Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SEJARAH ILMU FALAK

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Ilmu Falak


Dosen Pengampu: Fathor Rahman, M.Sy.

Disusun Oleh : KELOMPOK 1

1. Hikal Rifky Fanani NIM: S20182125


2. Mohammad Fuad Alfin S. A. NIM: S20183067
3. Moh. Miftahul Gufron NIM: S20183085
4. Haedar Ali NIM: S20183086

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


JURUSAN HUKUM ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
MARET 2021

ii | Ilmu Falak Kel. 1


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kepada-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah tentang “Sejarah Ilmu Falak”. Makalah ini telah kami

susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu

kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu kami dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik segi susunan kalimat

maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima

segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Jember, Maret 2021

Penulis

iii | Ilmu Falak Kel. 1


DAFTAR ISI

SAMPUL JUDUL .......................................................................................


HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C. Manfaat dan Tujuan ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Ilmu Falak Pada Masa Pra Islam . ............. 3
B. Sejarah Perkembangan Ilmu Falak Pada Masa Islam . ................... 7
C. Sejarah Perkembangan Ilmu Falak di Indonesia . .......................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 14
B. Kritik dan Saran ............................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 16

iv | Ilmu Falak Kel. 1


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu falak banyak mendapat perhatian dari para peneliti dan sejarawan.
Regis Morlan (seorang orientalis Prancis, peneliti sejarah ilmu falak klasik)
mengemukakan beberapa faktor di antaranya: banyaknya ulama yang
berkecimpung di bidang ini sepanjang sejarah, banyaknya karya-karya yang
dihasilkan, banyaknya observatorium astronomi yang berdiri sebagai akses
dari banyaknya astronom serta karya-karya mereka, banyaknya data observasi
(pengamatan alami) yang terdokumentasikan. Sementara itu Prof. Dr.
Muhammad Ahmad Sulaiman (guru besar ilmu falak di Institut Nasional
Penelitian Astronomi dan Geofisika, Helwan - Mesir) mengatakan‚ astronomi
adalah miniatur terhadap majunya peradaban sebuah bangsa.
Dalam perjalanan mulanya, peradaban India, Persia dan Yunani adalah
peradaban yang punya kedudukan istimewa. Dari tiga peradaban inilah secara
khusus muncul dan lahirnya peradaban falak Arab (Islam), disamping
peradaban lainnya. Peradaban India adalah yang terkuat dalam pengaruhnya
terhadap Islam (Arab). Buku astronomi “Sindhind” punya pengaruh besar
dalam perkembangan astronomi Arab (Islam), dengan puncaknya pada dinasti
Abbasiah masa pemerintahan Al-Manshur, buku ini diringkas dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Ibrahim al-Fazzârî adalah orang yang
mendapat amanah untuk mengerjakan proyek ini, sekaligus juga ia
melahirkan buku penjelas yang berjudul as-Sind Hind al-Kabîr.1
Dalam melihat perkembangan ilmu Falak, diperiodesasikan menjadi Ilmu
Falak sebelum Islam, ilmu Falak dalam peradaban Islam, dan ilmu Falak di
Indonesia yang saat ini dibahas.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu falak pada masa pra Islam?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu falak pada masa Islam?
3. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu falak di Indonesia?

1
Alimuddin. Jurnal Al-Daulah UIN Alauddin Makasar. Volume 2 No. Desember 2013. hlm 182.

1| Ilmu Falak Kel. 1


C. Manfaat dan Tujuan
1. Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan ilmu falak pada masa
pra Islam
2. Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan ilmu falak pada masa
Islam
3. Mengetahui dan memahami sejarah perkembangan ilmu falak di Indonesia

2| Ilmu Falak Kel. 1


BAB II
PEMBAHASAN

A. Ilmu Falak Dalam Peradaban Pra Islam


Masa pra Islam, pada umumnya manusia memahami seluk beluk alam
semesta hanyalah seperti apa yang mereka lihat, bahkan sering ditambah
dengan macam-macam tahayul yang bersifat fantastis. Menurut mereka, bumi
merupakan pusat alam semesta. Seperti matahari, bulan, dan bintang-bintang
dengan sangat tertib mengelilingi bumi. 2
Ilmu falak dimulai dari zaman Babilonia, Mesir Kuno, China, Persia dan
Yunani. Pengkajian ilmu falak bersamaan dengan perkembangannya dengan
ilmu nujum (astrologi). Keduanya memiliki style serta ciri khas masing-
masing dalam mengamati serta meneliti benda-benda luar angkasa tersebut.
Bahkan dalam Islam sendiri tanda-tanda akan adanya kajian ilmu astronomi
sudah diawali ketika Nabi Ibrahim AS. dalam kondisi pencarian Tuhan, Nabi
Ibrahim senantiasa mengawasi dan mengamati benda-benda luar angkasa
seperti; matahari, bulan dan bintang di langit untuk meyakinkan bahwa siapa
sebenarnya Tuhan?. Akan tetapi, pengamatan pada saat itu belum dapat
dikatakan sebagai hasil dari proses ilmu pengetahuan karena belum ada
penelitian secara ilmiah hanya sebatas pengetahuan yang ditunjukkan khusus
oleh Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS.3
Astronomi sudah dikenal semenjak bangsa Babilonia (Irak Kuno) dan
Mesir Kuno yang pada tahap setelahnya Yunani dan Romawi sebagai
pewarisnya. Bangsa Babilonia mengenal ilmu tersebut dengan mengamati
rasi-rasi bintang. Dimana perbintangan tersebut menurut bangsa Babilonia
sebagai petunjuk Tuhan yang harus dipecahkan. Bahkan pada zaman tersebut,
manusia lebih banyak menggunakan rasi bintang untuk meramal kehidupan
mereka sehari-hari. Sehingga ilmu ramal (astrologi) lebih maju dan lebih
diminati dibandingkan dengan astronomi itu sendiri.

2
Muhyiddin Khazin. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. Yogyakart: Buana Pustaka. 2004. hlm
23.
3
Slamet Hambali. Pengantar Ilmu Falak. Semarang: Farabi Institute Publisher. 2011. hlm. 5.

3| Ilmu Falak Kel. 1


Akan tetapi, pada sisi-sisi kebutuhan lain mereka tetap menggunakan ilmu
astronomi guna membantu kehidupan mereka sehari-hari dalam hal
penentuan musim, arah, pergantian hari dan bulan. Bahkan pada masa itu
ilmu astronomi telah mengalami perkembangan untuk melihat kapan
terjadinya gerhana matahari atau bulan dengan petunjuk rasi bintang.
Sehingga bangsa Babilonia memberikan sumbangan yang penting sekali. Hal
ini ditandai dengan memunculkan tabel-tabel kalender tentang pergantian
musim, waktu, bulan, gerhana, dan pemetaan langit (observational tables).4
Pada zaman ini, mulai ada penetapan waktu dalam satu hari, yaitu 24 jam.
Satu jamnya sama dengan 60 menit dan satu menit sama dengan 60 detik.
Pada saat itu masyarakat Babilonia menyebutnya sebagai hukum Sittiyny,
yaitu hukum per enam puluh. Karena mereka menganggap bahwa keadaan
bumi bulat dan berbentuk lingkarang yang memiliki 360 derajat dan
pembagiannya habis dengan 60 (Muhitu' al-ardh atau muhithual-falak).5
Pada era ini bangsa Yunani dalam mengamati perkembangan dan
kejadian-kejadian alam sebatas melihatnya tanpa lebih dari itu, bahkan
kejadian-kejadian tersebut sering ditambah dengan segala jenis yang terkait
takhayul. Peristiwa gerhana matahari maupun bulan, jatuhnya meteor
dipahami sebagai kejadian alam yang terkait dengan sesuatu yang pada
hakikatnya tidak memiliki hubungan. Munculnya anggapan raksasa menelan
bulan, dewa marah atau dewa sedang berbaik hati merupakan bentuk-bentuk
takhayul yang berlaku pada masa tersebut.6
Pada intinya, ilmu falak memiliki kaitan erat dengan mitos-mitos Yunani
Kuno tentang keberadaan dewa. Pengetahuan falak pada saat itu masih
merupakan ilmu yang digunakan sebagai alat untuk menghasilkan hitungan
waktu untuk menyembah dewa, yaitu Dewa Ashtaroth dan Dewa Ba'al di
Babilonia dan Mesopotamia agar doa mereka diterima yang dalam konteks ini
Ilmu Falak dikaitkan dengan upacara ritual. 7

4
Hassim Abdullah. Ilmu Falak. Jakart: Pustaka Dania. 1983. hlm. 45.
5
Muhamad Bashil al-Thoiy. Ilmu al-Falak wa al-Taqwiym. hlm. 11.
6
Muhyiddin Khazin. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka. 2008. hlm.
21.
7
Maskufa. Ilmu Falak. Jakarta: Gaung Persada Press. 2010. hlm. 6.

