Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ISLAM DALAM DISIPLIN ILMU ASTRONOMI

DisusunOleh:
Asyuara Farah Maudysha
21100116130062

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
NOVEMBER 2016
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan dari substansi serupa gumpalan darah yang telah dianugerahi
Allah dengan kemampuan analisis untuk mengurai rahasia-rahasia dibalik fenomena
alami (kauniyah). Hal inilah yang melahirkan sains seperti Astronomi, Matematika,
Fisika, Kimia, Biologi, dan sebagainya. Ilmu Astronomi merupakan ilmu yang
memiliki cakupan yang luas. Dalam ilmu Astronomi , islam memiliki peran penting
dalam perkembangannya. Seperti sumber Al Quran yang telah menerangkan
peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan astronomi jauh sebelum penelitian
dilakukan, dan juga para tokoh muslim yang memiliki peran besar dalam keilmuan
Astronomi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa hubungan Islam dengan Ilmu pengetahuan?


2. Apa pengertian dari ilmu Astronomi dan kaitannya dengan islam?
3. Bagaimanakah sejarah ilmu Astronomi di dunia?
4. Contoh peristiwa apa sajakah yang berkaitan dengan ilmu Astronomi dan Al
Quran
5. Siapakah Tokoh muslim yang berperan dalam ilmu astronomi?

1.3 Maksud dan Tujuan

Untuk mengetahui hubungan islam dan astronomi sebagai disiplin ilmu

BAB 2
PEMBAHASAN

1. Islam dan Ilmu Pengetahuan


Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan
Menciptakan manusia dari segumpal darah
Bacalah! Dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah
Yang mengajarkan dengan pena
Mengajar manusia hal-hal yang belum diketahuinya (Q.S Al-Alaq 1:5)

Makna umum, lima ayat Al-Quran yang turun pertama kali itu tentunya bukan hanya
perintah kepada Rasulullah S.A.W untuk membaca ayat-ayat quraniyah. Terkandung
didalamnya makna untuk membacanya ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam. Allah
memberikan kemampuan manusia untuk membaca ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam.
Manusia diciptakan dari substansi serupa gumpalan darah telah dianugerahi Allah dengan
kemampuan manusia kemudian didokumentasikan dan disebarkan dalam bentuk tulisan yang
disimbolkan dengan pena. Pembacaan ayat-ayat Kauniyah ini melahirkan sains dalam upaya
menafsirkan. Ada astronomi, matematika, fisika, kimia, biologi, geologi, dan sebagainya.
Dari segi esensinya, semua sains sudah islami, sepenuhnya tunduk pada hokum Allah.
Hukum-hukum yang digali dan dirumuskan adalah hokum-hukum alam yang tunduk pada
sunnatallah. Pembuktian teori-teori yang dikembangkan dilandasi pencarian kebenaran, bukan
pembenaran nafsu manusiawi. Secara sederhana, sering dikatakan bahwa dalam sains kesalahn
adalah lumrah karena keterbatasannya daya analisis manusia.

2. Pengertian astronomi dan keterkaitannya dengan sains islam.

Ilmu Astronomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit,
seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk
mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang
lain.
Dalam literatur-literatur klasik ilmu ini disebut juga dengan Ilmu Falak, karena dalam
bahasa arab Falak mempunyai arti orbit atau lintasan benda-benda langit (madar al-nujum) .
Selain istilah di atas ilmu astronomi dalam dunia intelektual islam juga disebut dengan Ilmu
Haiah, Ilmu Rashd, Ilmu Miqat, Ilmu Hisab.

Ilmu Falak (Astronomi)

Dalam Islam, pada awalnya Ilmu Falak tidak lebih hanya sebagai kajian nujumisme (Astrologi).
Hal ini terjadi antara lain dengan dua alasan: 1.) Kebisaan hidup mereka dipadang pasir yang
luas serta kecintaan mereka pada bintang-bintang untuk mengetahui tempat terbit dan
terbenamnya, mengetahui pergantian musim, dll. 2.) Keterpengaruhan mereka terhadap
kebiasaan bangsa-bangsa sebelumnya yang punya kebiasaan Astrologi.
Datangnya Rasulullah S.a.w. beserta risalah-Nya dengan membawa cahaya al-Quran, menebas
habis paham nujum tersebut. Bahagia dan celaka (nasib) mutlak dalam kekuasaan Allah S.w.t.
Ilmu falak terus berkembang dengan kontrol al Quran, hingga akhirnya banyak melahirkan
sarjana-sarjana falak berpengaruh dalam Islam seperti al Biruni, al Battani, Ibnu Yunus, Ibnu
Syathir, Ibnul Majdi, dll.

