Kejayaan Islam
Abstract Astronomy in terminology is the science that studies the trajectories of celestial bodies, such as the sun, moon,
stars, and other celestial bodies with the aim of knowing their position. The word astronomy is expressed in the Qur'an twice,
namely in Surah al-Anbiyā' verse 33 and Surah Yasin verse 40. Other names for the science of astronomy are the first,
namely the science of reckoning which means counting, the second science of miqat which means time, the third science
rasd which means observation, the fourth science of astronomy which means astrology. In its development, astronomy began
from the times of Babylon, ancient Egypt, China, India, Persia, and Greece. Among these civilizations, the Indian
civilization was the strongest in its influence on Islam. Seeing the development of astronomy in Islam, astronomy was
periodized into astronomy in the pre-Islamic period, astronomy in the early days of Islam, and astronomy in the heyday of
Islam.
Abstrak Ilmu Falak secara terminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan-lintasan benda langit, seperti
matahari, bulan, bintang-bintang, dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisinya. k ata falak
diungkapkan al-Qur’an sebanyak dua kali yaitu pada surat al-Anbiyā’ ayat 33 dan surat Yasin ayat 40. Nama-nama lain dari
ilmu falak yang pertama yaitu ilmu hisab artinya menghitung, kedua ilmu miqat yang berarti waktu, ketiga ilmu rasd yang
berarti pengamatan, keempat ilmu astronomi yang berarti ilmu perbintangan. Dalam perkembangannya, ilmu falak dimulai
dari zaman Babilonia, Mesir kuno, China, India, Persia, dan Yunani. Diantara peradaban-peradaban tersebut, peradaban
India adalah yang terkuat dalam pengaruhnya terhadap Islam. Melihat perkembangan Ilmu Falak dalam Islam, ilmu falak
diperiodesasikan menjadi ilmu falak pada masa pra islam, ilmu falak pada masa awal islam, dan ilmu falak pada masa
kejayaan islam.
Kata falak menurut kamus bahasa Arab yaitu Madāral Nujūm yang artinya tempat
beredarnya bintang, jamaknya adalah aflāk. Adapun menurut kamus bahasa Inggris
yaitu The science that deals with the material universe beyond the earth’s atmosphere
yang artinya suatu ilmu yang berhubungan dengan alam semesta material di luar
atmosfer bumi. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
lingkaran langit atau cakrawala. Kata falak diungkapkan Al-Qur’an sebanyak dua kali
yaitu pada surah al-Anbiyā’ ayat 33 dan surah Yasin ayat 40.3
Nama-nama lain dari ilmu falak yang pertama yaitu ilmu hisab artinya menghitung,
Kata hisab berasal dari bahasa Arab, secara etimologis mencakup semua ilmu yang
terkait dengan hitungan seperti ilmu matematika, ilmu waris dan ilmu falak. Kedua
ilmu miqat yang berarti waktu, kata miqat berasal dari bahasa Arab yang mempelajari
dan membahas tentang persoalan awal dan akhir waktu pelaksanaan ibadah. Ketiga
ilmu rasd yang berarti pengamatan, pembahasan ilmu falak tidak terlepas dalam
membicarakan observasi benda-benda langit, atau pengamatan secara langsung
terhadap benda langit seperti matahari, bulan dan bintang. Keempat ilmu astronomi
yang berarti ilmu perbintangan. Kata astronomi berasal dari bahasa Yunani yaitu
“astron” yang berarti bintang dan “nomos” berarti nama.4
1
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta:Prenadamedia Group, (2015):1-2.
2
Sippah Chotban, “Membaca Ulang Relasi Sains dan Agama dalam Perspektif Nalar Ilmu Falak”, El Falaky:
Jurnal Ilmu Falak 4.2 (2020):223
3
Imam Ghozali, “Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak”, HUMANISTIKA: Jurnal Keislaman 2.1 (2016):2
4
Hajar, “Ilmu Falak Sejarah, Perkembangan dan Tokoh-tokohnya”, Pekanbaru:PT Sutra Benta Perkasa, (2014):2
B. Pembahasan
9
Watni Marpaung,“Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group, (2015):5.
10
Watni Marpaung,“Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group, (2015):8.
11
Alimuddin, "Sejarah Perkembangan Ilmu Falak." Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 2.2
(2013):182.
12
Ibid., hal.183
1) Ilmu Tabi’ie (sains) yang membahas kedudukan bintang-bintang,
pergerakannya dan ketentuan-ketentuan gerhana matahari dan bulan. Ilmu
ini dinamakan ilmu falak (astronomi).
2) Ilmu yang membahas perhubungan pergerakan bintang-bintang dengan
kelahiran, kematian, kebahagiaan dan kecelakaan, hujan, kesehatan dan
lain-lain. ilmu yang kedua dinamakan Ilmu Astrologi (nujum).
Orang-orang Arab pada zaman dahulu pun mengetahui kedua bidang ilmu ini
bahkan sejak zaman Jahiliah sebagai warisan dari bangsa Yunani dan Romawi,
kemudian ilmu ini diwariskan kepada orang-orang Islam setelahnya. Di saat
permulaan risalah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., ilmu falak
belum mengalami perkembangan yang signifikan, karena pada saat itu umat Islam
hanya disibukkan dengan jihad perang dan menyebarluaskan ajaran Islam ke
seluruh pelosok dunia. Sehingga aktivitas untuk mengkaji tentang astronomi
sangat kurang sekali. Adapun jika ada, itu hanyalah sebatas pengetahuan-
pengetahuan langsung yang diberikan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.
Namun belum ada kajian ilmiahnya yang berdasarkan dari ilmu pengetahuan.13
Sedangkan pada zaman tersebut, Dalam menentukan waktu salatnya, umat Islam
sudah mendapatkan petunjuk secara langsung dan detail dari Allah Swt. tanpa
adanya kajian secara ilmiah terlebih dahulu. Sehingga aturan baku waktu salat
tidak bisa berubah dan sifatnya tetap dan tidak berkembang walau zaman telah
berubah. Dalam surat al-Isra’ ayat 78 Allah berfirman:14
15
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group,(2015):13.
16
Siti Tatmainul Qulub, Ilmu Falak dari Sejarah Ke Teori dan Aplikasi” (Surabaya: Rajawali Press, 2017),10
cendekiawan-cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan
sebagian ke dalam bahasa latin oleh Robert Chester pada tahun
1140 dengan judul Liber Algebras et Almucabo.
2) Al-Fargani seorang ahli Falak yang berasal dari Farghana,
Transsoxania. Sebuah kota yang terletak di tepi sungai Sardari
Uzbekistan di barat. Semua ahli astronomi pada abad
pertengahan mengenalnya dengan sebutan Alfraganus . Nama
lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin
Katsir al-Fargani. Hampir semua referensi sepakat bahwa al-
Fargani adalah tokoh yang terkemuka dan seorang ahli Falak
yang hidup semasa Khalifah al-Ma’mun (813-833 M) sampai
masa kematian al-Mutawakkil (847-881 M ). Karya utamanya
yang masih tetap bertahan dalam bahasa Arab masih tersimpan
baikdi Oxford, Paris, Kairo dan di perpustakaan Princeton
University dengan judul yang berbeda-beda diantaranya adalah
Jawamy ilm an-Nujum al-Harakat as-Samawiyya , Ushul ilm an-
Nujum, Al-Madkhl ila’ Ilm Hayat al-Falak dan kitab al-Fushul
ats-Tsalatsin, semuanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
latin Spacol oleh John Hispalensis dari Sevillae dan Gerard dari
gremona pada tahun 899 H/1493 M.
3) Abu Ma’shar al-Falaky. Karya-karyanya antara lain adalah
Ithbātul Ūlūmdan Haiatul Falak.
