Anda di halaman 1dari 12

Perkembangan Ilmu Falak Pada Masa Awal Islam dan Masa

Kejayaan Islam

Diandra Cahya Febrian a,1, Fadlilatal Ula Anzalina b,2


a
Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur Wonosari, Kec. Wonocolo, Kota SBY, Jawa Timur 60237
b
Jl. Ahmad Yani No.117, Jemur Wonosari, Kec. Wonocolo, Kota SBY, Jawa Timur 60237

email:1 febriandiandra@gmail.com , 2 anzalina38@gmail.com

Abstract Astronomy in terminology is the science that studies the trajectories of celestial bodies, such as the sun, moon,
stars, and other celestial bodies with the aim of knowing their position. The word astronomy is expressed in the Qur'an twice,
namely in Surah al-Anbiyā' verse 33 and Surah Yasin verse 40. Other names for the science of astronomy are the first,
namely the science of reckoning which means counting, the second science of miqat which means time, the third science
rasd which means observation, the fourth science of astronomy which means astrology. In its development, astronomy began
from the times of Babylon, ancient Egypt, China, India, Persia, and Greece. Among these civilizations, the Indian
civilization was the strongest in its influence on Islam. Seeing the development of astronomy in Islam, astronomy was
periodized into astronomy in the pre-Islamic period, astronomy in the early days of Islam, and astronomy in the heyday of
Islam.

Keywords Astronomy, Terminology, Al-Qur'an, Civilization

Abstrak Ilmu Falak secara terminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan-lintasan benda langit, seperti
matahari, bulan, bintang-bintang, dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisinya. k ata falak
diungkapkan al-Qur’an sebanyak dua kali yaitu pada surat al-Anbiyā’ ayat 33 dan surat Yasin ayat 40. Nama-nama lain dari
ilmu falak yang pertama yaitu ilmu hisab artinya menghitung, kedua ilmu miqat yang berarti waktu, ketiga ilmu rasd yang
berarti pengamatan, keempat ilmu astronomi yang berarti ilmu perbintangan. Dalam perkembangannya, ilmu falak dimulai
dari zaman Babilonia, Mesir kuno, China, India, Persia, dan Yunani. Diantara peradaban-peradaban tersebut, peradaban
India adalah yang terkuat dalam pengaruhnya terhadap Islam. Melihat perkembangan Ilmu Falak dalam Islam, ilmu falak
diperiodesasikan menjadi ilmu falak pada masa pra islam, ilmu falak pada masa awal islam, dan ilmu falak pada masa
kejayaan islam.

Kata Kunci Ilmu Falak, Terminologi, Al-Qur’an, Peradaban,


A. Pendahuluan
Ilmu Falak menurut etimologi terdiri dari dua kata ilm dan al-falak. Ilm artinya al-
ma’rifah, yaitu pengetahuan. Sedangkan al-falak artinya yaitu orbit, garis/tempat
perjalanan bintang. Ilmu Falak secara terminologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari lintasan-lintasan benda langit, seperti matahari, bulan, bintang-bintang, dan
benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisinya.1 Sedangkan dalam
“Ensiklopedi Hisab Rukyat”, menunjukkan bahwa Ilmu Falak adalah salah satu disiplin
ilmu pengetahuan yang berfokus mempelajari lintasan benda-benda langit, seperti
matahari, bulan, bintang, planet dan lain-lain dengan tujuan untuk mengetahui posisi dan
kedudukan dari benda-benda langit tersebut.2

Kata falak menurut kamus bahasa Arab yaitu Madāral Nujūm yang artinya tempat
beredarnya bintang, jamaknya adalah aflāk. Adapun menurut kamus bahasa Inggris
yaitu The science that deals with the material universe beyond the earth’s atmosphere
yang artinya suatu ilmu yang berhubungan dengan alam semesta material di luar
atmosfer bumi. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
lingkaran langit atau cakrawala. Kata falak diungkapkan Al-Qur’an sebanyak dua kali
yaitu pada surah al-Anbiyā’ ayat 33 dan surah Yasin ayat 40.3

