Anda di halaman 1dari 16

Peradaban Islam pada masa Dinasti Amawiyah; Aspek-aspek Sosial, Politik, Ekonomi

dan Perkembangan Peradaban

Alfa Dini Savitri

Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati


Alfadinisavitri19@gmail.com

Abstrak

Dinasti Amawiyyah atau lebih umum disebut sebagai Dinasti Umayyah merupakan
kekhalifahan pertama Islam dengan pola kepemimpinan monarki heridetis pasca periode
khulafaurrasyidin. Dinasti Umayyah berkuasa selama 90 tahun dalam dua periode. Periode
pertama yakni tahun 661-750 M berpusat di Damaskus, Syria. periode kedua di tahun 756-
1031 berpusat di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Mu’awiyyah bin Abu Sufyan sebagai pendiri
dinasti ini berhasil membangun peradaban Islam dalam masa kekuasaannya hingga sistem
yang diterapkan pada masa Dinasti Amawiyyah menjadi acuan bagi peradaban Islam di masa
selanjutnya. Penelitian ini termasuk kedalam kategori penelitian kepustakaan (library
research). Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa literatur yang
terdapat di perpustakaan baik online maupun digital. Berdasarkan hasil penelitian ditarik
kesimpulan bahwa Dinasti Amawiyah merupakan Dinasti pertama sekaligus pelopor
reformasi dalam segala bidang. Selama 90 tahun masa kekuasaannya Dinasti Umayyah juga
berhasil menjadi negara adikuasa yang memiliki peradaban tertinggi masa itu.

Kata Kunci: Dinasti Umayyah, Peradaban Islam, Politik, Sosial, Ekonomi

A. Pendahuluan
Dinasti Amawiyyah merupakan kekuasaan Islam pertama pasca masa
Khulafaurrasyidin. Dinasti ini berkuasa dalam dua periode dengan dua ibu kota
berbeda. Dalam periode pertama, 661-750 M dengan ibu kota Damaskus, Syria.
kemudian selama periode kedua, 756-1031 beribukota di Andalusia, Spanyol. Pasca
beakhir masa kekhalifahan dari Ali Bin Abi Thalib, tampuk kekuasaan Islam
diteruskan oleh Mu’awiyyah bin Abu Sufyan. Akan tetapi terjadi perubahan system
pemerintahan di masa ini, yaitu yang mulanya menerapkan sistem keteladanan nabi,
bergeser menjadi bentuk monarki heridetis (kerajaan turun temurun). Diluar soal
penerapan system pemerintahannya, Dinasti Amawiyyah merupakan kekuasaan Islam
yang berperan penting dalam catatan sejarah peradaban Islam.
B. Metode
Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam penyusunan artikel ini sesuai
dengan metode penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran
keterkaitan antara topik yang disajikan dalam artikel dengan karya ilmiah lainnya,
menghindari pengulangan yang tidak perlu dan tidak bermakna.1

C. Hasil dan Pembahasan


a. Proses Berdiri Dinasti Amawiyah
Nama Dinasti Bani Umayah diambil dari Umayah bin Abd AlSyam, kakek
Abu Sufyan. Umayah segenerasi dengan Abdul Muthalib, kakek Nabi
Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib
segenerasi pula dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib berasal
dari keturunan Bani Hasyim sedangkan Mu’awiyah berasal dari keturunan Bani
Umayah. Kedua keturunan ini merupakan orang-orang yang berpengaruh dalam
suku Quraisy.2

Cikal bakal berdirinya dinasti Umayyah dimulai ketika masa khalifah Ali.
Pada saat itu Mu’awiyah yang menjabat sebagai gubernur di Damaskus yang juga
masih kerabat Utsman menuntut atas kematian Ustman.

Dengan taktik dan kecerdikannya, ia mempermainkan emosi umat islam.


mu’awiyah tidak mau menghormati ali, dan menyudutkannya pada sebuah
dilema: menyerahkan para pembunuh Utsman, atau menerima status sebagi orang
yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu, sehingga ia harus diturunkan dari
jabatan khalifah.3

Dari perselisihan tersebut terjadilah peperangan antara Ali dan Mu’awiyah.


