Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal mula Perkembangan Dinasti Umayyah


Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak
khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran
bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Masyarakat Madinah khususnya para
shahabat besar seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam
mendatangi shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi
khalifah pengganti Utsman bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan
dengan masak dan pada akhirnya Ali bin Abi Thalib mau menerima
tawaran tersebut. pembaiatan dilakukan pada tanggal 17 Juni 656 M/18
Dzulhijah 35 H.
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat oleh
masyarakat madinah dan sekelompok masyarakat pendukung dari Kuffah
ternyata ditentang oleh sekelompok orang yang merasa dirugikan.
Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan. Penolakan Muawiyah bin Abi Sufyan
dan sekutunya terhadap Ali bin Abi Thalib menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara kedua belah pihak yang berujung pada pertempuran
di Shiffin dan dikenal dengan perang Sifin, Pertempuran ini terjadi di
antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan (sepupu dari Usman bin
Affan) dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di
Syria (Syam) pada 1 Shafar tahun 37 H/657 M. Muawiyah tidak
menginginkan adanya pengangkatan kepemimpinan umat Islam yang baru.
Muawiyah mengecam agar tidak mengakui (bai’at) kekuasaan Ali bin Abi
Thalib sebelum Ali berhasil mengungkapkan tragedi terbunuhnya khalifah
Utsman bin Affan.1
Dalam pertempuran sengit antara pasukan Muawiyah dan Ali itu
hampir-hampir pasukan Muawiyah terkalahkan. Kemudian, Amr Ibn

1Badri yatim, “Sejarah Peradaban Islam,Dirasah islamiyah II”, (PT Raja Grafindo
Persada, Cet.XII, 2001) 42-43.

4
5

Al-‘Ash menasehati Muawiyah agar pasukannya mengangkat mushaf-


mushaf al-quran diujung lembing-lembing mereka sebagai pertanda seruan
untuk damai. Ali menasehati pasukannya agar tidak tertipu dengan tidakan
merekaitu, dan meneruskan peperangan sampai akhir, tetapi malah terjadi
perpecahan antara pasukan Ali sendiri. Akhirnya peperangan dihentikan
dan berjanji untuk menerima Tahkim.
Peristiwa tahkim justru merugikan Ali, mengakibatkan banyak
pengikut Ali yang telah ingkar yang disebut kaum khawarij. Oleh karena
itu, kaum muslimisterpecah menjadi 3 golongan, yaitu Syiah (Golongan
pengikut Ali), Khawarij (golongan yg menjdi lawan Ali), dan Bani
Umayyah (Golongan yg dipimpin Muawiyah).
Pada tanggal 20 Ramadhan 40H/ 660M, salah seorang dari
golongan khawarij berhasil membunuh Ali di Masjid Kufah, yang berarti
pula mengakhiri masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin. Wafatnya Ali
menjadisalah satu sarana emas bagi muawiyah untuk merealisasikan
keputusan-keputusan perjanjian perdamaian (Tahkim) yang menjadikan
dia sebagai penguasa terkuat di wilayah kekuasaan Islam.
Pada tahun 41 H/ 661M, Muawiyah memasuki kota Kufah.
Sumpah jabatan diucapkan dihadapan dua orang putra Ali,yaitu Hasan dan
Husen, dan disaksikan oleh rakyat banyak, sehingga tahun tersebut dikenal
sejarah sebagai ‘Am al-Jamaah (Tahun Persatuan)2.

B. Sistem Kepemimpinan Dinasti Umayyah


Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41
H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu
masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan
kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah
diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan

2 Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam (dari masa klasik hingga modern), (Yogyakarta:
Nadi Offset, 2009), 116-117.
6

sistem Monarchi Heredities, yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara


turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan,
diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya,
Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh Monarchi di Persia dan
Binzantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia
memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan
jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian
“Penguasa” yang di angkat oleh Allah.
Karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak
dilakukan secara demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui
musyawarah, melainkan dengan cara-cara yang tidak baik dengan
mengambil alih kekuasaan dari tangan Hasan bin Ali (41 H/661M)
akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsip dan berkembangnya corak
baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan perkembangan umat
Islam. Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan menunjuk
langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat seorang putra
mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.
Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah.
Sejak Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para penguasa
Bani Umayyah menunjuk penggantinya yang akan menggantikan
kedudukannya kelak, hal ini terjadi karena Muawiyah sendiri yang
mempelopori proses dan sistem kerajaan dengan menunjuk Yazid sebagai
putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya kelak. Sejak saat
itu, sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan
tradisi musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam.
Selain terjadi perubahan dalm sistem pemerintahan, pada masa
pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain misalnya
masalah Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin,
7

Baitulmal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga


Negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak
pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya
menjadi harta kekayaan keluarga raja seluruh penguasa Dinasti Bani
Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz (717-729 M). Berikut nama-nama
ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:

1. Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)


2. Yazid bin Muawiyah (60-64 M/680-683 M)
3. Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
6. Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)3.

C. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Bani Umayyah


Dinasti Umayyah telah mampu membentuk perdaban yang
kontemporer dimasanya, baik dalam tatanan sosial, politik, ekonomi dan
teknologi. Berikut Prestasi bagi peradaban Islam dimasa kekuasaan Bani
Umayah didalam pembangunan berbagai bidang antara lain:
1. Masa kepemimpinan Muawiyah telah mendirikan dinas pos dan
tempat-tempat dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan
peralatannya di sepanjang jalan.

3Istian Aby Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk perguruan tinggi islam dan umum,
(UIN malang pres,2008, Cet-1), hlm 49.
8

2. Menertibkan angkatan bersenjata.


3. Pencetakan mata uang oleh Abdul Malik, mengubah mata uang
Byzantium dengan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai
Islam. Mencetak mata uang sendiri tahun 659 M dengan memakai
kata dan tulisan Arab
4. Jabatan khusus bagi seorang Hakim ( Qodli) menjadi profesi sendiri .
5. Keberhasilan kholifah Abdul Malik melakukan pembenahan-
pembenahan administrasi pemerintahan Islam dan memberlakukan
bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilannya diikuti oleh putranya Al-Walid Ibnu Abdul Malik
(705 – 719 M) yang berkemauan keras dan berkemampuan
melaksanakan pembangunan.
6. Membangun panti-panti untuk orang cacat. Dan semua personil yang
terlibat dalam kegiatan humanis di gaji tetap oleh Negara.
7. Membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah
dengan daerah lainnya.
8. Membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan
masjid-masjid yang megah.
9. Hadirnya Ilmu Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Balaghah, bayan, badi’,
Isti’arah dan sebagainya. Kelahiran ilmu tersebut karena adanya
kepentingan orang-orang Luar Arab (Ajam) dalam rangka memahami
sumber-sumber Islam (Al-qur’an dan Al-sunnah).
10. Pengembangan di ilmu-ilmu agama, karena dirasa penting bagi
penduduk luar jazirah Arab yang sangat memerlukan berbagai
penjelasan secara sistematis ataupun secara kronologis tentang Islam.
Diantara ilmu-ilmu yang berkembang yakni tafsir, hadis, fiqih, Ushul
fiqih, Ilmu Kalam dan Sirah/Tarikh.4
Selain itu, Dinasti Umayyah juga mempunya beberapa warisan
peradaban antara lain:

4https://akbarbarka.blogspot.com/2012/12/sejarah-peradaban-islam-dinasti-bani.html,
diakses pada 30 September 2019 pukul 09.22 WIB.
9

1. Kehidupan Intelektual di Bashrah dan Khufah


Para penakluk dari padang pasir tidak memiliki tradisi
belajardan khazanah budayayangdapat diwariskankepada negeri-
negeri taklukka mereka. Di Suriah, Mesir, Irak, dan Persia, merka
duduk khidmat, menjadi murid dari orangyangmereka taklukkan.
Dan sejarah membuktikan, mereka merupakan murid yang sangat
rakus ilmu. Selama periode kekuasaan Dinasti Umayyah, dua
kotaHijaz, Makkah dan Madinah menjadi tempat berkembangnya
music, lagu, dan puisi. Sementara itu, kota kembardi Irak, Bashrah,
dan Kufah berkembang menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia
Islam.
2. Perkembangan Gerakan Keagamaan
Padamasa dinasti Umayyah ditemukan adanya cikal bakal
gerakan-gerakan filosofis keagamaan yang berusaha
menggoyahkan pondasi agama islam. Pada paruh pertama abadke-
8, di Bashrah ada seorang yang bernama Washil bin Atha’ sebagai
pendiri mazhab rasionalisme kondang yangdisebut Mu’tazilah.
Washil bin Atha’ pernah belajar kepada Hasan al-Bashri, yang
cenderung pada doktrin kebebasan berkehendak, yang kemudian
menjadi doktrin utama dalam system keyakinan mu’tazilah.
Doktrin tersebut pada saat itu dianut oleh kelompok Qodariyah
yang dibedakan dari kelompok jabariyah.
Selain Mu’tazilah, sekte keagamaan lain yangtumbuh
berkembang adalah kelompok Khawarij. Selain itu, muncul sekte
lain yaitu murji’ah, yang mengusungdoktrin irja’( Penangguhan
hukuman terhadap orang beriman yang melakukan dosa, dan
mereka tetap dianggapmuslim). Kelompok lainnya yaitu
syiah,merupakan salah satu dari dua kubuislam pertama yang
berbeda pendapat dalam persoalan kekhalifahan.
10

