Sejarah Astronomi Penggambaran rasi bintang Taurus bersama dengan Pleiades ditemukan dalam lukisan yang ada di Gua Lascaux, Perancis. Lukisan tersebut dipercaya berasal dari tahun 15.000 SM. Sejarah Astronomi Sebuah "kalender" yang sederhana namun masih berfungsi ditemukan di Warren Field, Skotlandia. Para arkeolog percaya bahwa kalender Warren Field diciptakan oleh para pemburu sekitar 8.000 SM, menjadikannya kalender tertua di dunia yang ditemukan hingga saat ini dengan selisih yang signifikan. Peradaban Sumeria
Para sejarawan yakin bahwa peradaban
tertua, bangsa Sumeria, adalah astronom, namun sebagian besar pengetahuan mereka hilang, meninggalkan beberapa bagian yang menarik dari budaya canggih mereka. Pengetahuan kita tentang kontribusi mereka terhadap astronomi kuno diperoleh dari transmisi tidak langsung ke Peta Bintang Sumeria 3300 SM kebudayaan Babilonia. Peradaban Babilonia Mereka adalah peradaban pertama yang memperkenalkan tujuh hari dalam seminggu dan mereka menamai tujuh hari dengan nama Matahari dan Bulan diikuti oleh lima planet yang diketahui, untuk memberikan urutan Matahari, Bulan, Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus. Astronomi Babilonia adalah dasar bagi astronomi Yunani dan Helenistik, astronomi India klasik, astronomi Islam. Tablet Babilonia yang menyatakan tentang komet Halley pada 164 SM. Peradaban Mesir Mesir kuno melakukan aktivitas astronomi dengan mengamati perubahan penampakan Bulan sekaligus menjadikan Bulan sebagai standar rutinitas kehidupan. Bangsa Mesir kuno memiliki ketertarikan lebih pada bintang Sothis (Sirius). Mereka mengamati bahwa setiap kali bintang Sothis tampak di langit untuk pertama, disaat itulah Rasi Bintang Canis Major banjir bandang sungai Nil akan segera melanda Mesir. Peradaban Yunani Secara historis, astronomi Yunani adalah asimilasi peradaban Babilonia dan Mesir kuno. Dizamannya, bersama bangsa Romawi, Yunani merupakan kiblat astronomi dunia. Namun setelah runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi pada abad pertengahan, kiblat astronomi berpindah ke bangsa Arab. Tokoh-tokoh astronomi peradaban Yunani antara lain: Thales, Phytagoras, Erastothenes, Aristarchus, Hiparchus, Copernicus. Peradaban Islam Dalam konteks peradaban Islam, hampir semua sarjana Muslim punya telaah dan ketertarikan terhadap astronomi dan alam, hal ini tidak lain karena keterkaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan saat yang sama karena kebutuhannya terhadap ibadah. Instrumen astronomi di peradaban Islam yang paling populer adalah Rubu Mujayyab, Astrolabe, dan Mizwala.
Tokoh-tokoh astronomi peradaban Yunani
antara lain: Al-Khawarizmi, Al-Biruni, Al- Battani, Ibn al-Haytham Ilmu falak di Indonesia Ilmu falak mulai berkembang diNusantara di awal abad 20 M yang ditandai dengan keberadaan pelajar dan Nusantara ke Timur Tengah yang pada awalnya mereka menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu di sana. Syekh ‘Abd al-Rahmânbin Ahmad, seorang ulama yang berasal dari Mesir pada tahun 1314/1896 mengunjungi Kota Betawi dan membawa sejumlah catatan astronomi bernama Zij Sulthany karya Ulugh Bek (w.1449 M). Ia kemudian mengajarkan kitab ini kepada sejumlah ulama di Betawi. Di antara muridnya adalah Ahmad Dahlân Semarang-Termas (w. 1329/1911) dan Habib Usman bin Abdillah bin ‘Aqil bin Yahya yang dikenal sebagai seorang Mufti Betawi. Ulama dalam bidang Falak di Nusantara • Ahmad Khatib Minangkabau (w. 1334/1916) Ia adalah ulama asal Minangkabau yang lama belajar dan bermukim di Haramain. Tercatat bahwa ia pernah menjadi Mufti di Mekah. Ia menghasilkan dua karya dalam bidang ilmu falak adalah al-Jawâhir al- Naqiyyah