DAULAH ABBASIYAH
A. PENDAHULUAN
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya,
yaitu Dinasti Umayyah yang telah digulingkannya. Dinamakan Dinasti Abbasiyah karena
para pendiri dan penguasanya merupakan keturunan Abbas bin Abdul Mutholib, paman
Rasululullah. Nama Abbasiyah berasal dari kata al-Abbas dan Abbas itu adalah nama seorang
keturunan Bani Hasyim. Berdirinya Dinasti Abbasiyah dilatar belakangi oleh terjadinya
kekacauan dalam kehidupan bernegara Dinasti Umayyah. Akan tetapi, pada tahun 750 M
Daulah Bani Umayyah mengalami keruntuhan dengan berbagai faktor penyebab. Keruntuhan
Daulah Umayyah tersebut menjadi tonggak awal berdirinya kekuasaan Daulah Bani
Abbasiyah.
Khalifah pertama dari Daulah Abbasiyah adalah Abdullah As Saffah bin Muhammad
bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Dinamakan Daulah Bani Abbasiyah
karena para pendiri dan khalifah Daulah ini adalah keturunan al-Abbas ibn Abdul Muthalib,
paman Nabi Muhammad saw. Masa kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H /750 M s/d 656 H/1258 M. Bani Abbasiyah
ialah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (saat ini ibukota Irak). Di bawah
kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah, dunia Islam juga mengalami masa-masa kejayaan di
berbagai bidang peradaban dan kebudayaan Islam dengan ibu kota Baghdad sehingga
Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban dunia.
c. Adanya Konflik-Konflik Politik yang Terjadi di Masa Ali bin Abi Thalib
Latar belakang terbentuknya Daulah Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-
konflik politik yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin sebelumnya, yaitu Ali bin
Abi Thalib. Konflik-konflik politik yang muncul seperti adanya sisa-sisa Syiah (yang
mengultimatum diri sebagai pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara
tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan
terhadap gerakan- gerakan oposisi ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
d. Pertentangan Etnis antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arabia Selatan
(Bani Kalb)
Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arabia Selatan (Bani
Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam. Pada masa kekuasaan Daulah
Umayyah, pertentangan tersebut semakin meruncing terutama setelah kematian Yazid
bin Muawiyah (Yazid I). Ketika terjadi bentrokan antara kedua belah pihak, kabilah
Kalb dapat mengalahkan kabilah Qais yang mengantarkan Marwan I ke kursi
kekhalifahan. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Daulah Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Bangsa Arab Selatan yang pada masa itu diwakili kabilah Kalb adalah pendukung
utama Muawiyah dan putranya, Yazid 1 ibu Yazid I, yang bernama Ma'sum, berasal
dan kabilah Kalb. Pengganti Yazid 1, Muawiyah II, ditolak oleh bangsa Arab Utara
yang diwakili oleh kabilah Qais dan mengakui kekhalifahan Abdullah bin Zubair
(Ibnu Zubair).
e. Sikap Hidup Mewah di Lingkungan Istana
Beberapa khalifah Umayyah yang pernah berkuasa diketahui hidup mewah dan
berlebih-lebihan. Hal ini menimbulkan rasa antipati rakyat kepada mereka. Kehidupan
dalam istana Bizantium agaknya mempengaruhi gaya hidup mereka. Yazid bin
Muawiyah (Yazid 1): misalnya, dikabarkan suka berhura-hura dengan memukul
gendang dan bernyanyi bersama para budak wanita sambil minum minuman keras.
f. Figur Khalifah yang Lemah
Pemindahan ibu kota dari Madinah ke Damaskus yang merupakan bekas ibu kota
Kerajaan Bizantium, mengakibatkan gaya hidup mewah bangsawan Bizantium mulai
mempengaruhi keluarga Dinasti Umayah. Sangat berbeda jauh dari gaya hidup Islami
seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, dan Khulafaur Rasyidin. Gaya
hidup mewah seperti itu menyebabkan figur-figur khalifah menjadi figur yang lemah.
g. Hak Istimewa Bangsa Arab Suriah
Umayah bin Khalaf merupakan nenek moyang Dinasti Umayah yang telah
menetap lama di Suriah jauh sebelum Islam datang. Oleh karena itu, keberlangsungan
Dinasti Umayah tidak bisa dilepaskan dari orang-orang Suriah. Dinasti Umayah
membentuk aristokrasi kelas-kelas sosial dan tingkatan masyarakat. Tentara Suriah
adalah jantung kekuatan militer Dinasti Umayah. Sebagai sumber kekuatan mereka
memperoleh bagian terbesar dari harta rampasan, Maka dari itu, masyarakat Suriah
mendapat hak istimewa yang mengakibatkan terjadi kesenjangan sosial antara
masyarakat Suriah dan golongan lainnya. Keadaan itu memunculkan kecemburuan
kaum muslim Arab di Madinah, Mekah, dan Irak. Mereka memang dibebaskanı dari
beban membayar pajak yang dipikulkan kepada orang-orang muslim non-Arab
(Mawali) dan nonmuslim. Akan tetapi, kehidupan mereka tidak lebih baik
dibandingkan dengan keluarga-keluarga Suriah. Kecemburuan yang lebih besar
ditunjukkan oleh orang-orang muslim non-Arab pada umumnya dan lebih khusus lagi
adalah orang-orang Islam Persia.
Dengan demikian, adanya ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non-Arab,
yakni pendatang baru dari bangsa-bangsa yang dikalahkan yang disebut "Mawall".
Mereka bersama-sama bangsa Arab mengalami beratnya peperangan, tetapi
diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua. Golongan non Arab, terutama di Irak dan
wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status Mawali
menggambarkan inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang
diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
h. Kebencian Golongan Syiah
Bani Umayyah dibenci oleh golongan Syiah karena dipandang telah merampas
kekhalifahan dari tangan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Menurut golongan
Syiah, khilafah (kepemimpinan atau kekuasaan politik) atau imamah adalah hak Ali
dan Keturunannya karena diwasiatkan oleh Nabi Muhammad saw.
i. Munculnya Kekuatan Baru yang Dipelopori oleh Keturunan al-Abbas ibn Abd al-
Muthalib
Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-
Muthalib, Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim. golongan
Syi'ah dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani
Umayyah. Mereka merasa diperlakukan tidak adil dengan kelompok Arab. dalam hal
pembebanan pajak yang gerakan revolusi Abbasiyah terlalu tinggi, kelompok inilah
yang mendukung gerakan revolusi Abbasiyyah.
Kelompok inilah yang menjadi kekuatan baru bagi keturunan al-Abbas ibn Abd
al- Muthalib untuk menggulingkan kekuasaan kekuasaan Daulah Bani Umayyah.
Keruntuhan Daulah Bani Umayyah benar-benar terjadi dengan kemenangan pasukan
Abul Abbas yang didukung oleh pasukan Abu Muslim al-Khurasani dalam
pertempuran Zab Hulu melawan pasukan Khalifah Marwan pada tahun 748 M.
Kekalahan, ini menjadi akhir dari kekuasaan Daulah Bani Umayyah dan menjadi
awal berdirinya Daulah Bani Abbasiya mulai tahun 750 M-1258 M.
3. Hikmah dari Keruntuhan Daulah Bani Umayyah
Keruntuhan Daulah bani Umayyah memberikan banyak pelajaran atau hikmah yang
bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun hikmah dari peristiwa
keruntuhan Daulah Bani Umayyah, yaitu sebagai berikut.
a. Kita tidak boleh rakus terhadap kekuasaan.
b. Kita tidak boleh boros dalam menggunakan uang negara.
c. Kita harus bersikap adil dan bijaksana dalam menjalankan kekuasaan.
d. Kita harus lebih mendekatkan diri dengan Allah Swt. dan taat menjalankan syariat
Islam.
e. Kita harus mau mendekati rakyat dan mengasihi fakir dan miskin.
