BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bani Umayyah atau kekhalifahan Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama
setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab
yang berpusat di Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia,
Spanyol. Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai
pada masa kekuasaan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat
Islamiyyah berubah menjadi kerajaan turun-temurun. Yaitu setelah Al-Hasan bin ‘Ali
bin Abu Thalib menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah dalam rangka
mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat
terbunuhnya Utsman bin Affan yakni pada peristiwa Perang Jamal dan penghianatan
dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.
Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu
Umayah bin Abdu Syams bin Abdul Manaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam
persukuan pada zaman Jahiliyah, bersama dengan pamannya Hasyim bin Abdul
Manaf. Umayah dan Hasyim berebut pengaruh politik dalam proses sosial-politik pada
zaman Jahiliyah, namun Umayah lebih dominan. Hal itu disebabkan karena ia
merupakan pengusaha yang kaya, dan memiliki harta yang melimpah. Harta dan
kekayaan menjadi faktor dominan untuk merebut hati di kalangan Quraisy, sehingga
Hasyim tidak dapat mengimbangi keponaknnya tersebut.
Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin
dalam masa pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II
(750).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana awal mula berdirinya daulah umayyah?
2. Bagaimana sistem pemerintahan daulah umayyah?
3. Apa kebijakan politik dan ekonomi daulah umayyah?
4. Bagaimana struktur masyarakat pada daulah umayyah?
5. Apa bentuk kemajuan peradaban pada daulah umayyah dalam bidang agama,
social ekonomi, bangunan fisik, sastra, dan ilmu pengetahuan?
6. Apa penyebab runtuhnya daulah umayyah?
2
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Mengetahui sejarah berdirinya daulah umayyah.
2. Memahami sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa daulah umayyah.
3. Mengetahui kebijakan politik dan ekonomi pada daulah umayyah.
4. Memahami struktur masyarakat pada daulah umayyah.
5. Mengetahui bentuk kemajuan peradaban pada daulah umayyah dalam bidang
agama, social ekonomi, bangunan fisik, sastra, dan ilmu pengetahuan.
6. Mengetahui penyebab runtuhnya daulah umayyah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Zarkasy, Imam, Tarikh Islam Untuk Kelas I KMI, 2013, Ponorogo: Darussalam Press, Hal
2
Ibid,
4
3
Jabir, Muhammad, Dinasti Bani Umayyah, Vol. 4, No. 3, 2007, Hal. 3
4
Masrul Anwar, Ahmad, Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah, Vol. 1
No. 1, UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2005, Hal. 8
5
Abdussyafi M. Abdullathif, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2014), hlm. 147
6
Ibid, hlm.148
7
Ibid, hlm. 150
5
8
Ibid, hlm. 151
9
Taufik Rachman, Bani Umayyah Dilihat dari tiga fase (Terbentuk, Kejayaan, Kemunduran, Vol. 2, No. 1,
2018, hlm. 90
10
Ibid.
11
Abdussyafi M. Abdullathif, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2014), hlm. 185
6
12
Ibid, hlm. 188-189
13
Taufik Rachman, Bani Umayyah Dilihat dari tiga fase (Terbentuk, Kejayaan, Kemunduran, Vol. 2, No. 1,
2018, hlm. 91
14
Abdussyafi M. Abdullathif, Op.Cit, hlm. 202
7
penyantunan kepada para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat. Ia
membangun rumah sakit bagi penderita kusta di Damaskus.15
7. Sulaiman bin Abdul Malik
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik tidak sebijak kakaknya dalam memimpin,
ia sangat mencintai kehidupan dunia dan kegemarannya bersenang-senang,
tabiatnya tersebut membuat ia dibenci oleh rakyatnya. Hal ini mengakibatkan para
pejabatnya terpecah belah, begitu pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa
pada masa pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan
Muhammad bin Qasim.16
8. Umar bin Abdul Aziz
Umar bin AbdulAziz menerapkan sebuah metode yaitu:
a. penjagaan harta umat islam
b. efisiensi waktu dan tenaga
c. kecepatan penanganan urusan
d. penyederhanaan birokrasi
e. penyeleksian hakim, kepala daerah, dan pejabat
f. pengapusan semua aktivitas yang tidaksejalan dengan semangat Islam
g. perwujudan keseimbangan di tengah masyarakat
h. dialog persuasif dengan pemberontak secara baik-baik agar mereka
kembali ke naungan jamaah.17
15
Taufik Rachman, Op.Cit, hlm. 91
16
Ibid, hlm. 91-92
17
Abdussyafi M. Abdullathif, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2014), hlm. 219
8
18
Taufik Rachman, Bani Umayyah Dilihat dari tiga fase (Terbentuk, Kejayaan, Kemunduran, Vol. 2, No. 1,
2018, hlm. 92
19
Ibid.
20
Ibid, hlm 93
21
Abdussyafi M. Abdullathif, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2014), hlm. 237
22
Ibid, hlm. 244
23
Taufik Rachman, Op.Cit, hlm. 93
9
Yazid III berpura-pura saleh dan takwa, serta seolah-olah meniru gaya
kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz.24 Ia menjerumuskan Negara Bani Umayyah
ke dalam beberapa tragedi pemberontakan.
13. Ibrahim bin Al-Walid bin Abdul Malik
Sekelompok rakyat mengakuinya sebagai khalifah, sekelompok rakyat lainnya
hanya mengakuinya sebagai amir, namun sekelompok rakyat lainnya tidak
mengakuinya sebagai amir maupun khalifah.25 Pada eranya banyak terjadi konflik
antar saudara.
14. Marwan II bin Muhammadbin Marwan
Marwan berusaha menenangkan masyarakat dan menumbuhkan kepercayaan
mereka. Marwan menawarkan agar mereka memilih para kepala daerah yang
mereka kehendaki di negeri Syam.26 Terjadi pemberontakan pada masanya yaitu
pemberontakan warga Homs, warga Al-Ghauthah, dan warga Palestina.
24
Abdussyafi M. Abdullathif, Op.Cit, hlm. 254
25
Ibid, hlm. 258
26
Ibid, hlm. 262
10
Sebagian lainnya adalahwarga non Arab, pemeluk Islam baru dan klien bangsa
Arab,yang berbahasa Arab dan mengasimilasikan diri mereka kedalam kesukuan,
tradisi, keagamaan dan kesukuan elite penakluk.
4. Sistem Fiskal
Abdul Malik dan al-Walid menyusun peralihan pejabat-pejabat pajak dari
orang-orang yang berbahasa Yunani dan Syria kepada orang-orang yang berbahasa
Arab. penyalinan dan laporan sekarang muncul dalam bahasa Arab. Perubahan-
perubahan ini berlangsung di Iraq di Syria dan Mesir pada, setelah beberapa tahun
berlangsung di Khurasan, Selanjutnya khalifah mengadakan pengorganisasi
keuangan di berbagai daerah.
Pada masa khalifah Umar II (717-720), khalifah mengusulkan sebuah revisi
yang penting mengenai aturan dan beberapa prinsip perpajakan untuk
menghilangkan ketidak seragaman yang lebih besar dan demi persamaan. Khalifah
Hisyam (724 - 743) berusaha menerapkan kebijakan Umar II di wilayah Khurasan,
Mesir, Mesopotamia. Administrasi Umayyah juga mulai mengembangkan sebuah
identitas organisasional.
Pada dekade pertama imperium Arab, hal-hal yang berkenaan dengan
administrasi diselenggarakan oleh orang-orang yang berbahasa Yunani dan Persia,
merupakan warisan dari imperium sebelumnya. Sekalipun demikian pada sekitar
tahun 700, sebuah generasibaru dari klien-klien Arab yang mencapai kekuasaan
berpengaruh, sekalipun mereka telah dididik menjadi pegawai dan agar setia
kepada khilafah. Khalifah juga menunjuk seorang wazir yang bertugas untuk
menyita kekayaan pejabat. Sejumlah harta kekayaan itu harus dikembalikan ke
negara.
Dewan khusus yang menangani penyitaan harta kekayaaan, yaitu Diwan al-
Mushadarat untuk menangani penyitaan tanah dan Diwanal-Marafiq untuk
menangani harta kekayaan hasil suap. Untuk mengatasi hasil korupsi, pemerintah
pusat dipaksa menyediakan sarana administratif yang baru, untuk memulihkan
kerugian politik dan finansial yang disebabkan oleh sistem birokrasi yang korup.
Sebuah metode yang diterapkan adalah dengan mendistribusikan iqtha’
kepada tentara, pegawai-pegawai istana dan para pejabat yang terlibat dalam
pengumpulan pajak dari hasil pertanian. Pelelangan hak iqtha’ merupakan dari
awal kepemilikan tanah yang luas yang dapat menyerap sejumlah pemilik tanah
kecil dan kelompok petani bebas. Kaum petani di bawah tekanan biro perpajakan
berharap dapat berlindung kepada pemegang hak iqtha’ yang berpengaruh dan
13
27
Taufik Rachman,, Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase, Jurnal Sejarah Perabadan Islam, Vol. 2, No. 1, hlm.
94-95
28
Ibid, hlm. 94
29
Ibid, hlm. 94
30
Ibid, hlm. 95
15
pada masa ini adalah Al-Auzi Abdurrahman bin Amru, Hasan Basri, Ibnu Abu
Malikah, Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil.31
e. Ilmu Fikih. Pada awal mulanya perkembangan ilmu fiqh didasari pada
dibutuhkannya adanya peraturan-peraturan sebagi pedoman dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Al-Quran dan hasits dijadikan sebagai dasar
fiqh Islam. diantara ahli fiqh yang terkenah adalah Sa’ud bin Musib, Abu
Bakar bin Abdurahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.32
f. Ilmu Nahwu. Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan adanya
upaya Arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga
dibukukanlah ilmu nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang penting untuk
dipelajari. Salah satu tokoh yang legendaris adalah Abu al- Aswad al-Du’ali
yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al- Du’ail adalah menyusun
gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang
semula tidak ada.33
g. Ilmu Geografi dan Tarikh. Geografi dan tarikh pada masa ini telah menjadi
cabang ilmu tersendiri. Dalam melalui ilmu tarih mereka mengumpulkan kisah
tentang Nabi dan para Sahabatnya yang kemudian dijadikan landasan bagi
penulisan buku-buku tentang penaklukan (maghazi) dan biograf (sirah).
Munculnya ilmu geografi dipicu oleh berkembangnya dakwah Islam ke
daerah-daerah baru yang luas dan jauh.34
h. Usaha Penterjemahan. Pada masa ini dimulau usaha penterjemahan buku-buku
ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Ini
merupakan rintisan pertama dalam penerjemahan buku yang kemudian
dilanjutkan dan berkembang pesat pada masa Dinasti Abbasiyah. Buku-buku
yang diterjemahkan pada masa ini meliputi buku-buku tentang ilmu kimia,
ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, ilmu kedokteran, dan lain-lain.35
2. Agama
Tokoh-tokoh populer di kalangan umat Islam seperti Hasan al-Basri (110 H),
Ibnu Katsir (120 H), Ibnu Juraij (150 H), Abu Hanifah (50 H), al-Thabari (310 H),
al-Ghazali (510 H), adalah beberapa diantaranya yang dalam sejarah masing-
31
Ibid, hlm. 95
32
Ibid, hlm. 95
33
Ibid, hlm. 95
34
Ibid, hlm. 95
35
Ibid, hlm. 95
16
masing tercatat sebagai ahli tafsir, teologi, hukum, tasawuf, pada periode
Umayyah yang berasal dari kalangan Mawali bangsa Persia.36
3. Bangunan Fisik
Telah dibangunnya Kubah al Sakhrah di Baitul Maqdis yang dibangun oleh
khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Seni ukir dan pahat yang sangat berkembang
pada masa itu dan kaligerafi sebagai motifnya.
Di antara bangunan kota yang memperbaharui bangunan kota yang lama ada
pula yang membangun kota yang baru. Pada masa bani Umayah ini berkembang
seni Arsitektur terutama setelah ditaklukkananya spanyol oleh Thariq bin Ziyat.
Ekspresi seni ini diwujudkan pada bangunan-bangunan masjid yang didirikan
mada masa ini. Arsitektur bangunannya memadukan antara budaya Islam dengan
budaya sekitar, sebagai berikut.37
a. Kota Cordova dijadikan al-Dakhil sebagai ibukota Negara. Dia membangun
kembali kota ini dan memperindahnya serta membangun benteng di sekitarnya
dan istananya. Supaya kota ini mendapatkan air bersih digalinya danau dari
pegunungan. Air danau itu dialirkan selain melalui pipa-pipa ke istananya dan
rumah-rumah penduduk, juga melalui parit-parit dialirkan ke kolam-kolam dan
lahan-lahan pertanian.38
b. Peninggalan al-Dakhil yang masih ada sampai sekarang adalah masjid Jami’
Cordova yang didirikan pada tahun 786 M. dengan dana 80.000 dinar.211
Hisyam I pada tahun 793 M. menyelesaikan bagian utama masjid ini dan
menambah menaranya. Demikian juga Abdurahman al-Autsah, Abdurrahman
al-Nashir, dan al-Manshur memperluas dan memperindahnya sehingga
menjadi masjid paling besar dan paling indah pada masanya. Jelasnya panjang
masjid itu dari utara ke selatan adalah 175 meter, sedangkan lebarnya dari
barat ke timur adalah 134 meter, tinggi menaranya 20 meter yang didukung
oleh 300 buah pilar yang terbuat dari marmer. Di tengah maajid terdapat tiang
agung yang menyangga 1000 buah lentera.213 Ketika Cordova jatuh ke tangan
Fernando III pada tahun 1236 M., masjid ini dijadikan gereja dengan nama
36
Muh. Ikhsan, Jejak Gemilang Intelektual Islam dalam Pentas Sejarah Dunia, Jurnal At- Ta’dib, Vol. 8, No. 1,
hlm.149
37
Dr. H. Syamruddin Nasution, M. Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Riau: Yayasan Pusaka Riau, 2007), hlm.