fî ‘Amal al-Jaibiyyah dan Raudhah al-Hussâb fî ‘Ilm al-Hisâb. Kitab yang pertama merupakan karya tentang suatu instrumen astronomi Bernama Rubu‘ Mujayyab Ulama dalam bidang Falak di Nusantara • Ahmad Dahlan (w. 1923 M) Ia sangat dikenal sebagai pendiri organisasi Muhammadiyah. Ia dicatat mempunyai catatan tentang upaya merekonstruksi arah kiblat yang dilakukan terhadap Masjid Kauman, Yogyakarta. Upaya Dahlan ini menjadi kontribusi penting dalam bidang ilmu falak di Nusantara. Pada mulanya, ia meraih resistensi sangat hebat dari masyarakat, tetapi pada akhirnya secara perlahan gagasannya bisa diterima. Ulama dalam bidang Falak di Nusantara • Mukhtar Bogor Ia memiliki nama lengkap Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid yang pernah menimba ilmu di Timur Tengah. Di antara kontribusinya dalam bidang ilmu falak adalah penulisan sebuah karya tentang Rubu‘ Mujayyab yang berjudul Taqrîb al-Maqshadfî al-‘Amal bi al-Rub‘ al- Mujayyab. Konstruksi dan substansi pembahasannya tidak jauh berbeda dengan pembahasan dalam al-Jawâhir al-Naqiyyah fî ‘Amal al- Jaibiyyah karya Ahmad Khatib. Ulama dalam bidang Falak di Nusantara • Taher Jalaluddin (w. 1377/1957) Ia dikenal sebagai tokoh dimana sejumlah karyanya dalam bidang ilmu falak mempengaruhi pemikiran dan perkembangan ilmu falak di Nusantara. Beberapa karyanya dalam bidang ilmu falak adalah Pati Kiraan Pada Menentukan Waktu yang Lima (diterbitkan tahun1357/1938) dan Natijah al-Ummi The Almanac: Muslim and Christian Calendar and Direction of Qiblat according to Shafie Sect (dicetak tahun 1951). Ulama dalam bidang Falak di Nusantara Di Sumatera Utara banyak ulama ternama yang memiliki jaringan keilmuan ke Timur Tengah dan memiliki sumbangan dalam ilmu falak. Di antaranya Hasan Maksum (1884-1937 M), dan Muhammad Zein Tasak (w. 1967 M), yang keduanya merupakan alumni Haramain. Observatorium dan Planetarium di Indonesia
Pada tahun 1765, seorang pastor bernama
Johan Maurits Mohr (1716-1775) mendirikan observatorium pribadi yang diberi nama Observatorium Mohr di Batavia (Jakarta). Observatorium tersebut menggunakan instrumen terbaik yang ada pada masanya, dan mulai melakukan pengamatan astronomi dan meteorologi. Tanggal 3 Juni 1769 Mohr melakukan pengamatan transit Venus dan transit Merkurius pada tanggal 10 November 1769. Observatorium dan Planetarium di Indonesia
Awal tahun 1920-an, para astronom dan pecinta
astronomi di Hindia Belanda, merasakan kebutuhan untuk mendirikan observatorium di Indonesia. Observatorium ini bertujuan untuk menjadi garda depan pengamatan astronomi di langit selatan. Apalagi saat itu langit selatan memang belum dikenal karena hampir tidak ada pengamatan dilakukan di belahan selatan selain di Afrika Selatan. Observatorium dan Planetarium di Indonesia
Karel Albert Rudolf Bosscha yang merupakan
tuan tanah di perkebunan teh di Malabar bersedia menjadi penyandang dana utama. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. K A R Bosscha juga menyediakan teleskop refraktor ganda Zeiss dan teleskop refraktor Bamberg. Nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini. Observatorium Bosscha diresmikan pada 1 Januari 1923. Observatorium dan Planetarium di Indonesia Observatorium dan Planetarium di Indonesia Observatorium dan Planetarium di Indonesia
Observatorium As Salam, Surakarta
Observatorium dan Planetarium di Indonesia
Observatorium Imaah Noong, Lembang
Observatorium dan Planetarium di Indonesia
Planetarium dan Observatorium Jakarta, Jakarta
Observatorium dan Planetarium di Indonesia
OIF UMSU, Medan
Observatorium dan Planetarium di Indonesia
Observatorium Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta