Anda di halaman 1dari 29

ILMUWAN-ILMUWAN MUSLIM

DALAM BIDANG FISIKA

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Fisika Dasar
Dosen Pengampu : Triat Adi Yuwono S.Si.,M.Si

Disusun Oleh :

GILANG NILMINA
20180106026

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA PURWOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhaanahu wa Taa’alaa, karena berkat


rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Terimakasih saya ucapkan kepada Dosen Pengampu Mata Kuliah Fisika
Dasar Bapak Triat Adi Yuwono S.Si.,M.Si, yang telah membimbing saya dalam
penyusunan makalah ini.

Saya berharap, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan para


pembaca, meskipun saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, demi
perbaikan pada penyusunan makalah selanjutnya.

Atas perhatian dan kebijaksanaan yang diberikan, saya ucapkan


terimakasih yang sebesar-besarnya.

Purwokerto, 15 Januari 2020

Penyusun
A.PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejarah Islam dari abad awal sampai kejayaannya


tidak bisa terpisah dari isi dan kandungan dalam al-Qur’an.
Seluruh sejarah masa lalu banyak kita jumpai, begitu pula
dengan semua hal yang kita pelajari sekarang, termasuk
bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi ilmu-ilmu
tersebut. Latarbelakang itu sangat beragam, di antaranya
berupa hasil pemikiran dari pakar-pakar tafsir Al-Quran,
penelitian-penelitian atas kandungan ayat-ayat Al-Qur’an,
dan masih banyak lagi.
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah
melalui perantara malaikat Jibril kepada nabi Muhammad
SAW. Di dalam Al-Qur’an, terdapat ayat-ayat Allah
Subhaanahu wa Taa’alaa, yang menjelaskan objek kajian
ilmu, yaitu alam, manusia, dan kitab suci. Alam, sebagai
objek kajian ilmu selanjutnya melahirkan disiplin ilmu Kimia,
Fisika, Matematika, Biologi, Antropologi, Asronomi, dan lain-
lain. Untuk ilmu Fisika, ilmu tersebut merupakan ilmu yang
mempelajari gejala alam yang tidak hidup, atau materi
dalam lingkup ruang dan waktu.
Dari sekian banyak cabang ilmu Fisika yang ada di
bumi, terdapat banyak ilmuwan pencetus yang berasal dari
umat Islam. Mereka melakukan berbagai eksperimen dan
observasi, guna menemukan formula dalam ilmu Fisika.
2. RUMUSAN MASALAH

a. Apa saja ilmu Fisika yang berkaitan dengan ayat di dalam


Al-Qur’an?
b. Siapa saja ilmuwan-ilmuwan muslim penemu ilmu Fisika?
c. Apa manfaat dari mempelajari ilmu Fisika yang telah
dicetuskan oleh ilmuwan-ilmuwan muslim?
d. Apa yang menyebabkan kemajuan dan kemunduran
perkembangan ilmu Fisika di dunia Islam?
B. PEMBAHASAN

1. ILMU FISIKA DALAM PERSEPSI AL-QUR’AN

Dalam mempelajari ilmu Fisika, terdapat empat


unsur penting di dalamnya. Unsur pertama adalah
observasi atau pengamatan terhadap bagian alam yang
ingin kita ketahui sifat dan kelakuannya pada kondisi
tertentu. Dalam kegiatan Fisika, apabila pengamatan
atau observasi terhadap kelakuan alam diganti dengan
penghayalan, merupakan suatu kesalahan, kecuali
apabila khayalan tersebut didukung oleh perhitungan-
perhitungan Fisika, yang dijabarkan dari kelakuan-
kelakuan lain yang telah diketahui.1
Sehubungan dengan keharusan manusia untuk
mengenal alam sekelilingnya dengan baik, maka Allah
SWT memerintahkan dalam Surat Yunus ayat101, yang
artinya “Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di
langit dan di bumi. Tidak bermanfaat tanda kekuasaan
Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi
orang-orang yang tidak beriman.” (QS Yunus:101).

1 Ahmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman,


(Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1997), hal.10.
Perintah itu menunjukkan agar manusia mengetahui
sifat-sifat dan kelakuan alam sekitarnya, yang akan
menjadi tempat tinggal, bahan makanan, serta segala
sumber kehidupan. Dengan mengetahui sifat-sifat dan
kelakuan alam tersebut, manusia dapat mengambil
pelajaran dan manfaat darinya, untuk kemaslahatan
seluruh makhluk yang ada di dalamnya.2
Dalam surat Al-Ghasyiyah ayat 17-20, juga
dijelaskan, “Maka mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ia
ditegakkan. Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan.” (Al-
Ghasyiyah 17-20). Dari ayat tersebut dapat dikatakan,
bahwa menjadi suatu keharusan bagi manusia untuk
memperhatikan sifat dan tingkah laku alam semesta.
Memperhatikan di sini dapat diartikan sebagai usaha
untuk memahami proses-proses alamiah yang terjadi di
dalamnya. Hal ini sama dengan apa yang dilakukan oleh
para ilmuwan Fisika atau pengembang sains pada
umumnya, yang telah melakukan observasi dengan
penuh perhatian, untuk dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan bagaimana proses-proses itu terjadi, dengan
memperhatikan alam semesta dan merenunginya,
sampai mendapatkan suatu pemahaman tentang sifat,
kelakuan, dan proses-proses alami yang ada di
dalamnya. Di dalam Al-Quran dijelaskan, bahwa
memperhatikan alam semesta, termasuk juga
mempelajari ilmu Fisika, adalah bagian dari keimanan
terhadap Allah SWT.

