Abstrak
Dinasti Amawiyyah atau lebih umum disebut sebagai Dinasti Umayyah merupakan
kekhalifahan pertama Islam dengan pola kepemimpinan monarki heridetis pasca periode
khulafaurrasyidin. Dinasti Umayyah berkuasa selama 90 tahun dalam dua periode. Periode
pertama yakni tahun 661-750 M berpusat di Damaskus, Syria. periode kedua di tahun 756-
1031 berpusat di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Mu’awiyyah bin Abu Sufyan sebagai pendiri
dinasti ini berhasil membangun peradaban Islam dalam masa kekuasaannya hingga sistem
yang diterapkan pada masa Dinasti Amawiyyah menjadi acuan bagi peradaban Islam di masa
selanjutnya. Penelitian ini termasuk kedalam kategori penelitian kepustakaan (library
research). Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa literatur yang
terdapat di perpustakaan baik online maupun digital. Berdasarkan hasil penelitian ditarik
kesimpulan bahwa Dinasti Amawiyah merupakan Dinasti pertama sekaligus pelopor
reformasi dalam segala bidang. Selama 90 tahun masa kekuasaannya Dinasti Umayyah juga
berhasil menjadi negara adikuasa yang memiliki peradaban tertinggi masa itu.
A. Pendahuluan
Dinasti Amawiyyah merupakan kekuasaan Islam pertama pasca masa
Khulafaurrasyidin. Dinasti ini berkuasa dalam dua periode dengan dua ibu kota
berbeda. Dalam periode pertama, 661-750 M dengan ibu kota Damaskus, Syria.
kemudian selama periode kedua, 756-1031 beribukota di Andalusia, Spanyol. Pasca
beakhir masa kekhalifahan dari Ali Bin Abi Thalib, tampuk kekuasaan Islam
diteruskan oleh Mu’awiyyah bin Abu Sufyan. Akan tetapi terjadi perubahan system
pemerintahan di masa ini, yaitu yang mulanya menerapkan sistem keteladanan nabi,
bergeser menjadi bentuk monarki heridetis (kerajaan turun temurun). Diluar soal
penerapan system pemerintahannya, Dinasti Amawiyyah merupakan kekuasaan Islam
yang berperan penting dalam catatan sejarah peradaban Islam.
B. Metode
Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam penyusunan artikel ini sesuai
dengan metode penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
keterkaitan antara topik yang disajikan dalam artikel dengan karya ilmiah lainnya,
menghindari pengulangan yang tidak perlu dan tidak bermakna.1
Cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dimulai ketika masa khalifah Ali.
Pada saat itu Mu’awiyah yang menjabat sebagai gubernur di Damaskus yang juga
masih kerabat Utsman menuntut atas kematian Ustman.
Bukan saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak
menguntungkan Ali, tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua
yaitu yang tetap setia kepada Ali disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij.
Sejak peristiwa itu, Ali tidak lagi menggerakkan pasukannya untuk menundukkan
Muawiyyah tapi menggempur habis orang-orang Khawarij, yang terakhir terjadi
peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar 38 H, dimana dari 1800 orang Khawarij
hanya 8 orang yang selamat jiwanya sehingga dari delapan orang itu menyebar ke
Amman, Kannan, Yaman, Sajisman dan ke Jazirah Arab.5 Pada Ali terbunuh oleh
seorang anggota khawarij.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Mu’awiyah
semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat
mempersatukan umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah
Mu’awiyah ibn Sufyan.6
Dengan meninggalnya Ali (661), pemerintahan yang dapat kita sebut sebagai
periode ke khalifahan republic-dimulai sejak ke khalifahan abu Bakar (623)-telah
berakhir. Empat khalifah pada masa ini dikenal oleh para sejarawan Arab sebagai
al-Rasyidin. Pendiri khalifah kedua, Mua’awiyah dari keluarga Umayyah,
menunjuk putranya sendiri, Yazid, sebagai penerusnya sehingga ia menjadi
seorang pendiri sebuah dinasti. Dengan demikian, konsep pewarisan kekuasaan
mulai diperkenalkan dalam suksesi kekhalifahan, dan sejak itu tidak pernah
sepenuhnya ditinggalkan. Kekhalifahan Umayyah adalah dinastu (Mulk) pertama
dalam sejarah islam. 7
4
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hal. 103.
5
Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Sarana,
2003) hal.176.
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet-16, 2004) hal
7
Philip K. Hitti, History Of The Arabs. hal. 229.
3. Muawiyah bin Yazid (64-65 H/683-684 M)
4. Marwan bin Hakam (65-66 H/684-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86 H/685-705 M)
6. Walid bin Abdul Malik (86-97 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97- 99 H/715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105- 125 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
14. Marwan bin Muhammad (127- 132 H/745-750 M)
1. Perluasan Wilayah,
Semasa Pemerintahannya Muawiyyah bin Abu Sufyan melakukan
perluasan wilayah ke kuasaan yakni Tunisia, Khurasan, sungai Oxus,
Afganistan, dan Kabul dapat ditaklukkan. Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel
pun dapat ditaklukkan oleh angkatan lautnya. Pada masa Khalifah Abd Al-
Malik, sungai Oxus, Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand
dapat ditaklukkan. Begitu pula di zaman pemerintahan sesudahnya terjadi
penaklukan di Afrika, Eropa, bahkan sampai daerah Asia Tengah. Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat.
Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Daerahdaerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah
Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.10
2. Bidang Politik (Pemerintahan)
Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang baru untuk
memenuhi tuntutan perkebangna wilayah dan administrasi kenegaraan yang
semakin komplek. Salah satunya adalah dengan mengangkat penasehat
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.hal.44
10
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. 1995. Jakarta: Al-Husna Zikra
sebagai pendamping khalifah dan beberapa orang al-kuttab (sekretaris) untuk
membantu pelaksanaan tugasnya. Al-kuttab ini meliputi:
a) Katibal-rasail: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar
setempat.
b) Katib al-kharraj: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
penerimaan dan pengeluaran negara.
c) Katib al-jundi: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal
yang berkaitan dengan ketentaraan. d. Katib al-qudat: sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan
peradilan dan hakim setempat.
a) Ajudan / Pengawal
Muawiyah Bin Abu Sufyan adalah pemimpin pertama dalam Islam
yang memiliki ajudaan, demi mencegah kemungkinan penyerangan
terhadap dirinya. Berdasarkan kejadian yang menimpa tiga khalifah
sebelumnya, yang menjadi korban pembunuhan, maka sekiranya penting
untuk menjaga stabilitas keamanan yang kokoh dengan membentuk
tatanan penjagaan dan perlindungan terhadap dirinya. Untuk
meminimalisir kejadian-kejadian yang akan mengancam keselamatan
dirinya terutama dari upaya Khawarij yang masih berniat membunuhnya,
maka diterapkannya aturan protokoler kerajaan, salah satunya khalifah
membatasi diri untuk bertemu langsung dengan rakyatnya, tetapi melalui
perantara (pengawal) yang disebut Hajib.
Muawiyah juga memerintahkan agar ruang-ruang khusus di masjid di
kawal oleh penjaga, dan yang diperbolehkan masuk hanya orang-orang
yang mendapat kepercayaan dari para pengawalnya. Selain itu Muawiyah
juga membuat sebuah ruangan khusus untuk dirinya dari penyerangan
yang bisa saja menimpa dirinya. Ajudan ditugaskan harus duduk dipintu
istana untuk mengatur orang-orang yang hendak menemui khalifah yang
didasarkan kepada kedudukan, tujuan dan maksud kedatangan mereka.