3. Tradisi literer pada Periode Umayyah


Ada beberapa aspek yang bisa menjadi petunjuk terhadap
perkembangan kebudayaan literer secara umum pada periode ini,
diantaranya pidato, koresondensi, dan puisi. Kemajuan intelektual
yang paling penting selama periode ini terjadi dalam bidang puisi.
4. Perkembangan Lembaga Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Pada masa dinasti Umayyah, belum ada pendidikan formal.
Untuk memperoleh pendidikan, digunakan masjid sebagai tempat
untuk mempelajari al-Quran dan Hadist.Yazid Ibn Abi Habib salah
sorang yang menjadi guru di sana. Setelah itu muncul ilmu
pengetahuan lain seperti ilmu pengobatan, dan ilmu kimia.
5. Perkembangan Arsitektur
Pada masa Dinasti Umayyah, Ziyad, wakil Muawiyah
merenovasi masjid dengan menambah beranda seperti gaya
arsitektur dan menara. Dalam bidang arsitektur, selain tempat-
tempat ibadah, Dinsti Umayyah hanya meninggalkan beberapa
monumen arsitektur diantarnya adalah istana-istana padang pasir
yang didirikan putra-putra mahkota keluarga khalifah.
6. Perkembangan senirupa dan musik
Apa yang kita sebut sebagai senirupa adalah unsure
gabungan dari berbagai sumber, motif,dan gaya. Yang kebanyakan
merupakan hasil kejeniusan artistic masyarakat taklukan, yang
berkembangdi bawah kekuasaan islam, dan disesuaikan dengan
runtutan agama islam. Tidak ada satupun gambar yang ditemukan
dalam masjid, tapi dapat ditemukan dalam hiasan dan sejumlah
karya tulis. Hampir semua motif dan hiasan dalam kesenian islam
menggunakan motif-motif tanaman atau garis-garis geometris.
Mengenai perkembangan music, khalifah kedua bani
Umayyah, Yazid, ia merupakan penulis lagu. Ia memperkenalkan
nyanyian dan alat music ke istana Damaskus. Begitu juga dengan
walid, ia merupakan seorang pemain gambus dan penulis lagu.
11

Menjamurnya seni musim padaakhir dinasti Umayyah,


sehinggafenomena tersebut dimanfaatkan oleh musuh mereka,
kelompok Abasiyah, yang melontarkan hujatan dalam setiap
propaganda mereka dan mendiskreditkan keluarga istana sebagai
“pembajak kekuasaan yang cacat moral”.5

D. Faktor-Faktor Kemunduran Dinasti Umayah


Dinasti Bani Umayyah mengalami masa kemunduran, ditandai
dengan melemahnya sistem politik dan kekuasaan karena banyak
persoalan yang dihadapi para penguasa dinasti ini. Diantaranya adalah
masalah polotik, ekonomi, dan sebagainya.
Adapun sebab-sebab kemunduran dinasti Bani Umayyah adalah
sebagai berikut:
1. Khalifah memiliki kekuasaan yang absolute. Khalifah tidak mengenal
kompromi. Menentang khalifah berarti mati. Contohnya adalah
peristiwa pembunuhan Husein dan para pengikutnya di Karbala.
Peritiwa ini menyimpan dendam dikalangan para penentang Bani
Umayyah. Sehingga selama masa-masa kekhalifahan Bani Umayyah
terjadi pergolakan politik yang menyebabkan situasi dan kondisi dalam
negeri dan pemerintahan terganggu.
2. Gaya hidup mewah para khalifah. Kebiasaan pesta dan berfoya-foya
dikalangan istana, menjadi faktor penyebab rendahnya moralitas
mereka, disamping mengganggu keuangan Negara. Contohnya,
Khalifah Abdul Malik bin Marwan dikenal sebagai seorang khalifah
yang suka berfoya-foya dan memboroskan uang Negara. Sifat-sifat
inilah yang tidak disukai masyarakat, sehingga lambat laun mereka
melakukan gerakan pemberontakan untuk menggulingkan kekuasaan
dinasti Bani Umayyah.

5Machfud Syaefudin dkk, Dinamika Peradaban Islam, (Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu
Group, 2013), 54-60.
12

3. Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan


khalifah. Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan diantara para
calon khalifah.
4. Banyaknya gerakan pemberontakan selama masa-masa pertengahan
hingga akhir pemerintahan Bani Umayyah. Usaha penumpasan para
pemberontak menghabiskan daya dan dana yang tidak sedikit,
sehingga kekuatan Bani Umayyah mengendur.
5. Pertentangan antara Arab Utara (Arab Mudhariyah) dan Arab Selatan
(Arab Himariyah) semakin meruncing, sehingga para penguasa Bani
Umayah mengalami kesulitan untuk mempertahankan kesatuan dan
persatuan serta keutuhan Negara.
6. Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijaksanaan para
penguasa Bani Umayah, karena tidak didasari dengan syari’at Islam.6

6 Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,1987), 26.

Anda mungkin juga menyukai