Adalah Dinasti Abbasiyyah masa Al Mansur berjasa meletakkan Ilmu Falak pada posisi
istimewa, setelah Ilmu Tauhid, Fikih, dan Kedokteran. Ketika itu, Ilmu Falak -dikenal juga
dengan Astronomi- tidak hanya dipelajari dan dilihat dalam perspektif keperluan praktis ibadah
saja, namun lebih dari itu, ilmu ini lebih dikembangkan sebagai pondasi dasar terhadap
perkembangan science lain seperti ilmu pelayaran, pertanian, kemiliteran, pemetaan, dll. Tidak
tanggung-tanggung, Khalifah Al Manshur membelanjakan dana negara yang besar dalam rangka
mengembangkan kajian Ilmu Falak.

Sejak masa Al Makmun, telah marak gerakan penerjemahan literatur-literatur Falak asing
kedalam bahasa Arab seperti buku Miftah an Nujum yang dinisbahkan pada Hermes Agung
(Hermes al Hakim) dimasa Umawiyah, menyusul buku Sind Hind tahun 154 H/ 771 M yang
diterjemahkan oleh Ibrahim al Fazzary, Almagest Ptolomaeus yang diterjemahkan oleh Yahya bin
Khalid al Barmaky dan disempurnakan oleh al Hajjaj bin Mutharr dan Tsabit bin Qurrah (w.288
H), dll.

Hal penting yang perlu dicatat, perkembangan peradaban falak Arab-Islam memang tidak
bisa dilepaskan dari peradaban sebelumnya, namun terdapat beberapa keistimewaan dalam ilmu
falak Islam, antara lain sbb.:

1.) Meski Arab menukil dari peradaban sebelumnya, namun senantiasa disertai dengan koreksi,
penjelasan ulang teori, penambahan informasi, yang berikutnya membuat karya-karya tersendiri
yang punya ciri dan keunggulan.

2.) Peradaban falak Arab-Islam tidak hanya terhenti dalam sebatas tinjauan teoritis saja, namun
mempolanya dalam bentuk ilmu-ilmu pasti seperti matematika, fisika, kimia, dll.

Dalam ilmu falak mencakup pembahasan sebagai berikut:

1.] Menentukan Waktu-Waktu Shalat


Firman Allah S.w.t dalam QS. An Nisa/103, Al Isra/78 dan HR. Muslim dari Abdullah bin
Umar menyatakan bahwa waktu shalat punya limit dan ketentuan (awal dan akhir) yang berarti
shalat tidak bisa dilakukan dalam sembarang waktu, tetapi harus mengikuti atau berdasarkan
dalil-dalil baik dari Al Quran maupun Hadis terkait. Persoalannya adalah, baik Al Quran
maupun Hadits tidak memberi limit pasti awal dan akhir waktu-waktu shalat tersebut, yang ada
hanyalah kitaban mauquta (waktu yang sudah ditentukan) tanpa ada penjelasan rinci dan
mate-matis terhadap kalimat tersebut. Hal ini membawa konsekuensi pada beragamnya
penafsiran terhadap penetapan awal dan akhir waktu-waktu tersebut, dan ilmu falak berperan
besar dalam persoalan ini.

2.] Menentukan Arah Kiblat

Menghadap kiblat adalah satu keharusan (syarat) untuk sah dan berkualitasnya shalat yang
dilakukan. Ulama berbeda pendapat tentang kriteria dan urutan penentuan arah kiblat yang
berada jauh (tidak terlihat) dari Kabah. Apakah harus menghadap ain (bangunan) kabah atau
cukup dengan jihah (area) atau serta merta menghadap saja. Secara lebih tegas kalangan
Syafiiyah menyatakan berpalingnya arah kiblat meski sedikit saja (al inhiraf al yasir) membawa
konsekusensi pada batalnya shalat. Wallahu alam

3.] Menentukan Awal Bulan Qamariyah

Penetapan awal Ramadhan dan Syawal adalah persoalan ijtihad sehingga sangat memungkinkan
terjadinya perbedaan pandangan dan pendapat. Dalam konteks Indonesia persoalan ini sudah
sering terjadi bahkan kita rasakan berkali-kali. Jauh hari, Nabi kita Muhammmad S.a.w. telah
mengingatkan sekaligus menganjurkan untuk memulai dan mengakhiri puasa & hari raya dengan
rukyat hilal, yaitu melihat hilal secara langsung diakhir Syaban dan Ramadhan. Hal ini
berdasarkan hadits beliau S.a.w. ; Puasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah
(berhari raya-lah) karena melihat hilal, jika hilal tertutup awan maka hitunglah (kadarkan-
lah). HR.Bukhari-Muslim.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, hadits Nabi S.a.w. tersebut mulai diperbincangkan
bahkan dikritik. Diklaim, dalam aktifitas rukyat banyak kelemahan yang tidak bisa ditolerir
oleh akal manusia seiring dengan majunya pengetahuan. Terdapat dua kubu berlawanan dalam
hal ini, kubu rukyat dan kubu hisab, yang kerap berselisih dan terkadang hampir saja
merobohkan persatuan dan kesatuan umat.
4.] Menentukan terjadinya Gerhana

Gerhana adalah fenomena alamiah yang jarang terjadi. Dalam fikih Islam dikenal/dianjurkan
untuk melakukan shalat sunat Gerhana ketika terjadinya fenomena ini. Namun tidak banyak
orang yang perhatian dan mengerti akan fenomena ini, sehingga ilmu falak berperan dalam
menentukan kapan dan dimana terjadinya Gerhana ini, baik Gerhana Matahari maupun Gerhana
Bulan. Sehingga seorang muslim bisa melakukan shalat sunat yang muakkad ini. Wallahu alam

3. Sejarah Ilmu Astronomi

Astronomi sebagai ilmu adalah salah satu yang tertua, sebagaimana diketahui dari artifak-
artifak astronomis yang berasal dari era prasejarah; misalnya monumen-monumen
dari Mesir dan Nubia, atau Stonehenge yang berasal dari Britania. Orang-orang dari peradaban-
peradaban awal semacam Babilonia, Yunani, Cina, India, dan Maya juga didapati telah
melakukan pengamatan yang metodologis atas langit malam. Akan tetapi meskipun memiliki
sejarah yang panjang, astronomi baru dapat berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan
modern melalui penemuan teleskop.

A. Perkembangan ilmu Astronomi pada masa sebelum masehi

Sebelum lebih jauh membahas perkembangan ilmu astronomi, terlebih dahulu kita berbicara
tentang siapa penemu ilmu ini, Memang jarang kita temukan literatur yang tercoret di dalamnya
siapa yang pertama kali melakukan pengamatan terhadap benda-benda langit. Dalam kitab al-
Khulasah al-Wafiyah oleh Zubaer Umar Jailani, rektor pertama IAIN Walisongo Semarang
dijelaskan bahwa ilmu ini pertama kali ditemukan oleh seorang yang benar Itiqadnya, yang
membawa misi monoteisme akan eksistensi dzat yang yang menciptakan alam semesta ini
(tuhan semesta alam), ia adalah Nabi Idris AS.
Jejak astronomi tertua ditemukan dalam peradaban bangsa Sumeria dan Babilonia yang tinggal
di Mesopotamia (3500-3000 SM). Abngsa Sumeria hanya menerapkan bentuk-bentuk dasar
astronomi. Pembagian waktu lingkaran menjadi 360 derajat berasal dari bangsa Sumeria.
Orang sumeria juga sudah mengetahui gambaran konstelasi bintang sejak 3500 SM. Mereka
menggambar pola-pola rasi bintang pada segel, vas, dan papan permainan. Nama rasi Aquarius
yang kita kenal berasal dari bangsa Sumeria.

