Anda di halaman 1dari 14

‫‪ILMU FALAK‬‬

‫‪) berarti‬ا لفلك( ‪Dari segi bahasa (etimologi), Falak‬‬


‫‪ORBIT atau LINTASAN BENDA-BENDA‬‬
‫‪LANGIT.‬‬

‫حو َن‪/‬‬ ‫ب‬ ‫س‬‫ي‬ ‫وهو الَّ ِذي خلَق اللَّيل والنَّهار والشَّمس والْ َقمر ُكلٌّ يِف َفلَ ٍ‬
‫ك‬
‫َ َْ ُ‬ ‫األنبياء ‪َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ۳۳‬‬ ‫ََُ‬
‫الَ الشَّمس يْنبغِي هَل ا أ َْن تُ ْد ِرَك الْ َقمر والَ اللَّيل سابِق النَّها ِر وُكلٌّ يِف َفلَ ٍ‬
‫ك‬ ‫ََ َ ْ ُ َ ُ َ َ‬ ‫ْ ُ ََ َ‬
‫ن‪ /‬يس ‪40‬‬‫يَ ْسبَ ُحو َ‬
Dari segi terminologi (istilah),
Ilmu Falak Nadhary (Teoritis) ialah ilmu yang
mempelajari seluk-beluk benda-benda langit dari
segi bentuk, ukuran, keadaan pisik, posisi, gerakan,
dan saling hubungan antara yang satu dengan yang
lainnya.
Ilmu Falak ‘Amaly (Praktis) ialah ilmu yang
memanfaatkan hasil-hasil penyelidikan Ilmu Falak
Nadhary untuk kepentingan praktis, seperti untuk
menghitung tibanya waktu salat, saat kemunculan
Hilal untuk penentuan awal bulan kamariah, sudut
arah kiblat, dan sebagainya.
Ribuan tahun sebelum masehi, penyelidikan
terhadap benda-benda langit telah dilakukan oleh
bangsa-bangsa berperadaban tua seperti Mesir,
Mesopotamia, Babilonia, dan Tiongkok.
Pada sekitar tahun 4221 SM bangsa Mesir telah
membuat Kalender Matahari (Syamsiyah, Solar).
Mereka menghitung panjang siklus tropik matahari
= 365 hari. Mereka membagi rata yang 360 hari
menjadi 12 bulan (masing-masing 30 hari).
Sedangkan 5 hari sisanya mereka skedulkan untuk
penyelenggaraan pesta perayaan tahunan.
Pengamatan atau penyelidikan terhadap
benda-benda langit telah dilakukan oleh
bangsa Babilonia yang berada di antara sungai
Tigris dan Efrat (selatan Irak sekarang) pada
kurang-lebih 3.000 tahun sebelum Masehi.

Mereka sudah menemukan 12 gugusan


bintang (zodiak) di langit yang posisinya
mereka bayangkan membentuk lingkaran.
Setiap gugusan bintang akan berlalu setelah
30 hari. Temuan ini akhirnya melahirkan ilmu
geometri, matematika, ilmu ukur, dan ilmu
hisab (hitung).
Dua belas zodiak itu ialah :

Aries (21 Maret), Taurus (20


April), Leo (23 Juli) Virgo (24
Agust), Scorp (24 Okt) Sagit
(23 Nop) Capr (22 Des), Pisc
(20 Pebr), Aquar (21 Jan),
Di kawasan lain, pada sekitar abad ke-12 SM orang-orang
Tiongkok berhasil mengolah data penyelidikan mereka
hingga mereka mampu menghitung peredaran bintang-
bintang dan menentukan terjadinya gerhana.
Ilmu perbintangan bangsa Babilonia itu kemudian dibawa
oleh pedagang-pedagang dari Funisia ke Yunani. Di antara
orang Yunani yang kemudian dikenal ahli dalam ilmu
perbintangan (astronomi) dan geografi adalah Claudius
Ptolemaeus (100-178 M.).
Selama beberapa abad setelah Nabi SAW wafat (632), yakni
di zaman gemilangnya imperium Arab, kekayaan ilmu
Yunani itu dikaji, diterjemahkan, dan disyarahi. Karya
Ptolemaeus disalin ke bahasa Arab dengan judul Ptolemy’s
Almagest (magest adalah kata-kata Yunani yang diarabkan
dengan al)
Salah seorang ulama Islam yang muncul sebagai ahli
ilmu falak terkemuka adalah Muhammad bin Musa al-
Khawarizmi (780-850 M.).

Dialah pengumpul dan penyusun daftar astronomi (zij)


tertua dalam bentuk angka-angka yang termasyhur
dengan nama daftar algoritmus (logaritma).

Daftar Logaritma ternyata sangat menentukan dalam


perkiraan astronomis, sehingga ia berkembang
sedemikian rupa di kalangan sarjana astronomi,
mengalahkan teori-teori astronomi Yunani dan India
yang telah ada, dan bahkan berkembang sampai ke
Cina.
Dari bangsa Arab, ilmu falak kemudian
menyeberang ke Eropah, dibawa oleh bangsa
Eropah yang menuntut ilmu pengetahuan di
Spanyol seperti di Sevilla, Granada, dan Cordoba.
Muncullah di Eropah Nicolas Copernicus (1473-
1543), ahli ilmu falak dari Polandia yang
mencetuskan teori Heliosentris yang terus
digunakan sampai sekarang.

Dengan ditemukannya teleskop oleh Galileo Galilei


(1564-1642) yang menguatkan teori Nicolas
Copernicus, ilmu falak kian berkembang lebih jauh
lagi.
Ilmu Falak juga masuk dan berkembang di Indonesia.
Ulama yang dikenal sebagai bapak ilmu falak Indonesia
adalah Syekh Taher Jalaluddin al-Azhari. Selain Syekh
Taher Jalaluddin pada masa itu terdapat juga tokoh-tokoh
ilmu falak lainnya yang berpengaruh, seperti Syekh Ahmad
Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari,
Ahmad Rifa'i, dan K.H. Sholeh Darat.
Selanjutnya perkembangan ilmu falak di Indonesia
dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dan Jamil Djambek.
Kemudian diteruskan oleh anaknya Siraj Dahlan dan
Saadoe'ddin Djambek (1330-1398 H/ 1911-1977 M). Di
antara murid Saado'eddin yang menjadi tokoh falak adalah
H. Abdur Rachim. Beliau adalah salah seorang ahl falak
Muhammadiyah yang sangat disegani.
Penguasaan ulama Islam terhadap ilmu falak telah
memungkinkan mereka melakukan perhitungan untuk
menentukan waktu-waktu salat, sudut  arah  kiblat, awal
bulan hijriyah, gerhana Bulan (khusu>f), dan gerhana
Matahari (kusu>f).

Khusus untuk penentuan awal bulan hijriyah berdasarkan


ilmu falak, terutama Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah,
karena di zaman Nabi SAW belum pernah dilakukan,
ramailah perbincangan mengenai itu dari sudut hukum
Islam Di tengah kontroversi tersebut, sejumlah fuqaha
seperti Ibnu Banna, Ibnu Syuraih, al-Qaffal, Qadi Abu Taib,
Mutraf, Ibnu Qutaibah, Ibnu Muqatil al-Razi, Ibnu Daqiq
al-‘Id, dan al-Subki, membolehkan penggunaan hisab dalam
menentukan awal dan akhir Ramadan.
Perkembangan teknologi observasi terhadap
posisi dan gerakan benda-benda langit
merupakan faktor penting yang mengantarkan
ilmu falak ke tingkat kemajuan
perkembangannya dewasa ini.
Muara dari keberadaan ilmu falak sebagai ilmu
yang berkembang ialah lahirnya berbagai
sistem hisab atau perhitungan dengan derajat
akurasi yang bervariasi. Secara umum sistem-
sistem hisab yang berkembang di Indonesia
lazim diklasifikasikan menjadi tiga kategori,
yakni Taqri>biy, Tah}qi>qiy, dan Tadhqi>qiy.
Sistem Taqri>biy mendasarkan perhitungannya pada
daftar ephimeris (zij) yang disusun oleh Ulugh Beyk (W.
853 M.) yang kemudian dipertajam dengan beberapa
koreksi yang sederhana. Dalam menghitung ketinggian
Bulan saat terbenam Matahari sesudah ijtimak
(konjungsi), sistem ini hanya melakukannya dengan
membagi dua selisih waktu antara saat ijtimak dan saat
terbenam Matahari. Sistem Taqri>biy ini digunakan
antara lain dalam kitab-kitab al-Qawa>’id al-Falakiyah
karya ‘Abd al-Fatta>h al-Tukhiy (Mesir), Sullam al-
Nayyirayn karya K.H. Muhammad Mansur bin Abdul
Hamid (Jakarta), dan Fath{ al-Rau>f al-Manna>n karya
K.H. Abu Hamdan Abdul Jalil (Kudus).
Sistem Tahqi>qiy, secara umum sama dengan
sistem Taqri>biy, tetapi unsur-unsur koreksinya
lebih banyak. Di samping itu dalam menghitung
ketinggian Bulan saat terbenam Matahari
sesudah ijtimak, sistem ini sudah menggunakan
rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola (spherical
trigonometri) sehingga hasilnya menjadi lebih
akurat. Sistem ini digunakan antara lain dalam
kitab-kitab al-Mat}la’ al-Sa’i>d karya Husain
Zayid (Mesir), al-Khula>s}ah al-Wa>fiyah karya
K.H. Zubair Umar al-Jailani (Salatiga), dan
Hisab Hakiki karya KRT Wardan Diponingrat
(Yogyakarta).
Sistem Tadhqi>qiy, di samping menggunakan
rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola dan
koreksi-koreksi yang lebih detail, mengacu pada
data posisi benda langit kontemporer, yaitu data
yang selalu dikoreksi dengan temuan-temuan
terbaru. Sistem ini dikembangkan oleh lembaga-
lembaga astronomi seperti Planetarium, Badan
Meteorologi dan Geofisika, dan Observatorium
Bosscha ITB. Data astronomi kontemporer yang
bisa diacu terdapat antara lain dalam buku-
buku New Comb, Jean Meeus, Nautical
Alamanac, dan Ephemeris Hisab Rukyat
Departemen Agama RI.

Anda mungkin juga menyukai