Nama-nama lain dari ilmu falak yang pertama yaitu ilmu hisab artinya menghitung,
Kata hisab berasal dari bahasa Arab, secara etimologis mencakup semua ilmu yang
terkait dengan hitungan seperti ilmu matematika, ilmu waris dan ilmu falak. Kedua
ilmu miqat yang berarti waktu, kata miqat berasal dari bahasa Arab yang mempelajari
dan membahas tentang persoalan awal dan akhir waktu pelaksanaan ibadah. Ketiga
ilmu rasd yang berarti pengamatan, pembahasan ilmu falak tidak terlepas dalam
membicarakan observasi benda-benda langit, atau pengamatan secara langsung
terhadap benda langit seperti matahari, bulan dan bintang. Keempat ilmu astronomi
yang berarti ilmu perbintangan. Kata astronomi berasal dari bahasa Yunani yaitu
“astron” yang berarti bintang dan “nomos” berarti nama.4

1
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta:Prenadamedia Group, (2015):1-2.
2
Sippah Chotban, “Membaca Ulang Relasi Sains dan Agama dalam Perspektif Nalar Ilmu Falak”, El Falaky:
Jurnal Ilmu Falak 4.2 (2020):223
3
Imam Ghozali, “Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak”, HUMANISTIKA: Jurnal Keislaman 2.1 (2016):2
4
Hajar, “Ilmu Falak Sejarah, Perkembangan dan Tokoh-tokohnya”, Pekanbaru:PT Sutra Benta Perkasa, (2014):2
B. Pembahasan

1. Sejarah Ilmu Falak


Menurut KH. Zubair Umar al-Jailany, penemu pertama ilmu falak adalah Nabi Idris
as. Banyak ilmu-ilmu yang ditemukan oleh Nabi Idris a.s. termasuk menemukan
bentuk huruf, tulisan dan alat tulis berupa pena. Nabi Idris adalah orang pertama yang
mengetahui tentang ilmu perbintangan, berhitung, menulis, dan menjahit pakaian.5
Tetapi dalam kitab sabāik al-żahāb fī ma’rifat qabāil al-‘arab karya al-Suwaidi
menyatakan bahwa Unusy adalah penemu pertama ilmu falak. Nabi unusy adalah
cucu dari nabi adam termasuk generasi ke 3 sedangkan nabi idris adalah generasi
ke 7 Jika melihat kepada sejarah, Nabi Unusy merupakan orang pertama yang
mengetahui hal ihwal falak, namun ia tidak mengajarkannya kepada kaumnya.
Sedangkan Nabi Idris ia memahami dan mengajarkan kepada kaumnya sehingga
ilmu yang ia miliki dapat terjaga ketersambungannya. Maka dari itu dapat
dikatakan, Nabi Idris lah yang pertama kali menemukan ilmu falak karena yang
sampai kepada kita adalah ilmu yang dahulu tentu diajarkan dari masa ke masa.6
Beberapa peradaban tercatat menghasilkan banyak temuan-temuan yang
memberikan sumbangan besar terhadap perkembangan ilmu falak seperti
peradaban di kawasan Mesopotamia, Mesir Kuno, India, Persia Kuno, Cina kuno
bahkan bangsa Arab sebelum kedatangan Islam.7 Diantara peradaban tersebut,
peradaban India adalah yang terkuat dalam pengaruhnya terhadap Islam.
Melihat perkembangan Ilmu Falak dalam Islam, ilmu falak diperiodesasikan
menjadi ilmu falak pada masa pra islam, ilmu falak pada masa awal islam, dan
ilmu falak pada masa kejayaan islam.

a) Ilmu Falak Pada Masa Pra Islam


Bangsa-bangsa Mesir, China, dan Babilonia, sejak abad ke-20 sebelum masehi
telah mengenal dan mempelajari ilmu falak atau yang dikenal dengan ilmu
perbintangan. Dalam perkembangannya, ilmu falak dimulai dari zaman Babilonia,
Mesir kuno, China, India, Persia, dan Yunani.8Astronomi sudah dikenal sejak
5
Lutfi Nur Fadhilah, Muhammad al-Farabi Putra, “Nabi Idris dalam Kajian Ilmu Falak”, Ulul Albab: Jurnal Studi
dan Penelitian Hukum Islam 2.2 (2019):124.
6
Ibid., hal.116
7
Mhd Fikri Maulana Nasution, “Perkembangan Ilmu Falak Pada Peradaban Pra Islam”, Jurnal Penelitian Medan
Agama 9.1 (2018):142
8
Alimuddin, "Sejarah Perkembangan Ilmu Falak", Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 2.2
(2013):181.
bangsa Babilonia (Irak Kuno) dengan mengamati rasi-rasi bintang. Perbintangan
menurut bangsa Babilonia sebagai petunjuk Tuhan yang harus dipecahkan.
Bahkan pada zaman itu, manusia lebih banyak menggunakan rasi bintang untuk
meramal kehidupan mereka sehari-hari.9
Sedangkan pada bangsa Yunani, mereka mengamati perkembangan dan kejadian-
kejadian alam hanya masih sebatas melihatnya, bahkan kejadian itu sering
ditambah dengan segala jenis yang berkaitan dengan takhayul. Peristiwa gerhana
matahari maupun gerhana bulan dan jatuhnya meteor dipahami sebagai kejadian
alam yang terkait dengan sesuatu yang pada hakikatnya tidak memiliki hubungan.
Munculnya anggapan raksasa menelan bulan, dewa marah atau dewa lagi berbaik
hati merupakan bentuk-bentuk takhayul yang berlaku pada masa tersebut. Pada
intinya, ilmu falak memiliki kaitan erat dengan mitos-mitos yunani kuno tentang
keberadaan dewa. Pengetahuan falak pada saat itu masih merupakan ilmu yang
digunakan sebagai alat untuk menghasilkan hitungan waktu untuk ritual
menyembah dewa.10
Menurut suatu riwayat, pembagian sepekan atau tujuh hari, sudah ada sejak lebih
dari 5.000 tahun yang lalu. Kemudian ketujuh hari itu, diberilah nama-nama benda
langit yang mereka telah kenal, yakni :
1. Matahari untuk hari Ahad
2. Bulan untuk hari Senin
3. Mars untuk hari Selasa
4. Mercurius untuk hari Rabu
5. Yupiter untuk hari Kamis
6. Venus untuk hari Jum’at dan
7. Saturnus untuk hari Sabtu11
Kemudian sekitar abad ke - 12 Sebelum Masehi, di Negeri Tiongkok, ilmu falak
telah banyak mengalami kemajuan. Mereka telah mampu menghitung kapan akan
terjadi gerhana, serta menghitung peredaran bintang-bintang.12
b) Ilmu Falak Pada Masa Awal Islam
Di kalangan Sarjana Islam, Ilmu Perbintangan sendiri dibagi dua bagian yaitu :

9
Watni Marpaung,“Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group, (2015):5.
10
Watni Marpaung,“Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group, (2015):8.
11
Alimuddin, "Sejarah Perkembangan Ilmu Falak." Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 2.2
(2013):182.
12
Ibid., hal.183
1) Ilmu Tabi’ie (sains) yang membahas kedudukan bintang-bintang,
pergerakannya dan ketentuan-ketentuan gerhana matahari dan bulan. Ilmu
ini dinamakan ilmu falak (astronomi).
2) Ilmu yang membahas perhubungan pergerakan bintang-bintang dengan
kelahiran, kematian, kebahagiaan dan kecelakaan, hujan, kesehatan dan
lain-lain. ilmu yang kedua dinamakan Ilmu Astrologi (nujum).
Orang-orang Arab pada zaman dahulu pun mengetahui kedua bidang ilmu ini
bahkan sejak zaman Jahiliah sebagai warisan dari bangsa Yunani dan Romawi,
kemudian ilmu ini diwariskan kepada orang-orang Islam setelahnya. Di saat
permulaan risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., ilmu falak
belum mengalami perkembangan yang signifikan, karena pada saat itu umat Islam
hanya disibukkan dengan jihad perang dan menyebarluaskan ajaran Islam ke
seluruh pelosok dunia. Sehingga aktivitas untuk mengkaji tentang astronomi
sangat kurang sekali. Adapun jika ada, itu hanyalah sebatas pengetahuan-
pengetahuan langsung yang diberikan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.
Namun belum ada kajian ilmiahnya yang berdasarkan dari ilmu pengetahuan.13
Sedangkan pada zaman tersebut, Dalam menentukan waktu salatnya, umat Islam
sudah mendapatkan petunjuk secara langsung dan detail dari Allah Swt. tanpa
adanya kajian secara ilmiah terlebih dahulu. Sehingga aturan baku waktu salat
tidak bisa berubah dan sifatnya tetap dan tidak berkembang walau zaman telah
berubah. Dalam surat al-Isra’ ayat 78 Allah berfirman:14