Peperangan tersebut dikenal sebagai perang Siffin, karena terjadi di daerah
bernama Siffin.

Dalam pertempuran itu hampir-hampir pasukan Muawiyyah dikalahkan


pasukan Ali, tapi berkat siasat penasehat Muawiyyah yaitu Amr bin 'Ash, agar
pasukannya mengangkat mushaf-mushaf Al Qur'an di ujung lembing mereka,
1
Abdullah Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 182
2
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang IAIN-IB Press, jilid 1, Cet ke-2, 2002) hal. 83.
3
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta :Serambi Ilmu Semesta, 2013) hal. 224- 225.
pertanda seruan untuk damai dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak
Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan Mu’awiyah.4

Bukan saja perang itu berakhir dengan Tahkim Shiffin yang tidak
menguntungkan Ali, tapi akibat itu pula kubu Ali sendiri menjadi terpecah dua
yaitu yang tetap setia kepada Ali disebut Syiah dan yang keluar disebut Khawarij.
Sejak peristiwa itu, Ali tidak lagi menggerakkan pasukannya untuk menundukkan
Muawiyyah tapi menggempur habis orang-orang Khawarij, yang terakhir terjadi
peristiwa Nahrawan pada 09 Shafar 38 H, dimana dari 1800 orang Khawarij
hanya 8 orang yang selamat jiwanya sehingga dari delapan orang itu menyebar ke
Amman, Kannan, Yaman, Sajisman dan ke Jazirah Arab.5 Pada Ali terbunuh oleh
seorang anggota khawarij.

Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama
beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Mu’awiyah
semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat
mempersatukan umat islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah
Mu’awiyah ibn Sufyan.6

Dengan meninggalnya Ali (661), pemerintahan yang dapat kita sebut sebagai
periode ke khalifahan republic-dimulai sejak ke khalifahan abu Bakar (623)-telah
berakhir. Empat khalifah pada masa ini dikenal oleh para sejarawan Arab sebagai
al-Rasyidin. Pendiri khalifah kedua, Mua’awiyah dari keluarga Umayyah,
menunjuk putranya sendiri, Yazid, sebagai penerusnya sehingga ia menjadi
seorang pendiri sebuah dinasti. Dengan demikian, konsep pewarisan kekuasaan
mulai diperkenalkan dalam suksesi kekhalifahan, dan sejak itu tidak pernah
sepenuhnya ditinggalkan. Kekhalifahan Umayyah adalah dinastu (Mulk) pertama
dalam sejarah islam. 7

Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:

1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)


2. Yazid bin Muawiyah (60-64 H/680-683 M)

4
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hal. 103.
5
Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Sarana,
2003) hal.176.
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet-16, 2004) hal
7
Philip K. Hitti, History Of The Arabs. hal. 229.
3. Muawiyah bin Yazid (64-65 H/683-684 M)
4. Marwan bin Hakam (65-66 H/684-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86 H/685-705 M)
6. Walid bin Abdul Malik (86-97 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97- 99 H/715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105- 125 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
14. Marwan bin Muhammad (127- 132 H/745-750 M)

b. Dinamika Islam Masa Dinasti Amawiyah


Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat
Islam ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang
berdaulat, juga merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama
lebih kurang satu abad (661 - 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak hanya
sistem kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa Nabi dan
Khulafaurrasyidin) tapi juga Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke
Maltan.8

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid ibn


Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran,
dan ketertiban. Umat Islam mersa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya
yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari
Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M.
Setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditaklukan, Tariq bin ziyad, pemimpin
pasukan Islam,menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan
benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama
Gibraltar (Jabal Tariq).

Tentara Spanyol dapat ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol menjadi


sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai.
Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu
8
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.hal.43.
kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pada saat itu, pasukan Islam
memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat
setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.

Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui


pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah al-
Ghafiqi. Ia mulai menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours.
Namun dalam peperangan di luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya
mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah
ini.9

c. Pencapaian Dinasti Amawiyah


Pada masa Bani Umayyah berkuasa, terjadi beberapa kemajuan di berbagai
bidang kehidupan, yaitu :

1. Perluasan Wilayah,
Semasa Pemerintahannya Muawiyyah bin Abu Sufyan melakukan
perluasan wilayah ke kuasaan yakni Tunisia, Khurasan, sungai Oxus,
Afganistan, dan Kabul dapat ditaklukkan. Ibu Kota Bizantium, Konstantinopel
pun dapat ditaklukkan oleh angkatan lautnya. Pada masa Khalifah Abd Al-
Malik, sungai Oxus, Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand
dapat ditaklukkan. Begitu pula di zaman pemerintahan sesudahnya terjadi
penaklukan di Afrika, Eropa, bahkan sampai daerah Asia Tengah. Dengan
keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat.
Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Daerahdaerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah
Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah.10
2. Bidang Politik (Pemerintahan)
Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang baru untuk
memenuhi tuntutan perkebangna wilayah dan administrasi kenegaraan yang
semakin komplek. Salah satunya adalah dengan mengangkat penasehat

9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.hal.44
10
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. 1995. Jakarta: Al-Husna Zikra
sebagai pendamping khalifah dan beberapa orang al-kuttab (sekretaris) untuk
membantu pelaksanaan tugasnya. Al-kuttab ini meliputi:
a) Katibal-rasail: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar
setempat.
b) Katib al-kharraj: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
penerimaan dan pengeluaran negara.
c) Katib al-jundi: sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal
yang berkaitan dengan ketentaraan. d. Katib al-qudat: sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan
peradilan dan hakim setempat.

Prinsip-prinsip Good Governace yang terdapat dalam Sistem


Pemerintahan Muawiyah Bin Abu Sufyan diantaranya:

Ketika pemerintahan kekhalifahan Rasyidin beralih ke tangan Muawiyah


Bin Abu Sufyan, maka berubah pula sistem pemerintahan. Perubahan sistem
pemerintahan yang kemudian dikenal dengan istilah “monarki” atau kerajaan
dengan kepemimpinan turun temurun. Muawiyah mengubah khilafah menjadi
sebuah kerajaan, dan penetapan pemerintahan oleh dinasti-dinasti dalam
Islam. Madinah, kaum Anshar dan bangsa Arab dari semenanjung Arabia
kehilangan pengaruh mereka dalam kekhalifahan.11

Dalam menjalankan roda pemerintahan yang stabil, Muawiyah turun


langsung dalam menangani urusan kenegaraan, Muawiyah menghapuskan
sistem pemerintahan tradisional dan mengadopsi sistem pemerintahan
Byzantium dengan mendirikan berbagai institusi-institusi dalam menjalankan
roda pemerintahannya untuk menghubungkan berbagai wilayah imperium
yang luas.12 Khalifah Muawiyah mendirikan suatu pemerintahan yang
terorganisasi dengan baik selain imperium yang didesentaralisasikan,
Muawiyah juga mengubah kedaulatan negara menjadi negara sekuler.

Selain mengubah kedaulatan negara menjadi negara sekuler, Muawiyah


juga dengan sengaja mendirikan departemen pencatatan (diwanul-kahatam),
11
Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. 2014 (Jakarta : PT Grafindo). hal.
253.
12
Philip K. Hitti, History Of The Arabs, (Jakarta :Serambi Ilmu Semesta, 2013) hal.242
mendirikan pelayanan pos (diwanul-barid). Barid (kepala pos) memberita tahu
pemerintah pusat tentang apa yang sedang terjadi dalam pemerintahan
provinsi. Muawiyah sengaja membentuk dua sekretariat – sekretariat
imperium pusat yang menggunakan bahasa Arab, dan sekretariat provinsi yang
menggunakan bahasa Yunani dan Persia.13

Sebagai Administrator yang berpendangan jauh, Muawiyah juga sengaja


memisahkan urusan keuangan dari urusan pemerintahan. Dia mengangkat
seorang Gubernur disetiap provinsi untuk melaksanakan pemerintahannya,
akan tetapi untuk memungut pajak ditiap-tiap provinsi, Muawiyah
mengangkat seorang petugas khusus dengan gelar sahibul-Kharaj.14

Muawiyyah bin Abu Sufyan juga membangun system administrasi yang


kompleks selama masa pemerintahannya, terdiri dari :

a) Kantor Surat Menyurat


Kantor ini bertugas mengawasi pembuatan suratmenyurat khalifah,
perintah-perintahnya, perjanjian-perjanjiannya, wasiat-wasiat dan
perjanjian kontrak kerja dengan para pegawainya di daerah-daerah sampai
luar negeri yang masih memiliki hubungan dengan negara Islam. Kantor
surat-menyurat ini adalah sarana penghubung khalifah Muawiyah Bin
Abu Sufyan dengan para gubernur, para panglima, pasukan, para hakim,
para petugas dikabilah-kabilah yang bertanggung jawab kepada khalifah
dan dibawah pengawasan langsung darinya.
b) Kantor Stempel (Diwan Al-Khatim)
Sufyan juga mendirikan kantor stempel untuk menjamin kerahasian surat-
surat negara, sehingga tidak akan bocor ketangan mata-mata musuh dan
tidak dijamah oleh tangan pengkhianatan. Tujuan dari pendirian kantor
stempel adalah menghindari pemalsuan dan mencegah kemungkinan
surat-surat khalifah dipermainkan oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab. Selanjutnya kantor ini berfungsi seperti kantor Arsip surat-surat
yang diterbitkan oleh negara dan negara mengandalkan dalam meneliti
kembali perintah-perintahnya dan surat menyurat yang berkaitan dengan
anggaran dan belanja negara, antara negara pusat Khilafah dengan daerah-
13
Syed Mahmudunnasir Islam Konsepsi Dan Sejarahnya. 1988. (Bandung : Rosdakarya). hal. 176.
14
Syed Mahmudunnasir Islam Konsepsi Dan Sejarahnya. hal. 177
daerah. Kantor ini juga mengawasi proses kerja kantor-kantor lainnya dan
meluruskan kekeliruan yang mungkin terjadi. Pendirian kantor ini juga
merupakan tuntutan keadaan, dimana wilayah negara semakin luas,
sehingga Muawiyah sebagai khalifah membutuhkan sebuah tatanan yang
aman dan rahasia dalam rangka memantau para gubernurnya, para
panglima perangnya, dan orang-orang yang ditugaskannya.
c) Kantor Perhubungan (Diwan Al-Barid)
Para ahli Sejarah menyebutkan bahwa Muawiyah adalah orang yang
pertama memasukkan tatanan perhubungan dalam negara Islam. Dia
memerintahkan agar menyiapkan kuda-kuda dan menata kuda-kuda
tersebut diberbagai tempat. Kuda pada zaman itu menjadi sarana
transportasi yang paling penting selain baghl (hemar), selain kuda sebagai
alat transportasi harus ditopang juga melalui jalan-jalan sebagai sarana
pendukung agar transportasi dapat berjalan dengan lancar.
Fungsi didirikannya kantor Perhubungan, bertujuan untuk
menyampaikan berita-berita atau surat menyurat terutama kepada daerah
yang masuk dalam pemerintahan pusat, terutama antara Syam dengan
Hijaz. Biasanya surat yang dibawa melalui seorang kurir akan
membutuhkan waktu yang sangat lama sampai kepada daerah dan
penerima yang dituju , akan tetapi dengan adanya kantor surat-menyurat
