KELOMPOK 4
Oleh :
Kelas : VIII.5
SMP N 1 Payakumbuh
TP 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani
Umayyah sebagai penerus pemimpin umat islam. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya,
pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses
musyawarah dan kesepakatan bersama. Ketika mereka menghadapi kesulitankesulitan, maka
mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang
lainnya.
Dinasti bani Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah
Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai‟atan
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan
perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.
Terlepas dari persoalan sistim pemerintahan yang diterapkan, sejarah telah mencatat
bahwa Dinasti Umayyah adalah Dinasti Arab pertama yang telah memainkan perang penting
dalam perluasan wilayah, ketinggian peeradaban dan menyebarkan agama Islam keseluruh
penjuru dunia, khususnya eropa, sampai akhirnya dinasti ini menjadi adikuasa.
PEMBAHASAN
Bahasa : Arab
Agama : Islam
Pemerintahan : Monarki
- Dibubarkan : 750
Muawiyah bin Abi Sufyan sudah terkenal siasat dan tipu muslihatnya yang licik, dia
adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut, dan ia pernah
dijadikan sebagai amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendekia lagi
bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai mengatur
pekerjaan dan ahli hikmah. Muawiyah bin Abi Sufyan dalm membangun Daulah Bani
Umayyah menggunakan politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan
ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa,asal
maksud dan tujuannya tercapai. Dengan taktik dan kecerdikannya, ia mempermainkan emosi
umat islam. mu‟awiyah tidak mau menghormati ali, dan menyudutkannya pada sebuah
dilema: menyerahkan para pembunuh Utsman, atau menerima status sebagai orang yang
bertanggung jawab atas pembunuhan itu, sehingga ia harus diturunkan dari jabatan khalifah.
Dari perselisihan tersebut terjadilah peperangan antara Ali dan Mu‟awiyah. Peperangan
tersebut dikenal sebagai perang Siffin, karenazterjadi di daerah bernama Siffin. Dalam
pertempuran itu hampir-hampir pasukan Muawiyyah dikalahkan pasukan Ali, tapi berkat
siasat penasehat Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar pasukannya mengangkat mushaf-
mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka, pertanda seruan untuk damai dan melakukan
perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan
Mu‟awiyah. Bukan saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak
menguntungkan Ali, tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua yaitu yang
tetap setia kepada Ali disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij. Sejak peristiwa itu,
Ali tidak lagi menggerakkan pasukannya untuk menundukkan Muawiyyah tapi menggempur
habis orang-orang Khawarij, yang terakhir terjadi peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar 38 H,
dimana dari 1800 orang Khawarij hanya 8 orang yang selamat jiwanya sehingga dari delapan
orang itu menyebar ke Amman, Kannan, Yaman, Sajisman dan ke Jazirah Arab. Ali pun
terbunuh oleh seorang anggota khawarij.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa
bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Mu‟awiyah semakin kuat, maka
Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat islam kembali
dalam satu kepemimpinan politik, dibawah Mu‟awiyah ibn Sufyan. Dengan meninggalnya
Ali (661), pemerintahan yang dapat kita sebut sebagai periode ke khalifahan republic-dimulai
sejak ke khalifahan abu Bakar (623) telah berakhir. Empat khalifah pada masa ini dikenal
oleh para sejarawan Arab sebagai al-Rasyidin. Pendiri khalifah kedua, Mua‟awiyah dari
keluarga Umayyah, menunjuk putranya sendiri, Yazid, sebagai penerusnya sehingga ia
menjadi seorang pendiri sebuah dinasti. Dengan demikian, konsep pewarisan kekuasaan
mulai diperkenalkan dalam suksesi kekhalifahan, dan sejak itu tidak pernah sepenuhnya
ditinggalkan.
Pemerintahan dinasti Umayyah berasal dari nama Umaiyah ibn Abu Syam ibn Abdi
Manaf, pemerintahan ini berkuasa selama selama kurang lebih 91 tahun (41-132 atau 661-
750 M) dengan 14 orang khalifah mereka adalah:
Dari sekian banyak khalifah yang berkuasa pada masa dinasti Umayyah hanya beberapa
khalifah saja yang dapat dikatakan khalifah besar yaitu Muawiyah ibn Abi Soyan, Abd al
Malik ibn Marwan, Al Walid ibn Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hasyim ibn abd al
Malik.
Pada awalnya pemerintahan Dinasti Umayyah bersifat demokrasi lalu berubah menjadi
feodal dan kerajaan. Pusat pemerintahannya bertempat di kota Damaskus, hal itu hal ini
dimaksudkan agar lebih mudah memerintah karena Muawiyah sudah begitu lama memegang
kekuasaan di wilayah tersebut serta ekspansi territorial sudah begitu luas.
