Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KOSMOLOGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pengganti Tidak Masuk 2 Hari

Mata Kuliah : Filsafat

Dosen Pengampu : Drs. Sahat Saragih, M.Si

Oleh : Deta Zanu Rianto (1511900178)

Kelas C

Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945

2019

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kosmologi ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Filsafat. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Kosmologi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Sahat Saragih, M.Si selaku dosen
Filsafat yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Surabaya, 13 Desember 2019

II
DAFTAR ISI

Judul .............................................................................................................. I

Kata Pengantar............................................................................................ II

Daftar Isi .................................................................................................... III

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................ 1

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Kosmologi ........................................................................ 2


B. Sejarah Pemikiran Kosmologi ............................................................ 2
C. Kosmologi Filsafat .............................................................................. 5

Bab III
Kesimpulan .............................................................................................. 9

Daftar Pustaka ........................................................................................... 10

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara terminologi, penciptaan alam dapat dipahami sebagai sebuah peristiwa


ketika alam semesta atau jagat raya dan segala isinya ini muncul.Berbicara tentang
alam semesta, tentu saja timbul sebuah pertanyaan bagaimanakah alam semesta ini
berawal, kemana ia menuju bagaimana hukum yang menjaga tatanan dan
keseimbangannya bekerja. Alam semesta itu ada seperti yang ketahui sekarang ini
bukanlah tanpa suatu proses, akan tetapi alam semesta ini ada karena tercipta dan
melalui proses yang begitu panjang.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Kosmologi?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Kosmologi?
3. Bagaimana Kosmologi dipandang dalam bidang filsafat?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kosmologi
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kosmologi
3. Untuk mengetahui kosmologi dalam bidang filsafat

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kosmologi
Kosmologi atau yang juga dikenal dengan philosophy of nature (filsafat alam
semesta), secara etimologis berasal dari akar kata bahasa Yunani, yakni kosmos
yang berarti “susunan atau keteraturan”; dan logos yang berarti “telaah atau studi”
(Siswanto, 2005: 1). Sedangkan secara terminologis, Runes mendefinisikannya
sebagai a branch of philosophy which treats of the origin and the structure of the
universe (Runes, 1971: 60). Yaitu cabang filsafat yang membicarakan asal-usul dan
struktur alam semesta.
Louis Kattsoff mempergunakan istilah kosmologi dalam dalam dua
pengertian, yaitu: pertama, penyelidikan filsafat mengenai istilah-istilah pokok yang
terdapat dalam fisika, ruang, waktu, dan lain sebagainya. Kedua, praaggapan-
praanggapan yang terdapat dalam fisika sebagai ilmu tentang jagat raya. Dan untuk
membedakannya dengan ontologi, bidang ini disebut juga dengan ’filsafat fisika’
atau ’filsafat ilmu-ilmu alam’ (Kattsoff, 2004: 231-232).
A. F. Taylor dalam elements of metaphysic (1924: 3-30), memerikan
problem-problem kosmologi dalam beberapa aspek, yakni: ruang (space), waktu
(time), gerak (motion), jarak bintang (magnitude), gaya (force), materi (matter),
perubahan (change), interaksi (interaction), bilangan (number), kualitas (quality),
dan kausalitas (causality).