4| Ilmu Falak Kel. 1


Pada masa ini ada dua ilmuan yang memberikan pandangan seputar
tentang kosmos sebagai berikut:
1. Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles berpendapat bahwa pusat jagat raya adalah bumi. Adapun
Bumi selalu dalam keadaan tenang, tidak bergerak dan tidak berputar.
Semua gerak benda-benda angkasa mengitari bumi. Lintasan masing-
masing benda angkasa berbentuk lingkaran. Adapun peristiwa gerhana
misalnya, tidak lagi dipandang sebagai adanya raksasa menelan bulan,
melainkan merupakan peristiwa alam.
Pandangan manusia terhadap jagat raya pada era ini telah mulai
berubah dan mengikuti pandangan Aristoteles, yaitu geosentris yang pada
prinsipnya bahwa Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda langit.8
2. Claudius Ptolomeus (140 M)
Pada prinsipnya Claudius Ptolomeus mengikut pandangan geosentris
yang telah dibangun Aristoteles sebelmunya. Menurutnya, bahwa seluruh
planet Bulan, Matahari, Merkurius, Saturnus, dan yang lainnya mengitari
Bumi secara berturut-turut dan semakin jauh. Lintasan benda-benda langit
tersebut berupa lingkaran di dalam bola langit. Sementara itu, langit
tempat bintang-bintang sejati sehingga berada pada dinding bola langit. 9

Namun pada hakikatnya madzhab astronomi yang pertama dan sangat


berpengaruh sebenarnya bukan lahir di Yunani tetapi di koloni Selatan Troy
di sekitar Turki sekarang dimulai pada tahun 600 SM seorang filsuf yang
bernama Thales yang mengemukakan konsep tentang perputaran tersebut
seperti cakram atau piringan yang datar. Thales yang dianggap sebagai
pelopor astronomi Yunani Kuno berpendapat bahwa Bumi merupakan sebuah
dataran yang sangat luas. Kemudian muncul seorang filsuf matematika, yaitu
Phytagoras yang lahir disebelah selatan Italia tahun 580 SM dan meninggal
500 SM. Ia berpendapat bahwa edaran waktu terikat dengan kebiasaan dan
gerakan secara alami. Demikian juga bintang, ia bergerak karena ada ikatan

8
Muhyiddin Khazin. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka. 2008. hlm.
22.
9
Ibid.,

5| Ilmu Falak Kel. 1


kebiasaan dan gerakan alam. Phytagoras mengungkapkan pendapatnya
dengan mengatakan bahwa Bumi itu bulat. Sementara bulan itu merupakan
bagian tubuh yang kuat yang beredar dengan sendirinya seperti Bumi juga.
Ungkapan yang dikemukakan oleh Thales dan Phytagoras dibantah oleh
Aristarchus pada abad ke-3 SM. Ia mengemukakan bahwa Bumi bukanlah
pusat alam semesta. Tetapi Matahari yang merupakan pusat alam semesta dan
bumi yang berputar mengelilingi matahari (Heliosentris). Dalam peradaban
Mesir Kuno, mereka meyakini bahwa bintang keseluruhannya hanyalah
berjumlah 36 bintang dan masing-masing memiliki dewa penjaga dan setiap
dewa tugasnya menjaga bintang tersebut selama 10 hari untuk setiap
tahunnya yang menurut mereka setahunnya hanya berjumlah 360 hari.
Mereka juga percaya bahwa jumlah hari dalam setahun berjumlah 365 hari.
Akan tetapi, mereka berpendapat bahwa 5 hari selebihnya dijadikan sebagai
hari kebahagiaan bagi mereka sehingga tidak masuk dalam hitungan hari.
Bangsa Mesir Kuno dinilai kurang begitu memperhatikan kajian seputar
perbintangan atau benda-benda luar angkasa. Akan tetapi bangsa ini
memberikan peninggalan yang sangat monumental yaitu dengan
diciptakannya jam matahari (mizwalah) dan sebagai tanda penanggalan
munculnya bintang sirius yang muncul sekitar tanggal 19 Juli-Agustus atau
ditandai dengan banjirnya sungai Nil. 10
Berbeda halnya dengan Arab pra-Islam. Bangsa Arab yang dikenal
nomaden, prinsip-prinsip ilmu astronomi telah dimiliki oleh orang Arab
Yaman dan Kaldea. Sementara itu, orang Arab Badui ilmu astronomi lebih
berfungsi pada pengenalan terhadap fenomena alam. Besarnya perhatian
mereka terhadap ilmu ini terkait kebutuhan mereka terhadap air. Sebagai
bangsa pengembara dan pengembala kebutuhan akan rumput yang segar
menjadi tujuan utama, maka untuk mengetahui letak tempat akan dituruni
hujan harus mencatat perputaran musim.