2 Ibid, hal. 11-13.


Setelah melakukan observasi atau
pengamatan, unsur kedua dalam pengembangan Fisika,
adalah pengukuran. Dalam dunia Fisika, pengukuran
fenomena alam selalu dijelaskan dengan bukti-bukti.
Kegiatan ini dilakukan agar sesuatu menjadi seragam,
agar suatu fenomena memiliki pengertian unifersal,
yang bisa dimengerti juga oleh orang lain.
Unsur penting yang ketiga dalam
pengembangan Fisika, yaitu analisis terhadap data yang
terkumpul dari berbagai pengukuran atau besaran-
besaran fisis yang terlibat. Hal ini dilakukan melalui
proses pemikiran kritis, dan dilanjutkan dengan evaluasi
terhadap hasil-hasilnya, dengan penalaran yang sehat
sehingga mencapai kesimpulan yang rasional.

2. ILMU-ILMU FISIKA YANG BERKAITAN DENGAN


AYAT-AYAT DI DALAM AL-QUR’AN

a. Gas Nebula
Tata surya dan bintang-bintang, pada awalnya
adalah gas Nebula yang terpilih dan berotasi, yang
akhirnya menjadi alam semesta seperti sekarang ini.
Dijelaskan dalam QS. al-Fushilat:11.3
“Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih
berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada
bumi, “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku
dengan patuh atau terpaksa.” Keduanya menjawab,
“Kami datang dengan patuh.”

3 M. Jalaludddin Al-Fandy, Al-Qur’an Tentang Alam Semesta, (Jakarta:


Bumi Aksara, 1991), hal.5.
b. Space Shuttle
Space Shuttle adalah pesawat luar angkasa
milik Amerika Serikat yang digunakan dalam misi
penerbangan luar angkasa berawak. Space shuttle
disebut juga pesawat ulang-alik. Bila pesawat terbang
bisa menggunakan angin untuk terbang, tetapi untuk
pesawat luar angkasa, harus menggunakan pendorong
roket untuk memberi gaya tolak di luar angkasa, karena
di sana hampa udara. Maka dalam Al-Quran pun
diketahui, bahwa manusia akan mampu menembus
angkasa dan luar angkasa. Al-Quran juga meramalkan
kemampuan manusia menembus bumi (dasar laut goa).
QS. ar-Rahman: 33 “Wahai golongan jin dan manusia!
Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu
menembusnya, kecuali dengan kekuatan (dari Allah).”
Dalam QS. Saba: 2 “Dia mengetahui apa yang masuk
ke dalam bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun
dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia-lah
Yang Maha Penyayang, Maha Pengampun.”

c. Relatifitas Waktu
Teori Relativitas Einstein ada dua macam, yaitu
Teori Relativitas Khusus, dan Teori Relativitas Umum.
Berdasarkan Teori Relativitas Khusus, dijelaskan bahwa
kecepatan membuat waktu bersifat relatif. Bila suatu
benda bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya,
maka waktu akan mengalami pelambatan. Fenomena ini
disebut dengan Delatasi Waktu. Sedangkan dalam Teori
Relativitas Umum dijelaskan, bahwa gravitasi membuat
waktu akan berjalan lebih lambat di daerah yang
gravitasinya lebih besar. Inti dari kedua teori ini adalah
waktu yang bersifat relatif. Seperti dalam Al-Quran yang
menjelaskan bahwa waktu di sisi Allah berbeda dengan
waktu di sisi manusia, seperti yang termaktub dalam
Q.S Al-Ma’arij:4. “Para malaikat dan Jibril naik
(menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara
dengan lima puluh ribu tahun.”
Dalam Q.S Al-Hajj:47, “Dan mereka meminta
kepadamu (Muhammad) agar azab itu disegerakan,
padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Dan
sesungguhnya, sehari di sisi Tuhan-Mu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Dalam Q.S An-Najm:57-58, “Yang dekat (hari
kiamat) telah makin mendekat, dan tidak ada yang akan
dapat mengungkapkan (terjadinya hari itu), selain
Allah.”

d. Gejala Fisis
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari,
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”
(al-Imran: 190). Dalam ayat ini, kita diberi petunjuk,
bahwa alam semesta senantiasa berproses tanpa henti,
dan menyajikan banyak sekali gejala dalam seluruh
dimensi ruang dan waktu yang terus berkembang.
“Hanya kepada Allahlah tunduk dan patuh
segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik atas
kesadarannya sendiri, ataupun karena terpaksa, (dan
sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan
petang.” (Ar-Rad:15). Ayat ini mengingatkan kita, bahwa
apapun bentuk gejala yang ditunjukan-Nya, selalu
mengikuti suatu sistem dengan hukum-hukum yang
telah ditetapkan-Nya.