tersebut keadaan sedemikian dapat diminimalisir. Kantor ini dalam
praktiknya tidak hanya membawa surat dan melayani kepentingan dari
pemerintah dan negara, terkadang juga membantu kepentingan
masyarakat dengan membawa surat-menyurat merek dari satu daerah ke
daerah lainnya.
d) Kesekretariatan (Diwan Al-Rasa’il)
Peran juru tulis pada masa pemerintahan Muawiyah sangat penting,
setiap kantor administrasi memiliki seorang juru tulis, dari kantor militer
hingga kantor peradilan memiliki juru tulis. Tugas para juru tulis disetiap
kantor menulis perintah-perintah khalifah lalu menyerahkannya ke kantor
stempel, setelah sebelumnya direkatkan dan disegel dengan lilin,
kemudian distempel dengan stempel kepala kantor.
e) Kantor Keuangan (Diwan Al-Kharaj)
Diwan Al–Kharraj adalah kantor yang diperuntukkan untuk masalah
keuangan. Seluruh pemasukan negara yang berupa ghanimah (rampasan
perang), Jizyah (pajak tanah), zakat dan Usyur atau pajak-pajak yang
dipungut dari para pedagang atas berbagai macam dagangan yang mirip
dengan cukai barang masuk pada masa sekarang. Para pedagang terdiri
atas tiga macam, yaitu pedagang Muslim yang dipungut 0,25 persen dari
nilai barang dagangan mereka, kemudian kelompok Ahli Dzimmi yang
dipungut sebesar 0,5 dan pedagang Ahli Harb yang dipungut 1 persen.
Ketiganya tidak akan dipungut apabila nilai dagangan mereka kurang dari
200 dirham. Seluruh pemasukan tersebut disetorkan ke Baitul Mal yang
dikuasai oleh Diwan Al-Kharraj pusat yang berada di Damaskus. Masing-
masing wilayah memiliki diwan yang bersifat lokal di Irak terdapat
Diwan, di Mesir juga terdapat Diwan.
Diwan-diwan lokal tersebut menghimpun segala macam uang yang
masuk, kemudian menyalurkan sebagaimana mestinya, terutama untuk
membayar gaji para tentara dan pejabat serta kebutuhan fasilitas publik
seperti untuk membangun jalan, jembatan, dan lainnya. Setelah itu diwan
lokal mengirimkan dana yang tersisa ke Baitul Mal pusat yang berada di
Damaskus yang kemudian menyalurkannya. Lahan penyaluran sangat
banyak, contohnya seperti biaya operasional istana kekhalifahan, gaji
tentara dan para pejabat, serta pendanaan terhadap fasilitas umum milik
negara.
f) Kantor Pengawas Perdagangan
Kantor pengawas perdagangan bisa dikatakan sebagai salah satu inovasi
dibidang perekonomian yang terlembagakan pada pemerintahan
Muawiyah bin Abu Sufyan. Kantor pengawas perdagangan bertugas dan
bertanggung jawab terhadap ketertiban pasar dan aktivitas perdagangan di
dalamnya. Adapun tugas-tugas dari kantor pengawas perdagangan adalah
sebagai berikut:
1) Memastikan keakuratan timbangan, takaran dan ukuran-ukuran
perdagangan lainnya dalam proses jual beli, untuk mencegah penipuan
dalam transaksi.
2) Melakukan sidak (inpeksi mendadak) tehadap standar bandul
timbangan guna menjamin ketepatannya.
3) Mencegah kenaikan harga yang ekstrim dari harga pasar.
4) Melarang penimbunan dan memaksa penimbun menjual barangnya.
Kantor pengawas perdagangan juga turut berkordinasi dengan Kantor
Keuangan, terutama dalam mengumpulkan pajak dari barangbarang
perniagaan pedagang dan sewa kios milik negara.

