)إن خيارعباد هللا الذين يراعون الشمس و القمر لذكر هللا (رواه الطبراني
“Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang terpilih
Adalah mereka yang memperhatikan Matahari dan Bulan untuk
Dzikrullah (mengingat Allah)” (HR. Ath-Thabraniy)
Iftitah
Ketika bulan Ramadhan menjelang, wacana ilmu falak meluncur deras di kalangan masyarakat
Muslim. Dan wacana itu semakin santer tatkala penentuan awal Syawal, yang nota bene kepastian Hari
Raya Idul Fitri, mulai mendekat. Tentu saja ini dapat dimaklumi, sebab beberapa tahun belakangan di
kalangan masyarakat Muslim Indonesia ada perbedaaan yang mencolok dalam menentukan hari raya
Idul Fitri (tahun ini penentuan Idul Fitri sangat dimungkinkan sama). Pertanyaan yang seringkali
mengemuka adalah “Mengapa terjadi perbedaan penentuan hari raya? Bukankah dalam menentukan
awal bulan Hijriyah/Qomariyah acuannya adalah bulan (Hilal)? Bukankah bulan (Hilal)nya hanya
satu?”
Anehnya, diskursus tentang perbedaan hari raya ini hanya berputar-putar pada saling “ejek”,
“mengaku benar” bahkan saling “menyalahkan” antar mereka yang berbeda; tanpa ada upaya –untuk
tidak mengatakan “acuh tak acuh” dan “tidak mau tahu”-- sekelompok umat muslim untuk mengkaji
lebih dalam dan intensif tentang ilmu ini. Dan ironisnya, realitasnya hanya segelintir orang yang mau
belajar dan peduli dengan ilmu langka ini.
Padahal Al-Qur’an dengan tegas menyatakan:
} 5 : هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب { يونس
Dengan pendekatan kontekstual, ayat ini sebenarnya memerintahkan kepada umat muslim
untuk mempelajari ilmu falak. Sehingga tidak berlebihan ketika Abdullah bin Husain, Ibnu Hajar dan
Imam Ar-Ramli mewajibkan umat muslim untuk mempelajari ilmu falak.
امcل الحكccان لجهccذا الزمccيما في هcc س.ومccة كالصcق باألهلcا يتعلcة ومccويجب تعلم علم الفلك بل تتحتم معرفته لما يترتب عليه معرفة القبل
فإنهم يقبلون شهادة من ال يقبل بحال, وتساهلهم وتهورهم
Ilmu Falak dalam lintasan sejarah
Pada era Yunani Kuno orang mulai mengenal cosmos (alam semesta) dengan pendekatan kasat
mata an sich. Artinya, dalam memandang alam semesta dan fenomena alam mulai dari gerhana sampai
jatuhnya meteor sesuai dengan penglihatan saja; bahkan dibumbui anggapan mistis dan mitos. Ketika
terjadi gerhana Matahari, misalnya, ada anggapan bahwa “Buto Ijo” sedang menelan matahari, dsb.
Dan hanya beberapa orang saja yang memahami fenomena alam tersebut secara rasional dan aqliy.
Diantara yang berpandangan rasional itu adalah Aristoteles (384-322 SM) dan Claudius
Ptolomeus (140 M), keduanya berpendapat bahwa bumi adalah pusat cosmos. Menurut mereka, semua
planet, termasuk matahari, bergerak mengelilingi bumi. Sehingga pandangan ini dikenal dengan
sebutan geosentrisme (geo: bumi; sentries: pusat). Paham ini bertahan sampai abad ke-6 M tanpa ada
perubahan yang berarti.
Baru setelah Islam hadir, pandangan tentang jagad raya yang berbau mistis dan mitos itu
dimentahkan oleh Al-Qur’an. Beberapa ayat menegaskan bahwa bumi mempunyai garis edarnya
sendiri, begitu halnya dengan matahari.
)40 :ال الشمس ينبغي لها أن تدر القمر وال الليل سابق النهار وكل في فلك يسبحون ( يس
)33 :وهو الذي خلق الليل والنهار والشمس والقمر كل في فلك يسبحون (األنبياء
Namun pada masa itu ayat-ayat tersebut belum sepenuhnya dapat dibuktikan secara ilmiah oleh
umat muslim. Baru sekitar 300 tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ayat-ayat itu mulai
diotak-otak para ilmuwan Muslim dengan pendekatan dan sentuhan-sentuhan ilmiah yang
rasionalitasnya dapat dibuktikan.
Pada tahun 773 M seorang pengembara India menyerahkan kepada kerajaan Islam di Baghdad
sebuah buku data astronomis berjudul “sindhind.”. Khalifah Abu Ja’far al-Manshur memerintahkan
kepada Ibrahim al-Fazari untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Atas usaha inilah al-
Fazari dikenal sebagi ahli ilmu falak pertama di dunia Islam.
Pada abad ke-8 M muncul Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Mengacu pada
karya al-Fazari, dialah orang pertama yang mengolah sistem penomoran India menjadi dasar
operasional ilmu hitung; dengan menemukan angka 0 (nol); yang dituangkan dalam magnum opus
(karya agung)nya Al-Mukhtashar fi Hisabil Jabr wal Muqabalah dan Surutul Arld. Dia pula yang
menyusun table trigonometri Daftar Logaritma seperti sekarang ini. Di samping itu, al-Khawarizmi
juga menemukan bahwa zodiac atau ekliptika itu miring sebesar 23,5 derajat terhadap equator –
sehingga dapat diketahui pergantian musim di permukaan bumi.
Kemudian ada Abu Ma’syar (dikenal di Eropa dengan Albumasyar), Abu Bakar al-Hasan
bin al-Hasib (Albubacer), serta Ibrahim Az-Zarqali (Arzalchel). Dan yang tak akan pernah
dilupakan oleh ahli falak adalah sumbangsih Ulugh Bek, ahli astronomi dari Iskandaria, lewat
obsservatoriumnya berhasil menyusun tabel data astronomis yang banyak digunakan dan yang
mengilhami perkembangan ilmu falak dan astronomi hinggga sekarang ini.
Gerakan besar-besaran dalam mengkaji astronomi (ilmu falak) ternyata tidak hanya di Dunia
Islam. Di Erop -- lewat karya-karya besar astronom Muslim di atas yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Eropa-- mulai mengotak-atik ilmu ini. Orang Eropa pertama yang melakukan kajian di bidang
astronomi adalah Nicolas Copernicus (polandia), lewat bukunya Revolutionibus Orbium Celestium
dia menentang paham geosentrisme dan menyatakan bahwa pusat dari jagad raya adalah matahari, atau
yang dikenal paham Heliosentrisme (helio: matahari; sentries: pusat). Kemudian diikuti oleh Galileo
Galilei yang menyusun teori kinematika dan menemukan teleskop. Dan yang paling gemilang adalah
apa yang dilakukan oleh Johannes Kepler (Jerman). Dia mengadakan penelitian benda-benda langit
Tulisan ini pernah dimuat di MPA (Majalah Pembangunan Agama) Kanwil Depag Prop. Jatim Edisi bulan September
2008
Orang Biasa yang terbiasa dengan keadaan yang biasa-biasa saja. Sekarang berkhidmah sebagai Perencana di
Kementerian Agama Kab. Lamongan, Ketua Lajnah Falakiyah PCNU Kab. Lamongan, Pengurus Lajnah Falakiyah PWNU
Jawa Timur, Anggota Badan Hisab Rukyat Prop. Jatim dan Anggota Badan Hisab Rukyat Kemenag Lamongan
dengan sangat teliti dan akurat. Sehingga dia berhasil menemukan hukum universal tentang kinematika
planet yang menjadi landasan dalam ilmu astronomi.
Perkembangan ilmu falak (astronomi) terus berlanjut ke seluruh belahan dunia, tidak terlepas
ke Indonesia juga. Tercatat hampir 50 system lebih yang beredar di Indonesia, mulai dari system hisab
rukyat yang masuk kategori Urfi, Tahqiqiy sampai yang ‘Ashriy (kontemporer).