e. Model dan Perumusan Fisika


“Sesungguhnya, telah kami buatkan bagi
manusia dalam Al-Quran ini segala macam
perumpamaan, supaya mereka dapat memetik
pelajaran.” (Az-Zumar: 27).
“Kepunyaan Allahlah segala yang di langit dan
di bumi. Sesungguhnya, Allah, Dialah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.” (Luqman: 26).
Untuk memenuhi keingintahuan terhadap
rahasia-rahasia alam ini, penjelasan-penjelasannya
selalu memakai pendekatan-pendekatan dalam bentuk
atau keadaan ideal. Keadaan ideal ini dinyatakan dalam
bentuk perumusan Fisika, yang selanjutnya kita sebut
sebagai Hukum-Hukum Fisika.

f. Besaran Fisis
“Sesungguhnya, kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49).
“Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-
rapinya.” (Al-Furqan:2).
Kedua ayat di atas mengisyaratkan, bahwa
kata “ukuran” adalah apa yang ada di alam ini, yang
dapat dinyatakan dalam dua arti, yaitu yang pertama
sebagai bilangan dengan sifat dan ketelitian yang
terkandung di dalamnya, dan yang kedua adalah
sebagai hukum atau aturan.

3. ILMUWAN-ILMUWAN MUSLIM PENEMU ILMU FISIKA

a. Al-Kindi
Dalam dunia barat, dia dikenal dengan nama
Al-Kindus. Memang sudah menjadi semacam adat
kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan
melatinkan nama-nama orang terkemuka, sehingga
kadang-kadang orang tidak mengetahui apakah
orang tersebut muslim atau bukan. Tetapi para
sejarawan kita sendiri maupun barat mengetahui dari
buku-buku yang ditinggalkan bahwa mereka adalah
orang Islam, karena karya orisinil mereka dapat
diketahui dalam bentuk tulisan ilmiah mereka sendiri.
Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan
pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah Abu
Yusuf Yakub Ibnu Ishak Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil
kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman
baru tentang refleksi cahaya, serta prinsip-prinsip
persepsi visual. Buah pikir Al-Kindi tentang optik
terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum.
Buku yang ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi
sarjana Barat seperti Robert Grosseteste dan Roger
Bacon.
Teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang
ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di
era Renaisans Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak
konsep tentang penglihatan yang dilontarkan
Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu,
penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata
dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-
Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya
pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek
dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.

b. Al-Biruni
Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad Ibnu
Ahmad Al Biruni, ilmuwan ini dilahirkan pada 362 H
(15 Sep 973–13 Des 1048) di desa Khath, yang
merupakan ibukota kerajaan Khawarizm,
Turkmenistan (kini kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia
lebih dikenal dengan nama Al Biruni. Nama “Al
Biruni” sendiri berarti ‘asing’, yang dinisbahkan
kepada wilayah tempat tanah kelahirannya, yakni
Turkmenistan. Kala itu, wilayah ini memang
dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang
asing.
Dalam bukunya, Al-Jamahir, Al-Biruni juga
menegaskan, “Penglihatan menghubungkan apa
yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan
Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam
tersebut kita menyimpulkan eksistensi Allah.” Prinsip
ini dipegang teguh dalam setiap penyelidikannya. Ia
tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi dan
hasil penelitiannya.
Prestasi paling menonjol di bidang Fisika
ilmuwan Muslim yang pertama kali memperkenalkan
permainan catur ke negeri-negeri Islam ini, adalah
tentang penghitungan akurat mengenai timbangan
18 batu. Selain itu, ia juga menemukan konsep
bahwa cahaya lebih cepat dari suara. Dalam kaitan
ini, Al-Biruni membantah beberapa prinsip Fisika
Aristotelian, seperti tentang Gerak Gravitasi Langit,
Gerak Edar Langit, Tempat Alamiah Benda, serta
masalah Kontinuitas dan Diskontinuitas Materi dan
Ruang.
Dalam membantah dalil Kontinuitas Materi
yang menyatakan bahwa benda dapat terus-menerus
dibagi secara tak terhingga, Al-Biruni menjelaskan
bahwa jika dalil itu benar, tentu benda yang bergerak
cepat tidak akan pernah menyusul benda yang
mendahuluinya, namun bergerak lambat.
Kenyataannya, urai Al-Biruni, dalam pengamatan
kita, benda yang bergerak cepat dapat menyusul
benda yang mendahuluinya, seperti bulan yang
mendahului matahari, karena gerak bulan jauh lebih
cepat daripada matahari. Lalu, Al-Biruni menjelaskan
bahwa alangkah hinanya jika kita menafikan
pengamatan atas kenyataan itu.
Sebagai seorang Fisikawan, Al-Biruni memberikan
sumbangan penting bagi Pengukuran Jenis Berat
(Specific Gravity) berbagai zat dengan hasil
perhitungan yang cermat dan akurat. Konsep ini
sesuai dengan prinsip dasar yang ia yakini, bahwa
seluruh benda tertarik oleh gaya gravitasi bumi. Teori
ini merupakan pintu gerbang menuju hukum-hukum
Newton 500 tahun kemudian. Al Biruni juga
mengajukan hipotesis tentang rotasi bumi di
sekeliling sumbunya. Konsep ini lalu dimatangkan
dan diformulasikan oleh Galileo Galilei, 600 tahun
setelah wafatnya Al Biruni.

c. Al-Haytham
Fisikawan ternama ini bernama lengkap Abu Ali
Al-Hasan Ibn Al-Hasan (atau Al-Husain) Ibn Al-
Haytham. Ia lahir tahun 965 di Basrah (Irak). Namun,
namanya mulai masyhur di Mesir, saat pemerintahan
Islam dipimpin oleh Khalifah Al-Hakim (996-1020).
Fisikawan muslim terbesar dan salah satu pakar optik
terbesar sepanjang masa, itu wafat di Kairo sekitar
tahun 1039.
Sepanjang hidupnya, Al-Haytham telah menulis
sekitar 70 kitab. Salah satu kitabnya, Al-Manazir,
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan
tajuk Opticae Thesaurus. Dalam kitabnya, Al-
Haytham mengatakan, proses melihat adalah
jatuhnya cahaya ke mata, bukan karena sorot mata
sebagaimana diyakini orang sejak zaman Aristoteles.
Dalam kitab itu ia juga menjelaskan berbagai cara
untuk membuat teropong dan kamera sederhana
(kamera obscura).
Kitab tentang optik ini telah menginspirasi para
ilmuwan Barat, seperti Roger Bacon dan Johann
Kepler. Tak heran, jika Al-Hazen, demikian Barat
menyebut nama Al-Haytham, mendapat gelar ”Bapak
Optik Modern”.
Al-Haytham juga dinilai telah memberikan
sumbangan besar bagi kemajuan metode penelitian.
Ia telah memulai suatu tradisi metode ilmiah untuk
menguji sebuah hipotesis, 600 tahun mendahului
Rene Descartes, yang dianggap Bapak Metode Ilmiah
Eropa di zaman Rennaisance. Metode ilmiah Al-
Haitham diawali dari pengamatan empiris,
perumusan masalah, formulasi hipotesis, uji hipotesis
dengan melakukan penelitian, analisis hasil
penelitian, interpretasi data dan formulasi
kesimpulan, serta diakhiri dengan publikasi. Selain
Fisikawan, Al-Haytham juga dikenal sebagai
Astronom dan Matematikawan. Ia telah menulis
komentar tentang Aristoteles dan Galen.
Semula, Al-Haytham bekerja sebagai pegawai
negeri di pemerintahan Abbasiyah. Namun, dia
segera meninggalkan pekerjaan itu untuk bergabung
dengan pusat intelektual di Kairo, ibu kota Kerajaan
Fatimiyyah. Setelah berselisih dengan penguasa
Fatimiyyah, dia menjadi tahanan rumah, yang
ternyata menghadirkan berkah baginya dan bagi
bidang Fisika itu sendiri.
Saat ditahan di rumahnya sendiri, Ibnu al-
Haytham mampu memusatkan perhatian dan
usahanya untuk mempelajari cahaya. Sejak masa
kuno, penelitian perihal cahaya dan sifatnya telah
membingungkan, bahkan bagi orang-orang paling
cerdas. Salah satu gagasan terkemuka tentang
cahaya pada masa Ibnu Al-Haytham bersumber dari
Ptolomeus. Dia berpendapat, bahwa cahaya adalah
sinar yang dipancarkan dari mata, membentuk objek,
dan kembali ke mata sehingga orang bisa melihat.
Tradisi Yunani Kuno dalam memahami dunia
yang sepenuhnya bertumpu pada filsafat, cenderung
berlawanan dengan keyakinan Ibnu Al-Haytham. Dia
menganjurkan agar teori ilmiah diformulasikan
melalui penelitian empiris dan eksperimen. Maka, dia
melakukan ratusan eksperimen dalam sifat cahaya.

Dengan lebih banyak mengandalkan ilmu


pengetahuan daripada Filsafat, dia menyimpulkan,
bahwa Teori Ptolomeus tentang cahaya yang
dipancarkan oleh mata itu benar-benar mustahil.
Bahkan, dia menjelaskan sebuah teori, bahwa
cahaya memantul dari setiap titik objek ke mata, dan
sejumlah besar sinar cahaya diubah menjadi
informasi yang dapat diproses oleh otak.
Saat Ibnu Sina membedah mata di Persia untuk
meneliti bagaimana cahaya melintasinya, Ibnu Al-
Haytham sedang mengadakan penelitian serupa di
Mesir. Setelah sekian tahun bekerja keras, melakukan
penelitian dan eksperimen, Ibnu Al-Haytham akhirnya
menulis buku yang tergolong inovatif pada masanya.
Buku tersebut adalah buku tentang optik, di mana
Ibnu Al-Haytham berpendapat, bahwa cahaya terdiri
dari sinar-sinar yang bergerak dalam garis lurus.
Lebih jauh lagi, dia merancang Kamera
Obskura, sebuah alat yang terdiri atas kotak kedap
cahaya dengan satu lubang kecil yang tembus ke
belakang. Pada dinding dalam kotak yang
berseberangan dengan lubang, gambar apa pun
yang tertangkap oleh lubang akan diproyeksikan. Dia
berpendapat, bahwa hal ini hanya bisa terjadi jika
sinar cahaya lurus datang dari objek di luar kotak,
yang difokuskan oleh lubang dan mendarat di dinding
seberang lubang.
Ibnu Al-Haytham belum memiliki teknologi
yang diperlukan untuk mengembangkan Kamera
Obskura selangkah lebih lanjut menjadi kamera yang
dapat menangkap gambar sekarang. Namun, tanpa
penelitian rintisannya di bidang optik, kamera takkan
terwujud dalam 1.000 tahun ke depan.

d. Ibnu Bajjah
Bernama lengkap Abu-Bakar Muhammad Ibnu
Yahya Ibnu Al-Sayigh, tetapi beliau biasa dipanggil
Ibnu Bajjah, yang berarti “anak emas”. Ibnu Bajjah
lahir di Saragoza, Spanyol, pada tahun 1082, dan
wafat pada 1138 M. Ia mengembangkan berbagai
ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti
Murabbitun. ”Avempace” sebutan Barat untuk Ibnu
Bajjah, yang telah mengembangkan ilmu Fisika,
Matematika, Astronomi, Musik, Kedokteran, Psikologi,
Sastra, dan Filsafat.
Sebagaimana Al-Haytham, karya Ibnu Bajjah
dalam bidang Fisika banyak mempengaruhi Fisikawan
Barat abad pertengahan, seperti Galileo Galilei. Ibnu
Bajjah menjelaskan tentang Hukum Gerakan.
Menurutnya, Kecepatan sama dengan Gaya Gerak,
dikurangi Resistensi Materi. Prinsip-prinsip yang
dikemukakannya ini menjadi dasar bagi
pengembangan Ilmu Mekanika Modern. Karena itu
tidak mengherankan, jika Hukum Kecepatan yang
dikemukakan Galileo Galilei, sangat mirip dengan apa
yang dipaparkan oleh Ibnu Bajjah. Karya-karya Ibnu
Bajjah mengenai Analisis Gerakan juga sangat
mempengaruhi pemikiran Thomas Aquinas.

e. Al-Khazini
Abdurrahman Al-Khazini hidup pada abad ke-12
M. Ia adalah ilmuwan yang menemukan berbagai
teori penting dalam ilmu Fisika. Temuan ilmuwan
kelahiran Bizantium ini antara lain: Metode Ilmiah
Eksperimental dalam Mekanik, Perbedaan Daya,
Massa, dan Berat, Jarak Gravitasi, serta Energi
Potensial Gravitasi.
Di antara sejumlah ilmuwan yang lahir atau
menimba ilmu di Merv, Abdurrahman Al-Khazini
adalah yang paling tersohor pada periode 1115-1130.
Saat kecil, Al-Khazini adalah seorang budak. Namun,
tuannya memberinya pendidikan, terutama
Matematika dan Filsafat. Al-Khazini kemudian menjadi
pakar Matematika ketika berada di bawah kekuasaan
Dinasti Seljuk.
Meski hanya sedikit hal yang diketahui tentang
kehidupannya, Al-Khazini dikenal sangat sederhana.
Ia menolak diberi hadiah dan mengembalikan 1.000
dinar yang dikirimkan seorang emir. Al-Khazini hidup
hanya dengan tiga dinar setahun. Pencapaian
tertinggi Al-Khazini dalam Astronomi secara ringkas
bisa dilihat dari jam air buatannya, dan serial
karyanya yang berjudul Al-Zij Al-Mu'tabar Al-Sinjari,
yang memprediksi posisi bintang pada 1115-1116 di
atas langit Merv.
Sumbangan penting Al-Khazini dalam bidang
Fisika terangkum dalam kitab Mizan Al-Hikmah, yang
ditulisnya pada tahun 1121. Serial ensiklopedia ini
menjadi karya penting bagi para ahli Fisika muslim.
Kitab ini didedikasikan untuk Sultan Sanjar, dan
berhasil diselamatkan meski sempat terpisah-pisah.
Kitab ini berisi penjelasan tentang Keseimbangan
Hidrostatik dan Aplikasinya. Sebagian kitab ini
diterjemahkan oleh seorang Rusia pada pertengahan
abad 19. Delapan bab awal kitab karya Al-Khazini ini
terbilang penting, karena memiliki kaitan dengan
Teori Pusat Gravitasi, Spesifikasi Gravitasi, dan Teori
Medan Magnet, yang kemudian menjadi rujukan Al-
Biruni, Al-Razi, 'Umra Al-Khayam, juga ilmuwan
Yunani, seperti Archimedes dan Euclid.
Hal paling signifikan yang dilakukan Al-Khazini
adalah menunjukkan perbedaan antara gaya, massa,
dan berat, di mana hal tersebut tidak bisa dibedakan
oleh para ilmuwan Yunani kala itu. Ia juga
menunjukkan bahwa udara memiliki massa, dan
kerapatan udara berbanding terbalik dengan
ketinggian. Al-Khazini meninggalkan catatan penting
yang berguna dalam dunia pengetahuan hingga saat
ini.
Hal lain yang perlu diperhatikan dari buku Al-
Khazini adalah, ia menguraikan dengan terperinci
tentang Hidrostatik dan Penentuan Gravitasi. Ia terus
melakukan pemutakhiran alat agar bisa
mendapatkan data yang akurat. Ketelitian dan detail
yang Al-Khazini terapkan, membuat karyanya
menjadi contoh karya sains yang luar biasa. Al-
Khazini juga menggunakan pengetahuannya akan
daya tarik bumi untuk melakukan spesifikasi logam,
batu mulia, dan logam campuran untuk kepentingan
komersial, sehingga masyarakat bisa terhindar dari
penipuan.
Al-Khazini juga mengembangkan berbagai
observasi Fisika, yang kelak menjadi dasar ilmu Fisika
modern. Salah satu hasil observasinya adalah kuat
gravitasi akan tergantung pada jarak benda dari
pusat semesta. Di barat, fenomena ini baru terkuak
pada abad 18, setelah beberapa teori gravitasi
dikembangkan.
Teori Keseimbangan Hidrostatikanya telah
mendorong penciptaan peralatan ilmiah. Tak
mengherankan, jika Robert E. Hall dalam tulisan
bertajuk ”Al-Khazini”, yang dimuat dalam A
Dictionary of Scientific Biography Volume VII (1973)
menyebutkan, ”Al-Khazini adalah salah seorang
saintis terbesar sepanjang masa.” Sedangkan editor
Dictionary of Scientific Bibliography, Charles C.
Jilispe, menjuluki Al-Khazini sebagai ”Fisikawan
Terbesar Sepanjang Sejarah.”
Al-Khazini menerangkan Prinsip Keseimbangan
Hidrostatika dengan tingkat ketelitian objek sampai
ukuran mikrogram ( 10−6 gr). Tingkat ketelitian
seperti ini, menurut K. Ajram dalam The Miracle of
Islamic Science, baru dapat tercapai pada abad ke-20
M.
Al-Khazini juga menjelaskan definisi ”berat”.
Menurutnya, berat merupakan gaya yang inheren
dalam benda-benda padat, yang menyebabkan
mereka bergerak dalam satu garis lurus terhadap
pusat bumi (gravitasi), dan terhadap pusat benda itu
sendiri. Besaran gaya ini tergantung dari kerapatan
benda.
Beliau juga menerangkan pengaruh suhu
(temperatur) terhadap kerapatan benda. Hal ini ia
lakukan sebelum Roger Bacon menemukan dan
membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air,
saat ia berada dekat pusat bumi.
Al-Khazini dan para ilmuwan muslim lainnya
telah melahirkan ilmu Gravitasi, yang kemudian
berkembang di Eropa. Al-Khazini juga telah berjasa
meletakkan pondasi bagi pengembangan Mekanika
Klasik di era Renaisans Eropa. Inilah salah satu bukti,
betapa para ilmuwan muslim telah memberi
kontribusi yang luar biasa bagi peradaban dunia.

f. Al-Farisi
Kamal Al-Din Abu’l-Hasan Muhammad Al-Farisi
lahir di Tabriz, Persia (sekarang Iran) pada tahun
1267, dan wafat pada 1319 M. Al-Farisi terkenal
dengan kontribusinya tentang optik. Dalam bidang
optik, ia berhasil merevisi Teori Pembiasan Cahaya
yang dicetuskan para ahli Fisika sebelumnya. Al-Farisi
membedah dan merevisi Teori Pembiasan Cahaya,
yang telah ditulis oleh Al-Haytham. Hasil revisi itu ia
tulis dalam kitab Tanqih Al-Manazir (Revisi tentang
Optik).
Menurut Al-Farisi, tidak semua teori optik yang
dikemukakan Al-Haytham benar. Karena itulah, ia
berusaha memperbaiki kelemahan dan
menyempurnakan teori Al-Haytham. Tak cuma itu,
teori Al-Haytham soal pelangi juga ia perbaiki,
bahkan Al-Farisi mampu menggabungkan teori Al-
Haytham ini dengan Teori Pelangi dari Ibnu Sina. Para
ahli sebelum Al-Farisi berpendapat, bahwa warna
merupakan hasil sebuah pencampuran antara gelap
dengan terang. Secara khusus, ia pun melakukan
penelitian yang mendalam soal warna. Ia melakukan
penelitian dengan lapisan/bola transparan. Hasilnya,
Al-Farisi mencetuskan bahwa warna-warna terjadi
karena superimposition perbedaan bentuk gambar
dalam latar belakang gelap.
“Jika gambar kemudian menembus di dalam,
cahaya diperkuat lagi, dan memproduksi sebuah
warna kuning bercahaya. Selanjutnya, mencampur
gambar yang dikurangi, dan kemudian sebuah warna
gelap dan merah gelap sampai hilang ketika
matahari berada di luar kerucut pembiasan sinar
setelah satu kali pemantulan,” ungkap Al-Farisi.
Penelitiannya itu juga berkaitan dengan dasar
investigasi teori dalam dioptika yang disebut Al-Kura
Al-Muhriqa, yang sebelumnya juga telah dilakukan
oleh ahli optik muslim terdahulu, yakni Ibnu Sahl
(1000 M), dan Ibnu Al-Haytham (1041 M). Dalam
Kitab Tanqih Al-Manazir, Al-Farisi menggunakan
bejana kaca besar yang bersih dalam bentuk sebuah
bola yang diisi dengan air, untuk mendapatkan
percobaan model skala besar tentang tetes air hujan.
Kemudian ia menempatkan model ini dengan sebuah
kamera Obscura, yang berfungsi untuk mengontrol
lubang bidik kamera untuk pengenalan cahaya. Dia
memproyeksikan cahaya ke dalam bentuk bola, dan
akhirnya dikurangi dengan beberapa percobaan dan
penelitian yang mendetail, untuk pemantulan dan
pembiasan cahaya, yang membuktikan bahwa warna
pelangi adalah sebuah fenomena dekomposisi
cahaya. Hasil penelitiannya itu hampir sama dengan
Theodoric of Freiberg. Keduanya berpijak pada teori
yang diwariskan Ibnu Haytham serta penelitian
Descartes dan Newton dalam dioptika (contohnya,
Newton melakukan sebuah penelitian serupa di
Trinity College, dengan menggunakan sebuah prisma
agak sedikit berbentuk bola). Al-Farisi mampu
menjelaskan fenomena alam ini dengan
menggunakan matematika. Inilah salah satu karya
fenomenalnya.
g. Taqi Al-Din
Selain dikenal sebagai pakar Fisika, Taqi al-Din
Muhammad ibnu Ma’ruf al- Shami al-Asadi (1526-
1585 M) adalah seorang pakar Matematika, Botani,
Astronom, Astrolog, Teknik, Teolog, Filsafat, Zoologi,
Farmasi, selain juga sebagai hakim, guru, dan imam
masjid. Sebagai ahli Teknik, ia membuat jam dinding
dan jam tangan.
Taqi Al-Din menulis sekitar 90 kitab. Salah
satunya bertajuk Al-Turuq Al-Samiyya fi Al-Alat Al-
Ruhaniyya. Kitab yang ditulis pada 1551 ini
menjelaskan kerja mesin dan turbin uap air. Karya ini
mendahului penemuan Giovanni Branca (1629)
tentang mesin uap air. Kitab-kitab lainnya antara lain
menerangkan tentang Optik, Matematika, Mekanika,
Astronomi, dan Astrologi.

4. MANFAAT MEMPELAJARI ILMU FISIKA DARI


ILMUWAN-ILMUWAN MUSLIM

Dengan mempelajari ilmu Fisika dari ilmuwan-


ilmuwan muslim, kita dapat menggunakan dan menarik
kesimpulan dari teori-teori tersebut untuk dijadikan
sebagai pelajaran atau sebagai acuan dalam kehidupan,
karena sudah jelas bahwa sains adalah sunnatullah,
sehingga alam semesta akan jauh lebih mudah
dipahami, dan hal itu juga dapat membuat kita jauh
lebih tunduk kepada Allah Subhaanahu wa Taa’alaa,
sebagai pencipta dan pengatur seluruh keajaiban-
keajaiban tersebut.
Saat kita belajar Fisika, materi yang kita
pelajari bisa dikelompokkan menjadi materi dalam
lingkup Fisika Klasik, dan Fisika Modern. Fisika Klasik dan
Fisika Modern bukan terkait dengan masalah zaman.
Kapanpun zaman berjalan, Fisika Klasik akan tetap Fisika
Klasik, dan Fisika Modern akan tetap Fisika Modern.
Fisika Klasik dan Fisika Modern terkait dengan objek
yang kita pelajari. Objek yang kita pelajari adalah objek
yang ukurannya sedang.4
Rumus-rumus dalam Fisika Klasik tidak akan
dapat mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena
yang ada pada Fisika modern. Jika ada fenomena yang
objeknya sangat kecil, maka dengan menggunakan
rumus-rumus Fisika Klasik, fenomena itu tidak dapat
dijelaskan. Tetapi sebaliknya, rumus-rumus yang ada
dalam lingkup Fisika Modern masih memungkinkan
untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena
yang objeknya ada dalam Fisika Klasik. Jadi, kita tidak
cukup hanya belajar Fisika Klasik, tetapi sangat perlu
juga mempelajari Fisika Modern, agar lebih dapat
memahami fenomena-fenomena alam secara jauh lebih
luas
.

5. PENYEBAB KEMAJUAN DAN KEMUNDURAN ILMU


FISIKA DI DUNIA ISLAM

Pemicu utama dari perkembangan ilmu Fisika


di dunia Islam pada abad pertengahan, adalah karena
gairah dan semangat luar biasa para ilmuwan muslim

4 Ma’sud Ibnu, Ilmu Alamiah Dasar, ( Bandung: CV Pustaka Setia,


1998), hal. 45.
untuk menimba dan menggali pengetahuan. Mereka
menggabungkan penggalian akan isi kandungan Al-
Quran dengan teks-teks ilmuwan yang lebih dulu, yaitu
dari Yunani kuno. Islam sendiri memang sangat
membebaskan dan menghormati otoritas otak dan
pemikiran selama masih dalam koridor syariah. Dan
semangat luar biasa itu didukung sepenuhnya oleh
kebijakan penguasa saat itu. Menyerap kebudayaan lain
lalu memodifikasinya dan membuat inovasi dengan
berbagai ide baru adalah ciri sains Islam. Jadi,
kedudukan sains dalam Islam adalah penghubung
antara masa lalu dan masa depan.
Namun, masa kegemilangan ilmu Fisika ini
sepertinya sudah bergeser, tidak lagi berada di tangan
Islam, meski tidak semuanya buruk, masih ada bidang
sains dan teknologi yang berkembang di negera Islam
dengan baik, seperti di Iran dengan program genetika
manusia, Malaysia dengan teknologinya, Pakistan dalam
bidang Kimia dan obat herbal, dan Turki dengan
universitas berskala dunia, yang tak kalah kualitasnya
dengan universitas di Eropa.
Bila sekarang dunia Islam ingin kembali
memegang kendali atau menjadi sumber ilmu Fisika
dunia, ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu harus
ada investasi besar-besaran untuk mendidik masyarakat
dan membangun berbagai lembaganya. Kedua,
pemerintah harus memberi kebebasan para rakyatnya
untuk bertanya dan melakukan inovasi. Dan ketiga, ilmu
Fisika tak boleh digunakan untuk menyerang hak
seseorang untuk beragama.
Membaca kisah kehebatan dan kebesaran
ilmuwan-ilmuwan tersebut, kita sebagai pewaris
sangatlah bangga, sekaligus malu. Bangga, karena
pendahulu kita adalah orang-orang besar yang mampu
membuat pondasi bagi kemajuan ilmu Fisika Modern.
Malu, karena kita sekarang hanya mampu mewarisi
legenda tanpa mampu menunjukkan karya-karya yang
lebih gemilang, dibanding ilmuwan-ilmuwan besar
tersebut. Bila karya mereka akhirnya “dicuri” oleh dunia
Barat, murni kesalahan kita yang tak mampu
meneruskan jejak mereka. Mulai saat ini, kita harus
bekerjasama untuk menerapkan ketiga hal di atas, agar
bisa mengembalikan kejayaan ilmu Fisika ke tangan
Islam.
C. PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan


bahwa ada empat unsur penting dalam memahami ilmu
Fisika dalam persepsi Al-Quran, yaitu :
a. unsur observasi atau pengamatan terhadap bagian
alam yang ingin kita ketahui sifat dan kelakuannya
pada kondisi tertentu,
b. unsur pengukuran untuk segala fenomena alam yang
selalu dijelaskan dengan bukti-bukti,
c. unsur analisis terhadap data yang terkumpul dari
berbagai pengukuran atau besaran-besaran fisis
yang terlibat,
d. unsur pemikiran kritis dan penalaran rasional.
Setelah mempelajari ilmu Fisika, kita wajib
mengapresiasi para ilmuwan muslim yang telah bekerja
keras dan melakukan observasi mendalam guna
menemukan teori-teori dalam ilmu Fisika, yang berguna
bagi seluruh umat muslim, bahkan umat di seluruh
dunia. Kita wajib berbangga dan meneruskan
perjuangan mereka di dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, untuk digunakan demi tercapainya segala
kemaslahatan di dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Baiquni. 1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan


Kealaman. Yogyakarta. Dana Bhakti Primayasa.
M. Jalaluddin. 1991. Al-Qur’an Tentang Alam Semesta.
Jakarta. Bumi Aksara.
Ma’sud Ibnu. 1998. Ilmu Alamiah Dasar. Bandung. CV
Pustaka Setia.
Saeful Bahri, Sejarah Peradaban Islam, (Tangerang: Pustaka Aufa Media,
2015), hlm 90-93.
Jurnal dalam website https://alif.id/read/m-iqbal/matematika-dan-
fisika-dalam-kanvas-peradaban-islam-b206091p/
https://baitulmaqdis.com/mukjizat-islam/fakta-sejarah/98-ilmuan-sains-
dan-teknologi-muslim-yang-dilupakan-dunia-modern/
https://www.kompasiana.com/moh.romadlon/54f77703a333118c678b456
e/mengungkap-peran-penting-ilmuwan-islam-bagi-kemajuan-sains-
modern
https://www.republika.co.id/amp/oloajn313

Anda mungkin juga menyukai