Seorang ajudan melaksanakan tugas layaknya kepala staf kepresidenan
atau kepala dewan kerajaan dalam peraturan modern. Mengingat begitu
pentingnya jabatan tersebut, khalifah Umayyah tidak memberikan jabatan
tersebut, kecuali hanya kepada orang-orang yang mereka percayai dan
umumnya berasal dari kalangan keluarga yang yang memiliki kemuliaan
dan intelegensi yang tinggi. Para penguasa Dinasti Umayyah
menginginkan agar ajudan para penguasa wilayah yang ada di berbagai
wilayah memiliki tingkat kemampuan yang sama.
b) Polisi
Selain ajudan, Muawiyah juga membentuk tatanan kepolisian yang
bertugas menjaga kestabilan keamanan dan undang – undang, menangkap
pencuri, para penjahat dan para perusuh, membela khalifah, namun polisi
btidak bertanggung jawab mencegah serangan apa pun dari luar negara.
Keberadaan kepolisian tidak hanya di ibu kota negara saja, tetapi juga
terdapat di daerah – daerah yang masuk dalam wilayah pemerintahan
Dinasti Umayyah dan bertanggung jawab penuh kepada gubernur .
Ketika Negara Umayyah berdiri, urgensi departemen kepolisian
semakin bertambah seiring dengan situasi dan kondisi yang dialami saat
itu. Kepolisian memiliki pengaruh besar dalam menjaga keamanan dan
membersihkan negara sari unsur perusakan dan gangguan keamanan serta
menumpas para penentang pemerintah yang ada di dalam negara.
Para khalifah Dinasti Umayyah berupaya untuk memilih aparat
kepolisian dari orang-orang yang memiliki kewibawaan dan juga
ketegasan. Para penguasa Umayyah memberikan kebebasan kepada
pejabat kepolisian untuk memilih ajudan mereka agar dapat menjalankan
tugas mereka dengan baik. Pejabat kepolisian baik itu berada di ibu kota
kekhalifahan maupun ibu kota wilayah merupakan alat pemerintahan.
Polisi memiliki kedudukan tersendiri di Dinasti Umayyah, karena
tugas-tugas penting yang mereka emban didepan negara dan masyarakat,
diantaranya:
1) Melindungi Khalifah dan para Gubernur daerah terhadap lawan-lawan
mereka di dalam
2) Menghukum para pelaku kejahatan dan orang-orang yang melanggar
undang-undang.
3) Melaksanakan hukuman-hukuman Syar’i.
3. Bidang Keagamaan
Selama pemerintahan Dinasti ini, terdapat peluang untuk
berkembangnya berbagai aliran yang tumbuh di kalangan masyarakat
meskipun aliran itu tidak dikehendaki oleh penguasa waktu itu. Aliranaliran
tersebut diantaranya adalah Syiah, Khawarij, Mu’tazilah dan yang lainnya.
4. Bidang Ekonomi
Dengan bertambah luasnya wilayah Dinasti Umayyah, maka
perdagangan juga semakin meluas. Praktik-prakti perniagaan merambah
sampai daerah Tiongkok dengan sutera, keramik, obat-obatan dan
wangiwangian sebagai komoditasnya. Lalu meluas ke belahan negeri timur
dengan rempahrempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading dan
bulu-buluannya. Keadaan ini membuat kota Basrah dan aden menjadi pusat
perdagangan yang ramai. Dengan ramainya perdagangan tersebut mendorong
kemakmuran masyarakat di bidang industri.
Selain itu juga menetapkan kebijakan fiskal, yaitu dengan mewajibkan
kepada orang Muslim maupun non Muslim yang mempunyai tanah untuk
membayar pajak. Sedangkan pajak per individu tidak berlaku pada orang
Muslim namun berlaku bagi orang dzimmi. Mereka hidup merdeka asalkan
membayar pajak tanah dan pajak per jiwa.
Kahlifah Abd al-Malik dan Al Walid Ibn Al Malik membangun panti-
panti untuk orang cacat serta mendirikan jalan-jalan yang menghubungkan
suatu daerah dengan yang lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintah
dan masjid-masjid yang megah. Semua pekerja yang terlibat dalam kegiatan
humanis ini digaji oleh Negara secara tetap.15
5. Pembangunan Infrastruktur
15
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam. 2003. Yogyakarta: SPI Fak Adab IAIN
Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M714M). Dia memulai
kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’
ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun
Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga
melakukan pembangunan fisik dalam skala besar. Muawiyah mendirikan
Dinas Pos dan tempattempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan
peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata.
