Anda di halaman 1dari 17

ISLAM PADA MASA DAULAH UMAYYAH SYIRIA DAN SPANYOL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah pendidikan Islam


Dosen pengampu : Abdul Baits, Sos, M.Hum

Di susun oleh:
Nurul Amalia Solihah
Samrotul Fuadah
Neng Fitri Aulia
Siti Muniroh
Risti Jaini
Jihan Nurfatma

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AZ-ZAHRA

TAHUN 2021

Jl Raya Karang Nunggal, No. 92 Cibalong Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat


Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb

            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kekuatan
dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan makalah  ini. Sholawat beserta salam
semoga senantiasa tercurah limpahan kepada nabi Muhammad saw. yang menjadi tauladan para
umat manusia yang merindukan keindahan syurga.

Kami menulis makalah ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui ilmu tentang Islam Pada
Masa Daulah Umayyah Syiria dan Spanyol (661-749 M) bertujuan untuk memenuhi tugas,
tujuan penulis selanjutnya adalah untuk mengetahui proses letak geografis kekuasaan, system
pemerintahan, system politik dan perkembangan pendidikannya.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
kurangnya ilmu pengtahuan. Dan minimnya refren yang ada.

            Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak seberapa yang
masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi terciptanya
makalah yang lebih baik lagi, serta berdayaguna di masa yang akan datang.

            Besar harapan, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat dan
maslahat bagi semua orang.

Wasalamu'alaikum Wr.Wb

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Dinasti Umayyah merupakan pemerintahan kaum Muslimin yang berkembang setelah
masa Khulafa al Rasyidin yang dimulai pada tahun 41 H/661 M.
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, Muawiyah mendapat kesempatan untuk mengangkat
dirinya sebagai khalifah sekaligus raja yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan
jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi
Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah.
Dinasti inilah yang untuk pertama kalinya mendobrak sistem pemerintahan dan politik yang
awalnya dengan pemilihan pemimpin dijalankan secara musyawarah mufakat menjadi sistem
keluarga atau monarki, perluasan kekuasaan yang semakin besar dan terutama perkembangan
yang sangat luar biasa dalam bidang Pendidikan.
Dinasti Umayyah dapat dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti umayyah yang dirintis oleh
Muawiyah Bin Abi Sufyan (661-680M) yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini
berlangsung sekitar satu  abad yang mengubah system pemerintahan dari khilafah menjadi
monarki (mamlakat). Kedua, Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol), yang awalnya merupakan
wilayah taklukan Umayyah yang di pimpin seorang gubernur pada zaman Walid Bin Abdul
Malik (86-96 H/705-715 M)  yang kemudian menjadi kerajaan.
B. Rumusan Masalah
1. Sampai manakah letak geografis kekuasaan daulah Umayyah?
2. Bagaimana sitem pemerintahan dan sistem politiknya? serta
3. Bagaimana keadaan dan Perkembangan pendidikannya?
C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui letak geografis kekuasaan pada masa Umayyah!
2.      Untuk mengetahui sitem pemerintahan, sistem politik dan

3.      Agar dapat mengetahui keadaan dan perkembangan pendidikan pada masa Umayyah!

BAB II

PEMBAHASAN

A. Letak Geografis Kekuasaan Daulah Umayyah

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah
Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan Kembali. dimulai dengan
menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan
lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.

Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa
khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi
sungai Oxus dan berhasil
menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand, bahkan sampai
ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah ini terdapat beberapa khalifah yang sangat
berpengaruh. Di antaranya adalah Al Walid bin Abdul Malik dan Umar bin Abdul Aziz.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik.


Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat
Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh
tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya,
benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M.

Di bawah kepemimpinan Al Walid bin Abdul Malik, kekuasaan islam meluas ke Spanyol
atas peran pasukan yang dipimpin Thoriq bin Ziyad. Setelah Aljazair dan Maroko dapat
ditundukkan, Thariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi
selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu
tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat
dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu
kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai.

Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu


kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan
dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita
akibat kekejaman penguasa.

Sementara itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat terkenal dengan kekayaannnya.
Namun, setelah menjabat sebagai khalifah, beliau menjalani hidup dengan segala kesederhanaan
dan terkenal dengan sifat jujur dan adilnya. Selain terkenal karena sifatnya, Umar bin Abdul
Aziz juga terkenal dengan keluasan ilmunya, khususnya di bidang ilmu hadis.

Di zaman Umar bin Abdul-Aziz ini, perluasan kekuasaan dilakukan ke Prancis melalui


pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai
dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam
peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali
ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah
(mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah
kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu
meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan,
dan Kirgistan di Asia Tengah.