Reformasi sistem pemerintahan juga dilakukan Muawiyyah dalam bidang


keamanan, demi menjaga keamanan dirinya dari kemungkinan terburuk
terulangnya peristiwa yang dialami Ali bin Abi Thalib terhadap dirinya.
Mengingat berdirinya Dinasti Amawiyyah ketika itu juga masih terdapat pro
dan kontra. System keamanan ini dirancang dengan pola :

a) Ajudan / Pengawal
Muawiyah Bin Abu Sufyan adalah pemimpin pertama dalam Islam
yang memiliki ajudaan, demi mencegah kemungkinan penyerangan
terhadap dirinya. Berdasarkan kejadian yang menimpa tiga khalifah
sebelumnya, yang menjadi korban pembunuhan, maka sekiranya penting
untuk menjaga stabilitas keamanan yang kokoh dengan membentuk
tatanan penjagaan dan perlindungan terhadap dirinya. Untuk
meminimalisir kejadian-kejadian yang akan mengancam keselamatan
dirinya terutama dari upaya Khawarij yang masih berniat membunuhnya,
maka diterapkannya aturan protokoler kerajaan, salah satunya khalifah
membatasi diri untuk bertemu langsung dengan rakyatnya, tetapi melalui
perantara (pengawal) yang disebut Hajib.
Muawiyah juga memerintahkan agar ruang-ruang khusus di masjid di
kawal oleh penjaga, dan yang diperbolehkan masuk hanya orang-orang
yang mendapat kepercayaan dari para pengawalnya. Selain itu Muawiyah
juga membuat sebuah ruangan khusus untuk dirinya dari penyerangan
yang bisa saja menimpa dirinya. Ajudan ditugaskan harus duduk dipintu
istana untuk mengatur orang-orang yang hendak menemui khalifah yang
didasarkan kepada kedudukan, tujuan dan maksud kedatangan mereka.
Seorang ajudan melaksanakan tugas layaknya kepala staf kepresidenan
atau kepala dewan kerajaan dalam peraturan modern. Mengingat begitu
pentingnya jabatan tersebut, khalifah Umayyah tidak memberikan jabatan
tersebut, kecuali hanya kepada orang-orang yang mereka percayai dan
umumnya berasal dari kalangan keluarga yang yang memiliki kemuliaan
dan intelegensi yang tinggi. Para penguasa Dinasti Umayyah
menginginkan agar ajudan para penguasa wilayah yang ada di berbagai
wilayah memiliki tingkat kemampuan yang sama.
b) Polisi
Selain ajudan, Muawiyah juga membentuk tatanan kepolisian yang
bertugas menjaga kestabilan keamanan dan undang – undang, menangkap
pencuri, para penjahat dan para perusuh, membela khalifah, namun polisi
btidak bertanggung jawab mencegah serangan apa pun dari luar negara.
Keberadaan kepolisian tidak hanya di ibu kota negara saja, tetapi juga
terdapat di daerah – daerah yang masuk dalam wilayah pemerintahan
Dinasti Umayyah dan bertanggung jawab penuh kepada gubernur .
Ketika Negara Umayyah berdiri, urgensi departemen kepolisian
semakin bertambah seiring dengan situasi dan kondisi yang dialami saat
itu. Kepolisian memiliki pengaruh besar dalam menjaga keamanan dan
membersihkan negara sari unsur perusakan dan gangguan keamanan serta
menumpas para penentang pemerintah yang ada di dalam negara.
Para khalifah Dinasti Umayyah berupaya untuk memilih aparat
kepolisian dari orang-orang yang memiliki kewibawaan dan juga
ketegasan. Para penguasa Umayyah memberikan kebebasan kepada
pejabat kepolisian untuk memilih ajudan mereka agar dapat menjalankan
tugas mereka dengan baik. Pejabat kepolisian baik itu berada di ibu kota
kekhalifahan maupun ibu kota wilayah merupakan alat pemerintahan.
Polisi memiliki kedudukan tersendiri di Dinasti Umayyah, karena
tugas-tugas penting yang mereka emban didepan negara dan masyarakat,
diantaranya:
1) Melindungi Khalifah dan para Gubernur daerah terhadap lawan-lawan
mereka di dalam
2) Menghukum para pelaku kejahatan dan orang-orang yang melanggar
undang-undang.
3) Melaksanakan hukuman-hukuman Syar’i.

Keberadaan kepolisian juga ditujukan untuk mengabdi kepada


masyarakat dan bertanggung jawab atas nyawa masyarakat hak-hak dan
harta-harta mereka dari pelanggaran. Negara mengandalkan mereka dalam
menghadapi para pembangkang, membasmi pemberontakan,
memadamkan kekacauan, dan terkadang menggantikan tugas pasukan
perang saat mereka memberi perhatian dan partisipasi dalam peperangan.
Melalui ketegasan dan dedikasi dari aparat kepolisian dalam menjaga
keamanan maka kestabilan seluruh negeri bisa terjaga.