6. Bidang Pertanian
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap
pembangunan sektor pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem pengairan
bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
7. Bidang Tasyri’
Terjadi pada masa Umar Bin Abd Al-Aziz. Beliau berusaha
mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena
para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Beliau berusaha untuk
membukukan Hadits.
8. System peradilan dan perkembangan Kebudayaan
Bani Umayyah mensejahterakan rakyatnya dengan memperbaiki seluruh
sistem pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan.
Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang
dipergunakan untuk:
a) Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
b) Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
c) Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
d) Perlengkapan perang.
Pada tahun 691H, Khalifah Abd AlMalik membangun sebuah kubah yang
megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock”
(Gubah AsSakharah). Penatapan bahasa arab sebagai bahasa resmi
pemerintahan, pembangunan panti asuhan, pembuatan mata uang dan lambang
negara juga merupakan kemajuan pada masa Bani Umayyah.
9. Bidang Militer
Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak
mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka
memadukannya dengan sistem dan teknik pertahanan yang selama itu mereka
miliki, dengan perpaduan sistem pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan
dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan
yang sangat baik. Dengan kemajuan-kemajuan dalam sistem ini akhirnya para
penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya
hingga ke Eropa. Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah
terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.
D. Simpulan
Dinasti Amawiyyah atau lebih popular sebagai dinasti Umayyah merupakan
Dinasti Islam pertama yang Namanya diambil dari Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn
‘Abdi Manaf. Dalam proses pendirian dinasti ini nemang cukup kontroversial, sebab
baru mendapat pengakuan secara de facto dan de jure setelah terbunuhnya khalifa Ali
bin Abi Thalib juga penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali dilaksanakan.
Sistem monarki heridetis yang diterapkan pada dinasti ini merupakan hasil
adopsi dari pemerintahan Persia juga Byzantium. Penerapannya dimulai sejak tahun
679 M atau bertepatan dengan penunjukkan Yazid bin Muawiyyah menjadi khalifah
setelah Muawiyyah bin Abu Sufyan mangkat.
Tidak hanya bidang politik, dinasti Amawiyyah juga berhasil tumbuh pesat
pada bidang Bidang Keagamaan
1. Bidang Ekonomi
2. Pembangunan Infrastruktur
3. Bidang Pertanian
4. Bidang Tasyri’
5. System peradilan dan perkembangan Kebudayaan
6. Bidang Militer
E. Referensi
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, IAIN-IB Press, Padang, jilid 1,
Cet ke-2, 2002.
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013 Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta:
Akbar Media Sarana, 2003.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet-16, 2004.
Istian Aby Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk perguruan tinggi islam dan umum,
UIN malang pres, 2008, Cet-1.
Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,
Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2002.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI Press, jilid 1, Cet.
Ke 5, 1985, Jousouf Souyb, Sejarah Umayyah, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009 Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002
Andi Bastoni, Hepi. 2012. Wajah Politik Muwiyah Bin Abu Sufyan.Bogor : Pustaka
Al Bustan.
Budiarjo, Miriam. 1977. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia. Edyar, Busman.
2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Pustaka
Asatruss. Fa’al, M, Fahsin. 2008. Sejarah Kekuasaan Islam. Jakarta : Artha Rivera.
Faturrohman, Deden & Wawan Sobri. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Malang : UMM
Press.
Hamka, Sejarah Umat Islam (Jilid IV). Jakarta : Bulan Bintang. 1981 Haque, Atiqul.
1995.Wajah Peradaban (Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar Islam).Bandung :
Zaman.
Jordac, George. 1997.The Voice Of Human Justice. Terj Abu Muhammad Assajad.
Suara Kedilan Sosok Agung Ali Bin Abi Thalib (Cetakan 1). Lentera: Baristama.
Karim, M, Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta : Pustaka
Book Publisher. 2007.
Ladipus, Ira, M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam (Bagian Satu & Dua). Jakarta : PT
Grafindo.
Nizar, Syamsul. 2003. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Press. Syalabi, A.
Sejarah Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka Al Husna.