B. Sejarah Pemikiran Kosmologi


Empat ribu tahun sebelum masehi, bangsa Babilon terkenal memiliki keahlian
dalam ilmu astronomi yang membantu mereka memprediksi gerakan-gerakan yang
tampak mengenai bulan, bintang-bintang, dan planet-planet, serta matahari. Bahkan
mereka bisa memprediksi terjadinya gerhana.Namun, sejarah mencatat bangsa
Yunani kunolah yang pertama kali bisa membuat model kosmologi untuk
menafsirkan gerakan-gerakan tersebut.Pada abad ke-4 SM, mereka memperkenalkan
ide bahwa bintang-bintang itu berada pada suatu permukaan bola yang berotasi di
seputar Bumi setiap 24 jam.Sementara itu planet-planet, matahari, dan bulan
bergerak di dalam ’eter’ di antara Bumi dan bintang-bintang.
2
Aristoteles pada tahun 340 SM, dalam bukunya Mengenai Langit, mampu
mengemukakan dengan baik dua argumen yang meyakinkan orang bahwa Bumi
berbentuk sebuah bola bulat, bukannya piring datar. Pertama, ia menyadari bahwa
gerhana Bulan disebabkan oleh Bumi yang berada antara bulan dan matahari.
Kedua, dari perjalanan yang dilakukan orang Yunani, mereka tahu bahwa Bintang
Utara tampak lebih rendah di langit bila pengamat berada lebih selatan (karena
terletak di atas kutub Utara, Bintang Utara itu berada tepat di atas ubun-ubun
seorang pengamat di Kutub Utara, dan di atas horiszon bila ia berada di
Katulistiwa). Bahkan orang Yunani memiliki argumen ketiga, bahwa Bumi pastilah
bulat. Kalau tidak, mengapa orang melihat terlebih dahulu layar kapal menyembul di
cakrawala, baru kemudian lambungnya?(Hawking, 1994: 2).
Model ini berkembang lebih jauh di abad-abad berikutnya, yang berpuncak
pada sistem Ptolemeus di abad ke-2 M. Gerakan yang sempurna haruslah
membentuk lingkaran-lingkaran.Oleh karena itu, bintang-bintang dan planet-planet,
yang merupakan benda ruang angkasa, mestilah bergerak melingkar. Namun, untuk
menegaskan gerakan yang rumit dari planet-planet, diperkenalkanlah ide tentang
epicycle, yakni lingkaran pada lingkaran.
Nicholas Copernicus, seorang imam Polandia pada abad ke-16 M,
mengembangkan sebuah model pemikiran yang beranggapan bahwa Bumi dan
planet-planetlah yang bergerak melingkar mengitari Matahari, tetapi data
pengamatan pada saat itu memihak pada sistem Ptolemeus. Penolakan terhadap
pandangan Copernicus itu bukan tanpa alasan.Tycho Bhrahe seorang astronom
terkemuka pada abad ke-16 M, menyadari bahwa Bumi mengitari Matahari, maka
posisi bintang-bintang haruslah berbeda kalau diukur dari posisi yang berbeda-beda
dari orbit bumi.Tetapi tanda-tanda pergesaran posisi itu, yang disebut paralaks, tidak
terlihat pada kala itu. Jadi, hanya ada dua probabilitas: Bumi dalam keadaan diam,
atau bintang-bintang berada pada jarak yang amat jauh sehingga paralaks tidak
terindera.
Kala teleskop ditemukan pada abad ke-17 M, dengan bantuan alat ini ide
Ptolemeus runtuh. Lewat perantara alat penglihatan jarak-jauh tersebut Galileo
menemukan bulan-bulan yang bergerak mengitari Jupiter
Pada saat yang sama Kepler, yang merupakan asisten Tycho Brahe,
menemukan ide kunci untuk membangun model heliosentris: bahwa planet-planet
3
bergerak mengitari Matahari pada lintasan elips, bukan lingkaran sempurna.
Kelak Newton menjelaskan bahwa gerakan eliptik bisa dipahami berdasarkan
hukum grafvitasinya, yakni gaya berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Namun,
kemiskinan data observasi tentang paralaks tersebut mewajibkan bahwa bintang-
bintang berada pada jarak yang teramat jauh dari Matahari.Jagat raya menjadi
seperti lautan yang sangat luas berisi bintang-bintang.Dengan bantuan teleskop,
Galileo menemukan 7.000 bintang baru yang tak terlihat secara kasat mata.
Di abad ke-19 M, seorang ahli astronomi dan matematika Bassel akhirnya
