MAKALAH
Disusun Oleh :
GILANG NILMINA
20180106026
Penyusun
A.PENDAHULUAN
a. Gas Nebula
Tata surya dan bintang-bintang, pada awalnya
adalah gas Nebula yang terpilih dan berotasi, yang
akhirnya menjadi alam semesta seperti sekarang ini.
Dijelaskan dalam QS. al-Fushilat:11.3
“Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih
berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada
bumi, “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku
dengan patuh atau terpaksa.” Keduanya menjawab,
“Kami datang dengan patuh.”
c. Relatifitas Waktu
Teori Relativitas Einstein ada dua macam, yaitu
Teori Relativitas Khusus, dan Teori Relativitas Umum.
Berdasarkan Teori Relativitas Khusus, dijelaskan bahwa
kecepatan membuat waktu bersifat relatif. Bila suatu
benda bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya,
maka waktu akan mengalami pelambatan. Fenomena ini
disebut dengan Delatasi Waktu. Sedangkan dalam Teori
Relativitas Umum dijelaskan, bahwa gravitasi membuat
waktu akan berjalan lebih lambat di daerah yang
gravitasinya lebih besar. Inti dari kedua teori ini adalah
waktu yang bersifat relatif. Seperti dalam Al-Quran yang
menjelaskan bahwa waktu di sisi Allah berbeda dengan
waktu di sisi manusia, seperti yang termaktub dalam
Q.S Al-Ma’arij:4. “Para malaikat dan Jibril naik
(menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara
dengan lima puluh ribu tahun.”
Dalam Q.S Al-Hajj:47, “Dan mereka meminta
kepadamu (Muhammad) agar azab itu disegerakan,
padahal Allah tidak akan menyalahi janji-Nya. Dan
sesungguhnya, sehari di sisi Tuhan-Mu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu.”
Dalam Q.S An-Najm:57-58, “Yang dekat (hari
kiamat) telah makin mendekat, dan tidak ada yang akan
dapat mengungkapkan (terjadinya hari itu), selain
Allah.”
d. Gejala Fisis
“Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari,
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”
(al-Imran: 190). Dalam ayat ini, kita diberi petunjuk,
bahwa alam semesta senantiasa berproses tanpa henti,
dan menyajikan banyak sekali gejala dalam seluruh
dimensi ruang dan waktu yang terus berkembang.
“Hanya kepada Allahlah tunduk dan patuh
segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik atas
kesadarannya sendiri, ataupun karena terpaksa, (dan
sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan
petang.” (Ar-Rad:15). Ayat ini mengingatkan kita, bahwa
apapun bentuk gejala yang ditunjukan-Nya, selalu
mengikuti suatu sistem dengan hukum-hukum yang
telah ditetapkan-Nya.
f. Besaran Fisis
“Sesungguhnya, kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49).
“Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-
rapinya.” (Al-Furqan:2).
Kedua ayat di atas mengisyaratkan, bahwa
kata “ukuran” adalah apa yang ada di alam ini, yang
dapat dinyatakan dalam dua arti, yaitu yang pertama
sebagai bilangan dengan sifat dan ketelitian yang
terkandung di dalamnya, dan yang kedua adalah
sebagai hukum atau aturan.
a. Al-Kindi
Dalam dunia barat, dia dikenal dengan nama
Al-Kindus. Memang sudah menjadi semacam adat
kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan
melatinkan nama-nama orang terkemuka, sehingga
kadang-kadang orang tidak mengetahui apakah
orang tersebut muslim atau bukan. Tetapi para
sejarawan kita sendiri maupun barat mengetahui dari
buku-buku yang ditinggalkan bahwa mereka adalah
orang Islam, karena karya orisinil mereka dapat
diketahui dalam bentuk tulisan ilmiah mereka sendiri.