Banyak sekali ekspansi yang dilakukan secara besar-besaran sehingga kekuasaan Islam
meluas sampai ke Afrika Utara bahkan Spanyol. Bukan hanya itu, perkembangan pesat terlihat
dari segi peradaban seperti system pemerintahan, sitem politik dan perkembangan.
Garis Waktu Umayyah di Damaskus

 661 M- Muawiyah I menjadi khalifah dan mendirikan Bani Umayyah


 670 M- Perluasan ke Afrika Utara, penaklukan Kabul
 677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmiz, serangan ke Konstantinopel
 680 M- Kematian Muawiyah, Yazid I naik takhta, peristiwa Karbala
 685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi
 700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara
 711 M- Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana
 713 M- Penaklukan Multan
 716 M- Serangan ke Konstantinopel
 717 M- Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah, reformasi besar-besaran
 749 M- Kekalahan tentara Umayyah di Irak dari pasukan Abbasiyyah

Daftar Pemimpin Kekhalifahan Umayyah


Kekhalifahan Utama di Damaskus

 Muawiyah I bin Abu Sufyan, 661-680 M


 Yazid I bin Muawiyah, 680-683 M
 Muawiyah II bin Yazid, 683-684 M
 Marwan I bin al-Hakam, 684-685 M
 Abdullah bin Zubair bin Awwam, 685 M (transisi)
 Abdul-Malik bin Marwan, 685-705 M
 Al-Walid I bin Abdul-Malik, 705-715 M
 Sulaiman bin Abdul-Malik, 715-717 M
 Umar II bin Abdul-Aziz, 717-720 M
 Yazid II bin Abdul-Malik, 720-724 M
 Hisyam bin Abdul-Malik, 724-743 M
 Al-Walid II bin Yazid II, 743-744 M
 Yazid III bin al-Walid, 744 M
 Ibrahim bin al-Walid, 744 M
 Marwan II bin Muhammad, 744-750 M

B. Sistem Pemerintahan dan Politik Daulah Umayyah

Berakhirnya kekuasaan ali bin abi thalib menandakan lahirnya masa kepemimpinan baru
dalam islam yang berpola dinasti atau kerajaan ataupun yang biasa kita sering dengar yaitu
Daulah. Dalam sistemnya, bentuk pemerintahan Daulah ataupun kerajaan cenderung bersifat
feodal dan turun temurun. Berbeda dengan sebelumnya, yaitu pada masa pemerintahan
Khulafaurrasyidin yang mana dalam pemilihan pemimpin nya menggunakan wasiat, yaitu pada
saat terpilihnya Abu Bakar yang diwasiatkan oleh nabi dan dengan pembaiatan.

Setelah masa Khulafaurrasyidin benar-benar berakhir yang ditandai dengan terbunuhnya


khalifah terakhir, Ali bin Abi Thalib. Muncul lah Daulah-daulah baru yang berdiri. sejak tahu
661 M kekuasaan politik mulai di genggam oleh daulah-daulah tertentu, dimulai dari Daulah
Umayyah di Damaskus, di ikuti dengan Daulah Abbasyiah di Baghdad, dan sampai ke daulah
yang terakhir yaitu Daulah Turki Ustmaniah. Tentunya dalam setiap daulah memiliki sistem
politik dan pemerintahan yang berbeda-beda, Lantas bagaimanakah sistem politik dan
pemerintahan pada masa pemerintahan Daulah Umayyah?

Perintisan dinasti ini dilakukan dengan cara menolak pembaiatan terhadap Ali bin Abi
Thalib. kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali bin Abi
thalib, dengan strategi politik yang sangat menguntungkan di pihaknya.

Jatuhnya Ali bin Abi Thalib dan naiknya Mu'awiyah juga disebabkan oleh keberhasilan
pihak Khawarij (kelompok yang menentang dari Ali bin Abi Thalib) membunuh Ali bin Abi
Thalib, meskipun kemudian tampak kekuasaan dipegang oleh putranya, Hasan, namun tanpa
dukungan yang kuat dan kondisi politik yang kacau, akhirnya kepemimpinannya pun hanya
bertahan sampai beberapa bulan.
Setelah Daulah Bani Umayyah berdiri, adapun langkah pertama yang dilakukan oleh
Mu'awiyah bin Abi Sufyan adalah memindahkan ibu kota pemerintahan islam dari Madinah ke
kota Damaskus di wilayah Suriah. Selain itu, ia juga mengatur tentara dengan cara baru, yaitu
dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara Byzantium, membangun administrasi
pemerintahan, dan menetapkan aturan kiriman pos.

Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan sangat bertolak
belakang dengan sistem pemerintahan pada zaman Khulafaurrasyidin. Pada masa ini, sistem
pemerintahan yang digunakan adalah sistem Demokrasi, yaitu sistem pemerintahan berasaskan
musyawarah dalam mengambil keputusan dan pemilihan pemimpin dilakukan oleh rakyat.

Diantara kebijakan yang dilakukan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan pada masa
pemerintahanya ialah sebagai berikut:

- Pembentukan diwanul hijabah, yaitu sebuah lembaga yang bertugas yang memberikan
pengawalan terhadap pemimpinnya.

- Pembentukan diwanul khatam, yaitu lembaga yang bertugas mencatat semua peraturan
yang dikeluarkan oleh pemimpinnya dalam berita acara pemerintah.

- Pembentukan diwanul barid, yaitu departemen pos dan transportasi, yang bertugas
menjaga pos-pos perjalanan dan menyediakan kuda sebagai alat transportasi.

- Pembentukan shahibul kharraj (pemungut pajak).

Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru,
untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin
kompleks. Selain majelis penasihat sebagai pendamping, Bani Umayyah juga dibantu oleh
beberapa sekertaris guna membantu pelaksanaan tugasnya, yaitu:Kati bar-rasail, yaitu sekertaris
yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan para pembesar
setempat.

- Katib al-kharrar, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan


pengeluaran negara.
- Katib al-jundi, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang
berkaitan dengan ketentaraan.

- Katibasy-syurtah, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemelihraan


keamanan dan ketertiban umum.

- Katib al-qudat, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui
badan-badan peradilan dan hakim setempat.

Berbagai kemajuan memang telah dicapai oleh Daulah Bani Umayyah, namun konflik
internal juga tidak bisa dielakan. Hal ini terbukti dengan banyaknya gerakan pemberontakan
yang muncul, dan akhirnya menimbulkan perang saudara. Inilah yang menyebabkan kehacuran
Daulah Umayyah.

C.     Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah

Secara esensial, Pendidikan islam pada masa ini hampir sama dengan pendidikan pada
periode Khulafaur rasyidin. Namun pada masa bani umayyah ini pendidikan islam lebih
mengalami perkembangan yang cukup signifikan, Pada uraian tentang situasi pendidikan,
terutama keagamaan dizaman bani Umayyah sebagaimana disebut di atas belum menyinggung
secara langsung maupun tidak langsung masalah pendidikan.

Namun dari kajian terhadap berbagai literatur lainnya dapat diketahui bahwa situasi
berdirinya dinasti banni umayyah memiliki kaitan yang erat dengan masalah pendidikan. Adanya
wilayah yang luas dan penduduk yang makin besar selain membutuhkan sandang, pangan, dan
papan, juga membutuhkan keamanan, kesehatan, dan pendidikan. berbagai sumber menyebutkan
keadaan pendidikan di zaman bani Umayah sebagai berikut:

1.         Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran

Visi pendidikan di zaman bani Umayyah secara eksplisit tidak dijumpai. Namun dari
berbagai petunjuk bisa diketahui bahwa visinya adalah unggul dalam ilmu agama dan umum
sejalan dengan kebutuhan zaman dan masing-masing wilayah Islam

Adapun misinya antara lain.

a.       Menyelenggarakan pendidikan agama dan umum secara seimbang,


b.      Melakukan penataan kelembagaan dan aspek-aspek pendidikan Islam,

c.       Memberikan pelayanan pendidikan pada seluruh wilayah Islam secara adil dan merata,

d.      Menjadikan pendidikan sebagai penopang utama kemjuan wilayah Islam,

e.       Memberdayakan masyarakat agar dapat memecahkan masalahnya sesuai dengan


kemampuanya sendiri.

Adapun tujuannya ialah menghasilkan sumber daya manusia yang unggul secara
seimbang dalam ilmu agama dan umum serta mampu menerapkannya bagi kemajuan wilayah
Islam.

Sedangkan yang menjadi sasarannya adalah seluruh umat atau warga yang terdapat di
seluruh wilayah kekuasaan Islam, sebagai dasar bagi dirinya dalam membangun masa depan
yang lebih baik.

Visi, misi, tujuan, dan sasaran pendidikan tersebut di atas, secara eksplisit atau tertulis
tentu belum ada. Namun dari segi kebijakannya secara umum serta hasil-hasil yang dicapai oleh
dinasti ini mengandung visi, misi, tujuan, dan sasaran tersebut di atas.