3. Bidang Keagamaan
Selama pemerintahan Dinasti ini, terdapat peluang untuk
berkembangnya berbagai aliran yang tumbuh di kalangan masyarakat
meskipun aliran itu tidak dikehendaki oleh penguasa waktu itu. Aliranaliran
tersebut diantaranya adalah Syiah, Khawarij, Mu’tazilah dan yang lainnya.
4. Bidang Ekonomi
Dengan bertambah luasnya wilayah Dinasti Umayyah, maka
perdagangan juga semakin meluas. Praktik-prakti perniagaan merambah
sampai daerah Tiongkok dengan sutera, keramik, obat-obatan dan
wangiwangian sebagai komoditasnya. Lalu meluas ke belahan negeri timur
dengan rempahrempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading dan
bulu-buluannya. Keadaan ini membuat kota Basrah dan aden menjadi pusat
perdagangan yang ramai. Dengan ramainya perdagangan tersebut mendorong
kemakmuran masyarakat di bidang industri.
Selain itu juga menetapkan kebijakan fiskal, yaitu dengan mewajibkan
kepada orang Muslim maupun non Muslim yang mempunyai tanah untuk
membayar pajak. Sedangkan pajak per individu tidak berlaku pada orang
Muslim namun berlaku bagi orang dzimmi. Mereka hidup merdeka asalkan
membayar pajak tanah dan pajak per jiwa.
Kahlifah Abd al-Malik dan Al Walid Ibn Al Malik membangun panti-
panti untuk orang cacat serta mendirikan jalan-jalan yang menghubungkan
suatu daerah dengan yang lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintah
dan masjid-masjid yang megah. Semua pekerja yang terlibat dalam kegiatan
humanis ini digaji oleh Negara secara tetap.15
5. Pembangunan Infrastruktur

15
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam. 2003. Yogyakarta: SPI Fak Adab IAIN
Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M714M). Dia memulai
kekuasaannya dengan membangun Masjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’
ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun
Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga
melakukan pembangunan fisik dalam skala besar. Muawiyah mendirikan
Dinas Pos dan tempattempat tertentu dengan menyediakan kuda dengan
peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
bersenjata.
6. Bidang Pertanian
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap
pembangunan sektor pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem pengairan
bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
7. Bidang Tasyri’
Terjadi pada masa Umar Bin Abd Al-Aziz. Beliau berusaha
mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena
para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Beliau berusaha untuk
membukukan Hadits.
8. System peradilan dan perkembangan Kebudayaan
Bani Umayyah mensejahterakan rakyatnya dengan memperbaiki seluruh
sistem pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan.
Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang
dipergunakan untuk:
a) Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
b) Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
c) Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
d) Perlengkapan perang.

Pada tahun 691H, Khalifah Abd AlMalik membangun sebuah kubah yang
megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan “The Dame Of The Rock”
(Gubah AsSakharah). Penatapan bahasa arab sebagai bahasa resmi
pemerintahan, pembangunan panti asuhan, pembuatan mata uang dan lambang
negara juga merupakan kemajuan pada masa Bani Umayyah.

9. Bidang Militer
Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak
mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka
memadukannya dengan sistem dan teknik pertahanan yang selama itu mereka
miliki, dengan perpaduan sistem pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan
dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan
yang sangat baik. Dengan kemajuan-kemajuan dalam sistem ini akhirnya para
penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya
hingga ke Eropa. Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah
terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.

D. Simpulan
Dinasti Amawiyyah atau lebih popular sebagai dinasti Umayyah merupakan
Dinasti Islam pertama yang Namanya diambil dari Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn
‘Abdi Manaf. Dalam proses pendirian dinasti ini nemang cukup kontroversial, sebab
baru mendapat pengakuan secara de facto dan de jure setelah terbunuhnya khalifa Ali
bin Abi Thalib juga penyerahan kekuasaan dari Hasan bin Ali dilaksanakan.