Ilmuwan Muslim pertama yang mencurahkan
pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah Abu
Yusuf Yakub Ibnu Ishak Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil
kerja kerasnya mampu menghasilkan pemahaman
baru tentang refleksi cahaya, serta prinsip-prinsip
persepsi visual. Buah pikir Al-Kindi tentang optik
terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum.
Buku yang ditulisnya itu sangat berpengaruh bagi
sarjana Barat seperti Robert Grosseteste dan Roger
Bacon.
Teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi tentang
ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di
era Renaisans Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak
konsep tentang penglihatan yang dilontarkan
Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu,
penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata
dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-
Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya
pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek
dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
b. Al-Biruni
Bernama lengkap Abu Raihan Muhammad Ibnu
Ahmad Al Biruni, ilmuwan ini dilahirkan pada 362 H
(15 Sep 973–13 Des 1048) di desa Khath, yang
merupakan ibukota kerajaan Khawarizm,
Turkmenistan (kini kota Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia
lebih dikenal dengan nama Al Biruni. Nama “Al
Biruni” sendiri berarti ‘asing’, yang dinisbahkan
kepada wilayah tempat tanah kelahirannya, yakni
Turkmenistan. Kala itu, wilayah ini memang
dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang
asing.
Dalam bukunya, Al-Jamahir, Al-Biruni juga
menegaskan, “Penglihatan menghubungkan apa
yang kita lihat dengan tanda-tanda kebijaksanaan
Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam
tersebut kita menyimpulkan eksistensi Allah.” Prinsip
ini dipegang teguh dalam setiap penyelidikannya. Ia
tetap kritis dan tidak memutlakkan metodologi dan
hasil penelitiannya.
Prestasi paling menonjol di bidang Fisika
ilmuwan Muslim yang pertama kali memperkenalkan
permainan catur ke negeri-negeri Islam ini, adalah
tentang penghitungan akurat mengenai timbangan
18 batu. Selain itu, ia juga menemukan konsep
bahwa cahaya lebih cepat dari suara. Dalam kaitan
ini, Al-Biruni membantah beberapa prinsip Fisika
Aristotelian, seperti tentang Gerak Gravitasi Langit,
Gerak Edar Langit, Tempat Alamiah Benda, serta
masalah Kontinuitas dan Diskontinuitas Materi dan
Ruang.
Dalam membantah dalil Kontinuitas Materi
yang menyatakan bahwa benda dapat terus-menerus
dibagi secara tak terhingga, Al-Biruni menjelaskan
bahwa jika dalil itu benar, tentu benda yang bergerak
cepat tidak akan pernah menyusul benda yang
mendahuluinya, namun bergerak lambat.
Kenyataannya, urai Al-Biruni, dalam pengamatan
kita, benda yang bergerak cepat dapat menyusul
benda yang mendahuluinya, seperti bulan yang
mendahului matahari, karena gerak bulan jauh lebih
cepat daripada matahari. Lalu, Al-Biruni menjelaskan
bahwa alangkah hinanya jika kita menafikan
pengamatan atas kenyataan itu.
Sebagai seorang Fisikawan, Al-Biruni memberikan
sumbangan penting bagi Pengukuran Jenis Berat
(Specific Gravity) berbagai zat dengan hasil
perhitungan yang cermat dan akurat. Konsep ini
sesuai dengan prinsip dasar yang ia yakini, bahwa
seluruh benda tertarik oleh gaya gravitasi bumi. Teori
ini merupakan pintu gerbang menuju hukum-hukum
Newton 500 tahun kemudian. Al Biruni juga
mengajukan hipotesis tentang rotasi bumi di
sekeliling sumbunya. Konsep ini lalu dimatangkan
dan diformulasikan oleh Galileo Galilei, 600 tahun
setelah wafatnya Al Biruni.
c. Al-Haytham
Fisikawan ternama ini bernama lengkap Abu Ali
Al-Hasan Ibn Al-Hasan (atau Al-Husain) Ibn Al-
Haytham. Ia lahir tahun 965 di Basrah (Irak). Namun,
namanya mulai masyhur di Mesir, saat pemerintahan
Islam dipimpin oleh Khalifah Al-Hakim (996-1020).
Fisikawan muslim terbesar dan salah satu pakar optik
terbesar sepanjang masa, itu wafat di Kairo sekitar
tahun 1039.
Sepanjang hidupnya, Al-Haytham telah menulis
sekitar 70 kitab. Salah satu kitabnya, Al-Manazir,
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan
tajuk Opticae Thesaurus. Dalam kitabnya, Al-
Haytham mengatakan, proses melihat adalah
jatuhnya cahaya ke mata, bukan karena sorot mata
sebagaimana diyakini orang sejak zaman Aristoteles.
Dalam kitab itu ia juga menjelaskan berbagai cara
untuk membuat teropong dan kamera sederhana
(kamera obscura).
Kitab tentang optik ini telah menginspirasi para
ilmuwan Barat, seperti Roger Bacon dan Johann
Kepler. Tak heran, jika Al-Hazen, demikian Barat
menyebut nama Al-Haytham, mendapat gelar ”Bapak
Optik Modern”.
Al-Haytham juga dinilai telah memberikan
sumbangan besar bagi kemajuan metode penelitian.
Ia telah memulai suatu tradisi metode ilmiah untuk
menguji sebuah hipotesis, 600 tahun mendahului
Rene Descartes, yang dianggap Bapak Metode Ilmiah
Eropa di zaman Rennaisance. Metode ilmiah Al-
Haitham diawali dari pengamatan empiris,
perumusan masalah, formulasi hipotesis, uji hipotesis
dengan melakukan penelitian, analisis hasil
penelitian, interpretasi data dan formulasi
kesimpulan, serta diakhiri dengan publikasi. Selain
Fisikawan, Al-Haytham juga dikenal sebagai
Astronom dan Matematikawan. Ia telah menulis
komentar tentang Aristoteles dan Galen.
Semula, Al-Haytham bekerja sebagai pegawai
negeri di pemerintahan Abbasiyah. Namun, dia
segera meninggalkan pekerjaan itu untuk bergabung
dengan pusat intelektual di Kairo, ibu kota Kerajaan
Fatimiyyah. Setelah berselisih dengan penguasa
Fatimiyyah, dia menjadi tahanan rumah, yang
ternyata menghadirkan berkah baginya dan bagi
bidang Fisika itu sendiri.
Saat ditahan di rumahnya sendiri, Ibnu al-
Haytham mampu memusatkan perhatian dan
usahanya untuk mempelajari cahaya. Sejak masa
kuno, penelitian perihal cahaya dan sifatnya telah
membingungkan, bahkan bagi orang-orang paling
cerdas. Salah satu gagasan terkemuka tentang
cahaya pada masa Ibnu Al-Haytham bersumber dari
Ptolomeus. Dia berpendapat, bahwa cahaya adalah
sinar yang dipancarkan dari mata, membentuk objek,
dan kembali ke mata sehingga orang bisa melihat.
Tradisi Yunani Kuno dalam memahami dunia
yang sepenuhnya bertumpu pada filsafat, cenderung
berlawanan dengan keyakinan Ibnu Al-Haytham. Dia
menganjurkan agar teori ilmiah diformulasikan
melalui penelitian empiris dan eksperimen. Maka, dia
melakukan ratusan eksperimen dalam sifat cahaya.
d. Ibnu Bajjah
Bernama lengkap Abu-Bakar Muhammad Ibnu
Yahya Ibnu Al-Sayigh, tetapi beliau biasa dipanggil
Ibnu Bajjah, yang berarti “anak emas”. Ibnu Bajjah
lahir di Saragoza, Spanyol, pada tahun 1082, dan
wafat pada 1138 M. Ia mengembangkan berbagai
ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti
Murabbitun. ”Avempace” sebutan Barat untuk Ibnu
Bajjah, yang telah mengembangkan ilmu Fisika,
Matematika, Astronomi, Musik, Kedokteran, Psikologi,
Sastra, dan Filsafat.