Astronomi juga sudah dikenal masyarakat India kuno. Sekitar tahun 500 SM, Aryabhata
melahirkan sistem matematika yang menempatkan bumi berputar pada porosnya. Aryabhata
membuat perkiraan mengenai lingkaran dan diameter bumi.
B. Ilmu Astronomi setelah masehi
Setelah runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi pada abad pertengahan, maka kiblat
kemajuan ilmu astronomi berpindah ke bangsa Arab. Astronomi berkembang begitu pesat pada
masa keemasan Islam (8 - 15 M). Karya-karya astronomi Islam kebanyakan ditulis dalam bahasa
Arab dan dikembangkan para ilmuwan di Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol dan Asia
Tengah.
Salah satu bukti dan pengaruh astronomi Islam yang cukup signifikan adalah penamaan sejumlah
bintang yang menggunakan bahasa Arab, seperti Aldebaran dan Altair, Alnitak, Alnilam, Mintaka
(tiga bintang terang di sabuk Orion), Aldebaran, Algol, Altair, Betelgeus.
Selain itu, astronomi Islam juga mewariskan beberapa istilah dalam `ratu sains' itu yang hingga
kini masih digunakan, seperti alhidade, azimuth, almucantar, almanac, denab, zenit, nadir, dan
vega. Kumpulan tulisan dari astronomi Islam hingga kini masih tetap tersimpan dan jumlahnya
mencapaii 10 ribu manuskrip.
Ahli sejarah sains, Donald Routledge Hill, membagi sejarah astronomi Islam ke dalam empat
periode. Periode pertama (700-825 M) adalah masa asimilasi dan penyatuan awal dari astronomi
Yunani, India dan Sassanid. Periode kedua (825-1025) adalah masa investigasi besar-besaran dan
penerimaan serta modifikasi sistem Ptolomeus. Periode ketiga (1025-1450 M), masa kemajuan
sistem astronomi Islam. Periode keempat (1450-1900 M), masa stagnasi, hanya sedikit kontribusi
yang dihasilkan.
Geliat perkembangan astronomi di dunia Islam diawali dengan penerjemahan secara besar-
besaran karya-karya astronomi dari Yunani serta India ke dalam bahasa Arab. Salah satu yang
diterjemahkan adalah karya Ptolomeus yang termasyhur, Almagest. Berpusat di Baghdad, budaya
keilmuan di dunia Islam pun tumbuh pesat.
Sejumlah, ahli astronomi Islam pun bermunculan, Nasiruddin at-Tusi berhasil memodifikasi
model semesta episiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga
keseragaman rotasi benda-benda langit. Selain itu, ahli matematika dan astronomi Al-
Khawarizmi, banyak membuat tabel-tabel untuk digunakan menentukan saat terjadinya bulan
baru, terbit-terbenam matahari, bulan, planet, dan untuk prediksi gerhana.
Ahli astronomi lainnya, seperti Al-Batanni banyak mengoreksi perhitungan Ptolomeus mengenai
orbit bulan dan planet-planet tertentu. Dia membuktikan kemungkinan gerhana matahari tahunan
dan menghitung secara lebih akurat sudut lintasan matahari terhadap bumi, perhitungan yang
sangat akurat mengenai lamanya setahun matahari 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.
Astronom Islam juga merevisi orbit bulan dan planet-planet. Al-Battani mengusulkan teori baru
untuk menentukan kondisi dapat terlihatnya bulan baru. Tak hanya itu, ia juga berhasil mengubah
sistem perhitungan sebelumnya yang membagi satu hari ke dalam 60 bagian (jam) menjadi 12
bagian (12 jam), dan setelah ditambah 12 jam waktu malam sehingga berjumlah 24 jam.
Buku fenomenal karya Al-Battani pun diterjemahkan Barat. Buku 'De Scienta Stelarum De
Numeris Stellarum' itu kini masih disimpan di Vatikan. Tokoh-tokoh astronomi Eropa seperti
Copernicus, Regiomantanus, Kepler dan Peubach tak mungkin mencapai sukses tanpa jasa Al-
Batani. Copernicus dalam bukunya 'De Revoltionibus Orbium Clestium' mengaku berutang budi
pada Al-Battani.
Dunia astronomi juga tak bisa lepas dari bidang optik. Melalui bukunya Mizan Al-Hikmah, Al
Haitham mengupas kerapatan atmofser. Ia mengembangkan teori mengenai hubungan antara
kerapatan atmofser dan ketinggiannya. Hasil penelitiannya menyimpulkan ketinggian atmosfir
akan homogen di ketinggian lima puluh mil.
Teori yang dikemukakan Ibn Al-Syatir tentang bumi mengelilingi matahari telah menginspirasi
Copernicus. Akibatnya, Copernicus dimusuhi gereja dan dianggap pengikut setan. Demikian juga
Galileo, yang merupakan pengikut Copernicus, secara resmi dikucilkan oleh Gereja Katolik dan
dipaksa untuk bertobat, namun dia menolak.
Menurut para ahli sejarah, kedekatan dunia Islam dengan dunia lama yang dipelajarinya menjadi
faktor berkembangnya astronomi Islam. Selain itu, begitu banyak teks karya-karya ahli
astronomi yang menggunakan bahasa Yunani Kuno, dan Persia yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab selama abad kesembilan. Proses ini dipertinggi dengan toleransi terhadap sarjana
dari agama lain. Sayang, dominasi itu tak bisa dipertahankan umat Islam.
Ilmuwan Islam begitu banyak memberi kontribusi bagi pengembangan dunia astronomi. Buah
pikir dan hasil kerja keras para sarjana Islam di era tamadun itu diadopsi serta dikagumi para
saintis Barat.

