Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL SEMI POPULER

MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN


Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian akhir semester (UAS) tahun ajaran 2018-2019

Abu Sa’id al-Sijzi, Pencetus Awal Teori Heliosentris sebelum Tokoh Revolusioner
Astronomi Modern Nicolas Copernicus

Dosen Pengampu:
Irfan Abu Bakar, M.Ag

Penyusun :

Septia Darmawaty (11170210000105)

BSA/III – C

Bahasa dan Sastra Arab


Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abu Sa’id al-Sijzi, Pencetus Awal Teori Heliosentris sebelum Tokoh Revolusioner
Astronomi Modern Nicolas Copernicus

Bangsa arab memiliki perhatian luar biasa terhadap piranti-piranti astronomi.


Peninggalan intelektual yang mereka warisi dari bangsa yunani masih bersifat permulaan dan
tidak mampu mendukung mereka dalam upaya mereka berpacu menggapai puncak kejayaan
yang telah mereka lukiskan untuk mereka sendiri. Karena itu mereka pun mengembangkan,
menambahkan dan melakukan berbagai inovasi di dalamnya yang lebih mirip dengan
mu’jizat
(Sigrid Hunke, Seorang Orientalis Jerman)

Selama ini kita mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu astronomi
dalam bidang tata surya yaitu tentang rotasi dan revolusi bumi. Pengetahuan itu sudah sering
kita pelajari di institusi pendidikan dari jenjang SD, SMP, SMA, Perkuliahan, dst. Untuk
lebih jelasnya, rotasi bumi adalah gerak bumi mengitari porosnya sendiri. Dan revolusi bumi
adalah gerak Bumi pada orbitnya mengelilingi Matahari.
Perihal masalah revolusi bumi, pernahkah terpikirkan atau terbesit dalam pikiran kita
siapa yang pertama kali mencetuskan bahwa bumi bergerak mengelilingi matahari? kita pasti
sudah mengenal nama Nicolas Copernicus, seseorang yang dikenal sebagai tokoh
revolusioner dalam astronomi dan dinisbatkan sebagai bapak astronomi modern, menurut
pengetahuan sejarah yang selama ini kita dapakan Nicolas Copernicus adalah tokoh yang
pertama kali mencetuskan teori bahwa bumi kita bergerak mengelilingi matahari.
Teori bahwa bumi mengelilingi matahari, dan matahari sebagai pusatnya disebut juga
sebagai teori heliosentris. Istilah teori ini merupakan gabungan dari dua kata yang berasal
dari bahasa Yunani, yaitu Helios (matahari) dan Kentron (pusat). Pada masa peradaban
Yunani kuno, para filsuf nya yang telah menggagaskan tentang teori heliosentris ini
diantaranya adalah Pyhtagoras dan Aristarchus.
Namun jika kita telusuri lebih jauh dan kita pelajari lebih dalam tentang kehidupan
sejarah di bidang ilmu astronomi tentang teori bumi mengelilingi matahari. Dari sejarah
peradaban pada masa Yunani kuno, Dimana ilmu astronomi pertama kali dibentuk menjadi
suatu hal yang teoritis, terlepas dari hal-hal mistis menuju ilmu pengetahuan yang dibangun
atas rasionalitas akal. Kemudian pada peradaban setelah Yunani, yaitu peradaban umat islam
dimana Astronomi menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mendapat perhatian
besar dari orang-orang Arab. Dan pada masa peradaban Barat yang menjadi pusat kemajuan
ilmu pengetahuan termasuk ilmu astronomi sampai pada masa sekarang ini. Kita akan
menemukan suatu fakta baru bahwa bukan seorang tokoh revolusioner astronomi modern
yang pertama kali menggagaskan teori bahwa bumi kita mengelilingi matahari namun salah
satu ilmuwan dalam sejarah ilmu pengetahuan islam, yaitu Abu Sai’d al-Sijzi.
Pernyataan ini bukan sekedar pernyataan belaka, berikut alasan-alasan yang
mendasari bahwa al-Sijzi ialah penemu teori bahwa bumi mengelilingi matahari :
1. Sejarah menjelaskan bahwa ketika peradaban umat islam pada masa dinasti abbasyiah
sekitar abad ke-8 M merupakan awal periode ilmu pengetahuan mengalami kemajuan
yang pesat. Sedangkan di Barat ilmu pengetahuan baru mengalami perkembangan
sekitar abad ke-13 M
2. As-Sijzi melakukan penelitian di bidang astronomi mulai tahun 969-970 Masehi.
Kemudian ia mengenalkan hasil penelitiannya yaitu teori heliosentris yang
menyatakan bahwa matahari adalah pusat peredaran
3. Sedangkan Nicolas Copernicus menerbitkan teori heliosentrisnya pada tahun 1543
Masehi setelah mempelajari buku-buku ilmuwan muslim yang telah diterbitkan ulang
di Venesia dalam bahasa latin pada abad ke-12 M.