Kekuasaan Bani Umayyah yang berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara
dipindahkan Mu‟awiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa menjadi gubernur
sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah bin Abi
Sufyan (661-680 M), Abd al-Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid bin Abd Malik (705-
715), Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) dan Hisyam bin Abd al-Malik (724-743 M).
Ekspansi yang terhenti pada masa Usman dan Ali dilanjutkan oleh dinasti ini. Di zaman
Mu‟awiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah
Khurasan sampai ke sungai Oxus dan afganistan sampai ke Kabul. Angkatan-angkatan
lautnya melakukan serangan-serangan ke Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian dilakukan oleh Abd al-Malik. Dia mengirim tentaranya
menyebrangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukan Balk, Bukhara, Khawarizm,
Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan oleh al-Walid bin Abd alMalik. Masa
pemerintahan al-Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam
merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wliyah barat daya, Benua
Eropa, yaitu pada tahun 711 M setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Thariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi laut yang memisahkan
antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian,
Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat
dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh
kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan rakyat setempat yang sejak lama
menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin Abd Aziz, serangan dilakukan ke
Perancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman bin
Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana dia menyerang Tours,
namun peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya
mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang
berada di laut tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah ini meliputi Spanyol,
Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan,
daerah yang sekarang ini disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa Bani Umayyah pada
umumnya berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya pada perintisan dalam ilmu
logika, yaitu filsafat dan ilmu eksata. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini masih
berada pada tahap awal, yang merupakan masa inkubasi. Para pembesar Bani Umayyah
kurang tertarik pada ilmu pegetahuan kecuali Yazid bin Mua„wiyah dan Umar bin Abdul
Aziz. Ilmu yang berkembang di zaman Bani Umayyah adalah ilmu syari„ah, ilmu lisaniyah,
dan ilmu tarikh. Selain itu berkembang pula ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu nahwu,
ilmu bumi, dan ilmu-ilmu yangdisalin dari bahasa asing. Kota yang menjadi pusat kajian ilmu
pengetahuan ini antralain Damaskus, Kuffah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada,
dan lain-lain,dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, selain Madinah atau lembaga
pendidikan yang ada.
Al Ulumus Syari„ah, yaitu ilmu-ilmu Agama Islam, seperti Fiqih, tafsir Al-
Qur„an dansebagainya.
Al Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu yang perlu untuk memastikan bacaan Al
Qur„an,menafsirkan dan memahaminya.
Tarikh, yang meliputi tarikh kaum muslimin dan segala perjuangannya,
riwayathidup pemimpin-pemimpin mereka, serta tarikh umum, yaitu tarikh
bangsa-bangsalain.
Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang membahas tentang membaca Al Qur„an.Pada masa
ini termasyhurlah tujuh macam bacaan Al Qur„an yang terkenal dengan Qiraat
Sab„ah yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan, yaitu cara bacaan
yangdinisbahkan kepad acara membacayang dikemukakan oleh tujuh orang ahli
qraat,yaitu Abdullah bin Katsir (120 H), Ashim bin Abi Nujud (127 H), Abdullah
bin Amir Al Jashsahash (118 H), Ali bin Hamzah Abu Hasan al Kisai (189
H),Hamzah bin Habib Az-Zaiyat (156 H), Abu Amr bin Al Ala (155 H), dan
Nafibin Na„im (169 H).
Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang undang-undang dalam
menafsirkan Al Qur„an. Pada masa ini muncul ahli Tafsir yang terkenal seperti
Ibnu Abbas dari kalangan sahabat (68 H), Mujahid (104 H), dan Muhammad Al-
Baqir bin Ali bin Ali bin Husain dari kalangan syi„ah
Ilmu Hadis, yaitu ilmu yang ditujukan untuk menjelaskan riwayat dan sanad al-
Hadis, karena banyak Hadis yang bukan berasal dari Rasulullah. Diantara
Muhaddisyang terkenal pada masa ini ialah Az Zuhry (123 H), Ibnu Abi Malikah
(123H), Al Auza„i Abdur Rahman bin Amr (159 H), Hasan Basri (110 H), dan
As Sya„by (104 H).
Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang menjelaskan cara membaca suatu kalimat
didalamberbagai posisinya. Ilmu ini muncul setelah banyak bangsa-bangsa yang
bukan Arab masuk Islam dan negeri-negeri mereka menjadi wilayah
negaraIslam. Adapun penyusun ilmu Nahwu yang pertama dan membukukannya
sepertihalnya sekarang adalah Abu Aswad Ad Dualy (69 H).
Ulama-ulama mazhab yang terkenal yang hidup pada masa Dinasti Bani Umayyah
adalah:
1. Imam Abu Hanifa (Nu‟man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi) ulama fiqih
dan Hadis di Kufah, Irak (80 H / 699 M - 148 H / 767 M) lahir pada masa
Khalifah ke lima yaitu Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705M) dan wafat
Rahimahullah pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah khalifah ke dua yaitu
khalifah Abu Ja‟far Al-Manshur (754-775 M).