168-170
38
Ibid, hlm. 168
17
39
Ibid, hlm. 169
40
Ibid, hlm. 169
41
Ahmad Masrul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Dinasti Umayyah, Jurnal
Tarbiyah, Vol. 1, No. 1, hlm. 55-56
42
Ibid, hlm. 55
43
Ibid, hlm. 55
44
Ibid, hlm. 55
18
45
Ibid, hlm. 55
46
Ibid, hlm. 55
47
Ibid, hlm. 55
48
Ibid, hlm. 55
49
Ibid, hlm. 55
50
Ibid, hlm. 55
51
Ibid, hlm. 55
19
52
53
20
3. Ta’assub Jahihiyah
Bani Umayyah menghidupkan kembali faham kebangsaan di masa jahiliah,
yaitu faham kebangsaan yang sempit yang tidak diizinkan oleh agama Islam.
Pemberian Khalifah atas suku tertentu tidak sama dengan yang diberikan kepada
suku yang lain. Peristiwa sedemikian itu yang membuka peluang bagi Abu Muslim
al-Khurrasani dalam usahanya menegakkan Daulat Abbasiyah.
Begitu pula kegemaran Khalifah-khalifah terakhir Bani Umayyah, yang
banyak menghabiskan waktunya untuk bermain-main dengan kemewahan yang
tidak terbatas, sehingga mereka kurang mengacuhkan urusan kerajaan. Hal ini
yang menambah kebencian ummat Islam kepada pemerintahan keluarga itu. Adat-
istiadat istana Byzantium yang menimbulkan kerusakan batin, banyak yang
mereka tiru54.
4. Pengangkatan dua orang Putera Mahkota
Pengangkatan dua orang mahkota juga sangat buruk akibatnya. Putera mahkota
yang lebih dahulu menduduki singgasana Khalifah, berusaha memecat saudaranya
dan melantik puteranya sendiri. Hal ini menimbulkan perpecahan dalam tubuh
keluarga bani Umayyah. Kemudian Khalifah yang baru membalaskan dendamnya
kepada siapa saja yang membantu singgasananya. Oleh karena itu perhatian dan
simpati rakya menjadi pudar. Mereka senantiasa menunggu kedatangan seorang
pemimpin yang akan mempersatukan mereka untuk membalas dendam kepada
keluarga Bani Umayyah. Di saat demikian Abu Muslim muncul membawa suara
baru dan janji perbaikan, dibawah bendera Bani Abbas55.
54
55
21
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
1. Bani Umayyah atau kekhalifahan Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama
setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab
yang berpusat di Damaskus, Syiria. Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah
yang bergantian memimpin dalam masa pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah
(661 M) sampai dengan Marwan II (750 M).
2. Sistem pemerintahan pada masa Daulah Umayyah adalah monarkhi.
3. Ada banyak kebijakan politik dan ekonomi pada Daulah Umayyah antara lain:
mengubah sistem pemerintahan dari demokratis menjadi monarchiheridetis
,memindahkan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus, pengangkatan
gubernur dari kalangan Bani Umayyah saja yakni kawan-kawan, kerabat-kerabat
dan keturunannya, menampilkan aneka operasi penaklukan terbesar di Negar Bani
Umayyah, bahkan dalam sejarah islam secara keseluruhan setelah penaklukan-
penaklukan di era khulafaur rasyidin, dll.
4. Struktur masyarakat pada masa daulah umayyah yaitu: kebijakan dan orientasi
politik, tali ikatan persatuan masyarakat, sistem social, sistem fiskal, sistem
peradilan, dan sistem pergantian kepala Negara.
5. Perkembangan peradaban dari beberapa aspek sangatlah menonjol pada Daulah
Umayyah, dilihat dari bidang agama, social ekonomi maupun pada bidang yang
lain.
6. Penyebab runtuhnya Daulah Umayyah antara lain: pengkhianatan atas diri Ali bin
Abi Talib, melanggar janji dengan Hasan bin Ali, ta’assub jahihiyah, dan
pengangkatan dua orang Putera Mahkota
B. SARAN
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk
perbaikan ke depannya.
22
DAFTAR PUSTAKA