Zaman peradaban islam dimulai di tahun 622 M ketika Nabi Muhammad melarikan
diri ke Mekkah, setelah peradaban Yunani berakhir karena tentara-tentara Arab di bawah para
pimpinan penerus-penerusnya, para khalifah pertama, menaklukan seluruh benua Arab di
tahun 634 M, lalu Syria di tahun 637, dan Mesir tahun 639, Persia di tahun 640, kemudian
Tripolitania dan Maghrib di tahun 647, dan Konstantinopel di tahun 670-674. Kemudian
selama setengah abad berikutnya tentara muslim menundukkan Transoxiana dan Sind,
sementara di Barat mereka menaklukan sebagian besar wilayah Spanyol atau yang dikenal
Al-Andalus.
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban islam sebenarnya sudah dimulai
sejak zaman pemerintahan daulah umayyah, dimana sains dan filsafat masuk ke Baghdad
lewat beragam rute jalan darat, seperti Athena, Alexandria, dan Konstantinopel di Barat
sampai ke Khurasan di Asia Tengah. Namun ilmu pengetahuan baru mengalami
perkembangan pesat pada masa daulah abbasyiah di bawah pemerintahan Abu Ja’far al-
Mansur sekitar tahun 750 – 1258 M. Dan pada masa pemerintahan Al-Makmun (tahun 813 –
833 M) ilmu peradaban islam mencapai masa keemasannya dengan kemajuan yang diraih
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan salah satunya ilmu astronomi dengan cara
melakukan kampanye penerjemahan yang berpusat di baitul hikmah yang berada di Baghdad.
Buku Aristoteles yang berjudul physics adalah buku pertama yang diterjemahkan ke
bahasa arab selama masa kekuasaan Harun al-Rasyid, dengan alasan yang digunakan untuk
perdebatan teologi mengenai kosmologi, kemudian Thabit ibnu Qurrah yang menerjemahkan
tulisan-tulisan dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, termasuk buku-buku karya ilmuwan
Yunani terdahulu yaitu Aristoteles, Ptolemeus, Hippocrates, dll.
Sekarang mari kita telaah peradaban yang terjadi di Barat ketika peradaban Islam
mengalami kemajuan di berbagai bidang salah satunya ilmu pengetahuan. Ketika islam
mengalami perkembangan dalam berbagai aspek, Barat menyebut abad pertengahan (antara
abad ke-9 sampai abad ke-14) sebagai abad kegelapan (The Dark Ages). Hal ini benar dan
tepat hanya untuk dunia Barat, sedangkan bagi Islam abad pertengahan adalah Ashr al-
Izdihar‟ (zaman kejayaan) dan ‟Al-Ashr Adz-Dzahabi‟ (zaman keemasan).
Singkat cerita sebelum peradaban di Barat mengalami perkembangan dalam imu
pengetahuan yaitu selama kurun waktu seribu tahun, kekaisaran Byzantium menjadi
penghubung antara dunia Yunani-Roma kuno, yang warisan sainsnya diteruskan ke islam,
lalu ke Eropa Barat disaat Konstantinopel yang sudah ditaklukkan islam jatuh ke tangan
Turki Ottoman pada tahun 1453.
Pada masa puncaknya, kekaisaran Ottoman mencakup seluruh bagian Tenggara
Eropa, juga Timur Tengah dan Afrika Utara, tetapi setelah bangsa Turki gagal merebut
Vienna di tahun 1683, gelombang penaklukan berbalik arah. Sementara itu di peradaban
lainnya, peradaban Eropa Barat menyerap ajaran-ajaran Yunani-Arab, mengartikan dan
mengembangkan pemikiran-pemikiran yang diwariskan kepada mereka, suatu proses yang
pada akhirnya mengarah pada munculnya ilmu pengetahuan modern
Menjelang akhir abad ke-12 di peradaban Eropa Barat hampir semua karya-karya
penting sains Yunani yang masih ada saat itu sudah diterjemahkan dari bahasa Arab ke
bahasa Latin. Kemudian di universitas-universitas pertama disana terjadi asimilasi sains dan
filsafat Yunani-Arab. Peristiwa ini menjadi awal kebangkitan budaya yang dimulai di abad
ke-13 M dan bertahan sampai pertengahan abad berikutnya.
Bisa kita pahami dari kurun waktu sejarah peradaban islam dan peradaban Barat
diatas bahwa ketika umat islam mengalami kemajuan dalam berbagai aspek, salah satunya
ilmu pengetahuan. Peradaban di belahan dunia lainnya, yaitu di Barat mengalami
kemunduran dalam berbagai aspeknya, termasuk ilmu pengetahuan. Dan baru mengalami
kemajuan sekitar abad ke-13 M.
Ketika umat islam mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, salah satu
bidang ilmu yang menjadi perhatian besar bagi para orang-orang Arab disana ialah ilmu
astronomi. Karena islam mewajibkan umatnya hal-hal yang mengharuskan untuk
mempelajari alam semesta, mengetahui waktu untuk menentukan waktu-waktu shalat, dan
menentukan arah kiblat mereka. Ilmu ini mendominasi bangsa-bangsa di Timur tak terkecuali
juga di Barat selama berabad-abad dan pengaruhnya masih terasa sampai sekarang.
Salah satu bahasan dalam ilmu astronomi yang menjadi perhatian bagi para ilmuwan
di Timur dan di Barat adalah teori heliosentris, atau suatu teori yang menyatakan bahwa bumi
kita mengelilingi matahari. Dari bagian Timur ada Abu Sai’d al-Sijzi dan di bagian Barat ada
Nicolas Copernicus, tokoh revolusioner yang lebih dikenal atas penemuannya ini.
Para ilmuwan Yunani kuno percaya pada teori Ptolemeus tentang sistem geosentrik,
yaitu bahwa bumi dianggap sebagai pusat tata surya. Namun, ketika sistem astronomi
Ptolemeus ini diperkenalkan kepada para ilmuwan muslim melalui terjemahan karya tulis
Yunani, maka muncullah berbagai kritik, salah satunya Al-Sijzi.
Ilmuwan yang sering dipanggil dengan nama Al-Sijzi ini lahir di Sijistan, Persia pada
tahun 945 M. Al-Sijzi dengan keahliannya di bidang astronomi dan matematika, mendapat
keleluasaan bekerja di bawah kekuasaan Adud ad-Dawlah. Al-Sijzi melakukan penelitian
dibidang astronomi mulai tahun 969 hingga 970 Masehi. Penenelitiannya itu kemudian
membuahkan hasil, Ia mengenalkan Teori Heliosentris yang menyatakan bahwa matahari
adalah pusat peredaran.
Melalui Teori Heliosentris ini. Al-Sijzi yakin bahwa bumilah yang mengelilingi
matahari dan matahari menjadi pusat perputaran bagi bumi dan planet lainnya. Ia harus
melawan arus utama yang pada saat itu masih meyakini bahwa bumi merupakan pusat
segalanya selama hidupnya
Gagasan As-Sijzi tentang Heliosentris dapat ditemukan melalui kutipan pendapat-
pendapatnya oleh Al-Biruni dan Abu Al-Hasan Al-Malmarakushi. Salah satunya, tercantum
dalam karya al-Biruni yang berjudul “Isti’ab Al- Wujuh Al-Mumkina fi San’at Al-Usturlab”
ini merupakan buku terkenal mengenai astronomi dan astrolabe, yaitu instrumen yang
digunakan astronom untuk memperkirakan letak matahari, bintang planet, dan penentuan
waktu. Al-Biruni menyatakan, ia telah melihat astrolabe, yang disebut Az-Zawraqi temuan
As-Sijzi. Astrolabe ini hanyalah satu-satunya dari barang sejenisnya. Al-Biruni juga sangat
memuji dan menyukai astrolabe As-Sijzi karena didasarkan pada gagasan yang mencakup
beberapa aspek. Ini artinya, melalui instrumen ini. As-Sijzi memandang pergerakan melalui
gerakan bumi bukan sebaliknya dari langit. Ini menggambarkan keyakinan As-Sijzi tentang
persoalan Heliosentris.
Dalam bukunya soal bahasan yang sama, astronomi dan astrolabe, dengan judul “
Jami Al-Mabadi wa Al-Ghayat”, Abu Al-Hasan Al-Marakushi, menyatakan pula bahwa
astrolabe As-Sijzi berdasarkan pada pergerakan bumi mengelilingi sumbunya, beserta planet
lainnya beredar mengelilingi matahari
Beralih ke ilmuwan Barat Nicolas Copernicus yang juga dianggap sebagai penemu
teori heliosentris. Nicolas Copernicus lahir di Toru, Polandia pada tahun 1473. Ia adalah
seorang astronom dan matematikawan asal Polandia yang juga mengemukakan Teori
Heliosentris. Namanya dipopulerkan dan dianggap sebagai tokoh revolusioner astronomi
modern di Eropa.
Dalam bukunya “De Revolutionibus Orbium Caelestium” Copernicus menyajikan
berlembar-lembar tabel posisi benda-benda langit untuk mendukung Teori Heliosentris. Dan
dalam buku tersebut, dia juga mengemukakan beberapa hal berikut :
1. Matahari adalah pusat alam semesta dimana seluruh benda-benda langit
mengelilinginya
2. Bumi bukanlah pusat alam semesta, akan tetapi hanyalah salah satu planet yang
beredar mengelilingi matahari bersama planet-planet lainnya
3. Bumi bergerak rotasi pada porosnya dari barat ke timur yang mengakibatkan adanya
siang dan malam dan gerakan bintang-bintang serta matahari selalu bergerak kea rah
Barat, menunjukkan bahwa bumi berotasi
4. Bulan beredar mengelilingi bumi dan bersama bumi mengelilingi matahari selama
satu tahun.

Dalam bukunya Copernicus menyebut beberapa nama dari astronom-astronom Arab


yang observasi dan torinya dia gunakan dalam De Revolutionibus, yaitu Al-Battani, Al-
Bitruji, Al-Zarqali, Ibnu Rusyd, dan Thabit ibnu Qurra. Tetapi Copernicus tidak
menyebutkan nama Nasir Al-Din At-Tusi, Mu’ayyad al-Din al-‘Urdi, Quthb al-Din al-Shirazi
dan ibnu al-Shatir, meskipun riset terakhir menunjukkan bahwa Copernicus memakai model-
model baru dan metode matematika yang mereka kembangkan sebelumnya.
F. Jamil Regep mengutip sebuah artikel yang ditulis Noel Swerdlow dan Otto
Neugebauer, yang menunjukkan bahwa sejumlah metode matematika yang dipakai
Copernicus dibuat berdasarkan metode matematika yang dipakai para astronom Arab. Seperti
urutan planet-planet jauh dalam buku De Revolutionibus memakai sistem urutan yang sama
seperti model ‘Urdi dan Shirazi, untuk planet-planet dalam merupakan interpretasi tepat dar
model Ibnu al-Shatir.
Regep lalu mengutip Swerdlow mengenai pertanyaan bagaimana Copernicus bisa
mendapatkan teori-teori para astronom Arab tersebut, dimana dikatakannya bahwa :
“Bagaimana Copernicus mempelajari model-model yang dibuat para pendahulunya (dari
Arab) itu tidak diketahui, namun transmisi lewat Italia adalah jalur yang paling mungkin, dan
hubungan antara model-model itu sangat dekat sehingga bahwa itu penemuan dari
Copernicus sendiri tampaknya mustahil”
Untuk lebih jelasnya tentang jalur lewat Italia yang disebutkan pada paragraf diatas
bahwa dimasa itu, terdapat kota Venesia yang dikenal sebagai kota yang unik dan tidak
terikat hukum negara manapun. Berdiri di atas laut, Venesia menjadi surga bagi pedagang
dan bajak laut. Semua barang berharga dari hasil perdagangan maupun merompak,
dikumpulkan di menara Campanile. Termasuk buku-buku para ilmuwan muslim yang
kemudian diterjemahkan dan dipelajari. Buku Aljabar dan Zij milik Al-Battani, misalnya,
diterbitkan ulang di Venesia dalam bahasa latin diabad ke-12.
Buku-buku ini kemudian sampai ke tangan Nicolas Copernicus dan memberinya
petunjuk untuk merumuskan Teori Heliosentris. Setelah selesai mempelajari karya ilmuwan
muslim dan menuliskannya dalam bentuk sebuah buku. Copernicus sadar bahwa teorinya
akan menimbulkan kontroversi. Oleh karena itu, Copernicus menolak untuk
mempublikasikan teorinya. Akan tetapi atas desakan teman-temannya pada tahun 1543
akhirnya ia menerbitkan juga bukunya dalam bahasa Polandia berjudul “De Revolutionibus
Orbium Caelestium”.
Dari pembahasan diatas tentang sejarah peradaban antara islam dan Barat, dan
biografi beserta kegiatan para ilmuwan yaitu Abu Sai’d al-Sijzi dan Nicolas Copernicus
dalam merumuskan teori heliosentrisnya dapat disimpulkan bahwa berdasarkan keterangan
menurut data-data yang ada, peradaban islam lebih dahulu ada dan mengalami masa-masa
gemilang nya di bidang ilmu pengetahuan salah satunya imu astronomi, serta menghasilkan
ilmuwan yang menggagaskan teori bahwa bumi kita mengelilingi matahari, dan matahari
sebagai pusat alam semesta, teori heliosentris, yaitu Abu Sai’d al-Sijzi.
Dan membicarakan tentang peradaban di Barat, peradaban itu mengalami masa-masa
gemilangnya dalam aspek ilmu pengetahuan setelah peradaban islam mengalami
kemunduran, seperti yang sudah ditelaah pada pembahasan diatas bahwa Nicolas Copernicus
merupakan pencetus teori heliosentris setelah teori itu dicetuskan oleh al-Sijzi dan setelah ia
mempelajari buku-buku karangan ilmuwan-ilmuwan muslim yang sudah diterjemahkan lalu
kemudian dipelajarinya dan menjadi sebuah teori heliosentris yang menjadi titik awal
revolusi sains bagi peradaban Eropa Barat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rahmat. 2015. Benarkah Matahari Mengelilingi Bumi?. Jakarta: Emir divisi
Erlangga

Freely, John. 2011. Cahaya dari Timur : Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk
Dunia Barat. Edisi ke 1. Diterjemahkan oleh: Noviatri. Jakarta: Elex Media Komputindo

Azra, Azyumardi. 2002. Historiografi Islam Kontemporer. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Basya, Ahmad Fuad. 2008. Sumbangan Keilmuan Islam pada Dunia. Edisi ke 1.
Diterjemahkan oleh: Mastruri Irham & Muhammad. Jakarta: Pustaka al-Kautsar

Asy’ari, Hakim. 2018. Renaisans Eropa dan Transmisi Keilmuan Islam ke Eropa. Jurnal
Sejarah Peradaban Islam. Vol. 2, No.1 ISSN 2580-8311,
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/download/1792/1420, diakses 1 Januari 2019.

Anda mungkin juga menyukai