Pada abad selanjutnya, pengembangan ilmu falak di tubuh Islam masih tetap
berlanjut hingga kini. Dan sudah mengalami perkembangan sesuai dengan
ilmu pengetahuan al-Quran dan Sunah.Adanya peradaban pasca Islam, yang
disebut dengan peradaban Arab yaitu bisa penulis katakan suatu persambungan
antara peradaban Yunani dan Arab.17
Adapun tokoh Falak dikalangan ummat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu
al-Khawarizmi dengan Magnum opusnya. Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr
wa al-Muqabalah, buku ini sangat mempengaruhi pemikiran cendekiawan-
cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh
Robert Chister pada tahun 535 H/1140 M dengan judul Liber al-gebras et
almucarabah dan pada tahun 1247 H /1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa
17
Imam Ghozali, “Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak”, HUMANISTIKA: Jurnal Keislaman 2.1 (2016):9
Inggris oleh Frederict Rosen.18 Selain Al-Khawarizmi tokoh-tokoh dari
Kalangan Islam yang ikut membangun dan mengembangkan ilmu Falak
adalah:
1) Jabir Batany (wafat 318 H/931 M ) yang telah menetapkan letak
bintang, Ia telah menciptakan alat teropong bintang yang ajaib
kitabnya yang Terkenal : Kitabu Ma’rifati Mathli ‘ il buruj Baina
arbail Falak.
2) Abu Raihan al-Biruni (363 H – 440 H/973 M – 1048 M ) salah
satu karyanya ialah al – Qanun al-Mas’udi (sebuah ensiklopedi
astronomi) yang dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud
Mahmud yang ditulis pada tahun 421 H/1030 M selain ahli
dalam ilmu Falak, beliau menguasai berbagai bidang ilmu
lainnya, seperti Filsafat, matematika, Geografi, dan
fisika.Menurut Prof. Ahmad Baequny, Al-Biruni adalah orang
yang pertama menolak teori Ptolomeus dan menganggap teori
Geosentris tidak masuk akal.
3) Nasiruddin al-Tusi ( Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin
Al-Hasan Nasiruddin at-Tusi, 598 H- 673 H /12-01 M-1274 M).
seorang ahli falak yang telah membuat sebuah observatorium di
Maragha karena perintah dari Hulagu. Dengan observatorium itu
ia berhasil membuat tabel tabel data astronomis benda-benda
langit dengan nama dwal al-Kaniyan”. Dalam bidang ini, ia
merupakan tokoh yang sangat menonjol diantara ilmuan dan
peneliti Muslim lainnya. Penelitiannya antara lain mengenai
‚lintasan, ukuran dan jarak planit Merkurius, terbit dan terbenam
, ukuran dan jarak matahari dengan bulan, danbintang-bintang‚.
Di antara karya tulisannya dalam bidang ini adalah Al-
Mutawassil baina al-Handasah wa al-Hai’ah (kumpulan karya
terjemahan dari Yunani tentang geometri dan astronomi) , Al-
Tadzkirah fi ilm al-Hari’ah(sebuah karya hasil penyelidikan
dalm bidang astronomi ) dan Zubdah al-Hai’ah (intisari
astromoni)
18
Alimuddin, "Sejarah Perkembangan Ilmu Falak." Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 2.2
(2013):184.
4) Muhammad Turghay Ulugbbek (797 -853 H/1394-1449 M) ia
dikenal sebagai ahli Falak dan yang membangun ovservatorium
di Samarkan pada tahun 823 H/1420 M dan menyusun Zij
Sulthani. Karya-karya momumental tersebut sebagian besar
masih bernuansa manuskrip dan kini tersimpan di Ma’had
Makhlutat al-Araby , Kaero, Mesir. Patut diketahui bahwa
semua karya tersebut di atas masih bergaya masih bernuansa
geosentris. Artinya karya-karya tersebut masih banyak
dipengaruhi oleh Ptolmeus, yang menempatkan bumi sebagai
pusat peredaran planet-planet dan matahari.
Selanjutnya, Tokoh falak yang sampai sekarang karyanya terus diikuti adalah
Ulugh Bek (1420 M) astronomi asal Iskandari dengan observatoriumnya
berhasil menyusun tabel data astronomi yang banyak digunakan pada
perkembangan ilmu falak pada masa selanjutnya. 19 Para sarjana di abad ke-
20M menganggap bahwa Copernicus itu adalah Bapak Ilmu Falak
Modern, sebab dialah orang yang pertama yang mengemukakan paham
heliosentris (Matahari sebagai pusat alam).20 Sebelum dikemukakan oleh
copernicus teori tersebut dikemukakan oleh al-biruni. beberapa statement yang
di tulis al-biruni dalam kitab Qonun Al-Masudi sehingga memberikan
beberapa statement bantahan terhadap teori dari Ptolemy yang pada akhirnya
ide dasar Al birruni tersebut di adopsi oleh Copernicus. Yang mana
sebelumnya banyak orang berpegang pada paham geosentris (Bumi sebagai
pusat alam). Paham geosentris pada mulanya dipelopori oleh seorang sarjana
Yunani Bernama Claudius Ptolomeus (190-170 M) dan paham ini diikat oleh
kebanyakan ulama falak Islam seperti al-Kindi (w. 258), al-Battani (w 317 H),
al-Farabi(w. 339 H), dan Ibnu Sina (w. 428 H). Dari masa keemasan sejak
munculnya paham geosentris para sarjana tidak bosan melakukan penyelidikan
yang teliti dan sistematis dengan mengunakan bermacam-macam alat dan telah
membuktikan bahwa paham heliosentris-lah yang benar, yakni Matahari yang
menjadi pusat alam. Ayat Al-Qur'an yang senada dengan pemahaman
heliosentris adalah:
19
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group,(2015):16.
20
Ibid., hal.17
ُ ِك ْٱلقَ َم َر َواَل ٱلَّ ْي ُل َساب
ِ َق ٱلنَّه
ۚ ار َ اَل ٱل َّش ْمسُ يَ ۢنبَ ِغى لَهَٓا َأن تُ ْد ِر
نَ َو ُكلٌّ فِى فَلَ ٍك يَ ْسبَحُو
Artinya: “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam-pun
tidak dapat mendahuli siang. Masing-masing beredar pada garis edamya.”
(QS. Yasin 36: 40)21
Mohd Ali Muda (w. 2007 M) mengemukakan bahwa tidak terlalu berani
apabila dikatakan bahwa paham heliosentris itulah yang diterima orang dari
Nabi Idris a.s. sebagai orang yang pertama menerima pengetahuan ilmu falak
dari pencipta alam semesta." Setelah enam abad kejayaan peradaban Islam
berlangsung di bawah pimpinan Islam. Ketika peradaban Islam mengalami
kemunduran yang diperkirakan dimulai sejak abad pertengahan yaitu pada
abad ke-15 M, kajian-kajian ilmu falak (astronomi) dalam dunia Islam ikut
mengalami kemunduran juga sampai penghujung abad ke-19 M. 22Walaupun
kemunduran ilmu falak (astronomi) tidak mengalami penurunan drastis. Ilmu
ini terus berkembang dari waktu-kewaktu, karena diperlukan umat Islam
dalam kegiatan ibadah. Pada awal abad ke-20 M, kajian ilmu falak (astronomi)
mulai bangkit kembali, ditandai dengan munculnya beberapa ahli falak
(astronomi) Eropa yang melakukan kajian tentang planet matahari, bulan dan
bintang-bintang, termasuk observasi hilal dan peredaran planet. Pada tahun
1900-an kajian dalam bidang ilmu falak mendapat perhatian dari umat Islam,
sehingga muncul ahli falak baru, sebut saja seperti Sa’adoeddin Djambek,
Muhammad Manshur, Muhammad Nawawi al-Bantany, Zubir Umar
(Indonesia) dan Mohammad Ilyas (Malaysia). Sejak ilmu falak (astronomi) di
dunia Islam mengalami perkembangan kembali sering diselenggarakan
konfrensi ilmu falak Internasional. Pada tahun 1978 diadakan Muktamar
penyatuan kalender Hijriah Internasional di Istambul, Turki (28 November
1978) bekerjasama dengan organisasi Islam Rabithah Alam Islami. Selain itu,
dibagun lembaga observasi hilal (Islamic Crescents Observation Project yang
berkedudukan di Yordania.23
21
Al-qur’an, 36:40
22
Watni Marpaung, “Pengantar Ilmu Falak”, Jakarta: Prenadamedia Group,(2015):19.
23
Hajar, “Ilmu Falak Sejarah, Perkembangan dan Tokoh-tokohnya”, Pekanbaru:PT Sutra Benta Perkasa,
(2014):53.
Kesimpulan
Dalam perkembangannya ilmu falak sudah ada pada abad 20 SM, dimulai dari zaman
Babilonia, Mesir kuno, China, India, Persia, dan Yunani. Sebelum islam ini hadir ditengah
tengah kita. Ilmu falak ini muncul sejak zaman nabi Idris as. Nabi idris ini dianngap tokoh
pertama ilmu falak didunia. Perkembangan tentang ilmu falak terus berjalan hingga
mengalami masa kejayaan yaitu pada masa bani umayyah dibawah pimpinan khalid bin yazid
kemudian pada masa bani abassiyah dibawah kepemimpinan abu jafar al mansur dan
puncaknya yaitu pada masa khalifah al makmun. Perkembangan itu terjadi karena khalifah
yang memimpin perhatian terhadap ilmu pengetahuan (science). Selanjutnya setelah masa
pemerintahan khalifah tidak ada, para ulama’ dan ahli ilmu falaklah yang mengembangkan
ilmu tersebut. Setelah mengalami masa kejayaan selama 6 abad ilmu falak mengalami
kemunduran, kemunduran diperkirakan sekitar abad ke-15 sampai pada penghujung abad ke-
19. Walaupun mengalami kemunduran ilmu falak tidak mengalami kemunduran yang drastis.
Kajian ilmu falak mulai bangkit kembali pada abad ke-20 M yang ditandai dengan
munculnya beberapa ahli falak.
Daftar Pustaka
Marpaung, Watni. (2015). Pengantar Ilmu Falak. Jakarta: Prenadamedia Group
Alimuddin, A. (2013) Sejarah Perkembangan Ilmu Falak. Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana
dan Ketatanegaraan 02, no.2
Hajar. (2014). Ilmu Falak Sejarah, Perkembangan, dan Tokoh-Tokohnya. Pekanbaru: PT
Sutra Benta Perkasa
Ghozali, Imam. (2013) Prespektif Historis Tentang Ilmu Falak. HUMANISTIKA: Jurnal
Keislaman, 02, no.1
Chotban, Sippan. (2020) Membaca Ulang Relasi Sains dan Agama dalam Perspektif Nalar
Ilmu Falak. El Falaky: Jurnal Ilmu Falak, 04, no.2
Qulub, Siti Tatmainul Qulub. (2017) Ilmu Falak dari Sejarah Ke Teori dan Aplikasi
Surabaya: Rajawali Press.
Fadhilah Lutfi, N. & Putra Al-Farabi, M. (2019) Nabi Idris dalam Kajian Sejarah Ilmu
Falak. Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam, 02, no.2
Nasution, Mhd Fikri Maulana. Perkembangan Ilmu Falak Pada Peradaban Pra Islam. Jurnal
Penelitian Medan Agama, 09, no.1 (2018)