2. Imam Mālik (Mālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi) Ulama Fiqih dan
Hadis di Madinah (93 H/714 M – 179 H/800M) lahir pada masa Khalifah ke
enam yaitu khalifah Al-walid bin Abdul Malik (705-715 M)dan wafat
Rahimahullah pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah khalifah ke lima yaitu
khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M).
II.5 Perkembangan Budaya
Langkah ini dilanjutkan oleh putra Abdul Malik, Walid (705-715 M). Ia membangun
panti-panti asuhan untuk orang-orang cacat; pekerja untuk pembangunan rumah-rumah
dibayar sebagai pegawai; membangun infrastruktur, berupa jalan-jalan raya yang
menghubungkan antarwilayah. Selain itu, Walid juga membangun gedung-gedung
pemerintah, masjid-masjid, bahkan juga pabrik. Di masanya, masyarakat mencapai puncak
kemakmuran.
Pada masa pemerintahan Walid ini, dilakukan ekspansi militer tentara Muslim dari
Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 Masehi. Setelah
Al-Jazair dan Marokko dapat ditundukkan, Tariq ibn Ziyad, pemimpin tentara Muslim,
dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua
Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal
Thariq) dan ketika itu tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi
sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordova, dengan cepat dapat dikuasai.
Menyusul kemudian kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibukota
Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova.
Pada masa Dinasti Umayyah ini, khalifah yang paling banyak dipuji adalah Umar Ibn
Abdil Aziz (717-720 Masehi). Ibunya adalah cucu Umar bin Khattab. Ia lebih menekankan
pembangunan moral dan sosial dibandingkan dengan pembangunan fisik. Ia menolak jika
dipilih menjadi khalifah semata-mata karena dirinya anak khalifah. Ia bahkan merangkul
musuh-musuh Dinasti Umayyah, termasuk kelompok Syi‟ah, untuk memilih khalifah yang
baru. Sampai kemudian semua sepakat untuk memilih Umar Ibn Abdil Aziz sebagai khalifah.
Dengan dikuasainya beberapa kota besar di Eropa, terutama Spanyol, maka budaya
Arab-Islam secara langsung telah bersentuhan dengan budaya Eropa. Meskipun umat Islam
memiliki budaya yang khas yang sebagian besar berasal dari tradisi dan budaya Arab, tetapi
persentuhan budaya ArabIslam dengan budaya Eropa mengakibatkan terjadinya akulturasi
melalui proses identifikasi, seleksi, resepsi, dan adaptasi antara budaya Arab-Islam dengan
budaya Eropa itu. Persentuhan dua budaya besar itu terjadi pada bidang pemerintahan dan
militer, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian, gaya hidup, dan lain sebagainya.
Akhirnya pada tahun 750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbasiyah yang
bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir
Bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.
Pada akhirnya daulat Bani Umayyah runtuh dan keruntuhannya menjadi pelajaran bagi
kaum muslimin. Barangkali di antara sebabsebabnya yang terpenting ialah dampak
pembunuhan yang dilakukan oleh Yazid ibn Muawiyyah terhadap al-Husein, cucu
Rasulullah.
Bahwa situasi sosial politik pada masa Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyyah tidak jauh
berbeda. Karena pada masa kepemimpinan mereka terjadi pemberontakan. Meski
pemberontakan Muawiyyah tidak sebanyak pada masa Ali. Yang membedakan antara
keduanya adalah system pemerintahannya, di mana khalifah Ali menggunakan system
demokrasi dan Muawiyyah menggunakan system kerajaan.
Beberapa keteladanan yang dapat kita ambil dari para tokoh ilmuan muslim dalam
mengembangkan peradaban islam pada masa dinasti umayyah adalah :
1. Memotivasi kita dlama belajar sungguh-sungguh agar berguna bagi diri sendiri,
bangsa dan negara.
2. Selalu bersikap optimis dan pantang menyerah.
3. Menghargai jasa para ilmuan muslim yang telah mengembangkan peradaban islam
pada masa dinasti umayyah.
BAB III
PENUTUP
III.3 Kesimpulan
Fuji, R. (2018, Januari-Juni). Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya). Al-Hadi,
III, 669-676.
Harahap, M. S. (2019, Juli-Desember). Sejarah Dinasti Bani Umayyah dan Pendidikan Islam.
Jurnal WARAQAD, IV, 40-60.
Zainudin, E. (2015, Juli-Desember). Perkembangan Islam pada Masa Bani Umayyah. Jurnal
Intelegensia, III, 28-35.
https://media.neliti.com/media/publications/11889-ID-pertumbuhan-dan-perkembangan-
budaya-arab-pada-masa-dinasti-umayyah.pdf
https://www.scribd.com/doc/213126214/Perkembangan-Ilmu-Pengetahuan-Masa-Bani-
Umayah