Ilmu Astronomi dan Al-Quran

a. Penciptaan Alam Semesta

Tidaklah tahu orang-orang kafir itu bahwa sesungguhnya langit dan bumi berasal dari
satu kesatuan kemudian Kami pisahkan (Q.S 21:20)Keterangan yang diberikan Al Qur'an
ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini.

Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta,
beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan
raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang",
membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari
suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern
menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat
dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi
ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana
materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara
metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli
fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada
tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini
merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi
fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.

b. Pengembangan Alam Semesta

Dalam Al Qur'an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih
terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-
benar meluaskannya." (Al Qur'an, 51:47)
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam
Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut
digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam
semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang
dicapai ilmu pengetahuan masa kini.Dalam Al Qur'an, yang diturunkan 14 abad silam di saat
ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan
sebagaimana berikut ini:
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-
benar meluaskannya." (Al Qur'an, 51:47)
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam
Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut
digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam
semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang
dicapai ilmu pengetahuan masa kini.

c. Pemisahan langit dan bumi

"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?" (Al Qur'an, 21:30)
Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk
merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan
antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu
muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq".
Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang
diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut,
langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu
sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita
pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain,
segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga
terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini
meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk
"fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan
keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika dibandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan
kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh
menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.

d. Garis Edar
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa
masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing
dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al Qur'an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam
garis edar tertentu:
"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui." (Al Qur'an, 36:38)
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan
astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak
dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega
dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh
kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit
dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua
bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
eseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan
dalam Al Qur'an sebagai berikut:
"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, 51:7)
Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir
200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar
planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis
peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing
seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna
bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang
garis edar yang ditetapkan baginya.

Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-
galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung
dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong
lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah
galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.

Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop
masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan
kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu
tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan
dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan
secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur'an
adalah firman Allah.

e. Bentuk bumi yang bulat

"Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam
atas siang dan menutupkan siang atas malam..." (Al Qur'an, 39:5)Dalam Al Qur'an, kata-
kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata
Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir". Dalam
kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan
membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban
dipakaikan pada kepala.

Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling
menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini
hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah
diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.

Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di
masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan
ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur'an berisi informasi yang
hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur'an adalah firman
Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya
ketika menjelaskan jagat raya.

6. Tokoh Astronomi muslim

a. Al-Battani (858-929)
Sejumlah karya tentang astronomi terlahir dari buah pikirnya. Salah satu karyanya yang
paling populer adalah Al-Zij Al-Sabi. Kitab itu sangat bernilai dan dijadikan rujukan para
ahli astronomi Barat selama beberapa abad, selepas Al-Battani meninggal dunia.

Ia berhasil menentukan perkiraan awal bulan baru, perkiraan panjang matahari, dan
mengoreksi hasil kerja Ptolemeus mengenai orbit bulan dan planet-planet tertentu. Al-
Battani juga mengembangkan metode untuk menghitung gerakan dan orbit planet-planet. Ia
memiliki peran yang utama dalam merenovasi astronomi modern yang berkembang
kemudian di Eropa.

b. Al-Sufi (903-986 M)
Orang Barat menyebutnya Azophi. Nama lengkapnya adalah Abdur Rahman As-Sufi. Al-
Sufi merupakan sarjana Islam yang mengembangkan astronomi terapan. Ia berkontribusi
besar dalam menetapkan arah laluan bagi matahari, bulan, dan planet dan juga pergerakan
matahari.