A. PENDAHULUAN
Daulah Abbasiyah merupakan salah satu pilar kejayaan umat Islam pada masa klasik.
Pada zamannya, tidak ada bangsa yang menandingi gemerlapnya peradaban dan kemajuan
ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu, sehingga bisa dikatakan bahwa zaman
keemasan Islam muncul pada saat itu. Daulah Abbasiyah berkuasa selama hampir enam abad
(132-656 H/750- 1258 M), didirikan oleh Abul Abbas as-Saffah dibantu oleh Abu Muslim al-
Khurasani, seorang panglima Muslim yang berasal dari Khurasan, Persia dan Abu Ja'far Al
Manshur.
Bani Abbas mendirikan kekhalifahan baru yang bertahan selama 500 tahun. la pun
memindahkan ibu kota kekhalifahan ke Baghdad, Irak. Baghdad pun dengan cepat tumbuh
menjadi pusat perdagangan, budaya, dan pusat aktivitas intelektual. Para khalifah Daulah
Bani Abbasiyah menyadari betul bahwa kemajuan peradaban suatu bangsa terletak pada
sumber daya manusia yang berkualitas. Maka, berasal dari dasar pemikiran tersebut para
khalifah Daulah Bani Abbasiyah sangat menaruh perhatian kepada bidang pendidikan. Hal itu
dibuktikan dengan berkembangnya bidang politik dan pemerintahan, kemajuan di bidang
sosial dan budaya, kemajuan di bidang ekonomi dan pertanian, kemajuan pengetahuan dan
tekhnologi dan kemajuan ilimu-ilmu keagamaan. Berikut materi tentang perkembangan
peradaban Islam pada masa Daulah Abbasiyah.
A. PEENDAHULUAN
Abad ke-9 hingga 13 dunia Islam ditandai dengan era perkembangan ilmian, religius,
filsafat dan kebudayaan dalam skala serta kedalaman yang tertandingi sejarah Setelah melesat
bangkit dan jazirah Arab, kebudayaan Islam meliputi banyak agama dan budaya ke penjuru
dunia. Dalam buku Sejarah Islam yang Hilang karya Firas al-Khateeb dijelaskan pada
masanya hanya melalui Islam-lah berbagai pemersatuan kebudayaan tradisi, dan suku yang
beragam itu bersatu. Hal ini kemudian menjadi cikal-bakal landasan untuk menciptakan
zaman keemasan baru dalam penemuan ilmiah.
Pada masa Daulah bani Abbasiyah ini sejarah perkembangan ilmu pengetahuan Islam
merupakan sejarah kegemilangan semangat islam memojvasi umatnya Kemajuan ilmu
pengetahuan orang-orang Eropa (Barat) pada waktu itu tertinggal jauh dibandingkan dengan
umat Islam sehingga dunia Islam pada waktu itu dikenal sebagai The Golden Age of Islamic
Science atau masa keemasan dari kebudayaan Islam.
Beberapa hal yang menjadi bukti nyata saat itu adalah setelah kedatangan Islam di
tanah Arab, bangsa Arab yang sebelumnya terpinggirkan bahkan tidak dilirik sedikit pun oleh
bangsa Persia maupun Romawi di sekitar mereka, tampil sebagai pemenang peradaban Hal
ini tidak lain karena semangat menghargai ilmu yang sangat ditekankan oleh Allah Swt dan
rasul-Nya Melihat fenomena ini seorang orientalis Barat bahkan menyebut bangsa Arab
setelah munculnya Islam sebagai bangsa yang pergi belajar Di mana pun terdapat ilmu
pengetahuan, pastilah didatangi oleh umat Islam untuk belajar.