Sejarah mencatat, bahwa pada masa dinasti Umayyah telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a.       Melakukan pembagian kekuasaan kedalam bentuk provinsi, yaitu Syiria dan Palestina,
Kuffah, Irak, Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd, Yamah, Armenia, Hijaz,
Karman dan India, Mesir, Afrika, Yaman, Arab Selatan, serta Andalusia.

b.      Membentuk organisasi keuangan yang terpusat pada Baitul Mal yang diproleh dari pajak
tanah, perorangan, dan nonmuslim, serta mencetak mata uang.

c.       Membentuk organisasi ketentaraan yang umumnya terdiri dari orang-orang keturunan


Arab.

d.      Membentuk organisasi kehakiman

e.       Membentuk lembaga sosial dan budaya

f.       Membentuk bidang seni rupa seperti seni ukur, seni pahat, dan kaligrafi.
Terjadinya berbagai kemajuan tersebut dipastikan karena didukung oleh tersedianya
sumber daya manusia yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian teknis,
dan pengalaman yang dihasilkan melalui proses pendidikan dalam arti luas. Sejarah mencatat,
bahwa disamping melakukan ekspansio teritorial, pemerintahan dinasti Umayyah juga menaruh
perhatian dalam bidang pendidikan. memberikan dorongan yang kuat terhadap kemajuan dunia
pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
para ilmuan, para seniman, para ulama dapat mengembangkan bidang keahliannya masing-
masing serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.

2.      Kurikulum Pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah

Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya


pendidikan tidak hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara
otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Pada masa bani
Umayyah, pakar pendidikan Islam menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian kurikulum.
Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan serangkaian mata pelajaran yang harus
diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.

Sejalan dengan perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan


cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa.
Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses belajar
dan mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam kurikulum yang berkembang
pada masa bani Umayyah:

a.   Kurikulum Pendidikan Rendah

Terdapat kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang


membentuk kurikulum untuk semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam.

Pertama, karena tidak adanya kurikulum yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun
untuk tingkat penghabisan, kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum.

Kedua, kesukaran diantara membedakan fase-fase pendidikan dan lamanya belajar karena
tidak ada masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk belajar pada setiap lembaga
pendidikan. Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi
tidak hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada
kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab biasanya diajarkan
membaca dan menulis disamping Alquran. Kadang diajarkan bahasa, nahwu.

b.      Kurikulum Pendidikan Tinggi

Kurikulum pendidikan tinggi (halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau
mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian
juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa
bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke
halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota lain.

Pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan kepada orang
banyak yang tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama.

Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama
(al-ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).

Adapun beberapa bentuk dari pelajaran dalam kurikulum pada masa di nasti bani
Umayyah  diantaranya:

1.      Ilmu agama: al-Qur’an, Hadits, dan Fiqih. Sejarah mencatat, bahwa pada masa khalifah
Umar ibn Abdul al-Aziz (99-10H) dilakukan proses pembukuan hadits, sehingga studi hadits
mengalami perkembangan yang pesat.

2.      Ilmu sejarah dan Geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup,
kisah dan riwayat.

3.      Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu,
sorof.

4.      Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umunya berasal dari baha asing, seperti ilmu mantik,
kimia, astronimi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan ilmu kedokteran.

c. Metode-metode pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah


Pendidikan Islam di masa Dinasti Umayah tampaknya masih didominasi oleh metode
bayani, terutama selama abad I H di mana pendidikan bertumpu dan bersumber pada nash-nash
agama yang kala itu terdiri atas Alquran, sunnah, ijmak, dan fatwa sahabat. 

Metode bayani dalam pendidikan Islam kala itu lebih bersifat eksplanatif, yaitu sekedar
menjelaskan ajaran-ajaran agama saja. Secara khusus, metode ceramah dan demonstrasilah yang
banyak digunakan dalam institusi-institusi pendidikan yang ada di zaman itu.

Baru pada masa-masa akhir pemerintahan Umayah metode burhani mulai berkembang di
dunia Islam, seiring dengan giatnya penerjemahan karya-karya filsafat Yunani ke dalam bahasa
Arab, Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar di sini dilaksanakan di mana
murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan,
membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain.

Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan halaqah ini tidak
khusus untuk mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum,
termasuk filsafat.

d. Lembaga pendidikan islam pada masa Bani Umayyah

Lembaga pendidikan Islam dimasa ini diklasifikasikan atas dasar muatan kurikulum yang
diajarkan. Dalam hal ini, kurikulumnya meliputi pengetahuan agama (Lembaga pendidikan
formal)  dan pengetahuan umum (non formal). Adapun lembaga pendidikan Islam yang ada
sebelum kebangkitan madrasah pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

1.      Shuffah, adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya
tempat ini menyediakan tempat pemondokan bagi pendatang baru dan mereka tergolong miskin.
Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Alquran secara benar dan hukum Islam
dibawah bimbingan langsung. Pada masa ini setidaknya telah ada sembilan shuffah yang tersebar
dikota Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran
dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi, dan ilmu fonetik.

2.      Kuttab atau Maktab, adalah Lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan
membaca dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Alquran dan pengetahuan agama
tingkat dasar.
3.      Majlis, yang berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau diskusi berlangsung. Ada
beberapa macam majlis seperti; Majlis al-Hadits, majlis ini diselenggarakan oleh ulama/guru
yang ahli dalam bidang hadits. Majlis al-Tadris, majlis ini biasanya menunjuk majlis selain dari
pada hadist, seperti majlis fiqih, majlis nahwu, atau majlis kalam. Majlis al-Syu’ara, majlis ini
adalah lembaga untuk belajar syair, dan sering dipakai untuk kontes para ahli syair. Majlis al-
Adab, majlis ini adalah tempat untuk membahas masalah adab yang meliputi puisi, silsilah, dan
laporan bersejarah bagi orang-orang yang terkenal. Majlis al-Fatwa dan al-Nazar, majlis ini
merupakan sarana pertemuan untuk mencari keputusan suatu masalah dibidang hukum kemudian
difatwakan.

4.      Masjid, Semenjak berdirinya pada masa Nabi Muhammad Saw, masjid telah menjadi pusat
kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum Muslimin, baik yang menyangkut pendidikan
maupun sosial ekonomi.

5.      Khan, berfungsi sebagai asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar
hukum Islam pada suatu masjid, seperti khan yang dibangun oleh Di’lij ibn Ahmad ibn Di’lij di
Suwaiqat Ghalib dekat makam Suraij. Disamping fungsi itu, khan juga digunakan sebagai sarana
untuk belajar privat.

Sedangkan Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai
berikut:

a.       Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah
takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan
haram dalam Islam.

b.      Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena
di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama
terkemuka.

c.       Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan
Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an.
Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis.
d.      Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam
dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para
Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang
sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah.

e.       Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu
agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin
Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama).

d. Profil guru pada masa Bani Umayyah

Guru pada masa bani Umayyah memegang peranan yang penting dalam proses
pendidikan anak, mulai dari menentukan perencanaan sampai melaksanakannya. Oleh sebab itu,
tidak mengherankan apabila pada masa ini disebut dengan teacher oriented. Selain itu, guru pada
masa ini secara teratur sudah melaksanakan tugas dan memberikan secara sungguh-sungguh dan
memperlakukan murid secara adil tanpa ada diskriminasi.

Guru-guru yang mengajar sekolah kanak-kanak (mu’allim al-kuttab) diantaranya: Al-


Hajaja, Al-Kumait, Abdil hamid Al-Katib, Atha bin Rabah dan lain-lain. Para guru yang
memberikan pelajaran di masjid-masjid antara lain: Abul Aswad Ad-Duali, Hasan Al-Basri, Abu
Wadaah, Syuraik Al-Qadhi, Muhamad ibn Al-Hasan, Ahmad ibnu Abi Dawud, dan lain
sebagainya.

BAB III

KESIMPULAN

Muawiyah adalah pendiri Dinasti Umayah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Harb
ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abdu Manaf. Sebagai keturunan dari Abdu Manaf, Muawiyah
memiliki hubungan kerabat dengan nabi Muhammad SAW. Dan masa Dinasti Umayyah
berlangsung selama 91 tahun dengan 14 orang khalifah.

Berbagai kemajuan telah diperoleh pada masa Dinasti ini yakni dalam bidang
administrasi, perubahan dalam sistem pemerintahan dan politik dan peninggalan peradaban baik
yang berbentuk fisik (bangunan-bangunan , sarana-sarana umum, dan sebagainya) dan nonfisik
(intelektual dan ilmu pengetahuan).
DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, Ahmad. 1982. Sejarah dan Kebudayaan Islam 2. Jakarta : Pustaka al-Husna.

Nizar, Samsul. 2009. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Prenada Media Group.

As’ad, Mahsur. 2009. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung : Erlangga.

Ibrahim, Tatang. 2008. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung : Cv. Armico.

Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah

Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana

Soekarno dan Ahmad Supardi. 1985. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa

Anda mungkin juga menyukai