10
Penelitian Imam Ghozali. Tentang "Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak". hlm. 6

6| Ilmu Falak Kel. 1


B. Ilmu Falak Dalam Peradaban Islam Islam
Dalam khasanah intelektual muslim klasik ilmu Falak merupakan salah
satu ciri kemajuan peradaban Islam. Namun dalam perjalanannya ilmu Falak
hanya mengkaji persoalan-persoalan ibadah, seperti arah kiblat, waktu shalat
dan awal bulan Qamariah fase Islam ditandai dengan proses penterjemahan
karya – karya monumental dari bangsa Yunani yang sangat mempengaruhi
perkembangan Falak di dunia Islam adalah The Sphere in Movement (Al-
Kurrah al-Mutharrikah) karya Antolycus, Ascentions of the Signs (Matali’ al-
Buruj) karya Aratus, Introduction to Atronomy (Al-Madkhhal ila Ilmi al –
Falak) karya Hipparchus, dan Almagesti karya Ptolomeua. Pada saat itu kitab-
kitab tersebut tidak hanya diterjemahkan tetapi ditindak lanjuti melalui
penelitian-penelitian berkelanjutan dan akhirnya menghasilkan teori-teori
baru. 11
Dari sini muncul tokoh Falak dikalangan ummat Islam yang sangat
berpengaruh, yaitu al-Khawarizmy dengan Magnum opusnya. Kitab al-
Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, buku ini sangat mempengaruhi
pemikiran cendekiawan-cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa latin oleh Robert Chister pada tahun 535 H/1140 M dengan
judul Liber al-gebras et almucarabah dan pada tahun 1247 H /1831 M
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Frederict Rosen. 12
Bangsa Arab jauh sebelum Islam sudah mengenal ilmu falak, tetapi
sebatas kajian nujum (astrologi). Ilmu ini merupakan ilmu penting, karena
dijadikan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Arab
mengetahui dan mempelajari benda-benda langit (matahari, bulan dan
bintang) lebih banyak bersifat pengetahuan perbintangan praktis untuk
kepentingan pelaksanaan aktivitas kehidupan dan untuk kepentingan petunjuk
jalan di tengah padang pasir, terutama perjalanan di malam hari. Bangsa Arab
lebih dekat hidup dengan dunia perdagangan, mereka berdagang berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat lain secara berkelompok (kafilah) dengan
melintasi waktu perjalanan berbulan-bulan lamanya. Mereka melintasi
padang pasir yang luas tanpa menggunakan alat penentu waktu dan alat

11
Alimuddin. Jurnal Al-Daulah UIN Alauddin Makasar. Volume 2 No. Desember 2013. hlm 183.
12
Ibid,. hlm 184.

7| Ilmu Falak Kel. 1


penunjuk arah tujuan. Mereka hanya berpedoman kepada peredaran benda-
benda langit, seperti matahari, bulan dan bintang-bintang. Pada siang hari
mereka berpedoman kepada matahari, dan waktu malam, mereka berpedoman
kepada bulan dan bintang-bintang, karena matahari, bulan dan bintang-
bintang selalu terbit dan terbenam pada posisi yang sama, sehingga dapat
dijadikan pedoman. Selain berdagang, bangsa Arab juga menekuni hidup
sebagai petani, yang harus mengetahui pergantian musim. Pergantian musim
sangat tergantung kepada peredaran matahari dan perubahan waktu serta
bulan. 13
Pada awal Islam, ilmu falak berada pada pase pertumbuhan dan
pembinaan, belum mengalami perkembangan. Masyarakat Arab umumnya
dan umat Islam khususnya mempelajari benda-benda langit untuk
kepentingan petunjuk jalan di tengah padang pasir dan untuk kegiatan ibadah.
Pada waktu itu, bangsa Arab belum menguasai ilmu falak sehebat bangsa-
bangsa Babilonia, Yunani, India, Persi dan Cina dalam melakukan
perhitungan secara astronomis.
Ketika Islam mulai berkembang, kedudukan ilmu falak menjadi sangat
penting dan mempunyai fungsi ganda, yaitu:
1. Sebagai pedoman mengharungi padang pasir dalam kegiatan perdagangan
dan kegiatan lainnya, dan sebagai pedoman ketika pergantian musim.
2. Pedoman dalam kegiatan pelaksanaan ibadah seperti menentukan waktu
shalat, awal puasa Ramadan, hari raya idul fitri dan idul adha dan
pelaksanaan ibadah haji.
Kedua fungsi tersebut terus berkembang sampai Rasulullah SAW wafat.
Rasulullah telah meletakkan dasar-dasar ilmu falak sebagai pedoman dalam
berbagai kegiatan, terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan
ritual keagamaan. Setelah Rasulullah wafat, agama Islam mulai berkembang
di daerah-daerah kekuasaan Islam, dan di daerah-daerah itu bertemu dengan
berbagai pengetahuan baru dan peradaban bangsa lain yang lebih maju
menurut ukuran zaman ketika itu. Islam mengadopsi pengetahuan dan
peradaaban bangsa lain tersebut dan kemudian dikembangkan sehingga Islam

13
Hajar. Ilmu Falak. Pekanbaru: PT. Sutra Benta Perkasa. 2014. hlm 48-49.

8| Ilmu Falak Kel. 1


mengalami kemajuan dalam dunia pengetahuan dan peradaban, termasuk
ilmu falak. Kajian tentang ilmu falak sudah dimulai pada masa pemerintahan
Bani Umayyah, tepatnya pada masa Khalifah Yazid bin Muawiyah bin Abi
Sufyan (w.85 H/754 M). Perhatian Khalifah terhadap ilmu pengetahuan
sangat tinggi, terutama mengkaji ilmu pengetahuan sains, termasuk ilmu falak
(astronomi). Pada masa itu dilakukan penerjemahan buku-buku ilmu falak
(astronomi) dari berbagai bangsa luar Islam. 14
Kehadiran lmu falak sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan
mendapat perhatian dari kalangan ulama. Pembahasan ilmu falak terus
mengalami kemajuan terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah
seperti penetapan waktu salat dan awal bulan. Kalau pada masa Nabi saw
penetapan awal bulan hanya dengan rukyat, tetapi pada abad pertama Hijriah,
ulama dari kalangan Tabi’in yang membolehkan penggunaan hisab dalam
menentukan awal bulan Kamariah, yaitu Mutarrif ibn Abdillah ibn Asy-
Syihkhir (w.45 H/714 M). Dengan demikian, studi ilmu falak sudah
mengalami perkembangan pada abad pertama Hijriah.
Selain Al-Khawarizmi tokoh-tokoh dari Kalangan Islam yang ikut
membangun dan mengembangkan ilmu Falak adalah:
1. Abu Ma’syar al-Falaky (wafat 272 H/885 M) karya-karyanya antara lain:
Isbatul Ulum, dan Haiatul Falak.
2. Jabir Batany (wafat 318 H/931 M) yang telah menetapkan letak bintang, Ia
telah menciptakan alat teropong bintang yang ajaib kitabnya yang
Terkenal: Kitabu Ma‟rifati Mathli„il buruj Baina arbail Falak.
3. Abu Raihan al-Biruni (363 H – 440 H/973 M – 1048 M) salah satu
karyanya ialah al – Qanun al-Mas‟udi sebuah ensiklopedi astronomi yang
dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud Mahmud yang ditulis pada tahun
421 H/1030 M selain ahli dalam ilmu Falak, ia juga menguasai berbagai
bidang ilmu lainnya, seperti Filsafat, matematika, Geografi, dan fisika.
4. Al-Fargani seorang ahli Falak yang berasal dari Farghana, Transsoxania.
Sebuah kota yang terletak di tepi sungai Sardari Uzbekistan di barat.
Semua ahli astronomi pada abad pertengahan mengenalnya dengan

14
Hajar. Ilmu Falak. Pekanbaru: PT. Sutra Benta Perkasa. 2014. hlm 50.

9| Ilmu Falak Kel. 1


sebutan Alfraganus. Karya utamanya yang masih tetap bertahan dalam
bahasa Arab masih tersimpan baik do Oxford, Paris, Kairo dan di
perpustakaan Princeton University dengan judul yang berbeda-beda
diantaranya adalah Jawamy ilm an-Nujum al-Harakat as-Samawiyya,
Ushul ilm an-Nujum, Al-Madkhl ila‟ Ilm Hayat al-Falak dan kitab al-
Fushul ats-Tsalatsin, semuanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin
Spacol oleh John Hispalensis dari Sevillae dan Gerard dari gremona pada
tahun 899 H/1493 M.
5. Nasiruddin al-Tusi (Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan
Nasiruddin at-Tusi, 598 H- 673 H /12-01 M-1274 M). Dalam bidang ini, ia
merupakan tokoh yang sangat menonjol diantara ilmuan dan peneliti
Muslim lainnya. Penelitiannya antara lain mengenai lintasan, ukuran dan
jarak planet Merkurius, terbit dan terbenam, ukuran dan jarak matahari
dengan bulan, dan bintang-bintang‚ diantara karya tulisannya dalam
bidang ini adalah Al-Mutawassil baina al-Handasah wa al-Hai‟ah
(kumpulan karya terjemahan dari Yunani tentang geometri dan astronomi),
Al-Tadzkirah fi ilm al-Hari‟ah (sebuah karya hasil penyelidikan dalm
bidang astronomi) dan Zubdah al-Hai‟ah (intisari astromoni).
6. Muhammad Turghay Ulugbbek (797 -853 H/1394-1449 M) ia dikenal
sebagai ahli Falak dan yang membangun ovservatorium di Samarkand
pada tahun 823 H/1420 M dan menyusun Zij Sulthani. Karya-karya
momumental tersebut sebagian besar masih bernuansa manuskrip dan kini
tersimpan di Ma’had Makhlutat al-Araby, Kaero, Mesir. Patut diketahui
bahwa semua karya tersebut di atas masih bergaya masih bernuansa
geosentris. Artinya karya-karya tersebut masih banyak dipengaruhi oleh
Ptolmeus, yang menempatkan bumi sebagai pusat peredaran planet-planet
dan matahari. Assumsi ini didasarkan pada kenyataan sejarah bahwa teori
Heliosentris yang dibangun oleh Copernikus baru muncul pada abad XVI
M meskipun pada uraian sebelumnya disebutkan al-Biruni telah
mengkritik teori geosentris.

10 | Ilmu Falak Kel. 1


C. Ilmu Falak di Indonesia
Sejak adanya penanggalan Hindu dan penaggalan Islam di Indonesia,
khususnya di Pulau Jawa serta adanya perpaduan kedua penanggalan tersebut
menjadi penanggalan Jawa Islam, oleh Sultan Agung, sebenarnya bangsa
Indonesia sudah mengenal ilmu Falak. Kemudian seiring dengan kembalinya
para ulama muda ke Indonesia dari bermukim di Mekkah pada awal abad 20
M ilmu Falak mulai tumbuh dan berkembang di tanah air ini. Mereka tidak
hanya membawa catatan-catatan ilmu tentang tafsir, hadis, fiqih, dan tasawuf,
melainkan juga membawa catatan-catatan ilmu Falak yang mereka dapatkan
di Mekkah sewaktu mereka belajar di sana yang kemudian mereka siarkan
kepada para santrinya di Indonesia. Pada waktu itu, syekh Abdurrahman bin
Ahmad al-Misri (mertua Habibi Usman) pada tahun (1314 H/1896 M) datang
ke Jakarta (Betawi) membawa Zaj ( tabel astronomis ) Ulugh Bek (w.1420
M) dan mengajarkannya kepada para ulama muda di Indonesia pada waktu
itu.15 Di antara ulama muda yang belajar dengan Abdurrahman bin Ahmad al-
Misri adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau dikenal dengan Ahmad
DahlanTermas (w. 1329 H/1911 M) dari Semarang dan menetap di Termas,
dan Usman bin Abdillah bin ‘Aqil bin Yahya yang dikenal dengan julukan
Mufti Betawi. Sementara Usman bin Abdillah mengajarkan ilmu falak di
daerah Jakarta. Ilmu falak yang diajarkan Usman tersebut, dibukukan oleh
salah seorang muridnya yang bernama Muhammad Mansur bin Abdul Hamid
bin Muhammad Dumairi al-Batawi dalam sebuah kitab yang berjudul;
“Sulamun Nayyirani fi Ma‟rifatil Ijtima‟ wa kusufaini”. Buku ini memuat
tiga masalah utama; Pertama membahas perhitungan Ijtima‟,Irtifa‟ hilal,
posisi hilal dan umur hilal. Kedua membahas tentang perhitungan gerhana
bulan, dan Ketiga membahas tantang perhitungan gerhana matahari.
Kemudian, sekitar awal tahun 1900-an orang Islam dari berbagai daerah di
Nusantara ada yang melanjutkan studi ke Timur Tengah seperti ke Mekah.
Selain mendalami ilmu agama seperti Tafsir, Hadis, Fikih, Tauhid dan
Tasawuf, mereka juga mempelajari ilmu falak. Setelah menyelesaikan
pendidikan, mereka kembali ke Indonesia, ke daerah asalnya. Mereka

15
Hajar. Ilmu Falak. Pekanbaru: PT. Sutra Benta Perkasa. 2014. hlm 60.

11 | Ilmu Falak Kel. 1


mengajarkan ilmu agama dan ilmu falak kepada para santri di sekolah agama
(pesantren) di wailayah Nusantara.
Ketika masa perkembangan baru ilmu falak di Indonesia, pada tahun
1930-an bangkitlah seorang ahli falak asal jombang jawa timur ia adalah
Muhammad maksum bin ali al-maksumbangi al-jai menysun buku ilmu falak
dengan berjudul “badiatul missal fil hisabis sinin wal hilal”. Buku badiatul
missal ini memuat perhitungan penanggalan secara urfi dan perbandingan
tarik serta memuat perhitungan awal bulan yang mencangkup ijtima’ irtifa.
Hilal manzil qamar azimuth qamar dan nurul hilal. Data astronomi yang
digunakan oleh Badi’atul Misal adalah sama dengan data yang ada pada buku
al-Mathla’us Sa’id, tetapi menggunakan epoch Jombang ketika menghitung
ketinggian hilal menggunakan rumus-rumus segi tiga bola, hanya saja
penyelesaiannya menggunakan ru’bu Mujayyab, sehingga hasil perhitungan
yang diperoleh msih kurang akurat. Ketidakakuratan ini disebabkan oleh
kesulitan menempatkan benang rubu’ pada posisi data yang ada serta adanya
elastisitas benang yang digunakan. Sekalipun demikian, sistim hisab badi’
atal misal ini dikategorikan sebagai Hisab hakiki Tahkiki. Ketika menghitung
ketinggian hilal menggunakan rumus–rumus ilmu ukur segitiga bola dan
penyelesaiannya menggunakan daftar logaritma, maka hasil perhitungan
yang diperolehnya cukup akurat meskipun masih ada yang disempurnakan.
Sekalipun demikian, sistim hisab urfi dan hakiki karya Wardan ini
dikatagorikan sebagai hisab hakiki Tahkiki.
Dalam perkembangan lanjutan ilmu falak, langkah perhitungan ilmu Falak
sampai periode itu dirasa panjang dan melelahkan, lagi pula buku Almanak
Nautika sering terlambat datang. Oleh karena itu pada tahun 1993 Drs. H. T.
Taufik beserta putranya atas biaya Departemen Agama RI menyusun progran
seftware data astronomi yang dikenal dengan‚ Hisab for Windows versi 1.0‚
yang hasilnya juga mirip dengan Nautical Almanac atau semacamnya.
Kemudian pada tahun 1998, program ini disempurnakan dan berganti nama
menjadi ‚ Win Hisab ver 2,0 dengan hak lesensi pada Badan Hisab Rukyat
Departemen Agama RI. Diantara isi program ini adalah data astronomi
(Ephemeris) matahari dan bulan untuk keperluan perhitungan pengukuran
arah kiblat, waktu-waktu shalat, awal bulan dan gerhana (matahari dan

12 | Ilmu Falak Kel. 1


bulan). Win Hisab ini dikenal dengan sistim Ephemeris Hisab Rukyat atau
sistim Ephemeris.
Ilmu falak merupakan salah satu ilmu penting bagi umat Islam, karena
ilmu ini terkait langsung dengan pelaksanaan ibadah dan penetapan hari-hari
besar Islam. Oleh karena itu, ilmu falak menjadi mata pelajaran di sekolah
Agama Islam dan di Pesantren, bahkan menjadi mata kuliah di perguruan
tinggi Agama Islam, khususnya pada Fakultas Syariah, sehingga dari sana
lahirlah Ulama’ yang handal, menguasai ilmu agama yang kuat dan terampil
dalam penguasaan ilmu falak (ahli falak).16

16
Ibid,. hlm 61.

13 | Ilmu Falak Kel. 1


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu falak dimulai dari zaman Babilonia, Mesir Kuno, China, Persia
dan Yunani. Pengkajian ilmu falak bersamaan dengan perkembangannya
degan ilmu nujum (astrologi). Keduanya memiliki style serta ciri khas
masing-masing dalam mengamati serta meneliti benda-benda luar angkasa
tersebut. Bahkan dalam Islam sendiri tanda-tanda akan adanya kajian ilmu
astronomi sudah diawali ketika Nabi Ibrahim AS. dalam kondisi pencarian
Tuhan, Nabi Ibrahim senantiasa mengawasi dan mengamati benda-benda
luar angkasa. Nama-nama ahli ilmu Falak yang terkenal sebelum Islam
antara lain:
1. Aristoteles (384–322 SM), Aristoteles berpendapat bahwa pusat jagat
raya adalah bumi.
2. Claudius Ptolomeus (140 M), Pendapat yang dikemukakan oleh
Ptolomeus sesuai dengan pandangan Aristoteles tentang kosmos,
Ptolomeus mempunyai buku besar tentang ilmu bintang – bintang yang
berjudul‚ Syntasis.
Dalam khasanah intelektual muslim klasik ilmu Falak merupakan
salah satu ciri kemajuan peradaban Islam. Namun dalam perjalanannya
ilmu Falak hanya mengkaji persoalan-persoalan ibadah, seperti arah kiblat,
waktu shalat dan awal bulan Qamariah fase Islam ditandai dengan proses
penterjemahan karya – karya monumental dari bangsa Yunani yang sangat
mempengaruhi perkembangan Falak di dunia Islam adalah The Sphere in
Movement (Al-Kurrah al-Mutharrikah) karya Antolycus, Ascentions of the
Signs (Matali’ al- Buruj) karya Aratus, Introduction to Atronomy (Al-
Madkhhal ila Ilmi al – Falak) karya Hipparchus, dan Almagesti karya
Ptolomeua. Tokoh dari Kalangan Islam (selain Al-Khawarizmi) yang ikut
membangun dan mengembangkan ilmu Falak adalah:
1. Abu Ma’syar al-Falaky (wafat 272 H/885 M)
2. Jabir Batany (wafat 318 H/931 M)
3. Abu Raihan al-Biruni (363 H – 440 H/973 M – 1048 M)
4. Al-Fargani

14 | Ilmu Falak Kel. 1


5. Nasiruddin al-Tusi (Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Al-
Hasan Nasiruddin at-Tusi, 598 H- 673 H /12-01 M-1274 M)
6. Muhammad Turghay Ulugbbek (797 -853 H/1394-1449 M)

Ilmu Falak di Indonesia sudah ada semenjak adanya penanggalan


Hindu dan penaggalan Islam, khususnya di Pulau Jawa adanya perpaduan
kedua penanggalan tersebut menjadi penanggalan Jawa Islam, oleh Sultan
Agung, kemudian seiring dengan kembalinya para ulama muda ke
Indonesia dari bermukim di Mekkah pada awal abad 20 M ilmu Falak
mulai tumbuh dan berkembang di tanah air ini. Kemudian, sekitar awal
tahun 1900-an orang Islam dari berbagai daerah di Nusantara ada yang
melanjutkan studi ke Timur Tengah seperti ke Mekah. Selain mendalami
ilmu agama seperti Tafsir, Hadis, Fikih, Tauhid dan Tasawuf, mereka juga
mempelajari ilmu falak. Setelah menyelesaikan pendidikan, mereka
kembali ke Indonesia, ke daerah asalnya. Mereka mengajarkan ilmu agama
dan ilmu falak kepada para santri di sekolah agama (pesantren) di wilayah
Nusantara.

B. Saran dan Kritik


Penyusun makalah ini merupakan manusia biasa, tempatnya salah dan
dosa. Maka penulis menyarankan kepada para pembaca untuk mencari
sumber materi lain yang membahas mengenai sejarah ilmu falak dalam
peradaban pra Islam, masa Islam dan ilmu falak di Indonesia, hal tersebut
untuk menambah wawasan pembaca mengenai materi yang di sampaikan
penulis.

15 | Ilmu Falak Kel. 1


DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku
Khazin, Muhyiddin. 2004. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Buana Pustaka.
Hajar. 2014. Ilmu Falak. Pekanbaru: PT. Sutra Benta Perkasa.
Maskufa. 2010. Ilmu Falak. Jakarta: Gaung Persada Press.
Hambali, Slamet. 2011. Pengantar Ilmu Falak. Semarang: Farabi Institute
Publisher.

Jurnal
Alimuddin. Jurnal Al-Daulah UIN Alauddin Makasar. Volume 2 No. Desember
2013.

16 | Ilmu Falak Kel. 1

Anda mungkin juga menyukai