‫آن ْالفَجْ ِر ۖ ِإ َّن‬


َ ْ‫ق اللَّي ِْل َوقُر‬ َّ ‫َأقِ ِم ال‬
ِ ُ‫صاَل ةَ لِ ُدل‬
ِ ‫وك ال َّش ْم‬
ِ ‫س ِإلَ ٰى َغ َس‬
َ ‫آن ْالفَجْ ِر َك‬
‫ان َم ْشهُو ًدا‬ َ ْ‫قُر‬
Artinya: “Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam
dan (laksanakan pula salat) subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat)”(Q.S Al-Isra 17:28)
c) Ilmu Falak Pada Masa Kejayaan Islam
Kajian ilmiah mulai ada saat Islam mulai menyebar sampai di luar Mekah dan
Madinah. Kajian ilmu Falak ada pada masa Bani Umayyah yaitu pada abad ke-8
masehi tepatnya pada kepemimpinan khalifah Khalid Bin Yazid bin muawiyah bin
Abi Sufyan (W.85 H/704 m). Perkembangan tersebut dikarenakan adanya
13
Imam Ghozali, “Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak”, HUMANISTIKA: Jurnal Keislaman 2.1 (2016):6
14
Ibid., hal.7
kecenderungan khalifah akan ilmu pengetahuan yang berkembang. Maka dari itu
terjadi perubahan-perubahan mendasar, terutama pada perkembangan keilmuan
yang mengkaji ilmu pengetahuan (science). terbukti dengan banyaknya buku
terjemahan tentang kedokteran, astronomi, dan kimia.15 Setelah itu ilmu falak
berkembang lagi pada masa Bani Abbasiyah dibawa kepemimpinan Abu Jafar al
mansur (754-775 M) perkembangan ini tidak terlepas dari dua peradaban kuno
yaitu India dan Persia. Perkembangan kajian ilmu Falak ini disebabkan oleh
gerakan terjemah buku astronomi. Pada masa Abu Ja'far itu ilmu Falak mendapat
perhatian khusus hingga khalifah Abu Ja’far Al Mansur menyediakan dana besar
untuk penelitian dan penerjemahan, sehingga tidak heran jika hasil-hasil yang
dicapai sangatlah memuaskan. Adapun karya astronomi india yang berjudul
Siddhanta (Bahasa arab : Sindhind) atas perintah abu mansur naskah tersebut
diterjemahkan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari (meninggal sekitar tahun
777) yang kemudian menjadi astronom pertama Islam. Terjemahan Al-Fazari ini
dinamakan al-Sinhind al-Kabir16 yang terus menjadi pedoman tunggal sampai
pada abad ke-9. Selain karya terjemahan tersebut Al Fazari juga mengarang
beberapa syair astronomis dan menjadi orang pertama di kalangan Islam yang
membuat astrolable yang kemudian menjadi instrumen khas dalam astronomi
Islam. Selain Al Fazari tokoh yang berperan dalam memperkenalkan astronomi
India ke dalam Islam ialah Ya'qub bin Tariq yang belajar dari seorang guru India
dan menjadi ahli dalam disiplin ilmu astronomi orang ini menjadi penyebab
astronomi dan matematika India dapat masuk ke dalam sains Islam . Kajian ilmu
falakpun tetap berlanjut serta mengalami fase kemajuan di masa-masa selanjutnya.
Berikutnya pada masa Khalifah Al Makmun kajian tentang astronomi Islam
mencapai masa kejayaan dan keemasan penerjemah karena dilakukan
penerjemahan pada masa itu yaitu buku-buku tentang astronomi yang berbahasa
Persia, India, Yunani banyak yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab. Dan di masa Makmun ini juga muncul para ahli astronomi yang terkenal,
seperti:
1) Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi mengarang buku berjudul
Muhtaṣar fi Ḥisāb al-Jabr wa al-Muqābalah sekitar tahun 825 di
Baghdad. Buku ini sangat mempengaruhi pemikiran

15
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group,(2015):13.
16
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak dari Sejarah Ke Teori dan Aplikasi” (Surabaya: Rajawali Press, 2017),10
cendekiawan-cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan
sebagian ke dalam bahasa latin oleh Robert Chester pada tahun
1140 dengan judul Liber Algebras et Almucabo.
2) Al-Fargani seorang ahli Falak yang berasal dari Farghana,
Transsoxania. Sebuah kota yang terletak di tepi sungai Sardari
Uzbekistan di barat. Semua ahli astronomi pada abad
pertengahan mengenalnya dengan sebutan Alfraganus . Nama
lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin
Katsir al-Fargani. Hampir semua referensi sepakat bahwa al-
Fargani adalah tokoh yang terkemuka dan seorang ahli Falak
yang hidup semasa Khalifah al-Ma’mun (813-833 M) sampai
masa kematian al-Mutawakkil (847-881 M ). Karya utamanya
yang masih tetap bertahan dalam bahasa Arab masih tersimpan
baikdi Oxford, Paris, Kairo dan di perpustakaan Princeton
University dengan judul yang berbeda-beda diantaranya adalah
Jawamy ilm an-Nujum al-Harakat as-Samawiyya , Ushul ilm an-
Nujum, Al-Madkhl ila’ Ilm Hayat al-Falak dan kitab al-Fushul
ats-Tsalatsin, semuanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
latin Spacol oleh John Hispalensis dari Sevillae dan Gerard dari
gremona pada tahun 899 H/1493 M.
3) Abu Ma’shar al-Falaky. Karya-karyanya antara lain adalah
Ithbātul Ūlūmdan Haiatul Falak.
Pada abad selanjutnya, pengembangan ilmu falak di tubuh Islam masih tetap
berlanjut hingga kini. Dan sudah mengalami perkembangan sesuai dengan
ilmu pengetahuan al-Quran dan Sunah.Adanya peradaban pasca Islam, yang
disebut dengan peradaban Arab yaitu bisa penulis katakan suatu persambungan
antara peradaban Yunani dan Arab.17
Adapun tokoh Falak dikalangan ummat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu
al-Khawarizmi dengan Magnum opusnya. Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr
wa al-Muqabalah, buku ini sangat mempengaruhi pemikiran cendekiawan-
cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh
Robert Chister pada tahun 535 H/1140 M dengan judul Liber al-gebras et
almucarabah dan pada tahun 1247 H /1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa
17
Imam Ghozali, “Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak”, HUMANISTIKA: Jurnal Keislaman 2.1 (2016):9
Inggris oleh Frederict Rosen.18 Selain Al-Khawarizmi tokoh-tokoh dari
Kalangan Islam yang ikut membangun dan mengembangkan ilmu Falak
adalah:
1) Jabir Batany (wafat 318 H/931 M ) yang telah menetapkan letak
bintang, Ia telah menciptakan alat teropong bintang yang ajaib
kitabnya yang Terkenal : Kitabu Ma’rifati Mathli ‘ il buruj Baina
arbail Falak.
2) Abu Raihan al-Biruni (363 H – 440 H/973 M – 1048 M ) salah
satu karyanya ialah al – Qanun al-Mas’udi (sebuah ensiklopedi
astronomi) yang dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud
Mahmud yang ditulis pada tahun 421 H/1030 M selain ahli
dalam ilmu Falak, beliau menguasai berbagai bidang ilmu
lainnya, seperti Filsafat, matematika, Geografi, dan
fisika.Menurut Prof. Ahmad Baequny, Al-Biruni adalah orang
yang pertama menolak teori Ptolomeus dan menganggap teori
Geosentris tidak masuk akal.
3) Nasiruddin al-Tusi ( Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin
Al-Hasan Nasiruddin at-Tusi, 598 H- 673 H /12-01 M-1274 M).
seorang ahli falak yang telah membuat sebuah observatorium di
Maragha karena perintah dari Hulagu. Dengan observatorium itu
ia berhasil membuat tabel tabel data astronomis benda-benda
langit dengan nama dwal al-Kaniyan”. Dalam bidang ini, ia
merupakan tokoh yang sangat menonjol diantara ilmuan dan
peneliti Muslim lainnya. Penelitiannya antara lain mengenai
‚lintasan, ukuran dan jarak planit Merkurius, terbit dan terbenam
, ukuran dan jarak matahari dengan bulan, danbintang-bintang‚.
Di antara karya tulisannya dalam bidang ini adalah Al-
Mutawassil baina al-Handasah wa al-Hai’ah (kumpulan karya
terjemahan dari Yunani tentang geometri dan astronomi) , Al-
Tadzkirah fi ilm al-Hari’ah(sebuah karya hasil penyelidikan
dalm bidang astronomi ) dan Zubdah al-Hai’ah (intisari
astromoni)

18
Alimuddin, "Sejarah Perkembangan Ilmu Falak." Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 2.2
(2013):184.
4) Muhammad Turghay Ulugbbek (797 -853 H/1394-1449 M) ia
dikenal sebagai ahli Falak dan yang membangun ovservatorium
di Samarkan pada tahun 823 H/1420 M dan menyusun Zij
Sulthani. Karya-karya momumental tersebut sebagian besar
masih bernuansa manuskrip dan kini tersimpan di Ma’had
Makhlutat al-Araby , Kaero, Mesir. Patut diketahui bahwa
semua karya tersebut di atas masih bergaya masih bernuansa
geosentris. Artinya karya-karya tersebut masih banyak
dipengaruhi oleh Ptolmeus, yang menempatkan bumi sebagai
pusat peredaran planet-planet dan matahari.
Selanjutnya, Tokoh falak yang sampai sekarang karyanya terus diikuti adalah
Ulugh Bek (1420 M) astronomi asal Iskandari dengan observatoriumnya
berhasil menyusun tabel data astronomi yang banyak digunakan pada
perkembangan ilmu falak pada masa selanjutnya. 19 Para sarjana di abad ke-
20M menganggap bahwa Copernicus itu adalah Bapak Ilmu Falak
Modern, sebab dialah orang yang pertama yang mengemukakan paham
heliosentris (Matahari sebagai pusat alam).20 Sebelum dikemukakan oleh
copernicus teori tersebut dikemukakan oleh al-biruni. beberapa statement yang
di tulis al-biruni dalam kitab Qonun Al-Masudi sehingga memberikan
beberapa statement bantahan terhadap teori dari Ptolemy yang pada akhirnya
ide dasar Al birruni tersebut di adopsi oleh Copernicus. Yang mana
sebelumnya banyak orang berpegang pada paham geosentris (Bumi sebagai
pusat alam). Paham geosentris pada mulanya dipelopori oleh seorang sarjana
Yunani Bernama Claudius Ptolomeus (190-170 M) dan paham ini diikat oleh
kebanyakan ulama falak Islam seperti al-Kindi (w. 258), al-Battani (w 317 H),
al-Farabi(w. 339 H), dan Ibnu Sina (w. 428 H). Dari masa keemasan sejak
munculnya paham geosentris para sarjana tidak bosan melakukan penyelidikan
yang teliti dan sistematis dengan mengunakan bermacam-macam alat dan telah
membuktikan bahwa paham heliosentris-lah yang benar, yakni Matahari yang
menjadi pusat alam. Ayat Al-Qur'an yang senada dengan pemahaman
heliosentris adalah:

19
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group,(2015):16.
20
Ibid., hal.17
ُ ِ‫ك ْٱلقَ َم َر َواَل ٱلَّ ْي ُل َساب‬
ِ َ‫ق ٱلنَّه‬
ۚ ‫ار‬ َ ‫اَل ٱل َّش ْمسُ يَ ۢنبَ ِغى لَهَٓا َأن تُ ْد ِر‬
‫نَ َو ُكلٌّ فِى فَلَ ٍك يَ ْسبَحُو‬
Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam-pun
tidak dapat mendahuli siang. Masing-masing beredar pada garis edamya.”
(QS. Yasin 36: 40)21
Mohd Ali Muda (w. 2007 M) mengemukakan bahwa tidak terlalu berani
apabila dikatakan bahwa paham heliosentris itulah yang diterima orang dari
Nabi Idris a.s. sebagai orang yang pertama menerima pengetahuan ilmu falak
dari pencipta alam semesta." Setelah enam abad kejayaan peradaban Islam
berlangsung di bawah pimpinan Islam. Ketika peradaban Islam mengalami
kemunduran yang diperkirakan dimulai sejak abad pertengahan yaitu pada
abad ke-15 M, kajian-kajian ilmu falak (astronomi) dalam dunia Islam ikut
mengalami kemunduran juga sampai penghujung abad ke-19 M. 22Walaupun
kemunduran ilmu falak (astronomi) tidak mengalami penurunan drastis. Ilmu
ini terus berkembang dari waktu-kewaktu, karena diperlukan umat Islam
dalam kegiatan ibadah. Pada awal abad ke-20 M, kajian ilmu falak (astronomi)
mulai bangkit kembali, ditandai dengan munculnya beberapa ahli falak
(astronomi) Eropa yang melakukan kajian tentang planet matahari, bulan dan
bintang-bintang, termasuk observasi hilal dan peredaran planet. Pada tahun
1900-an kajian dalam bidang ilmu falak mendapat perhatian dari umat Islam,
sehingga muncul ahli falak baru, sebut saja seperti Sa’adoeddin Djambek,
Muhammad Manshur, Muhammad Nawawi al-Bantany, Zubir Umar
(Indonesia) dan Mohammad Ilyas (Malaysia). Sejak ilmu falak (astronomi) di
dunia Islam mengalami perkembangan kembali sering diselenggarakan
konfrensi ilmu falak Internasional. Pada tahun 1978 diadakan Muktamar
penyatuan kalender Hijriah Internasional di Istambul, Turki (28 November
1978) bekerjasama dengan organisasi Islam Rabithah Alam Islami. Selain itu,
dibagun lembaga observasi hilal (Islamic Crescents Observation Project yang
berkedudukan di Yordania.23
21
Al-qur’an, 36:40
22
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group,(2015):19.
23
Hajar, “Ilmu Falak Sejarah, Perkembangan dan Tokoh-tokohnya”, Pekanbaru:PT Sutra Benta Perkasa,
(2014):53.
Kesimpulan
Dalam perkembangannya ilmu falak sudah ada pada abad 20 SM, dimulai dari zaman
Babilonia, Mesir kuno, China, India, Persia, dan Yunani. Sebelum islam ini hadir ditengah
tengah kita. Ilmu falak ini muncul sejak zaman nabi Idris as. Nabi idris ini dianngap tokoh
pertama ilmu falak didunia. Perkembangan tentang ilmu falak terus berjalan hingga
mengalami masa kejayaan yaitu pada masa bani umayyah dibawah pimpinan khalid bin yazid
kemudian pada masa bani abassiyah dibawah kepemimpinan abu jafar al mansur dan
puncaknya yaitu pada masa khalifah al makmun. Perkembangan itu terjadi karena khalifah
yang memimpin perhatian terhadap ilmu pengetahuan (science). Selanjutnya setelah masa
pemerintahan khalifah tidak ada, para ulama’ dan ahli ilmu falaklah yang mengembangkan
ilmu tersebut. Setelah mengalami masa kejayaan selama 6 abad ilmu falak mengalami
kemunduran, kemunduran diperkirakan sekitar abad ke-15 sampai pada penghujung abad ke-
19. Walaupun mengalami kemunduran ilmu falak tidak mengalami kemunduran yang drastis.
Kajian ilmu falak mulai bangkit kembali pada abad ke-20 M yang ditandai dengan
munculnya beberapa ahli falak.
Daftar Pustaka
Marpaung, Watni. (2015). Pengantar Ilmu Falak. Jakarta: Prenadamedia Group
Alimuddin, A. (2013) Sejarah Perkembangan Ilmu Falak. Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana
dan Ketatanegaraan 02, no.2
Hajar. (2014). Ilmu Falak Sejarah, Perkembangan, dan Tokoh-Tokohnya. Pekanbaru: PT
Sutra Benta Perkasa
Ghozali, Imam. (2013) Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak. HUMANISTIKA: Jurnal
Keislaman, 02, no.1
Chotban, Sippan. (2020) Membaca Ulang Relasi Sains dan Agama dalam Perspektif Nalar
Ilmu Falak. El Falaky: Jurnal Ilmu Falak, 04, no.2
Qulub, Siti Tatmainul Qulub. (2017) Ilmu Falak dari Sejarah Ke Teori dan Aplikasi
Surabaya: Rajawali Press.
Fadhilah Lutfi, N. & Putra Al-Farabi, M. (2019) Nabi Idris dalam Kajian Sejarah Ilmu
Falak. Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam, 02, no.2
Nasution, Mhd Fikri Maulana. Perkembangan Ilmu Falak Pada Peradaban Pra Islam. Jurnal
Penelitian Medan Agama, 09, no.1 (2018)

Anda mungkin juga menyukai