mirip dengan kerajaan atau sistem monarkhi.

c. Jabatan khalifah diperoleh dengan jalan paksaan, politisasi dan kelicikan.

d. Tidak ada musyawaran, karena pemerintah cenderung diktator

e. Jabatan sangat diagungkan sampai-sampai jabatan khalifah di sebut

“khalifah Allah” yang artinya “penguasa” yang ditunjuk oleh Allah swt.

Khalifah adalah segalanya dan harus di sanjung, sedangkan rakyat adalah

hamba sahaya.

f. Berorientasi bahwa khalifah tidak harus sebagai pemimpin agama, poisis

itu dapat diserahkan kepada orang lain yang ditunjuk.

g. Prinsip dasar pemerintahan berstandar pada jaringan kerja yang

memberikan keuntungan dan kedekatan kekerabatan.

9
h. Prioritas dakwah islam dan perhatian kaum muslimin di negeri; Turki,

Spanyol, Eropa Timur, India, dan lain-lain (prioritas pengislaman setelah

kepemimpinan Khulafaurrasyidin).

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa setiap kepemimpinan memiliki gaya yang berbeda-beda.

Pada masa khulafaurrasyidin prinsip dasar sebagai khalifah adalah pemimpin

pemerintahan sekaligus pemimpin agama dan prinsip dasar pemerintahan

berstandar pada kedekatan hubungan istimewa dengan Nabi Muhammad SAW

dan faktor keagamaan, ketokohan dan kesetiaannya pada Islam. Sedangkan

pada Dinasty Umayyah menetapkan khalifah berdasarkan kekerabatan atau

keturunan. Hal itu mirip dengan kerajaan atau sistem monarkhi dan jabatan

khalifah diperoleh dengan jalan paksaan, politisasi dan kelicikan.

B. Saran

Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami telah kami

susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara

mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada

habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.

Sering kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai masa

lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui

sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar

menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat

11
ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan

menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan

Islam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah yang

panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang

berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan keteguhan dan rasa

kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang kita peluk ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta Pusat : Pustaka Al – Husna

Suwito. 2005. Pendidikan Agama Islam untuk Kelas VIII Semester Genap. Surakarta:
Mitra Mandiri

Darsono. 2009. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam untuk Kelas VII Madrasah
Tsanawiyah. Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

13

Anda mungkin juga menyukai