mampu mengukur Jarak ke bintang-bintang paralaks.Bintang terdekat (selain
Matahari) terukur pada jarak sekitar 25 juta mil (sebagai bandingan, matahari
berjarak 93 juta mil dari Bumi).Mayoritas dari bintang yang mampu kita lihat
termasuk dalam galaksi Bima Sakti—pita terang yang tersusun atas bintang-bintang
yang merentang di langit pada malam hari.Kemudian pada 1920, seorang ahli
astronomi Amerika, Hubble, menunjukkan bahwa selain Bima Sakti masih banyak
galaksi-galaksi yang berukuran serupa.Hubble juga membuat penemuan yang
mengagumkan bahwa galaksi-galaksi tersebut bergerak menjauhi kita dengan
kecepatan yang sebanding dengan jaraknya terhadap kita.Hal ini bisa dimaklumi
sebagai akibat alami dari teori relativitas umum yang ditemukan kemudian pada
tahun 1915 oleh Einstein; bahwa alam semesta memuai. Benda-benda memiliki
kecenderungan berkumpul dan menyatu sebagai akibat gaya (tarik-menarik)
gravitasi sehingga mustahil alam semesta statis. Tetapi, Einstein memaklumi bahwa
dia bisa menambahkan konstanta ke dalam rumusan matematikanya untuk
menyeimbangi gaya tarik gravitasi. Jika ini benar, maka galaksi-galaksi akan tetap
dalam keadaan terpisah. Setelah diketahui bahwa alam semesta itu memuai, Einstein
menyatakan bahwa upayanya untuk menambahkan konstanta kosmologi merupakan
kesalahan besar.
Seorang ahli matematika Rusia pada tahun 1917, yakni Friedmann menyadari
bahwa persamaan matematika Einstein dapat menjelaskan pemuaian alam
semesta.Rumusan ini berimbas bahwa jagat raya pernah lahir suatu saat, sekitar 10
ribu juta tahun yang lalu dan galaksi-galaksi masih bergerak menjauh dari kita sejak
kala itu.Problemanya ialah, sesungguhnya alam semesta itu sendiri, diciptakan
hanya pada sesaat saja. Ahli Astronomi Inggris fred Hoyle, menjuluki peristiwa
penciptaan itu dengan ’Big Bang’ (Dentuman Besar).
4
Terdapat model pemikiran alam semesta tandingan diajukan oleh Bondi, Gold,
dan Hoyle. Teori tersebut disebut ’Teori Keadaan Ajeq Steady’, berusaha
menjelaskan pemuaian jagat raya. Teori ini memerlukan penciptaan materi secara
terus-menerus untuk mengasikan galaksi-galaksi baru ketika alam semesta
memuai.Hal ini bisa memberikan jaminan bahwa alam bisa memuai, tetapi tetap
tidak berubah terhadap waktu.Selama bertahun-tahun, persoalan apakah alam
semesta kekal dan tidak berubah, atau hanya ada dalam kurun waktu yang terbatas
hayalah dipandang sebagai isu akademis belaka.Tetapi, pukulan terhadap model
keadaan lunak terjadi pada tahun 1965 ketikan Penzias dan Wilson menemukan
radiasi kosmik bergelombang mikro.
Sejak tahun 1970, mayoritas ahli astronomi menerima ’Big Bang’ dan
memulai pertanyaan-pertayaan khusus yang juga radikal.Teori relativitas umum
memberi tahu bahwa materi melengkungkan kurva ruang-waktu.
Manusia baru mulai menemukan jawaban sebagian pertanyaan
tersebut.Radiasi kosmik memainkan peran penting dalam memberikan gambaran
tentang jagat raya sekitar seratus ribu tahun setelah ’Big Bang’.Pengamatan terhadap
radiasi kosmik ini dilakukan lebih jauh oleh NASA.Pada tahun 1992, stelit NASA
yang khusus dirancang untuk mendeteksi radiasi kosmik.Ternyata ada fluktuasi
temperatur sebersar 1/100 ribu dalam radiasi ini.Ini memberi petunjuk tentang
benih-benih ’sesuatu’ yang darinya galaksi tercipta. Sejak awal 1980-an terjadi
lonjakan perhatian terhadap peristiwa fisika di awal kelahiran alam semesta.
Tekhnologi baru dan percobaan satelit, seperti teleskop ruang angkasa Hubble, telah
mengantarkan manusia pada gambaran dan sketsa alam semesta yang lebih
komperhensif.Dan model baru pun berkembang dengan bertumpu pada ide-ide
terakhir di bidang relativitas dan fisika partikel (Mizan & CIMM, 2000: 47-49).

