Anda di halaman 1dari 4

ILMU HISAB RUKYAT:

Menggali Khazanah Keilmuan Islam Yang Termarginalkan(?)


Oleh: M. Khoirul Anam, M.Ag

)‫إن خيارعباد هللا الذين يراعون الشمس و القمر لذكر هللا (رواه الطبراني‬
“Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang terpilih
Adalah mereka yang memperhatikan Matahari dan Bulan untuk
Dzikrullah (mengingat Allah)” (HR. Ath-Thabraniy)

Iftitah
Ketika bulan Ramadhan menjelang, wacana ilmu falak meluncur deras di kalangan masyarakat
Muslim. Dan wacana itu semakin santer tatkala penentuan awal Syawal, yang nota bene kepastian Hari
Raya Idul Fitri, mulai mendekat. Tentu saja ini dapat dimaklumi, sebab beberapa tahun belakangan di
kalangan masyarakat Muslim Indonesia ada perbedaaan yang mencolok dalam menentukan hari raya
Idul Fitri (tahun ini penentuan Idul Fitri sangat dimungkinkan sama). Pertanyaan yang seringkali
mengemuka adalah “Mengapa terjadi perbedaan penentuan hari raya? Bukankah dalam menentukan
awal bulan Hijriyah/Qomariyah acuannya adalah bulan (Hilal)? Bukankah bulan (Hilal)nya hanya
satu?”
Anehnya, diskursus tentang perbedaan hari raya ini hanya berputar-putar pada saling “ejek”,
“mengaku benar” bahkan saling “menyalahkan” antar mereka yang berbeda; tanpa ada upaya –untuk
tidak mengatakan “acuh tak acuh” dan “tidak mau tahu”-- sekelompok umat muslim untuk mengkaji
lebih dalam dan intensif tentang ilmu ini. Dan ironisnya, realitasnya hanya segelintir orang yang mau
belajar dan peduli dengan ilmu langka ini.
Padahal Al-Qur’an dengan tegas menyatakan:
} 5 : ‫هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب { يونس‬
Dengan pendekatan kontekstual, ayat ini sebenarnya memerintahkan kepada umat muslim
untuk mempelajari ilmu falak. Sehingga tidak berlebihan ketika Abdullah bin Husain, Ibnu Hajar dan
Imam Ar-Ramli mewajibkan umat muslim untuk mempelajari ilmu falak.
‫ام‬c‫ل الحك‬cc‫ان لجه‬cc‫ذا الزم‬cc‫يما في ه‬cc‫ س‬.‫وم‬cc‫ة كالص‬c‫ق باألهل‬c‫ا يتعل‬c‫ة وم‬cc‫ويجب تعلم علم الفلك بل تتحتم معرفته لما يترتب عليه معرفة القبل‬
‫ فإنهم يقبلون شهادة من ال يقبل بحال‬, ‫وتساهلهم وتهورهم‬
Ilmu Falak dalam lintasan sejarah
Pada era Yunani Kuno orang mulai mengenal cosmos (alam semesta) dengan pendekatan kasat
mata an sich. Artinya, dalam memandang alam semesta dan fenomena alam mulai dari gerhana sampai
jatuhnya meteor sesuai dengan penglihatan saja; bahkan dibumbui anggapan mistis dan mitos. Ketika
terjadi gerhana Matahari, misalnya, ada anggapan bahwa “Buto Ijo” sedang menelan matahari, dsb.
Dan hanya beberapa orang saja yang memahami fenomena alam tersebut secara rasional dan aqliy.
Diantara yang berpandangan rasional itu adalah Aristoteles (384-322 SM) dan Claudius
Ptolomeus (140 M), keduanya berpendapat bahwa bumi adalah pusat cosmos. Menurut mereka, semua
planet, termasuk matahari, bergerak mengelilingi bumi. Sehingga pandangan ini dikenal dengan
sebutan geosentrisme (geo: bumi; sentries: pusat). Paham ini bertahan sampai abad ke-6 M tanpa ada
perubahan yang berarti.
Baru setelah Islam hadir, pandangan tentang jagad raya yang berbau mistis dan mitos itu
dimentahkan oleh Al-Qur’an. Beberapa ayat menegaskan bahwa bumi mempunyai garis edarnya
sendiri, begitu halnya dengan matahari.
)40 :‫ال الشمس ينبغي لها أن تدر القمر وال الليل سابق النهار وكل في فلك يسبحون ( يس‬
)33 :‫وهو الذي خلق الليل والنهار والشمس والقمر كل في فلك يسبحون (األنبياء‬
Namun pada masa itu ayat-ayat tersebut belum sepenuhnya dapat dibuktikan secara ilmiah oleh
umat muslim. Baru sekitar 300 tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ayat-ayat itu mulai
diotak-otak para ilmuwan Muslim dengan pendekatan dan sentuhan-sentuhan ilmiah yang
rasionalitasnya dapat dibuktikan.
Pada tahun 773 M seorang pengembara India menyerahkan kepada kerajaan Islam di Baghdad
sebuah buku data astronomis berjudul “sindhind.”. Khalifah Abu Ja’far al-Manshur memerintahkan
kepada Ibrahim al-Fazari untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Atas usaha inilah al-
Fazari dikenal sebagi ahli ilmu falak pertama di dunia Islam.
Pada abad ke-8 M muncul Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Mengacu pada
karya al-Fazari, dialah orang pertama yang mengolah sistem penomoran India menjadi dasar
operasional ilmu hitung; dengan menemukan angka 0 (nol); yang dituangkan dalam magnum opus
(karya agung)nya Al-Mukhtashar fi Hisabil Jabr wal Muqabalah dan Surutul Arld. Dia pula yang
menyusun table trigonometri Daftar Logaritma seperti sekarang ini. Di samping itu, al-Khawarizmi
juga menemukan bahwa zodiac atau ekliptika itu miring sebesar 23,5 derajat terhadap equator –
sehingga dapat diketahui pergantian musim di permukaan bumi.
Kemudian ada Abu Ma’syar (dikenal di Eropa dengan Albumasyar), Abu Bakar al-Hasan
bin al-Hasib (Albubacer), serta Ibrahim Az-Zarqali (Arzalchel). Dan yang tak akan pernah
dilupakan oleh ahli falak adalah sumbangsih Ulugh Bek, ahli astronomi dari Iskandaria, lewat
obsservatoriumnya berhasil menyusun tabel data astronomis yang banyak digunakan dan yang
mengilhami perkembangan ilmu falak dan astronomi hinggga sekarang ini.
Gerakan besar-besaran dalam mengkaji astronomi (ilmu falak) ternyata tidak hanya di Dunia
Islam. Di Erop -- lewat karya-karya besar astronom Muslim di atas yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Eropa-- mulai mengotak-atik ilmu ini. Orang Eropa pertama yang melakukan kajian di bidang
astronomi adalah Nicolas Copernicus (polandia), lewat bukunya Revolutionibus Orbium Celestium
dia menentang paham geosentrisme dan menyatakan bahwa pusat dari jagad raya adalah matahari, atau
yang dikenal paham Heliosentrisme (helio: matahari; sentries: pusat). Kemudian diikuti oleh Galileo
Galilei yang menyusun teori kinematika dan menemukan teleskop. Dan yang paling gemilang adalah
apa yang dilakukan oleh Johannes Kepler (Jerman). Dia mengadakan penelitian benda-benda langit


Tulisan ini pernah dimuat di MPA (Majalah Pembangunan Agama) Kanwil Depag Prop. Jatim Edisi bulan September
2008

Orang Biasa yang terbiasa dengan keadaan yang biasa-biasa saja. Sekarang berkhidmah sebagai Perencana di
Kementerian Agama Kab. Lamongan, Ketua Lajnah Falakiyah PCNU Kab. Lamongan, Pengurus Lajnah Falakiyah PWNU
Jawa Timur, Anggota Badan Hisab Rukyat Prop. Jatim dan Anggota Badan Hisab Rukyat Kemenag Lamongan
dengan sangat teliti dan akurat. Sehingga dia berhasil menemukan hukum universal tentang kinematika
planet yang menjadi landasan dalam ilmu astronomi.
Perkembangan ilmu falak (astronomi) terus berlanjut ke seluruh belahan dunia, tidak terlepas
ke Indonesia juga. Tercatat hampir 50 system lebih yang beredar di Indonesia, mulai dari system hisab
rukyat yang masuk kategori Urfi, Tahqiqiy sampai yang ‘Ashriy (kontemporer).

Kontruksi Ilmu Falak


Di Dunia Islam materi Ilmu Falak yang ditelaah dan dikaji adalah yang berhubungan dengan
ibadah; sehingga pada umumnya pembahasannya berkutat pada 4 bidang. Yaitu, pertama Arah Kiblat
dan bayangan arah kiblat, yaitu menghitung besaran sudut yang melewati suatu tempat yang dihitung
arah kiblatnya dengan lingkaran besar yang melewati tempat yang bersangkutan dan ka’bah, serta
menghitung jam berapa matahari memotong jalur ka’bah. Arah kiblat ini bisa ditentukan dari setiap
titik atau tempat di permukaan bumi dengan melakukan perhitungan dan pengukuran. Hal ini tentu
sangat diperlukan, sebab untuk melakukan salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap kiblat.
)‫البيت قبلة ألهل المسجد والمسجد قبلة ألهل الحرم والحرم قبلة ألهل األرض في مشارقها ومغاربها من أمتي (رواه البيهاقي‬
Kedua waktu-waktu sholat, dalam al-Qur’an dan Hadis secara tekstual hanya menunjukkan
waktu shalat dengan fenomena alam saja; di mana kalau tidak menggunakan ilmu falak tentu akan
mengalami kesulitan. Sebab hakekatnya penentuan waktu shalat adalah menghitung tenggang waktu
antara ketika matahari berada di titik kulminasi atas dengan waktu ketika matahari berkedudukan pada
awal-awal waktu sholat.
‫ا‬cc‫وقت الظهر إذا زالت الشمس وكان ظل الرجل كطوله ما لم يحضر العصر ووقت العصر ما لم تصفر الشمس ووقت صالة المغرب م‬
)‫لم يغرب الشفق ووقت صالة العشاء إلى نصف الليل األوسط ووقت صالة الصبح من طلوع الفجر ما لم تطلع الشمس (رواه مسلم‬
Ketiga gerhana., adalah menghitung waktu terjadinya kontak antara matahari dan bulan.
Fenomena alam ini dapat dilihat di permukaan bumi yaitu ketika bulan menutupi matahari (Kusuf:
menutupi; gerhana matahari). Begitu pula sebaliknya, ketika terlihat bulan memasuki bayangan bumi
(Khusuf: memasuki; gerhana bulan). Dengan adanya fenomena alam berupa gerhana ini umat Muslim
dianjurkan untuk melakukan sholat kusuf maupun khusuf.
Dan keempat awal bulan, adalah menghitung waktu terjadinya ijtima’ (conjunction), yakni
posisi matahari dan bulan berada pada satu bujur astronomi, serta menghitung posisi bulan ketika
matahari terbenam pada hari terjadinya ijtima’ itu. Dari perhitungan ini dapat diketahui kapan awal
bulan qomariyah dimulai. Pada perhitungan inilah yang menimbulkan polemik dan perbedaan. Sebab
pada prinsipnya ada beberapa kriteria yang berkembang di kalangan ahli falak –baik yang berpegang
pada sistem Hisab maupun Rukyat-- dalam penentuan awal bulan qomariyah.
Pertama, kriteria wujudul hilal, yaitu mereka yang beranggapan berapapun ketinggian hilal
kalau memang suduh wujud (di atas ufuq) maka besoknya sudah masuk awal bulan; tanpa
menggunakan rukyatul hilal.
Kedua, kriteria imkanur rukyat, yakni mereka yang berpandangan bahwa untuk menentukan
awal bulan harus ditetapkan perkiraan ketinggian hilal dapat dilihat. Jika menurut hasil hisab sudah
memenuhi kemungkinan hilal dapat dilihat –meskipun ketika rukyat tidak berhasil melihat hilal—
maka besoknya dianggap sudah awal bulan. Adapun perkiraan kemungkinan hilal dapat dilihat,
menurut pendapat kedua ini, juga berbeda-beda; ada yang menyatakan bahwa ketinggian hilal yang
dapat dikatakn imkanur rukyat adalah 2 derajat, 5 derajat dan 8 derajat.
Ketiga, kriteria rukyatul hilal bil fi’li, yaitu mereka yang beranggapan bahwa untuk
menentukan awal bulan qomariyah harus dengan dan melalui pengamatan secara langsung --berapapun
ketinggian hilal menurut hasil hisab. Dengan kata lain, meskipun menurut hisab ketinggian hilal sudah
memungkinkan dirukyat, tapi jika tidak dapat dibuktikan melalui rukyat maka umur bulan harus
istikmal (digenapkan 30 hari). Begitu juga sebaliknya, jika menurut hisab ketinggian hilal masih sangat
kecil, tapi bisa dirukyat maka besoknya dianggap sebagai bulan baru.

Iktitam (Sebuah Solusi Penyatuan)


Sejatinya dapat dikemukakan bahwa ilmu falak mulai dari yang teori klasik sampai yang
kontemporer adalah mengamati (rukyat) fenomena alam (Matahari,bumi,dan bulan) yang kemudian
dituangkan dalam teori-teori perhitungan (hisab). Jadi pada dasarnya, rukyat adalah ”ibu kandung”
dari hisab, dan hisab merupakan ”perwujudan” nyata dari rukyat. Sebab tanpa rukyat tidak mungkin
ada data-data astronomis, dan sebaliknya tanpa hisab orang akan kebingungan untuk mengakses data
terbaru dari data-data astronomis tersebut.
Oleh karena Ilmu Hisab Rukyat adalah sebuah pengetahuan tentang fenomena alam, maka
tentu saja memerlukan pengamatan dan pengkajian secara simultan dan terus menerus. Dan ini
membutuhkan ghiroh (kepedulian) semua pihak, sebab tanpa itu perbedaan akan terus berlangsung
yang pada gilirannya akan membingungkan umat. Yang diperlukan adalah kearifan semua pihak untuk
duduk bersama menyamakan persepsi –bukan menyamakan sistem-- tanpa menyalahkan satu sistem
dengan sistem yang lain. Sehingga pengejawantahan adagium agung
‫الح‬c‫ األص‬c‫د‬c‫ذ بالجدي‬c‫الح وألخ‬c‫ المحافظة علي قديم الص‬dapat terwujud. Dan langkah yang paling krusial
adalah bagaimana menjadikan ilmu falak tidak lagi sebagai ilmu yang langka dan ”marginal”
(terpinggirkan). Semoga!

Anda mungkin juga menyukai