Sebagaimana Al-Haytham, karya Ibnu Bajjah
dalam bidang Fisika banyak mempengaruhi Fisikawan
Barat abad pertengahan, seperti Galileo Galilei. Ibnu
Bajjah menjelaskan tentang Hukum Gerakan.
Menurutnya, Kecepatan sama dengan Gaya Gerak,
dikurangi Resistensi Materi. Prinsip-prinsip yang
dikemukakannya ini menjadi dasar bagi
pengembangan Ilmu Mekanika Modern. Karena itu
tidak mengherankan, jika Hukum Kecepatan yang
dikemukakan Galileo Galilei, sangat mirip dengan apa
yang dipaparkan oleh Ibnu Bajjah. Karya-karya Ibnu
Bajjah mengenai Analisis Gerakan juga sangat
mempengaruhi pemikiran Thomas Aquinas.
e. Al-Khazini
Abdurrahman Al-Khazini hidup pada abad ke-12
M. Ia adalah ilmuwan yang menemukan berbagai
teori penting dalam ilmu Fisika. Temuan ilmuwan
kelahiran Bizantium ini antara lain: Metode Ilmiah
Eksperimental dalam Mekanik, Perbedaan Daya,
Massa, dan Berat, Jarak Gravitasi, serta Energi
Potensial Gravitasi.
Di antara sejumlah ilmuwan yang lahir atau
menimba ilmu di Merv, Abdurrahman Al-Khazini
adalah yang paling tersohor pada periode 1115-1130.
Saat kecil, Al-Khazini adalah seorang budak. Namun,
tuannya memberinya pendidikan, terutama
Matematika dan Filsafat. Al-Khazini kemudian menjadi
pakar Matematika ketika berada di bawah kekuasaan
Dinasti Seljuk.
Meski hanya sedikit hal yang diketahui tentang
kehidupannya, Al-Khazini dikenal sangat sederhana.
Ia menolak diberi hadiah dan mengembalikan 1.000
dinar yang dikirimkan seorang emir. Al-Khazini hidup
hanya dengan tiga dinar setahun. Pencapaian
tertinggi Al-Khazini dalam Astronomi secara ringkas
bisa dilihat dari jam air buatannya, dan serial
karyanya yang berjudul Al-Zij Al-Mu'tabar Al-Sinjari,
yang memprediksi posisi bintang pada 1115-1116 di
atas langit Merv.
Sumbangan penting Al-Khazini dalam bidang
Fisika terangkum dalam kitab Mizan Al-Hikmah, yang
ditulisnya pada tahun 1121. Serial ensiklopedia ini
menjadi karya penting bagi para ahli Fisika muslim.
Kitab ini didedikasikan untuk Sultan Sanjar, dan
berhasil diselamatkan meski sempat terpisah-pisah.
Kitab ini berisi penjelasan tentang Keseimbangan
Hidrostatik dan Aplikasinya. Sebagian kitab ini
diterjemahkan oleh seorang Rusia pada pertengahan
abad 19. Delapan bab awal kitab karya Al-Khazini ini
terbilang penting, karena memiliki kaitan dengan
Teori Pusat Gravitasi, Spesifikasi Gravitasi, dan Teori
Medan Magnet, yang kemudian menjadi rujukan Al-
Biruni, Al-Razi, 'Umra Al-Khayam, juga ilmuwan
Yunani, seperti Archimedes dan Euclid.
Hal paling signifikan yang dilakukan Al-Khazini
adalah menunjukkan perbedaan antara gaya, massa,
dan berat, di mana hal tersebut tidak bisa dibedakan
oleh para ilmuwan Yunani kala itu. Ia juga
menunjukkan bahwa udara memiliki massa, dan
kerapatan udara berbanding terbalik dengan
ketinggian. Al-Khazini meninggalkan catatan penting
yang berguna dalam dunia pengetahuan hingga saat
ini.
Hal lain yang perlu diperhatikan dari buku Al-
Khazini adalah, ia menguraikan dengan terperinci
tentang Hidrostatik dan Penentuan Gravitasi. Ia terus
melakukan pemutakhiran alat agar bisa
mendapatkan data yang akurat. Ketelitian dan detail
yang Al-Khazini terapkan, membuat karyanya
menjadi contoh karya sains yang luar biasa. Al-
Khazini juga menggunakan pengetahuannya akan
daya tarik bumi untuk melakukan spesifikasi logam,
batu mulia, dan logam campuran untuk kepentingan
komersial, sehingga masyarakat bisa terhindar dari
penipuan.
Al-Khazini juga mengembangkan berbagai
observasi Fisika, yang kelak menjadi dasar ilmu Fisika
modern. Salah satu hasil observasinya adalah kuat
gravitasi akan tergantung pada jarak benda dari
pusat semesta. Di barat, fenomena ini baru terkuak
pada abad 18, setelah beberapa teori gravitasi
dikembangkan.
Teori Keseimbangan Hidrostatikanya telah
mendorong penciptaan peralatan ilmiah. Tak
mengherankan, jika Robert E. Hall dalam tulisan
bertajuk ”Al-Khazini”, yang dimuat dalam A
Dictionary of Scientific Biography Volume VII (1973)
menyebutkan, ”Al-Khazini adalah salah seorang
saintis terbesar sepanjang masa.” Sedangkan editor
Dictionary of Scientific Bibliography, Charles C.
Jilispe, menjuluki Al-Khazini sebagai ”Fisikawan
Terbesar Sepanjang Sejarah.”
Al-Khazini menerangkan Prinsip Keseimbangan
Hidrostatika dengan tingkat ketelitian objek sampai
ukuran mikrogram ( 10−6 gr). Tingkat ketelitian
seperti ini, menurut K. Ajram dalam The Miracle of
Islamic Science, baru dapat tercapai pada abad ke-20
M.
Al-Khazini juga menjelaskan definisi ”berat”.
Menurutnya, berat merupakan gaya yang inheren
dalam benda-benda padat, yang menyebabkan
mereka bergerak dalam satu garis lurus terhadap
pusat bumi (gravitasi), dan terhadap pusat benda itu
sendiri. Besaran gaya ini tergantung dari kerapatan
benda.
Beliau juga menerangkan pengaruh suhu
(temperatur) terhadap kerapatan benda. Hal ini ia
lakukan sebelum Roger Bacon menemukan dan
membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air,
saat ia berada dekat pusat bumi.
Al-Khazini dan para ilmuwan muslim lainnya
telah melahirkan ilmu Gravitasi, yang kemudian
berkembang di Eropa. Al-Khazini juga telah berjasa
meletakkan pondasi bagi pengembangan Mekanika
Klasik di era Renaisans Eropa. Inilah salah satu bukti,
betapa para ilmuwan muslim telah memberi
kontribusi yang luar biasa bagi peradaban dunia.
f. Al-Farisi
Kamal Al-Din Abu’l-Hasan Muhammad Al-Farisi
lahir di Tabriz, Persia (sekarang Iran) pada tahun
1267, dan wafat pada 1319 M. Al-Farisi terkenal
dengan kontribusinya tentang optik. Dalam bidang
optik, ia berhasil merevisi Teori Pembiasan Cahaya
yang dicetuskan para ahli Fisika sebelumnya. Al-Farisi
membedah dan merevisi Teori Pembiasan Cahaya,
yang telah ditulis oleh Al-Haytham. Hasil revisi itu ia
tulis dalam kitab Tanqih Al-Manazir (Revisi tentang
Optik).
Menurut Al-Farisi, tidak semua teori optik yang
dikemukakan Al-Haytham benar. Karena itulah, ia
berusaha memperbaiki kelemahan dan
menyempurnakan teori Al-Haytham. Tak cuma itu,
teori Al-Haytham soal pelangi juga ia perbaiki,
bahkan Al-Farisi mampu menggabungkan teori Al-
Haytham ini dengan Teori Pelangi dari Ibnu Sina. Para
ahli sebelum Al-Farisi berpendapat, bahwa warna
merupakan hasil sebuah pencampuran antara gelap
dengan terang. Secara khusus, ia pun melakukan
penelitian yang mendalam soal warna. Ia melakukan
penelitian dengan lapisan/bola transparan. Hasilnya,
Al-Farisi mencetuskan bahwa warna-warna terjadi
karena superimposition perbedaan bentuk gambar
dalam latar belakang gelap.
“Jika gambar kemudian menembus di dalam,
cahaya diperkuat lagi, dan memproduksi sebuah
warna kuning bercahaya. Selanjutnya, mencampur
gambar yang dikurangi, dan kemudian sebuah warna
gelap dan merah gelap sampai hilang ketika
matahari berada di luar kerucut pembiasan sinar
setelah satu kali pemantulan,” ungkap Al-Farisi.
Penelitiannya itu juga berkaitan dengan dasar
investigasi teori dalam dioptika yang disebut Al-Kura
Al-Muhriqa, yang sebelumnya juga telah dilakukan
oleh ahli optik muslim terdahulu, yakni Ibnu Sahl
(1000 M), dan Ibnu Al-Haytham (1041 M). Dalam
Kitab Tanqih Al-Manazir, Al-Farisi menggunakan
bejana kaca besar yang bersih dalam bentuk sebuah
bola yang diisi dengan air, untuk mendapatkan
percobaan model skala besar tentang tetes air hujan.
Kemudian ia menempatkan model ini dengan sebuah
kamera Obscura, yang berfungsi untuk mengontrol
lubang bidik kamera untuk pengenalan cahaya. Dia
memproyeksikan cahaya ke dalam bentuk bola, dan
akhirnya dikurangi dengan beberapa percobaan dan
penelitian yang mendetail, untuk pemantulan dan
pembiasan cahaya, yang membuktikan bahwa warna
pelangi adalah sebuah fenomena dekomposisi
cahaya. Hasil penelitiannya itu hampir sama dengan
Theodoric of Freiberg. Keduanya berpijak pada teori
yang diwariskan Ibnu Haytham serta penelitian
Descartes dan Newton dalam dioptika (contohnya,
Newton melakukan sebuah penelitian serupa di
Trinity College, dengan menggunakan sebuah prisma
agak sedikit berbentuk bola). Al-Farisi mampu
menjelaskan fenomena alam ini dengan
menggunakan matematika. Inilah salah satu karya
fenomenalnya.
g. Taqi Al-Din
Selain dikenal sebagai pakar Fisika, Taqi al-Din
Muhammad ibnu Ma’ruf al- Shami al-Asadi (1526-
1585 M) adalah seorang pakar Matematika, Botani,
Astronom, Astrolog, Teknik, Teolog, Filsafat, Zoologi,
Farmasi, selain juga sebagai hakim, guru, dan imam
masjid. Sebagai ahli Teknik, ia membuat jam dinding
dan jam tangan.
Taqi Al-Din menulis sekitar 90 kitab. Salah
satunya bertajuk Al-Turuq Al-Samiyya fi Al-Alat Al-
Ruhaniyya. Kitab yang ditulis pada 1551 ini
menjelaskan kerja mesin dan turbin uap air. Karya ini
mendahului penemuan Giovanni Branca (1629)
tentang mesin uap air. Kitab-kitab lainnya antara lain
menerangkan tentang Optik, Matematika, Mekanika,
Astronomi, dan Astrologi.
1. KESIMPULAN