Dalam Kitab Al-Kawakib as-Sabitah Al-Musawwar, Azhopi menetapkan ciri-ciri bintang,


memperbincangkan kedudukan bintang, jarak, dan warnanya. Ia juga ada menulis
mengenai astrolabe (perkakas kuno yang biasa digunakan untuk mengukur kedudukan
benda langit pada bola langit) dan seribu satu cara penggunaannya.

c. Al-Biruni (973-1050 M)
Ahli astronomi yang satu ini, turut memberi sumbangan dalam bidang astrologi pada zaman
Renaissance. Ia telah menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya. Pada zaman itu, Al-
Biruni juga telah memperkirakan ukuran bumi dan membetulkan arah kota Makkah secara
saintifik dari berbagai arah di dunia. Dari 150 hasil buah pikirnya, 35 diantaranya
didedikasikan untuk bidang astronomi.

d. Ibnu Yunus (1009 M)


Sebagai bentuk pengakuan dunia astronomi terhadap kiprahnya, namanya diabadikan pada
sebuah kawah di permukaan bulan. Salah satu kawah di permukaan bulan ada yang
dinamakan Ibnu Yunus. Ia menghabiskan masa hidupnya selama 30 tahun dari 977-1003 M
untuk memerhatikan benda-benda di angkasa. Dengan menggunakan astrolabe yang besar,
hingga berdiameter 1,4 meter, Ibnu Yunus telah membuat lebih dari 10 ribu catatan
mengenai kedudukan matahari sepanjang tahun.

e. Al-Farghani
Nama lengkapnya Abul Abbas Ahmad ibnu Muhammad ibnu Kathir Al-Farghani. Ia
merupakan salah seorang sarjana Islam dalam bidang astronomi yang amat dikagumi. Al-
Farghani merupakan salah seorang ahli astronomi pada masa Khalifah Al-Ma'mun. Dia
menulis mengenai astrolabe dan menerangkan mengenai teori matematik di balik
penggunaan peralatan astronomi itu. Kitabnya yang paling populer adalah Fi Harakat Al-
Samawiyah wa Jaamai Ilm al-Nujumtentang kosmologi.

f. Al-Zarqali (1029-1087 M)
Saintis Barat mengenalnya dengan panggilan Arzachel. Wajah Al-Zarqali diabadikan pada
setem di Spanyol, sebagai bentuk penghargaan atas sumbangannya terhadap penciptaan
astrolabe yang lebih baik. Ia telah menciptakan jadwal Toledan dan juga merupakan seorang
ahli yang menciptakan astrolabe yang lebih kompleks bernama Safiha.

g. Jabir Ibn Aflah (1145 M)


Sejatinya Jabir Ibnu Aflah atau Geber adalah seorang ahli matematika Islam berbangsa
Spanyol. Namun, Jabir pun ikut memberi warna dan kontribusi dalam pengembangan ilmu
astronomi. Geber, begitu orang barat menyebutnya, adalah ilmuwan pertama yang
menciptakan sfera cakrawala mudah dipindahkan untuk mengukur dan menerangkan
mengenai pergerakan objek langit. Salah satu karyanya yang populer adalah Kitab Al-
Hay'ah.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Astronomi adalah ilmu yang mempelajari tentang alam yang melibatkan


benda-benda langit. Dalam islam ilmu astronomi dikenal sebagai ilmu falak
yang pertama kali digunakan untuk mengetahui waktu sholat. Seiring
perkembangannya ilmu astronomi banyak bermunculan tokoh-tokoh muslim
Astronomi yang mulai merevisi dan juga menginspirasi para ilmuwan lainnya.
Terdapat juga pembuktian kebenaran Alquran dengan fakta-fakta dan teori
yang ada tentang Astronomi seperti peristiwa terciptanya alam semesta,
bumi yang berbentuk bulat, mengembangnya alam semesta, penjelasan
tentang garis edar, dan pemisahan langit dan bumi.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. ,2002, Islam untuk disiplin ilmu astronomi,Buku Daras
Pendidikan Agama Islam, Jakarta
Nashirudin,Asy-Sawisyi,2004, Al-Quran dan Ilmu Astronomi, Pustaka Azam, Jakarta
http://scienceherlambang.blogspot.co.id/2013/01/sejarah-perkembangan-
astronomi.html
http://www.keajaibanalquran.com/astronomy_round.html
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai