MAKALAH
Oleh:
Kelompok 5
2019/ 1441 H
BANDUNG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................................................................2
A. Pengertian Kosmologi...............................................................................................................2
B. Konsep Makam Kuno Dalam Prespektif Arkeologi...................................................................2
BAB III MAKAM KUNO DESA KAWALI DAN ASTANA GEDE, KABUPATEN CIAMIS..........3
A. Makam-makam Kuna di Desa Kawali.......................................................................................3
I. Dusun Indrayasa....................................................................................................................3
II. Dusun Ciakar Hilir.................................................................................................................4
III. Blok Keriasana, Duşun Banjarwaru...................................................................................5
IV. Blok Gandok, Duşun Banjarwaru......................................................................................6
B. Astana Gede..............................................................................................................................6
1) Makam Pangeran Usman.......................................................................................................6
2) Makam Anjungsari Dyah Pitaloka.........................................................................................7
C. Untuk Penanda Makam dan Fungsi Makam..............................................................................7
1) Untuk Penanda Makam..........................................................................................................7
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ciamis memiliki sejarah yang sangat panjang, wilayah ini dahulunya memiliki
peranan yang sangat penting karena menjadi pusat kerajaan Galuh, sebuah kerajaan
besar di Jawa Barat yang berdiri sejak abad ke-7. Salah satu lokasi yang pernah
menjadi ibu kota kerajaan Galuh adalah Kawali, hal itu dibuktikan dengan
ditemukannya situs peninggalan yakni, situs Astana Gede.
Tingggalan arkeologis yang terdapat di situs Astana Gede berasal dari tiga budaya
lokal yang berbeda, yaitu antara budaya lokal, budaya hindu dan Islam. Tinggalan
arkeologis ini terwujud dalam prasasti, batu menhir serta makam.
Hingga saat ini sisa-sisa peninggalan kejayaan kerajaan Galuh pada abad ke-14
masehi masih bisa dilihat di situs Astana Gede Kawali. Banyak tinggalan arkeologis
menarik yang terdapat di situs ini, salah satu yang menarik minat penulis adalah
makam yang terdapat di situs ini, sebab struktur dan bentuknya berbeda degan bentuk
makam pada umumnya.
Maka dari itu penulis ingin menelisik lebih jauh mengenai kosmologi komplek kubur
dari situs Astana Gede di Kawali Kabupaten Ciamis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kosnsep makam dalam kosmologi sunda?
2. Bagaimana struktur makam yang terdapat di situs Astana Gede?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep makam berdasarkan kosmologi masyarakat Sunda.
2. Untuk mengetahui struktur makam yang terdapat di situs Astana Gede
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Kosmologi
Bertolak dari paradigma Barat yang rasionalistik, kosmologi (berasal dari bahasa
Yunani: cosmos artinya dunia) adalah ilmu mengenai dunia atau alam semesta,
sebagai tempat hidup manusia. Dunia seisinya yang wadag, terlihat jelas, nyata, dan
dapat ditangkap panca indera menjadi obyek kajian kosmologi Barat. Ilmu kosmos
berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan: bagaimana bumi (dan dunia) diciptakan,
kapan, bagaimana, bagaimana kedudukan bumi dan benda-benda langit, bagaimana
sistem yang mengaturnya, bagaimana pengaruh dan hubungan satu dengan yang lain,
dan sebagainya. Oleh karena itu, kajian-kajian kosmologi Barat yang penulis temukan
banyak mengarah pada kajian astronomis, yaitu mempelajari kedudukan dan
pergerakan benda-benda langit yang memiliki dampak terhadap perubahan iklim,
cuaca, musim, arah gerak angin, kelembaban, dan lain-lain di bumi, yang
mempengaruhi aktivitas sosial-ekonomi. Aspek meta-empirik kosmologi masuk dalam
wilayah kajian mitos dan mistisisme. Dalam arsitektur, kajian meta-empirik ini
muncul misalnya pada kajian mengenai axis-mundi, the origin of architecture,
primitive hut, dsb. Kosmologi Timur lebih banyak mengungkapkan aspek meta-
empiriknya, sebagaimana kajian meta-empirik Barat mengenai hubungan mitos,
simbol, mistisme, dan arsitektur.
Bagi Nelson et al, kosmologi di level empirik diwujudkan salah satunya dalam
bentuk kalender suku-suku kuno Amerika yang menentukan waktu dan ruang bagi
kegiatan mereka (Nelson et al, 2010). Kalender itu terkait dengan siklus kegiatan
agraris mereka, baik kegiatan rutin, kegiatan tahunan, atau kegiatan periodik lainnya.
Secara lebih detil, Sprajc (2009) menjelaskan bahwa posisi benda-benda langit dibaca
sebagai petunjuk perubahan musim. Benda langit yang dianggap berperan penting
adalah matahari, bulan, dan Venus. Matahari yang membawa kehangatan lantas identik
dengan semangat, gairah, kebahagiaan, terang, dan kebanbgkitan; sedangkan Bulan
dan Venus yang menandai datangnya malam identik dengan kesuburan, kelembaban,
kemuraman, gelap, dan istirahat. Karena peran besar benda-benda langit tersebut bagi
kehidupan masyarakat kuno Amerika, serta adanya ‘mitos’ mengenai asal mula dunia
dan asal mula kehidupan, maka benda-benda langit yang memiliki peran (atau ‘kuasa’)
2
besar atas kehidupan mereka menjadi simbol kekuatan mahadahsyat yang mengatur
dunia (dewa-dewa). Dalam hal ini konteks empirik dan meta-empirik kosmologi
menemukan benang merahnya.
Telaah kosmologi (Feng Shui) pada paradigma empirik (saja) disampaikan oleh
Faisal (2011). Telaah ini bersifat rasionalistik-eksploratif. Berbeda dengan artikel
utama dan beberapa artikel pembanding lain yang lebih naturalitik, kajian Faisal (2011)
mengkaji secara kuantitatif aspek termal dan kenyamanan fisik rumah yang didesain
dengan menerapkan kaidah Feng Shui. Hasil kajiannya memperkuat hipotesis bahwa
Feng shui memiliki keandalan dalam menciptakan kenyamana dalam rumah tinggal
khususnya terkait kenyamanan termal (fisik).
3
komponen-komponen arsitektur dan pola ruang Angkor Wat yang identik dengan posisi
dan hirarki dewa-dewa, termasuk Raja sebagai wakil/utusan/titisan dewa yang
disimbolkan dalam konfigurasi pusat-tepi kuil Hindu.
Pada suku Maya kuno, arsitektur dan tata ruang dibentuk berdasarkan kebutuhan
kegiatan mereka. Konsep kosmologi empirik di atas, bersama-sama membentuk sistem
ideologi yang akhirnya bercabang-cabang membentuk jalinan dan struktur sosial,
sistem kepemimpinan (ideologi politik), sistem budaya hingga diaplikasikan dalam
praksis kehidupan, salah satunya dalam wujud arsitektur. Akhirnya muncul simbol-
simbol kosmologis yang terintegrasi dengan sistem kepercayaan, sistem sos ial, dan
sistem politik. Posisi, orientasi, kedudukan serta eksistensi benda-benda yang ada di
alam berintegrasi dengan makna simbolik yang menunjukkan keperkasaan, kekuatan,
dll. Makna ini dituangkan dalam bentukan arsitektur.
4
konteks meta-empirik / transendental, berhubungan dengan ide-ide mengenai dunia
yang diyakini ada tiga fase atau tiga tingkatan: level bawah/rendah identik dengan
energi buruk, dunia sebelum manusia dilahirkan, ruh-ruh jahat; level tengah identik
dengan dunia tempat tinggal manusia setelah dilahirkan, energi pertengahan/madya,
tempat manusia menempa diri; dan level atas identik dengan dunia setelah manusia
meninggal dunia, tempat tinggal dewa-dewa, dan energi positif. Artikel-artikel tersebut
di atas lebih jelas dan detail dalam menjelaskan konsep kosmologi meta-empirik
dibandingkan artikel utama.
5
disebut Damais mendekati benar karena pada zaman Hindu bahkan sampai
sekarang di beberapa tempat di Indonesia masih ada masyarakat yang melakukan
ritual keagamaan yang cenderung megalitis menempatkan kerbau sebagai
binatang korban serta disertai dengan pendirian bangunan dari batu (Ambari,
1988:10).
Nisan di dalam Islam berfungsi tidak lebih sebagai penanda kubur (Wibisono,
1989:10), untuk membedakan bagian kepala dan kaki serta arah bujur si mayat
yang dikuburkan (Santoso, 1977:498). Oleh karena orientasi arah hadap nisan di
Indonesia selalu ke utara-selatan. Jirat biasa juga disebut kijing adalah bangunan
persegi panjang dibuat di atas permukaan tanah bekas lubang kubur.Di Aceh
bangunan jirat sering mempergunakan lempengan batu yang telah ditatah dan
dihias sedemikian rupa, bahkan ada yang berupa semen yang dibentuk seindah
mungkin, tergantung kepada status sosial dan kondisi ekonomi orang yang
dikuburkan.Oleh sebab itu, seringkali makam kuna yang merupakan makam orang
kaya, bangsawan, tokoh masyarakat dan ulama tampil dengan indah dan mewah
sekali, sedangkan jirat masyarakat biasa hanya dilengkapi dengan jirat berupa
tumpukan tanah atau dengan susunan batu saja.
Selain nisan dan jirat, kadang kala sebuah makam dilengkapi dengan cungkup
yaitu bangunan beratap sebagai penutup dan pelindung makam (Ambary, 1988:11).
Sama halnya dngan jirat, cungkup ada juga yang dibuat sangat sederhana tetapi tak
jarang muncul sangat indah dan raya hiasan, tergantung dengan status sosial dan
kondisi ekonomi orang yang dimakamkan.
6
BAB III
MAKAM KUNO DESA KAWALI DAN ASTANA GEDE, KABUPATEN CIAMIS
I. Dusun Indrayasa
Di Duşun Indrayasa terdapat kompleks makam yang terletak di bukit, di sebeıah selatan
jalan antara Deşa Kawah dan Sındangsari. Masyarakat sekitar menyebut kompleks makam
ini dengan sebutan gunung.
Merupakan kompleks makam İslam yang sekarang masih difungsikan sebagai
pemakaman. Kompleks makam terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Kelompok pertama merupakan makam Mangkupraja I beserta keturunannya.
Kelompok pertama terbagi ke dalam beberapa halaman dengan pembatas halaman
ditandai dengan tatanan batu. Makam-makam yang bisa dikenali adalah sebagai
berikut:
2) Makam Mangkupraja I
Makam Mangkupraja I terletak sekitar 3 meter di sebelah timur makam Eyang Rajut.
Makam berorientasi utara-selatan, ditandai adanya jirat berteras, dan dilengkapi dua
buah nısan.
Jirat berupa susunan batu koral yang terbagİ dalam dua teras tıngkatan. Teras
pertama berukuran tınggİ 30 cm, panpng 570 cm, dan İcbar 420 cm. Pada bagıan
7
barat dari jirat teras pertama ini terdapat bagian yang ditinwkan yang menempel
pada jirat teras kedua berupa SUSUnan batu alam berukuran tınggİ 20 cm, panjang
95 cm, dan İcbar 70 cm. Teras kedua berukuran lebih kecİl, terbuat darİ susunan
batu alam tanpa perekat antarbatu, dan berdenah segi empat. Adapun ukuran dari
teras kedua adalah tinw/tebal 70 cm, panjang 380 cm, dan lebar 70 cm.
Nisan berjumlah dua buah terletak di bayan utara dan selatan Ürat. Nisan berbentuk
segi empat pipih dengan bagian puncak berupa undakundakan makin ke atas makin
mengecil. Kondisi nisan sebelah utara rusak pada bagıan puncak, sedangkan nisan
yang terletak di bagıan selatan terbelah. Nisan berukuran tinggi 50 cm, lebar 23 cm,
dan tebai 7 cm. Kedua buah nisan dilengkapi hiasan lingkaran berdiameter 12 cm
dan pada nisan bagİan selatan dijumpai penggalan ınskripsi berhuruf Arab yang
terdapat di dalam lingkaran. Jarak antarmsan adalah 130 cm. Nisan berasal darİ batu
andesit.
8
dengan daerah sekitarnya. Selain makam Sang Hyang Adi Dampal, di lokasi teresebut
dijumpai makam Bapak Hafi.
9
teras Pertama sampai teras kedua terdapat susunan batu alam yang membentuk hamparan
batu berukuran 600 x 250 cm
Makam Mas Bagus ditandai adanya jirat berupa dua buah tatanan alam yang
berdampingan berdenah segi empat. Jirat pertama/luar berukuran 360 x 290 cm dan tinggi
40 cm . Jirat kedua berukuran 170 x 75 cm dengan tinggi 32 cm. Makam berorientasi
utara – selatan.
B. Astana Gede
Situs Astana Gede terletak di kampung Indrayasa. Di situs Astana Gede terdapat banyak
makam, mısalnya makam Demang Singacala, Pangeran Usman, Anjungsari Dyah
Pitaloka, dan para juru kunci situs. Data yang dipilih sebagai sampel adalah makam
Pangeran Usman dan Anjungsari Dyah Pitaloka.
10
berukuran tinggi 53 cm dengan bentuk tidak beraturan. Nisan kedua yang terletak di
bagİan selatan bcrukuran tinggi 70 cm dengan bentuk tidak beraturan.
Makam Pangeran Usman selain ditandai adanya nisan, juga dinaungı cungkup berupa
bangunan tanpa dinding. Bangunan tersebut dibangun oleh scorang warga yang terkabul
hajatnya setelah ziarah ke makam Pangeran Usman.
2. Makam dengan penanda berupa nisan, makam Eyang Rajut, Istri Mangkupraja 1,
Sang Hyang Adi Dampal, Pangeran sman, dan Anjungsari Dyah Pitaloka.
3. Makam dengan penanda berupa dan makam Mangkupraja 1, Demang Sacapada, dan
Andayasari.
Jirat makam-makam kuna tersebut pada umumnya terbuat dari tatanan batu alam tanpa
perekat. Secara umum, tersebut dapat dike\ompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu:
1. Jirat berteras, yaitu makam Mangkupraja 1
Sementara itu, penanda makam berupa nisan, kecuali nisan makam Andayasari yang
tidak bisa dikenali bentuknya karena sudah rusak, secara umum terbagi menjadi dua
bentuk, yaitu:
11
1. Nisan berbentuk batu tegak, yaitu makam Sang Hyang Adi Dampal, Bapak Haji,
Pangeran Usman, dan Anjungsari Dyah Pitaloka. Bentuk nisan yang demikian
menunjukkan adanya pemakaian unsur pra-lslam, yaitu menhir.
2. Nişan segı pipih bagian puncak berupa undak-uııdakan, ıııakin ke atas malan
mengecil, yaıtu makam Eyang Rajut, Mangkupraja l, dan Demang Sacapada. Bentuk
nisan yang dcmıkİan dapat dimasukkan ke dalam tipe nisan Demak Troloyo
(Nurhakim, 1980: 80).
12
13