Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Hukum dan Manfaat Mempelajari Ilmu Falak

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Sejarah Perkembangan Ilmu Falak


Dosen Pengampu: Dr. H. Mahsun, M.Ag.

Disusun oleh:
Aliatun Ifani (2202048043)
Haeruman Jayadi (2202048043)

PROGRAM MAGISTER ILMU FALAK


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah
diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW
yang kita nantikan syafaatnya di akhirat kelak.

Makalah yang penulis susun dengan judul “Hukum dan Manfaat Mempelajari Falak”
ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Perkembangan Ilmu Falak. Di dalam
makalah, penulis menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan dan salah kata. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas setiap
kekurangan dari makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Semarang, 20 Oktober 2023

Kelompok 1

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Falak tidak terlepas dari pembahasan mengenai benda-benda langit baik itu dalam
bentuk fisik maupun hubungan antara satu benda langit dengan benda langit lainnya. Seperti
halnya pada bumi, bulan dan matahari yang masing-masing berada dalam garis edarnya untuk
menentukan waktu-waktu yang berkaitan dengan ibadah sesuai kepentingan umat islam pada
umumnya.1

Menurut para ulama shalat adalah suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan yang
mana batas-batas waktunya telah ditentukan sehingga shalat termasuk ibadah muwaqqad, yaitu
ibadah yang telah ditentukan waktunya.2 Hal ini karena shalat adalah Ibadah yang sudah
memiliki waktu yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.3 Dalam penentuan waktu-
waktu shalat pun terdapat berbagai cara perhitungan yaitu metode rukyat maupun metode
hisab.4

Al-Qur’an maupun Hadits memang tidak menjelaskan secara terperinci mengenai tata cara
penentuan waktu shalat, namun waktu pelaksanaannya tidak dapat dilakukan di sembarang
waktu hal ini telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan
Hadits waktu shalat masih berbentuk fenomena alam belum diketahui waktu tepatnya dalam
melaksanakan shalat menurut jam yang berlaku sekarang ini. Yang mana untuk mengetahui
kapan dan berakhirnya batas waktu shalat harus melihat terlebih dahulu letak posisi matahari,
hal tersebut dilakukan agar tidak ada kesalahan dalam melaksanakan ibadah shalat yang
waktunya telah ditentukan.5

Ketika posisi matahari dijadikan sebuah acuan untuk menentukan awal waktu shalat maka
cuaca bumi dapat menghambat dalam penghisaban. Oleh karena itu, diperlukannya metode lain
untuk menentukan awal waktu shalat Di zaman sekarang ini manusia ingin sesuatu yang praktis

1
Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 2
2
Muhammad Hadi Bashori, Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2015), 145
3
Sutrisno Hadi, Tafsir Ayat Ahkam, (Palembang: Februari, 2018), 53
4
Abdul Ghofur Ishwahyudi, “Penentuan Akurasi Waktu Shalat (Studi Perbandingan Data Real
Markaz dan Data Konversi)”, Jurnal UIN Malulana Malik Ibrahim Malang, Vol. 1, (tahun 2017): 2
5
Ahmad Izuddin, Ilmu Falak Praktis, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2017), 83.

3
dan cepat, salah satunya dalam mengetahui waktu shalat sehingga manusia tidak perlu bersusah
payah lagi untuk melihat posisi matahari ketika akan melaksanakan shalat.

Selain ibadah shalat, banyak hal ibadah lainnya yang dapat ditentukan dan ditetapkan
menggunakan ilmu falak, seperti menentukan arah kiblat, menentukan awal bulan hijriah, dan
gerhana bulan. Untuk itu penting bagi umat Islam untuk mengetahui dan mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah umat muslim. Oleh karena itu, dalam makalah ini
penulis akan menjelaskan lebih komprehensif pembahasan mengenai hukum dan manfaat atau
faedah mempelajari ilmu falak khususnya bagi umat muslim.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan ilmu falak?
2. Apa saja objek dalam ilmu falak?
3. Bagaimana hukum mempelajari ilmu falak?
4. Apa manfaat mempelajari ilmu falak?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu falak
2. Untuk mengetahui apa saja objek dalam ilmu falak
3. Untuk mengetahui bagaimana hukum mempelajari ilmu falak
4. Untuk mengetahui apa saja manfaat mempelajari ilmu falak

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Falak
Ilmu Falak merupakan frase yang tidak begitu asing lagi dalam pembendaharaan dan
diskursus keilmuan hukum Islam klasik maupun modern. Eksistensi keberadaannya bisa
dijejaki semenjak sebelum Islam, pada masa Islam, di Eropa hingga di Indonesia dengan
berbagai perkembangan dan dinamikanya. Secara etimologis, frase “Ilmu Falak” terdiri dari
dua kata, yaitu “Ilmu” dan “Falak”. Ilmu merupakan kata yang terserap dari bahasa Arab yaitu
al-‘ilmu yang bermakna mengetahui, mengenal, menemukan. Dalam bahasa Inggris disebut
dengan istilah Science. Dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah logos. Secara terminologis
terdapat banyak pengertian yang dikemukan ahli, di antaranya adalah “persepsi suatu hal dalam
hakikatnya” (al-‘ilm idrak alsyai bi haqiqtihi). Sementara kata Falak berasal dari bahasa Arab
yang bermakna garis atau orbit. Kata Falak ini digunakan dua kali dalam al-Qur’an, yaitu
terdapat pada QS al-Anbiya/21: 33 dan QS Yasin/36: 40.6

Dalam “Ensiklopedi Hukum Islam”, ilmu falak didefinisikan sebagai sebuah disiplin ilmu
pengetahuan yang terfokus pada mempelajari benda-benda langit, mulai dari bentuk fisiknya,
geraknya, ukurannya hingga pada segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Sedangkan
dalam al-Munjid disebutkan bahwa ilmu falak adalah:7

“Ilmu yang mempelajari tentang keadaan benda-benda langit”.

Ilmu ini disebut dengan beberapa istilah keilmuan, diantaranya Ilmu Falak, Karena
mempelajari tentang lintasan benda-benda langit, Ilmu Hisab karena mempelajari perhitungan,
Ilmu Rashd karena memerlukan pengamatan, Ilmu Miqat karena ilmu ini mempelajari jg
tentang batas-batas, baik Batasan waktu maupun Batasan tempat. Dari keempat istilah diatas,
yang populer dikalangan masyarakat adalah istilah Ilmu Falak.

Menurut kementrian Agama dalam Almanak Hisab Rukyat, Ilmu Falak adalah “Ilmu
pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit, seperti Matahari, Bulan, Bintang-

6
Sippah Chotban, ‘Membaca Ulang Relasi Sains Dan Agama Dalam Perspektif Nalar Ilmu Falak’,
El-Falaky, 2507.February (2020), 1–9.
7
Loewis Ma‟luf, al-Munjid,. cet. 25, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975, h. 594.

5
bintang dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-
benda langit itu, serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain”.8

Ilmu falak secara terminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai
lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda langit lainnya
dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari
benda-benda langit yang lain, serta untuk mengetahui waktu-waktu yang ada dipermukaan
bumi. Ikhwan al-Safa dalam Raisal al-Ikhwan al-safa, “Ilmu untuk mengetahui tata surya,
menghitung banyak bintang-bintang, mengkur pembagian gugusan bintang, jarak besar dan
gerakannya serta mengetahui segala pengetahuan yang berhubungan dengan hal itu.

Zubeir Umar Jaelani mendefenisikan ilmu Falak sebagai ilmu yang mempelajari benda-
benda langit dari segi gerakannya, posisinya, terbit, proses pergerakannya, ketinggiannya, juga
membahas masa siang dan malam yang masing-masing berkaitan dengan perhitungan bulan
dan tahun, hilal dan gerhana bulan dan matahari.9

Muhammad wardan mendefinisikannya sebagai pengetahuan yang mempelajari benda-


benda langit seperti Matahari, Bulan, bintang-bintang, demikian pula bumi yang kita tempati
mengenai letak, bentuk, ukuran, lingkaran dan lain sebagainya. Astronomi dipahami sebagai
cabang ilmu pengetahuan yang dikembangkan berbasis pengamatan benda-benda langit. Objek
langit yang dikaji dalam ilmu ini, meliputi tata surya seperti bulan, matahari, bumi, komet,
meteor, galaksi, dan sebagainnya. Peredaran benda-benda langit tersebut memiliki daya tarik
bagi manusia dan menumbuhkan rasa ingin tahu yan berimpliksi pada beragam kajian tentang
hukum alam tersebut.

Ilmu falak ada dua macam yaitu pertama yang dihubungkan dengan ramalan tentang
kejadian-kejadian atau keadaan yang belum terjadi. Pengetahuan ini disebut dengan astrologi
atau ilmu nujum dan kedua yang tidak dihubung-hubungkan dengan ramalan, tetapi sekedar
untuk mengetahui dan mempelajari letak, gerak, ukuran lingkaran bendabenda langit dengan
didasarkan ilmiyah.10

8
Sayful Mujab and M. Rifa Jamaludin Nasir, ‘ILMU FALAK (Dimensi Kajian Filsafat Ilmu)’, AL
- AFAQ : Jurnal Ilmu Falak Dan Astronomi, 2.2 (2021), 1–18 <https://doi.org/10.20414/afaq.v2i2.2915>.
9
Zubeir Umar Jaelani, Khulashoh Wafiyah fi al-falaky bi Jadawi al-lughoritmiyah, (tt:tth), h. 4
10
Vivit Fitriyanti, pengantar ilmu falak dalam teori dan praktek, (Fasya Press, 2021) 2.

6
B. Objek Kajian Ilmu Falak
Setiap disiplin ilmu pengetahuan harus memiliki objek material dan formal. Objek
formal dan material menjadi syarat keilmuan untuk dapat disebut ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, setiap ilmu harus memiliki objek material dan objek formal termasuk ilmu falak,
objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran kajian atau penyelidikan atau sesuatu
yang diteliti, baik sesuatu yang konkret atau yang abstrak. Sementara objek formal adalah cara
pandang dan prespektif yang digunakan oleh seorang peneliti dalam mempelajari atau
mengkaji objek material. Objek formal inilah yang membedakan cabang ilmu yang satu dengan
lainnya. Objek material suatu ilmu bisa sama, misalnya manusia, namun prespektif yang
digunakan untuk mengkaji dan memahami manusia bisa berbeda, misalnya bisa psikologi,
sosiologi, politik, ekonomi, maupun antropologi.11

C. Hukum mempelajari ilmu falak


Dasar Hukum Ilmu Falak terkait dengan keberadaan urgensi Ilmu Falak terhadap pelaksaan
ibadah umat Islam tersebut diatas, secara umum dasar-dasar hukum yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Dalil-dalil dari Al-Qur‟an antara lain adalah :
QS. Ar-Rahman (55) ayat 5
ۡ
ٖ َ‫ٱﻟ ﱠﺸﻤۡ ﺲُ َوٱﻟﻘَ َﻤ ُﺮ ﺑِﺤ ُۡﺴﺒ‬
‫ﺎن‬

“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”


2. QS.Yunus (10) ayat 5

َ ۚ ‫ﯿﻦ َو ۡٱﻟ ِﺤ َﺴ‬


‫ﺎب َﻣﺎ‬ ْ ‫ﺎز َل ﻟِﺘَ ۡﻌﻠَ ُﻤ‬
َ ِ‫ﻮا َﻋ َﺪ َد ٱﻟ ﱢﺴﻨ‬ ٗ ُ‫ﺿﯿَﺎٓءٗ َو ۡٱﻟﻘَ َﻤ َﺮ ﻧ‬
ِ َ‫ﻮرا َوﻗَ ﱠﺪ َرهۥُ َﻣﻨ‬ ِ ‫ﺲ‬ َ ۡ‫ھُ َﻮ ٱﻟﱠ ِﺬي َﺟ َﻌ َﻞ ٱﻟ ﱠﺸﻤ‬
‫ﻮن‬ ٓ ۡ ‫ﻖ ﯾُﻔَﺼﱢ ُﻞ‬
ِ َ‫ٱﻷ ٰﯾ‬
َ ‫ﺖ ﻟِﻘَ ۡﻮ ٖم ﯾَ ۡﻌﻠَ ُﻤ‬ َ ِ‫ُ ٰ َذﻟ‬c‫ٱ‬
‫ﻚ إِ ﱠﻻ ﺑِ ۡﭑﻟ َﺤ ۚ ﱢ‬ ‫ﻖ ﱠ‬َ َ‫َﺧﻠ‬
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-

11
Danial, Seri Buku Daras Filsafat Ilmu, Cet.I.(Yogyakarta:Kaukaba,2014),hlm.5-6

7
orang yang mengetahui.
3. Surat al-Anbiya ayat 33

َ ‫ ّﻞ ﻓِﻲ ﻓَﻠَ ٖﻚ ﯾَ ۡﺴﺒَﺤ‬ٞ ‫ﺲ َو ۡٱﻟﻘَ َﻤ ۖ َﺮ ُﻛ‬


‫ُﻮن‬ َ ۡ‫ﻖ ٱﻟﱠ ۡﯿ َﻞ َوٱﻟﻨﱠﮭَﺎ َر َوٱﻟ ﱠﺸﻤ‬
َ َ‫َوھُ َﻮ ٱﻟﱠ ِﺬي َﺧﻠ‬
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari
keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”

4. QS. Luqman ayat 20-21


ۗ
ِ َ‫ض َوأَ ۡﺳﺒَ َﻎ َﻋﻠَ ۡﯿ ُﻜﻢۡ ﻧِ َﻌ َﻤﮫۥُ ٰظَ ِﮭ َﺮ ٗة َوﺑ‬
‫ﺎطﻨَ ٗﺔ‬ ۡ
ِ ‫ت َو َﻣﺎ ﻓِﻲ ٱﻷَ ۡر‬ ‫أَﻟَﻢۡ ﺗَ َﺮ ۡو ْا أَ ﱠن ﱠ‬
ِ ‫َ َﺳ ﱠﺨ َﺮ ﻟَ ُﻜﻢ ﱠﻣﺎ ﻓِﻲ ٱﻟ ﱠﺴ ٰ َﻤ ٰ َﻮ‬c‫ٱ‬
‫ﯿﺮ‬
ٖ ِ‫ﺐ ﱡﻣﻨ‬ ٖ َ‫ِ ﺑِ َﻐ ۡﯿ ِﺮ ِﻋ ۡﻠ ٖﻢ َو َﻻ ھُ ٗﺪى َو َﻻ ِﻛ ٰﺘ‬c‫ٱ‬
‫ﺎس َﻣﻦ ﯾُ ٰ َﺠ ِﺪ ُل ﻓِﻲ ﱠ‬
ِ ‫َو ِﻣ َﻦ ٱﻟﻨﱠ‬

َ ‫ﻮا ﺑَ ۡﻞ ﻧَﺘﱠﺒِ ُﻊ َﻣﺎ َو َﺟ ۡﺪﻧَﺎ َﻋﻠَ ۡﯿ ِﮫ َءاﺑَﺎٓ َءﻧَ ۚﺎٓ أَ َوﻟَ ۡﻮ َﻛ‬
‫ﺎن ٱﻟ ﱠﺸ ۡﯿ ٰﻄَ ُﻦ‬ ْ ُ‫ُ ﻗَﺎﻟ‬c‫ٱ‬
‫ُﻮا َﻣﺎٓ أَﻧ َﺰ َل ﱠ‬
ْ ‫َوإِ َذا ﻗِﯿ َﻞ ﻟَﮭُ ُﻢ ٱﺗﱠﺒِﻌ‬

ِ ‫ﯾَ ۡﺪ ُﻋﻮھُﻢۡ إِﻟَ ٰﻰ َﻋ َﺬا‬


ِ ‫ب ٱﻟ ﱠﺴ ِﻌ‬
‫ﯿﺮ‬
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa
yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.
Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau
petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. Dan apabila dikatakan kepada mereka:
"Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti
apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-
nyala (neraka)?”

Ayat ini adalah ayat akidah. Allah memperkenalkan Diri-Nya, maha kuasa menciptakan
siang dan malam, matahari dan bulan yang beredar pada falaknya. Agar manusia mau beriman
atau memperteguh keyakinan kepada Khaliknya. Lewat perkenalan Diri ini, Tuhan
memberitahukan juga kepada manusia, bahwa matahari dan bulan, beredar pada “Falak”.
Pemberitahuan ini adalah mukjizat Al-Quran. Mukjizat ini akan sia-sia saja, jika mereka tidak
mempelajari dan tidak menindak-lanjuti apa “Falak” tersebut. Apalagi dikaitkan dengan
persyaratan-persyaratan untuk mengabdi kepada-Nya seperti waktu pada shalat dan hilal pada
awal Ramadhan.12

12
Vivit Fitriyanti, pengantar ilmu falak dalam teori dan praktek, (Fasya Press, 2021) 9.

8
Meskipun ayat ini tentang akidah, tetapi di sini Allah lebih mempertegas lagi bahwa apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, ditundukkan untuk kepentingan manusia. Agar
penegasan Allah tersebut bermakna, maka hamba-Nya wajib mempelajari “apa maksud
tunduk yang ada di langit dan yang ada di bumi untuk kepentingan manusia”. Salah satunya
ialah, mempelajari Ilmu Falak. Karena dengan mempelajari Ilmu Falak, minimal di samping
kita merasa diri sangat kecil dan lemah di sisi Allah, juga dapat mengetahui posisi di bumi,
peredaran matahari dan bulan, untuk mengetahui bilangan dan perhitungan arah, waktu, bulan
dan tahun dalam rangka mengabdi kepada-Nya.13

Dalil-Dalil dari Hadits Nabi Saw

1. Hadist Riwayat Ibnu Sunni : “Pelajarilah keadaan bintang-bintang supaya kamu


mendapat petunjuk dalam kegelapan darat dan laut, lalu berhentilah” (HR. Ibnu Sunni)
2. Hadis riwayat thabrani : “Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang baik adalah yang
selalu memperhatikan Matahari dan Bulan, untuk mengingat Allah” (HR. Thabrani)

Berdasarkan dalil-dalil Syara’ tentang perintah ibadah yang berkaitan erat dengan arah kiblat,
waktu shalat, awal dan akhir puasa Ramadhan, maka hukum mempelajari Ilmu Falak adalah
fardhu ain sebuah kaidah fiqh disebutkan:

“Sesuatu yang membuat segala bentuk kewajiban tidak menjadi sempurna kecuali
dengannya, maka sesuatu (hal) itu wajib hukumnya”.

Awal waktu sholat, arah kiblat serta awal dan akhir puasa tidak dapat diketahui dengan pasti
dan sempurna kecuali dengan Ilmu Falak, oleh sebab itulah hukum mempelajari Ilmu Falak
Wajib. Abdullah bin Husain mengatakan:

Mempelajari Ilmu Falak itu wajib, bahkan diperintahkan untuk mempelajarinya; karena ilmu
falak itu mencakup pengetahuan tentang kiblat dan hal-hal yang berhubungan dengan
penanggalan, misalnya puasa. Lebih-lebih pada masa sekarang ini, karena ketidaktahuannya
para hakim (akan ilmu falak), sikap mempermudah serta kecerobohan mereka, sehingga
mereka menerima kesaksian (hilal) seseorang yang mestinya tidak dapat diterima”.

13
Vivit Fitriyanti, pengantar ilmu falak dalam teori dan praktek, (Fasya Press, 2021) 9.

9
Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu berkata:

Bila di rumahku ada seseorang yang tidak mengetahui manzilah bulan, aku tidak biarkan dia
tinggal di rumahku”.

Para ulama, misalnya Ibnu Hajar dan Syekh Ramli berkata bahwa bagi orang yang
hidup dalam kesendirian maka mempelajari ilmu falak hukumnya fardlu ‘ain. Sedangkan bagi
masyarakat banyak hukumnya fardlu kifayah. Seperti ini pula yang dikatakan oleh Syekh
Muhammad Yasin Al-Fadani dan ulama lainnya. Hukum fardhu atau fardhu kifayah,
berdasarkan kaidah ushul: l-amru bisyai’in amrun biwasailihi artinya “memerintah suatu
perkara berarti memerintahkan pula seluruh perantaraannya”

Berkata Imam Ibnu Hajar dalam Fatawa Haditsiyah bahwa dakwaan akan terjadinya gerhana
bukanlah bagian dari ilmu ghaib, karena bisa dicapai dengan hisab ilmiah sehingga tidak ada
kesesatan dan kekufuran di dalamnya. Maka hukumnya boleh menurut ijma’.

Dan mempelajari ilmu falak dihukumi haram jika tujuannya untuk mengetahui perkara-
perkara ghaib, dengan menyatakan akan terjadi peristiwa tertentu (ramalan nasih) dengan dalil
ilmu tersebut. Lain halnya dengan perkara yang menjadi sunnatullah pada alam, seperti
bilamana posisi bintang ini berada disini, maka fenomena alam yang terjadi begini dan
seterusnya itu diperbolehkan, dengan syarat bahwa sesuatu itu terjadi atas kehendak Allah,
bukan karena benda langit tertentu.

D. Manfaat mempelajari ilmu falak


Dengan mempelajari ilmu falak atau ilmu hisab, kita dapat memastikan ke arah mana kiblat
suatu tempat di permukaan bumi. Kita juga dapat memastikan waktu shalat telah tiba atau
matahari sudah terbenam untuk berbuka puasa. Dengan ilmu ini pula orang yang melakukan
rukyatul hilal dapat mengarahkan pandangannya dengan tepat ke posisi hilal, bahkan kita juga
dapat mengetahui akan terjadinya peristiwa gerhana matahari atau gerhana bulan berpuluh
bahkan beratus tahun yang lalu dan yang akan datang.
Dengan demikian, ilmu falak atau ilmu hisab dapat menumbuhkan keyakinan dalam
melakukan ibadah, sehingga ibadahnya lebih khusyu’. Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya
sebaik-baik hamba Allah adalah mereka yang selalu memperhatikan matahari dan bulan untuk
mengingat Allah” (HR. Thabrani)

10
Secara garis besar besar tujuan mengkaji ilmu falak hanya berkisar di 4 hal yakni :
pengukuran arah kiblat, Mengetahui ketika shalat, mengetahui awal bulan qamariyah,
mengetahui saat terjadinya eklips.
a. Mengetahui Arah Kiblat
Istilah kiblat dari asal bahasa Arab qiblah yang secara harfiah berarti arah (AlJihah),
serta ialah bentuk fi’lah asal istilah al-muqolabah sebagai akibatnya berarti keadaan
menghadap. Slamet Hambali menyampaikan definisi arah kiblat yaitu arah terdekat
menuju ka’bah melalui lingkaran besar (great circle) bola bumi. lingkaran bola bumi yang
dilalui arah kiblat dinamakan lingkaran arah kiblat. bulat arah kiblat bisa didefinisikan
menjadi lingkarann besar bola bumi yang melalui sumbu kiblat. Sedangkan sumbu kiblat
merupakan sumbu bola bumi yg melalui atau menghubungkan titik pusat ka’bah dengan
titik dari kebalikan Ka’bah. dari Ulama Syafi’iyah serta Hanabilah yang harus adalah
menghadap ke ‘ain alKa’bah. pada artian bagi orang yang bisa menyaksikan Ka’bah
secara eksklusif maka baginya wajib menghadap Ka’bah. Jika tak bisa melihat secara
eksklusif, baik karena faktor jeda yg jauh atau faktor geografis yg menjadikannya tidak
dapat melihat Ka’bah langsung, maka ia harus menyengaja menghadap ke arah pada mana
Ka’bah berada walaupun di hakikatnya dia hanya menghadap jihahnya saja (arah Ka’bah).
sehingga yg sebagai kewajiban ialah menghadap ke arah Ka’bah persis serta tidak relatif
menghadap ke arahnya saja. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT, maksud dari kata
syatral Masjidil Haram dalam potongan ayat di atas adalah arah dimana orang yang salat
menghadapnya dengan posisi tubuh menghadap ke arah tersebut, yaitu arah Ka’bah. Maka
seseorang yang akan melaksanakan salat harus menghadap tepat ke arah Ka’bah.14
Menghadap arah kiblat bukan lagi menjadi persoalan yang sulit. Karena dengan
menggunakan perhitungan ilmu falak, dapat diketahui arah ke Ka’bah dengan akurat.
Perhitungan arah Kiblat dengan ilmu falak tersebut menggunakan rumus – rumus segitiga
bola. Bahkan beberapa ahli falak telah menggunakan rumus – rumus segitiga ellipsoid.
b. Mengetahui Waktu Salat
Salat menurut bahasa berarti do’a. Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah
yang artinya : “Dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

14
Muhammad Ali As Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam As Shabuni, Surabaya: Bina Ilmu,1983, hal. 81

11
Secara terminologi syara' (Jumhur Ulama') salat berarti ucapan serta Perbuatan yg
dimulai memakai takbiratul ihram dan berakhir memakai salam sinkron memakai syarat-
kondisi tertentu, sebagaian Madzhab Hanafi mendefinisikan salat menjadi rangakaian
rukun yang ke serta dzikir yang ditetapkan dengan kondisi-kondisi eksklusif dalam ketika
yg sudah ditetapkan juga. sebagian Ulama' Hambali memberikan ta'rif lain bahwa salat
adalah nama buat sebuah aktifitas yang terdiri asal rangkaian berdiri, ruku' dan sujud.
masalah salat merupakan ialah persoalan fundamental dan signifikan dalam Islam. dalam
menunaikan kewajiban salat, kaum muslimin mengawasi di saatketika yang sudah
ditentukan “Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang dipengaruhi saat-
waktunya atas orang-orang yang beriman”. Konsekuensi logis dari ayat ini adalah salat
tidak mampu dilakukan dalam sembarang waktu, tetapi harus mengikuti atau berdasarkan
dalil-dalil baik dari al-Qur’an maupun al-Hadis. saat – ketika salat fardlu telah penerangan
bernyanyi Nabi Muhammad pada hadis – hadis. pada pada hadis – hadis ketika salat,
waktu salat memakai posisi mentari . !waktu salat menggunakan melihat posisi matahari
ini akan menghasilkan repot umat islam sebab tidak setiap siang hari matahari bersinar.
kapan –ketika surya tertutup awan serta mendung. Bahkan pada beberapa kawasan di
Indonesia, tidak jarang sinar mentari pria tertutup penuh di musim hujan. Maka dengan
pengetahuan pergerakan mentari di ilmu falak, waktu salat bisa diketahui menggunakan
sederhana dengan beberapa rumus – rumus perhitungan. Jadi untuk mengetahui masuknya
saat salat relatif dengan melihat sebagai berikut:
1. Waktu Sholat Zhuhur dalam hadits tentang saat salat Zhuhur, Nabi menyebutkan
bahwa ketika salat Zhuhur sudah ada zawal al-Syams yaitu waktu surya ke arah barat.
dengan ilmu falak, waktu salat Zhuhur sebagai praktis dengan menghitung saat
kulminasi mentari dibubuhi dengan doa .
2. Waktu salat Ashar saat salat Ashar adalah ketika bayang-bayang suatu benda sama
dengan panjang benda tersebut. menggunakan ilmu falak, saat salat Ashar
menggunakan cara menambahkan waktu klimaks matahari dengan sudut saat mentari
saat waktu Ashar dibagi 15. lalu tambahkan menggunakan doa menit buat ihtiyath.
Rumus untuk menghitung sudut saat merupakan Cos t = -tan lt x tan d + sin h : cos lt
: cos d lt : lintang tempat d : deklinasi Matahari h : tinggi Matahari Perhitungan sudur
waktu Matahari salat Ashar membutuhkan ketinggian Matahari (h) saat waktu Ashar

12
yang dihitung menggunakan rumus: Cotan h = tan zm + 1 Zm : Jarak zenith saat
kulminasi Matahari10 Rumus – rumus di atas mendefinisikan bahwa waktu salat
Ashar adalah waktu saat panjang bayangan benda yang terkena sinar Matahari
sepanjang bendanya ditambah panjang bayangan saat waktu kulminasi.
3. Waktu salat Maghrib waktu salat Maghrib sudah ada saat matahari terbenam. Definisi
waktu surya terbenam artinya waktu saat piringan atas surya masuk ke ufuk barat.
menggunakan ilmu falak, ketika salat Maghrib dengan cara menambahkan ketika
klimaks matahari menggunakan sudut ketika surya saat ketika Maghrib dibagi 15.
kemudian masukkan menggunakan 2 menit buat ihtiyath. sudut perhitungan saat
matahari waktu matahari terbenam membutuhkan ketinggian matahari ketika
terbenam yang nilai adalah -1 o 14’ 53,41”11
4. Waktu Salat Isya’ ketika salat isya' sudah ada saat pelepasan mega merah. Definisi
waktu salat isya' artinya ketika ketika piringan atas matahari masuk ke ufuk barat.
dengan ilmu falak, ketika salat isya' dengan cara menambahkan waktu klimaks
mentari dengan sudut saat matahari saat waktu Maghrib dibagi 15. lalu masukkan
menggunakan 2 menit buat ihtiyath. sudut perhitungan waktu matahari ketika Isya
membutuhkan ketinggian matahari yang nilai artinya -18o 14’ 53,41”.
5. Waktu Salat Shubuh ketika salat shubuh merupakan ketika terbitnya fajar shadiq yaitu
fajar yang melintang pada ufuk. menggunakan ilmu falak, saat salat shubuh
menggunakan cara mengurangkan ketika klimaks matahari dengan sudut saat surya
waktu ketika Shubuh dibagi 15. kemudian masukkan menggunakan doa menit buat
ihtiyath. sudut perhitungan waktu matahari ketika Shubuh membutuhkan ketinggian
matahari yang nilai adalah -20o 14’ 53,41”.15
c. Menentukan awal bulan komariah
Mengetahui awal bulan Kamariah adalah persoalan yang urgen terutama bulan
Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah. Nabi Muhammad menjelaskan cara mengetahui awal
bulan Kamariah dengan hadis yang artinya : “Dari Abu Hurairah ra. berkata : Rasulullah
saw bersabda : Berpuasalah kamu semua karena terlihat hilal (Ramadan) dan berbukalah
kamu semua karena terlihat hilal (Syawal). Bila hilal tertutup atasmu maka
sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh”. (HR. Muslim).

15
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2012, hal. 87

13
Rukyat al-hilal terdiri dari dua kata dalam bahasa Arab, yakni rukyat dan hilal .
Kata rukyat merupakan bentuk mashdar dari fi’il “ra’a –yara” ‫( رأى – ﯾﺮى‬yang bermakna
melihat dengan mata, dengan akal atau dengan hati. Sedangkan kata hilal dalam bahasa
Arab yang artinya ‘sangat’. Apabila kata rukyat dan hilal dengan artinya tersebut
digabungkan, maka arti rukyat alhilal adalah pengamatan dengan mata kepala terhadap
penampakan Bulan sabit sesaat setelah Matahari terbenam di hari telah terjadinya ijtima’
(konjungsi). Namun ada pula yang mengartikan rukyat al-hilal adalah melihat hilal dengan
akal atau ilmu. Melihat dengan ilmu ini maksudnya adalah memperhitungkan kemunculan
hilal dengan perhitungan ilmu falak.16
Aplikasi rukyat al-hilal akan sulit Jika dilakukan tanpa menggunakan ilmu falak.
Hal ini disebabkan karena hilal adalah objek langit yang tipis serta redup di ufuk barat
waktu matahari terbenam. Selain itu, posisi serta ketinggian hilal juga berubah – ubah di
setiap bulan. Maka buat kemudahan menemukan posisi hilal, perukyat menggunakan
perhitungan ilmu falak. Selain itu, muncul pikiran baru dalam menetapkan awal bulan
kamariah yaitu imkan al-rukyah. waktu hilal tidak terlihat sebab tertutup awan atau
mendung, tidak serta-merta dilakukan istikmal, namun dilakukan pengecekan nilai
ketinggian hilal. Jika pada ketinggian tadi, hilal terlihat. Maka terbenamnya surya
ditetapkan menjadi indikasi asal bulan baru. namun sampai saat ini belum terdapat
konvensi tentang Kriteria imkan alrukyat.
d. Mengetahui gerhana bulan
Mengetahui Waktu Terjadinya Gerhana Gerhana ada dua macam yaitu gerhana
Matahari dan gerhana Bulan. Saat terjadi gerhana umat muslim dianjurkan untuk
melaksanakan salat gerhana berdasarkan hadis Nabi Muhammad:
Artinya: “Asbagh telah bercerita kepada kami bahwasanya ia berkata: Ibnu Wahab
telah bercerita kepada-ku, ia berkata: telah bercerita kepada-ku Umar dari Abdur Rahman
bin Qasim bahwa ia telah bercerita kepada-nya dari ayahnya. Dari Ibnu Umar r.a,
bahwasanya Umar mendapat berita dari Nabi SAW: sesungguhnya matahari dan bulan
tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang, tapi keduanya
merupakan tanda diantara tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian melihat keduanya
(gerhana), maka salatlah.”