Sistem monarki heridetis yang diterapkan pada dinasti ini merupakan hasil
adopsi dari pemerintahan Persia juga Byzantium. Penerapannya dimulai sejak tahun
679 M atau bertepatan dengan penunjukkan Yazid bin Muawiyyah menjadi khalifah
setelah Muawiyyah bin Abu Sufyan mangkat.

90 tahun masa kekuasaan Dinasti Amawiyyah berhasil menjelma menjadi


negara adikuasa yang memiliki peradaban tertinggi masa itu. Selain itu, Dinasti
Amawiyyah juga menginisiasi reformasi besar-besaran dalam bidang politik yang
menghasilkan beberapa sector baru diantaranya :

1. Kantor Surat Menyurat


2. Kantor Stempel (Diwan Al-Khatim)
3. Kantor Perhubungan (Diwan Al-Barid)
4. Kesekretariatan (Diwan Al-Rasa’il)
5. Kantor Keuangan (Diwan Al-Kharaj)
6. Kantor Pengawas Perdagangan

Tidak hanya bidang politik, dinasti Amawiyyah juga berhasil tumbuh pesat
pada bidang Bidang Keagamaan
1. Bidang Ekonomi
2. Pembangunan Infrastruktur
3. Bidang Pertanian
4. Bidang Tasyri’
5. System peradilan dan perkembangan Kebudayaan
6. Bidang Militer

E. Referensi
Maidir Harun dan Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, IAIN-IB Press, Padang, jilid 1,
Cet ke-2, 2002.

Philip K. Hitti, History Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013 Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta:
Akbar Media Sarana, 2003.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet-16, 2004.

Istian Aby Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk perguruan tinggi islam dan umum,
UIN malang pres, 2008, Cet-1.

Siti Maryam (Ed), Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,
Yogyakarta: SPI Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jakarta: UI Press, jilid 1, Cet.
Ke 5, 1985, Jousouf Souyb, Sejarah Umayyah, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009 Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002

Al-Maududi, 1998 Abul A’la. Khilafah Dan Kerajaan. Bandung : Mizan.

Andi Bastoni, Hepi. 2012. Wajah Politik Muwiyah Bin Abu Sufyan.Bogor : Pustaka
Al Bustan.

Budiarjo, Miriam. 1977. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia. Edyar, Busman.
2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Pustaka

Asatruss. Fa’al, M, Fahsin. 2008. Sejarah Kekuasaan Islam. Jakarta : Artha Rivera.
Faturrohman, Deden & Wawan Sobri. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Malang : UMM
Press.

Flectheim, K, Ossip. 1992.Fundamental Of Political Science. New York : Ronal


Press.

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta : Universitas Indonesia.

Hamka, Sejarah Umat Islam (Jilid IV). Jakarta : Bulan Bintang. 1981 Haque, Atiqul.
1995.Wajah Peradaban (Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar Islam).Bandung :
Zaman.

Jordac, George. 1997.The Voice Of Human Justice. Terj Abu Muhammad Assajad.
Suara Kedilan Sosok Agung Ali Bin Abi Thalib (Cetakan 1). Lentera: Baristama.
Karim, M, Abdul. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam. Yogyakarta : Pustaka
Book Publisher. 2007.

Ladipus, Ira, M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam (Bagian Satu & Dua). Jakarta : PT
Grafindo.

Mahmudunnasir, Syed. 1988. Islam Konsepsi Dan Sejarahnya. Bandung :


Rosdakarya.

Munir Amin, Samsul. 2009.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta : AMZAH.

Nizar, Syamsul. 2003. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Press. Syalabi, A.
Sejarah Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka Al Husna.

Qardhawi, Yusuf. 2005. Menelusuri Sejarah Umat Islam. Jakarta : PT Grafindo.

Soekanto, Soejono. 2000.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Grafindo.

Sulaiman, Rusydi. Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT


Grafindo. 2014

Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam. Jakarta : PT


Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai