KOSMOLOGI
Kelas C
2019
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Kosmologi ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Filsafat. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Kosmologi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Sahat Saragih, M.Si selaku dosen
Filsafat yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
II
DAFTAR ISI
Judul .............................................................................................................. I
Kata Pengantar............................................................................................ II
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Bab III
Kesimpulan .............................................................................................. 9
III
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Kosmologi?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Kosmologi?
3. Bagaimana Kosmologi dipandang dalam bidang filsafat?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kosmologi
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kosmologi
3. Untuk mengetahui kosmologi dalam bidang filsafat
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kosmologi
Kosmologi atau yang juga dikenal dengan philosophy of nature (filsafat alam
semesta), secara etimologis berasal dari akar kata bahasa Yunani, yakni kosmos
yang berarti “susunan atau keteraturan”; dan logos yang berarti “telaah atau studi”
(Siswanto, 2005: 1). Sedangkan secara terminologis, Runes mendefinisikannya
sebagai a branch of philosophy which treats of the origin and the structure of the
universe (Runes, 1971: 60). Yaitu cabang filsafat yang membicarakan asal-usul dan
struktur alam semesta.
Louis Kattsoff mempergunakan istilah kosmologi dalam dalam dua
pengertian, yaitu: pertama, penyelidikan filsafat mengenai istilah-istilah pokok yang
terdapat dalam fisika, ruang, waktu, dan lain sebagainya. Kedua, praaggapan-
praanggapan yang terdapat dalam fisika sebagai ilmu tentang jagat raya. Dan untuk
membedakannya dengan ontologi, bidang ini disebut juga dengan ’filsafat fisika’
atau ’filsafat ilmu-ilmu alam’ (Kattsoff, 2004: 231-232).
A. F. Taylor dalam elements of metaphysic (1924: 3-30), memerikan
problem-problem kosmologi dalam beberapa aspek, yakni: ruang (space), waktu
(time), gerak (motion), jarak bintang (magnitude), gaya (force), materi (matter),
perubahan (change), interaksi (interaction), bilangan (number), kualitas (quality),
dan kausalitas (causality).
C. Kosmologi Filsafat
Istilah “kosmologi” (cosmology) dipakai pertama kali oleh Christian von
Wolff dalam bukunya “Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genere” tahun
1728, dengan menempatkannya dalam skema pengetahuan filsafat sebagai cabang
dari “metafisika” dan dibedakan dengan cabang-cabang metafisika yang lain seperti
“ontologi”, “teologi metafisik”, maupun “psikologi metafisik” (Munitz, dalam
Edward, ed., 1976: 237). Dengan demikian, sejak “klasifikasi Christian”,
5
“kosmologi” dimengerti sebagai sebuah cabang filsafat yang membicarakan
asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan “ontologi” atau
“metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang watak-watak umum dari
realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan “filsafat alam” (The
philosophy of nature) yang menyelidiki hukum-hukum dasar, proses dan klasifikasi
objek-objek dalam alam (Runes, 1975: 68-69).
Dalam tradisi pemikiran Barat (Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran
kosmologi filsafat berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat
Barat. Tonggak perubahan dari perenungan tentang “kosmos” berpindah pada
perenungan tentang “manusia”, dimulai oleh kaum Sofis pada Abad ke 5 Sebelum
Masehi (Hatta, 1964: 2).
Beberapa fakta tentang kosmologi filsafat yaitu:
1. Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel adalah tentang “kontingensi”
(kemestian yang merujuk pada “hukum”), “kepastian”, “keabadian”, batas-batas
dan hukum formal dunia, kebebasan manusia, dan asal mula kejahatan. Namun
rata-rata filsuf hanya mempersoalkan hakikat dan hubungan antara ruang dan
waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan dan asal mula kejahatan sebagai
materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes, ed, 1975: 69). Secara umum
bangunan pemikiran kosmo-logi filsafat berpijak pada prinsip-prinsip ilmu
ataupun dalil-dalil metafisis, sehingga pada satu sisi berkaitan dengan fakta-fakta
empiris, pada sisi lain berhubungan dengan kebenaran metafisis tertentu. Dengan
demikian dari pijakan ini mudah dilihat bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai
bila dia mampu memberi kerangka pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa
alami/kodrati, batas-batas dan “hukum” ruang-waktu “dunia”, dan bagaimana
“keterbatasan manusiawi” tersebut mampu “diatasi”.
2. Secara historis perkembangan kosmologi filsafat (barat) dimulai dari filsuf-filsuf
alam pra Sokratik, yang kemudian persoalan-persoalannya oleh Plato dalam
“Timaeus” dan oleh Aristoteles dalam “Physics” disistematisir dan diperluas.
Secara umum kosmologi filsafati di Yunani , dengan berbagai varian pemikiran,
sepakat bahwa ruang jagad raya ini terbatas dan di bawah pengaruh hukum-
hukum yang tidak dapat dirubah, yang memiliki ketentuan dan irama tertentu.
Perkembangan berikut, pada Abad Tengah, mulai diperkenalkan konsep-konsep
“penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan “pemeliharaan” oleh
6
Tuhan dalam kosmologi. Seirama dengan perkembangan ilmu empiris,
kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana dikemukakan oleh Descartes,
Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang muncul pada Abad
tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani.
Bahkan sejak Immanuel Kant, telaah kosmologi filsafati selalu dalam kaitan
dengan isue-isue metafisika.
Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok varian
besar dengan dasar pengelompokan:
1. Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat dunia itu “jamak” ataukah
“tunggal” (monisme, pluralisme).
2. Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis, objektivistis).
3. Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain
(penonjolan “perbedaan” antara esensi dan substansi manusia dengan esensi
dan substansi dunia yang lain pada: Husserl, Scheler, Hartman, dan Heidegger;
pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi dan substansi “pengkosmos-
pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead).
4. pendekatan sintesis (Bergson, Theilard de Chardin, dan kosmologi Pancasila)
(Bakker, 1995: 42-52)
Secara sistematis, perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu”,
sebagaimana banyaknya varian pendekatan dalam kosmologi, secara garis besar
dapat dipilah dalam empat kelompok, yakni:
1. Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu yang tidak
nyata, hanya bersifat subjektif-individual. Pemikiran yang demikian dianut oleh
Parmenides, Zeno, Budhisme, Advaita Vedanta, Descartes, Leibniz, Locke,
Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant, Morris Schlick, Reichenbach,
dan Carnap).
2. Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan realitas absolut
yang universal, tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan hanya
menunjukkan urutan-urutan murni. Kosmologi yang demikian dapat ditemukan
pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya, Vaiseshika, Gassendi, Newton,
Clarke, Whitehead, dan Alexander.
3. Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek perubahan
yang nyata, sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi.
7
Corak kosmologi yang demikian nampak pada pemikiran Aristoteles, Agustinus,
Thomas Aquinas, Einstein, dan kosmologi Pancasila.
4. Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang heterogen
sebagaimana dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis dari
pribadi, sebagaimana diyakini oleh eksistensialisme (Bakker, 1995: 111-116).
Dari “peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa tradisi kosmologi timur paling
dominan diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem.
8
BAB III
KESIMPULAN
9
Daftar Pustaka
Matutu, H. Mustamin Dg. Kosmologi Ala Stephen Hawking c.s. Mengandung Fiksi, Kontradiksi,
dan Inkonsistensi
Muslih, Muhammad.2004.Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar
Tjasyono HK, Bayong. 2009. Ilmu Kebumian dan Antariksa, Bandung: Rosda
10