16
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2012, hal. 148

14
Gerhana adalah insiden alam yang terjadi secara periodik. namun insiden tadi
terjadi di tanggal atau bulan tertentu. jadi tanpa pengetahuan mengenai pergerakan
matahari dan Bulan, akan sulit mengetahui ketika terjadinya gerhana. dengan ilmu falak
bisa diketahui saat terjadinya gerhana. tidak hanya tanggal terjadinya gerhana, tapi bisa
diketahui pula ketika mulai, ketika puncak , dan saat berakhirnya gerhana. sebab dengan
ilmu falak, bisa diketahui kapan dia melintas Bulan saat fase Bulan mati serta purnama di
lingkaran ekliptika yg menjadi karena terjadinya gerhana.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu falak secara terminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai
lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda langit lainnya
dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari
benda-benda langit yang lain, serta untuk mengetahui waktu-waktu yang ada dipermukaan
bumi.
Setiap ilmu harus memiliki objek material dan objek formal termasuk ilmu falak, objek
material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran kajian atau penyelidikan atau sesuatu yang
diteliti, baik sesuatu yang konkret atau yang abstrak. Sementara objek formal adalah cara
pandang dan prespektif yang digunakan oleh seorang peneliti dalam mempelajari atau
mengkaji objek material.
Para ulama, misalnya Ibnu Hajar dan Syekh Ramli berkata bahwa bagi orang yang hidup
dalam kesendirian maka mempelajari ilmu falak hukumnya fardlu ‘ain. Sedangkan bagi
masyarakat banyak hukumnya fardlu kifayah. Dan mempelajari ilmu falak dihukumi haram
jika tujuannya untuk mengetahui perkara-perkara ghaib, dengan menyatakan akan terjadi
peristiwa tertentu (ramalan nasih) dengan dalil ilmu tersebut.
Dengan demikian, ilmu falak atau ilmu hisab dapat menumbuhkan keyakinan dalam
melakukan ibadah, sehingga ibadahnya lebih khusyu’. Secara garis besar besar tujuan
mengkaji ilmu falak hanya berkisar di 4 hal yani : pengukuran arah kiblat, Mengetahui ketika
sahalat, mengetahui awal bulan qamariyah, mengetahui saat terjadinya eklips.

16
DAFTAR PUSTAKA

Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015)


Muhammad Hadi Bashori, Pengantar Ilmu Falak, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2015)
Sutrisno Hadi, Tafsir Ayat Ahkam, (Palembang: Februari, 2018)
Abdul Ghofur Ishwahyudi, “Penentuan Akurasi Waktu Shalat (Studi Perbandingan Data Real
Markaz dan Data Konversi)”, Jurnal UIN Malulana Malik Ibrahim Malang, Vol. 1, (tahun
2017)
Ahmad Izuddin, Ilmu Falak Praktis, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2017)
Sippah Chotban, ‘Membaca Ulang Relasi Sains Dan Agama Dalam Perspektif Nalar Ilmu Falak’,
El-Falaky, 2507.February (2020), 1–9.
Loewis Ma‟luf, al-Munjid,. cet. 25, Beirut: Dar al-Masyriq, 1975, h. 594.
Sayful Mujab and M. Rifa Jamaludin Nasir, ‘ILMU FALAK (Dimensi Kajian Filsafat Ilmu)’, AL
- AFAQ : Jurnal Ilmu Falak Dan Astronomi, 2.2 (2021), 1–18
<https://doi.org/10.20414/afaq.v2i2.2915>.
Zubeir Umar Jaelani, Khulashoh Wafiyah fi al-falaky bi Jadawi al-lughoritmiyah, (tt:tth)
Vivit Fitriyanti, pengantar ilmu falak dalam teori dan praktek, (Fasya Press, 2021)
Danial, Seri Buku Daras Filsafat Ilmu, Cet.I.(Yogyakarta:Kaukaba,2014)
Muhammad Ali As Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam As Shabuni, Surabaya: Bina Ilmu,1983

17

Anda mungkin juga menyukai