C. Kosmologi Filsafat
Istilah “kosmologi” (cosmology) dipakai pertama kali oleh Christian von
Wolff dalam bukunya “Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genere” tahun
1728, dengan menempatkannya dalam skema pengetahuan filsafat sebagai cabang
dari “metafisika” dan dibedakan dengan cabang-cabang metafisika yang lain seperti
“ontologi”, “teologi metafisik”, maupun “psikologi metafisik” (Munitz, dalam
Edward, ed., 1976: 237). Dengan demikian, sejak “klasifikasi Christian”,
5
“kosmologi” dimengerti sebagai sebuah cabang filsafat yang membicarakan
asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan “ontologi” atau
“metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang watak-watak umum dari
realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan “filsafat alam” (The
philosophy of nature) yang menyelidiki hukum-hukum dasar, proses dan klasifikasi
objek-objek dalam alam (Runes, 1975: 68-69).
Dalam tradisi pemikiran Barat (Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran
kosmologi filsafat berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat
Barat. Tonggak perubahan dari perenungan tentang “kosmos” berpindah pada
perenungan tentang “manusia”, dimulai oleh kaum Sofis pada Abad ke 5 Sebelum
Masehi (Hatta, 1964: 2).
Beberapa fakta tentang kosmologi filsafat yaitu:
1. Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel adalah tentang “kontingensi”
(kemestian yang merujuk pada “hukum”), “kepastian”, “keabadian”, batas-batas
dan hukum formal dunia, kebebasan manusia, dan asal mula kejahatan. Namun
rata-rata filsuf hanya mempersoalkan hakikat dan hubungan antara ruang dan
waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan dan asal mula kejahatan sebagai
materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes, ed, 1975: 69). Secara umum
bangunan pemikiran kosmo-logi filsafat berpijak pada prinsip-prinsip ilmu
ataupun dalil-dalil metafisis, sehingga pada satu sisi berkaitan dengan fakta-fakta
empiris, pada sisi lain berhubungan dengan kebenaran metafisis tertentu. Dengan
demikian dari pijakan ini mudah dilihat bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai
bila dia mampu memberi kerangka pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa
alami/kodrati, batas-batas dan “hukum” ruang-waktu “dunia”, dan bagaimana
“keterbatasan manusiawi” tersebut mampu “diatasi”.
2. Secara historis perkembangan kosmologi filsafat (barat) dimulai dari filsuf-filsuf
alam pra Sokratik, yang kemudian persoalan-persoalannya oleh Plato dalam
“Timaeus” dan oleh Aristoteles dalam “Physics” disistematisir dan diperluas.
Secara umum kosmologi filsafati di Yunani , dengan berbagai varian pemikiran,
sepakat bahwa ruang jagad raya ini terbatas dan di bawah pengaruh hukum-
hukum yang tidak dapat dirubah, yang memiliki ketentuan dan irama tertentu.
Perkembangan berikut, pada Abad Tengah, mulai diperkenalkan konsep-konsep
“penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan “pemeliharaan” oleh
6
Tuhan dalam kosmologi. Seirama dengan perkembangan ilmu empiris,
kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana dikemukakan oleh Descartes,
Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang muncul pada Abad
tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani.
Bahkan sejak Immanuel Kant, telaah kosmologi filsafati selalu dalam kaitan
dengan isue-isue metafisika.
Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok varian
besar dengan dasar pengelompokan:
1. Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat dunia itu “jamak” ataukah
“tunggal” (monisme, pluralisme).
2. Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis, objektivistis).
3. Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain
(penonjolan “perbedaan” antara esensi dan substansi manusia dengan esensi
dan substansi dunia yang lain pada: Husserl, Scheler, Hartman, dan Heidegger;
pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi dan substansi “pengkosmos-
pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead).
4. pendekatan sintesis (Bergson, Theilard de Chardin, dan kosmologi Pancasila)
(Bakker, 1995: 42-52)
Secara sistematis, perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu”,
sebagaimana banyaknya varian pendekatan dalam kosmologi, secara garis besar
dapat dipilah dalam empat kelompok, yakni:
1. Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu yang tidak
nyata, hanya bersifat subjektif-individual. Pemikiran yang demikian dianut oleh
Parmenides, Zeno, Budhisme, Advaita Vedanta, Descartes, Leibniz, Locke,
Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant, Morris Schlick, Reichenbach,
dan Carnap).
2. Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan realitas absolut
yang universal, tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan hanya
menunjukkan urutan-urutan murni. Kosmologi yang demikian dapat ditemukan
pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya, Vaiseshika, Gassendi, Newton,
Clarke, Whitehead, dan Alexander.
3. Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek perubahan
yang nyata, sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi.
7
Corak kosmologi yang demikian nampak pada pemikiran Aristoteles, Agustinus,
Thomas Aquinas, Einstein, dan kosmologi Pancasila.
4. Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang heterogen
sebagaimana dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis dari
pribadi, sebagaimana diyakini oleh eksistensialisme (Bakker, 1995: 111-116).
Dari “peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa tradisi kosmologi timur paling
dominan diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem.

8
BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari isi makalah ini yaitu:


a. kosmologi secara umum memiliki pengertian ilmu tentang alam semesta sebagai
sistem yang rasional dan teratur.
b. Sejarah pemikiran kosmologi dimulai pada empat ribu tahun sebelum masehi,
bangsa Babilon terkenal memiliki keahlian dalam ilmu astronomi yang membantu
mereka memprediksi gerakan-gerakan yang tampak mengenai bulan, bintang-
bintang, dan planet-planet, serta matahari yang terus berkembang hingga kini

9
Daftar Pustaka

Matutu, H. Mustamin Dg. Kosmologi Ala Stephen Hawking c.s. Mengandung Fiksi, Kontradiksi,
dan Inkonsistensi

Muslih, Muhammad.2004.Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar

Purnama, Heri. 2008.Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta: Rineka Cipta

Suhartono, Suparlan.2005.Filsafat Ilmu Pengetahuan.Yogyakarta:Ar-Ruzz

Tjasyono HK, Bayong. 2009. Ilmu Kebumian dan Antariksa, Bandung: Rosda

Biorgapi Stephen hawking, http://scienceworld.wolfram.com/biography/Hawking.html dalam


eljabar.blogspot.com

10

Anda mungkin juga menyukai