Anda di halaman 1dari 49

Ahmadiyah – Mirza Ghulam

Ahmad – Tadzkirah
Dikutip dari maillist gontorians@yahoogroups.com

Direposting agar Umat Islam tidak tersesat dalam ajaran Ahmadiyah oleh
Muflihan Ahmad Kundriasworo
Kisah Agama Ahmadiyah
Dikirimkan oleh : Musthafa Zahir

Sejak Mirza Ghulam Ahmad (1840-1908) menyebarkan ajarannya di India, hubungan


umat Islam dan pengikut Ahmadiyah selalu diwarnai ketegangan. Bahkan, beberapa
kali terjadi pertumpahan darah. Ahmadiyah, ibarat duri dan “fitnah” yang sepertinya
sengaja ditanamkan dan dipelihara oleh pihak-pihak tertentu.
Menyadari dahsyatnya “fitnah” ini, para pemimpin dan tokoh Islam India telah lama
mencoba sekuat tenaga, baik dengan pena maupun lisan, untuk meredamnya. Diantara
mereka adalah Syeikh Muhammad Husein al-Battalawi, Maulana Muhammad Ali al-
Monkiri (pendiri Nadwatul Ulama India), Syeikh Thana’ullah al-Amritsari, Syeikh Anwar
Shah al-Kashmiri, dan Seyyed Ata’ullah al-Bukhari al-Amritsari. Tidak ketinggalan juga
filosof dan penyair Muhammad Iqbal.
Tahun 1916, para ulama sudah mengeluarkan fatwa tentang “kekafiran kaum
Ahmadiyah/Qadiyaniyyah”. Seluruh ulama, secara ijma’ dalam fatwa ini menyatakan
bahwa pengikut Ahmadiyah/Qadiyaniyyah adalah kafir dan keluar dari agama Islam.
Pada tahun 1926, kantor Ahlul Hadits di Amritsar juga mengeluarkan fatwa serupa
dengan judul “Batalnya Nikah Dua Orang Mirzais” yang ditandatangani oleh ulama
aliran/mazhab/kelompok/markazIslam di seluruh anak benua India (lihat: Mawqif al-
Ummah al-Islamiyyah min al-Qadiyaniyyah. Multan: Majlis Tahaffuz Khatm al-
Nubuwwah. 76-7).
Adapun Muhammad Iqbal, melalui goresan penanya menyeru pemerintahan kolonial
Inggris di India untuk segera menghentikan “fitnah” ini dengan mendengarkan dan
mengabulkan tuntutan-tuntutan kaum Muslimin India dalam kaitannya dengan gerakan
dan/atau ajaran Ahmadiyah. Dalam salah satu risalahnya yang dikirimkan ke harian
berbahasa Inggris terbesar di India, Statesman, edisi 10 Juni 1935, dia menyatakan:
“Ahmadiyyah/Qadiyaniyyah adalah upaya sistematis untuk mendirikan golongan baru
diatas dasar kenabian yang menandingi kenabian Muhammad (s.a.w.).”
Iqbal juga meminta pertanggung-jawaban pemerintah kolonial Inggris atas kejadian
“fitnah” ini seraya memperingatkan jika pemerintahan tidak memperhatikan keadaan ini
dan tidak menghargai perasaan kaum Muslimin dan dunia Islam, tapi malah
membiarkan “fitnah” bebas leluasa, maka umat Islam yang merasa kesatuannya
terancam bukan tidak mungkin akan terpaksa menggunakan kekuatan untuk membela-
diri (Mawqif, 88-9).
Sayangnya seruan, saran, dan tuntutan ini tidak pernah didengar. Syeik Maulana
Muhammad Yusuf al-Bannuri dalam kata pendahuluannya untuk buku Mawqifal-
Ummah al-Islamiyyah min al-Qadiyaniyyah mencatat peran Zafarullah Khan, seorang
politisi Qadiyani, yang pernah diangkat sebagai menteri luar negeri Pakistan yang baru
merdeka itu. Menteri ini dengan menyalah-gunakan otoritas diplomasinya berhasil
membangun jaringan Ahmadiyyah internasional, disamping memperkuat posisi
kelompok ini di dalam negeri.
Fakta inilah yang kemudian memicu demonstrasi besar-besaran oleh umat Islam pada
1953 di Pakistan. Tahun 1953, 33 tokoh dan ulama besar yang mewakili berbagai
partai, kelompok dan organisasi Islam di Pakistan, mengadakan pertemuan di Karachi.
Pertemuan melahirkan sebuah resolusi yang diajukan ke Majlis Nasional (National
Assembly). Isinya menuntut pemerintah untuk:(i) mengumumkan bahwa pengikut Mirza
Ghulam Ahmad dengan nama apa pun adalah bukan Muslim; dan (ii) mengeluarkan
keputusan resmi untuk melakukan amandemen konstitusional sebagai dasar hukum
yang menjamin hak-hak pengikut Ahmadiyah/Qadiyaniyyah sebagai golongan minoritas
non-Islam.
Namun sekali lagi, seruan para ulama itu diabaikan pemerintah Pakistan. Umat Islam
pun tak pernah surut dalam menentang Ahmadiyah. Suasana panas mencapai
puncaknya setelah sekelompok pengikut Ahmadiyah menyerang pelajar sekolah negeri
diatas kereta api yang melewati terminal Rabwah, kota suci kaum Ahmadiyyah, dalam
perjalanan mereka untuk liburan musim panas.
Peristiwa ini mengusik kesabaran umat Islam. Pada gilirannya umat Islam memaksa
pemerintah untuk mengangkat masalah Ahmadiyah ini ke Majlis Nasional dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Maka dipanggillah Mirza Nasir Ahmad, pemegang pucuk pimpinan
Ahmadiyah pada waktu itu (yang adalah cucu Mirza Ghulam Ahmad). Para ulama pun
sudah berhasil meyusun dokumen yang menjelaskan sikap umat Islam terhadap
Qadiyaniyah untuk diajukan ke persidangan Majlis Nasional, yang kemudian dibukukan
dengan judul Mawqifal-Ummah al-Islamiyyah min al-Qadiyaniyyah (Sikap Umat Islam
Terhadap Qadiyaniyyah).

Setelah mendengarkan keterangan dan sikap dari kedua pihak, Majlis Nasional pada 7
September 1974 memutuskan secara bulat untuk menerima dan menyetujui tuntutan-
tuntutan umat Islam berkaitan dengan Ahmadiyah. Ini dapat dilihat dalam Konstitusi
Pakistan, PART XII – Miscellaneous, Chapter 5. Interpretation, Article 260(3), yang
antara lain menyatakan: In the Constitution and all enactments and other legal
instruments, unless there is anything repugnant in the subject or context:
(a) “Muslim” means a person who believes in the unity and oneness of Almighty Allah,
in the absolute and unqualified finality of the Prophethood of Muhammad (peace be
upon him), the last of the prophets, and does not believe in, or recognize as a prophet
or religious reformer, any person who claimed or claims to be a prophet, in any sense of
the word or of any description whatsoever, after Muhammad (peace be upon him); and
(b) “non-Muslim” means a person who is not a Muslim and includes a person
belonging to the Christian, Hindu, Sikh, Buddhist or Parsi community, a person of the
Quadiani Group or the Lahori Group who call themselves ‘Ahmadis’ or by any other
name or a Bahai, and a person belonging to any of the Scheduled Castes.
Keputusan ini disambut dengan suka-ria oleh umat Islam seluruh Pakistan. Tanggal 7
September 1974 dianggap sebagai hari kemenangan bersejarah bagi umat Islam.
Umat Islam hanya menuntut hak-hak dasar mereka yang telah dirampas oleh pihak
lain, dan tidak rela agama yang suci ini dikotori oleh siapa pun.

Sumber:
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=222:kisah-agama-
ahmadiyah&catid=5:anis-malik-thaha

Mau yang lebih lengkap lagi?


Buka ini http://www.pakdenono.com/ahmadiyah/ahmadiyah.htm
KESESATAN AHMADIYAH
Dikirimkan oleh : Muhammad Arifin Ismail

Ahmadiyah adalah sebuah ajaran yang telah menyimpang dari ajaran agama Islam
dengan keyakinan bahwa Mirza ghulam Ahmad, pendiri ajaran tersebut diakui oleh
pengikutnya sebagai nabi yang mendapat wahyu dan mempunyai kitab suci. Ajaran
Ahmadiyah ini bermula di India dan dikenal dengan nama Ahmadiyah Qadiani,
kemudian berkembang di negeri Pakistan dengan nama Ahmadiyah Lahore , dan
setelah dijadikan aliran terlarang di Pakistan , maka pusat kedudukannya pindah ke
kota London . Pendiri ajaran adalah Mirza Ghulam Ahmad, dan setelah meninggal
digantikan oleh Khalifah Nuruddin, dan meninggal tahun 1914 jatuh dari kuda,
kemudian digantikan oleh Khalifah III yaitu Mirza bashiruddin mahmood, anak tertua
dari Mirza Ghulam Ahmad, dan setelah meninggal digantikan oleh Khalifah IV Tahir
Ahmad sampai saat ini.

Riwayat hidup Mirza Ghulam Ahmad.


Nama Ahmadiyah diambil dari nama pendirinya yaitu Mirza ghulam Ahmad. Dilahirkan
pada tahun 1839 di desa Qadian , India . Ayahnya Mirza ghulam Murtada adalah
keturunan Moghul, tetapi keturunan ini dinafikan oleh Mirza Ghulam Ahmad dengan
wahyu yang diterimanya dari Tuhan : “ Harus diingat bahwa keluarga kami yang
sederhana ini berasal dari Moghul. Tak ada catatan sejarah dalam keluarga kami yang
menunjukkan bahwa keluarga kami berasal dari Persia . Apa yang kami lihat dalam
catatan kami bahwa nenek moyang kami berasal dari keluarga Sayid yang
terkemuka.Sekarang sudah mulai diketahui melalui kata-kata Tuhan bahwa kami
adalah kjeluarga Persia .( Mirza Ghulam Ahmad, Kitab Arbain, vol.2 hal.17 ).
Semasa kecil dia selalu terkena penyakin sawan, sakit kepala, insomania. Dia selalu
dalam keadaan bingung, bahkan dia tidak tahu bagaimana caranya memutar arloji dan
bagaimana membaca jam, sehingga dia selalu menghitung angka jam dari satu
persatu. Dia juga sewaktu kecil sering kesulitan membedakan mana sepatu sebelah kiri
dan sebelah kanan. ( Sirat al mahdi vol.1 hal.67 ).
Pada waktu kecil dia belajar Tata bahasa Inggeris , ilmu Logika dan Filsafat dibawah
Mulwi Fazl Ilahi, Mulwi Fazl Ahmafd, dan Mulwi Gul Ali Shah. Dia juga belajar
kedokteran dengan ayahnya sendiri, sebab ayahnya adalah seorang dokter yang
berpengalaman. Setelah dewasa Mirza Ghulam Ahmad bekerja menjadi pegawai
pemerintahan ( penjajah Inggeris ) dari kawasan Sialkot, tetapi tidak lama kemudian dia
kembali ke Qadian mengurusi lahan sawah milik keluarganya. Disamping
menghabiskan waktunya untuk mempelajari Quran dan Hadis secara otodidak.
Mirza sangat suka melakukan kegiatan spiritual sehingga dia pernah berpuasa selama
enam bulan berturut-turut. Pada tahun 1886 dia melakukan ibadah eksklusif ( uzlah/
meditasi ) di Hoshiarpur. Namun karena keadaan kesehatannya tidak mengizinkan
maka dia menghentikan kegiatannya sebagaimana suratnya kepada sahabatnya
Nuruddin : ” Sekarang ini kesehatanku sudah tidak mampu lagi untuk menjalani
penggembelengan spiritual yang begitu ketat seperti meditasi dan bentuk ibadah yang
keras ataupun sekedar merenung, menyebabkan aku merasa sakit ” ( Maktubat
Ahmabiyah, vol.5, hal.103).

Dari pembela menjadi Mujadid, Pembaharu.


Mirza Ghulam Ahmad banyak menulis. Pada tahun 1879 Mirza Ghulam Ahmad menulis
buku Barahin Ahmadiyah yang menyatakan kebenaran ajaran agama islam, ketuhanan
dan kenabian Muhammad dibandingkan dengan ajaran kristen yang sedang masuk ke
India. Dari tulisan inilah dia merasa bahwa dia telah ditunjuk oleh Tuhan untuk membela
Islam sebagaimana katanya : ” Hamba yang sederhana ini telah ditunjuk Tuhan yang
Maha Mulia untuk berjuang melakukan pembenahan umat manusia dan menuntun
orang yang sesat ke jalan yang lurus ”. Pembelaan kepada islam ini membuat
tulisannya mulai diminati masyarakat. Pujian masyarakat terhadap tulisan inilah yang
mendukung dirinya mengaku sebagai mujadid, pembaharu agama.Dalam sirat mahdi
dinyatakan : ” Sebelum menulis Barahin, Mirza menempuh hidup tanpa seorangpun
tahu, dan dalam penyenderian ini dia menjalani kehidupan seorang darwish (sufi ).
Dahulu dia mulai dikenal karena jumlah artikel yang ditulis di beberapa surat kabar,
namun sangat kecil. Sebenarnya, beberapa pernyataan Barahin Ahmadiyah telah
melejitkan namanya di India di kalangan kaum terpelajar dan akademisi ” ( Sirat al
mahdi vol.1, hal. 103 ).

Dari pembaharu menjadi Al Masih.


Dalam kitab karyanya Fathul islam Mirza menulis : “ Disamping kesamaan dengan para
pendahulu yang mulia, ada sebuah kesamaan yang khusus dengan sifat al masih
alaihissalam dan karena kesamaan inilah saya yang rendah ini telah diutus setelah al
masih untuk meruntuhkan penyaliban. Dengan demikian saya telah diutus untuk
menghancurkan salib-salib dan membunuh babi. Saya turun dari langit didampingi oleh
para malaikat di sebelah kanan dan kiri saya “ ( Fath islam, hal. 6-7 ).

Dari Al Masih menjadi Nabi.


Dalam kitab Tuhfatut an nadwah Mirza Ghulam Ahmad berkata : “ Seperti yang aku
katakan berkali-kali bahwa apa yang aku bacakan kepadamu adalah benar-benar
kalam Allah, sebagaimana al Quran dan taurat adalah kalam Allah, dan bahwa aku
adalah seorang nabi “Dzilli “ ( nabi mendapat wahyu dan syariat ) dan “Buruzi”.( nabi
yang tidak membawa syariat ) Dan setiap muslim harus mematuhiku dalam masalah-
masalah agama. Siapa saja yang mengetahui kabarku tentang diriku, tetapi tidak
menjadikanku hakim dalam memutuskan masalahnya, ataupun tidak mengakuiku
sebagai al masih yang dijanjikan, ataupun tidak mengakui wahyu yang aku terima dari
Tuhan, maka dia akan mendapat azab di akhirat kelak karena dia telah menolak apa
yang seharusnya dia terima. ( Tuhfat an Nadwah hal. 4 ).
Dalam kitab haqiqatul Wahyi, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan : “ Jadi ketahuilah
wahai umat Muhammad, bahwa akulah satu-satunya yang telah menerima sebagian
besar wahyu daripada Allah taala dan juga menerima pengetahuan tentang alam ghaib.
Tak seorangpun dari orang suci sebelumku yang diberi karunia besar seperti ini. Atas
dasar ini, aku telah dipilih sebagai seorang nabi dan tidak akan ada lagi yang berhak
menyandang gelar ini “ ( Haqiqatul Wahyi, hal. 391 ). Pengakuan ini juga terdapat
dalam Akhbar 'Am terbitan 26 Mei 1908 "Saya Nabi menurut hukum Allah. Seandainya
saya mengingkarinya, tentunya saya berdosa. Ketika Allah menamai saya Nabi,
bagaimana saya bisa mengingkarinya. Saya akan mengikuti akidah ini sampai saya
berpindah dari dunia ini."

Menurut Mirza, pengutusan Nabi oleh Allah terus berlangsung sesudah Nabi
Muhammad tanpa batas waktu. Dalam bukunya, Mawahibur Rahman halaman 37,
Mirza berkata, "Tidak ada halangan bagi munculnya para nabi sesudahnya
(Muhammad) dengan syarat bahwa ada mereka dari umatnya dan pengikutnya yang
paling sempurna yang mereka memperoleh emanasi seluruhnya dari ruhanianya
mereka cerah dengan cahayanya."
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu yang martabatnya sama dengan
AQur'an, Injil, dan Taurat. Dalam bukunya Haqiqatul Wahyi dinyatakan ,"Demi Allah
yang Maha Mulia, saya beriman kepada wahyu saya sebagaimana saya beriman
kepada Al-Qur'an dan kitab-kitab lain yang diturunkan dari langit. Dan saya beriman
kepada kalam yang turun kepada saya turun dari Allah sebagaimana saya beriman
bahwa Al-Qur'an turun dari sisi-Nya." ( Haqiqatul Wahyi, hal. 211 )
Buku-buku Mirza penuh dengan klaim turun wahyu kepadanya dan persamaan
martabatnya dengan martabat Al-Qur'an. Sebagai contoh, dalam kitabnya al-Istifa'
halaman 77, "Dan dia berbicara dengan beberapa kalimat yang kami akan sebutkan
sedikit pada kesempatan ini dan kami beriman kepadanya sebagaimana kami beriman
kepada kitab-kitab Allah Pencipta manusia. Inilah dia." Kemudian Mirza mengemukakan
kalimat-kalimat yang diklaimnya sebagai wahyu sepanjang dua puluh tiga halaman,
mulai dari halaman 77 sampai 100.

Mempunyai mukjizat
Untuk membuktikan kerasulannya, Mirza menyebutkan dalam bukunya Mawahibur
Rahman bahwa ia mempunyai lebih dari seratus ribu mukjizat. Sementara dalam
bukunya, Tazkiratusy Syahadatain, halaman 410, ia menyebutkan lebih dari sejuta. Di
antara mukjizatnya adalah matinya orang-orang yang memusuhinya dan
mengkafirkannya. Sebab,—menurutnya—Allah menguatkan dan menolongnya dengan
firman Allah, "Jika engkau marah Aku marah dan setiap kali engkau cinta Aku pun
cinta." Wahyu ini disebutkannya dalam Mawahibur Rahman halaman 68.
Meniadakan hukum Jihad.
Dalam kitab Arbain Mirza menulis : “ Jihad sebuah perintah yang berat dalam agama
dan secara berangsur telah diperingan oleh Tuhan. Pada zaman nabi Musa ada
semacam kekerasan hukum bahkan beriman kepada ajaran Musa tidak bisa
menyelamatkannya dari hukuman mati. Bahkan bayi yang masih menyusu pun
dibunuh. Kemudian pada zaman Muhammad, membunuh anak-anak, orangtua, dan
wanita dilarang. Kemudian untuk bangsa-bangsa tertentu, kalau mereka menolak untuk
beriman, maka jizyah diberlakukan terhadap mereka untuk menyelamatkan mereka
daripada hukuman mati. Kemudian pada zaman turunnya Isa alMasih ( yaitu zamanku )
kewajiban jihad telah dihapus “. ( Kitab Arbain vol.1V , hal. 15 ).

Merubah ayat Al Quran.


Mirza Ghulam Ahmad juga merubah-rubah makna ayat Al Quran daripada yang makna
sebenarnya, seperti :
Dalam Maktub Ahmad, halaman 8 tertulis bahwa allah telah berfirman : “ Ishna'il fulka
bi A'yunina wa Wahyina, innalazi yubayi'unaka innama yubayi'unallah Yadullahi fauqa
Aidihim (Buatlah perahu dengan pemeliharaan dan wahyu kami. Sesungguhnya, orang-
orang yang membaiatmu hanya saja mereka membaiat Allah. Tangan Allah di atas
tangan mereka). Wa ma Arsalnaka illa Rahmatan lil'alami (Dan tidak Kami utus engkau
(Mirza) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam).
“ Dan kami tidak mengutus engkau –wahai Mirza ghulam Ahmad- kecuali untuk menjadi
rahmat bagi seluruh alam “ ( Kitab Tadzkirah, hal.634 ).
“ katakan –wahai Mirza ghulam Ahmad- Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti
kamu, hanya kamu diberi wahyu daripadaKu “ ( Tadzkirah, 633 ).
“ Sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau- wahai Mirza Ghulam Ahmad- sebagai
imam bagi seluruh umat manusia “ ( Tadzkirah, hal.630 ).

Kitab suci Tazkirah.


Dalam kitab Tadzkirah, yang diangap oleh pengikut Ahmadiyah sebagai(kitab pegangan
utama disebutkan bahwa : "Ïnna anzalnaahu qariiban minal qadiyaan-wabilhaqqi
anzalnaahu wabilhaqqi nasal", artinya "Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab
suci (tadzkirah) ini dekat dengan Qadian (India). Dan dengan kebenaran kami
menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun." ( Kitab Tadzkirah, hal. 637 ).

Pengkafiran selain Ahmadiyah.


Ahmadiyah menganggap bahwa kaum Muslim di luar kelompok Ahmadiyah adalah
kafir, sebab dalam ajarannya dinyatakan bahwa seorang muslim yang tidak percaya
akan da'wah pengakuan Ghulam Ahmad sebagai "nabi" dan "rasul", maka orang itu
dianggap kafirsebagaimana tertulis dalam Kitab Tadzkirah " Sayaquulul 'aduwwu
lasta mursalan." (Musuh akan berkata, kamu bukanlah --orang yang-- diutus (oleh
Allah). ( KitabTadzkirah, halaman 402).
Basyiruddin, salah satu adik Mirza Ghulam Ahmad, mengatakan: " "Di Lucknow,
seseorang menemuiku dan bertanya: "Sebagaimana berita yang tersebar di kalangan
orang ramai, benarkah anda telah mengafirkan kaum Muslimin yang tidak menganut
agama Ahmadiyah?" Pertanyaan itu aku jawab: "Tak syak lagi, kami memang telah
mengkafirkan kalian!" Mendengar jawabanku itu, orang tadi terkejut dan tercengang
keheranan." (Anwar Khilafat, hal. 92).
"Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai 'nabi' dan 'rasul' Allah,
sesungguhnya ia telah kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin
karena mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari
sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kuffar!" ( Kitab al-Fazal hal. 5, Juni 1922).
"Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai 'nabi' dan 'rasul' Allah,
sesungguhnya ia telah kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin
karena mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari
sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kuffar!" ( Kitab al-Fazal, hal . 5 / Juni 1922).

SURAT MUBAHALAH
Diantara ulama yang sangat hebat melawan ajaran dan menangkis tulisan-tulisan Mirza
Ghulam Ahmad adalah Maulana Tsana’ullah Amritsari, editor majalah Ahlul Hadist.
Pada tanggal 15 April 1907 Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pernyataan yang
ditujukan kepada Maulana Tsana’ullah :
Kepada Maulana Sana’ullah.
Salam bagi mereka yang mengikuti petunjuk.
Sepengetahuan saya bahwa anda telah menuduhku sebagai pendusta, penipu, dajjal,
dan fasik terutama dalam tulisan anda di majalah “ Ahlul Hadis “. Anda juga
menyatakan bahwa dakwaan bahwa diri saya adalah al Masih yang dijanjikan adalah
suatu dakwaan yang mengada-ngada. Saya sangat merasa terhina dengan tulisan
anda, tetapi saya tetap sabar, sebab saya merasa bahwa sesungguhnya saya telah
diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan kebenaran sedangkan anda telah
menghalangi manusia daripada seruan saya dengan tuduhan bermacam-macam,
sehingga menghina saya, menuduh saya dengan sesuatu yang tidak saya lakukan.
Sekiranya saya adalah seorang pendusta besar sebagaimana yang anda gambarkan
dalam tulisan-tulisan di majalah anda, maka saya akan mati di saat anda masih hidup,
karena saya tahu bahwa masa hidup seorang pembuat kejahatan dan pendusta tidak
akan lama dan pada akhirnya ia akan mati sebagai orang yang gagal dalam
keadaanterhina dan sengsara di saat musuh besarnya masih hidup. Namun sekiranya
saya bukan pendusta dan penipu tetapi seorang yang mendapat kemuliaan melalui
wahyu Tuhan, serta menjadi Imam Mahdi dan al Masih yang dijanjikan, maka saya
memohon dengan rahmat Tuhan dan seiring dengan sunatullah, anda tidak akan
selamat dari hukuman karena anda menolak kebenaran. Hukuman itu bukan berasal
dari tangan manusia tetapi dari tangan Tuhan, yaitu berupa penyakit yang berbahaya
seperti terkena wabah penyakit kolera dan lain sebagainya Namun sekiranya penyait itu
tidak menimpa anda di saat saya masih hidup, maka saya ini bukan utusan Tuhan.
Inilah pernyataan dari saya bukan suatu wahyu atau ilham, tetapi merupakan doa dan
permintaan untuk menyelesaikan persoalan dari Allah. Saya meminta kepadaMu ya
Allah Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Melihat, yang mengetahui apa yang
ada dalam hati saya. Jika sekiranya dakwaan saya bahwa sesungguhnya saya adalah
al Masih yang dijanjikan itu merupakan dakwaan palsu berarti saya dalam
pandanganMu adalah perusak, pendusta, dan tukang mengada-ngada siang dan
malam, maka saya berdoa kepadaMu ya allah dengan penuh tadaru’ agar Engkau
Mencelakakan saya di dalam kehidupan Maulana Sana ullah..Amien.
Tetapi wahai Tuhan Yang Maha Benar, jika seandainya Maulana Sanaullah yang
melakukan kesalahan dengan dakwaan yang mengada-ngada tentang kebenaran
kedudukan diri saya maka saya memohon kepadaMu Ya Allah agar Engkau
mencelakakannya di waktu aku hidup dan kematiannya bukan di tangan manusia tetapi
langsung dari tanganMu dengan wabah penyakit atau kolera atau lain sebagainya
daripada penyakit yang mematikan, kecuali jika dia menyatakan taubat di depan saya
dan di depan jamaah sayaatas sikap tuduhan dan penghinaan terhadap diri saya dan
jamaah saya.
Saya merasa sangat sakit dengan penghinaan yang dilakukannya tetapi saya bersabar,
sampai saya melihat bahwa penghinaannya sudah melampui batas, dimana dia telah
menyatakan diriku adalah pencuri, penyamun, yang manusia yang paling berbahaya
bagi penduduk dunia, sedangkan dia (maulana Sana ullah ) menuduh tanpa
berdasarkan kepada ilmu sebagaimana firman Allah : Janganlah kamu menyatakan
sesuatu tanpa ilmu “
Dan sungguh dia telah menyebarkan tuduhannya itu ke seluruh penjuru yang jauh
menyatakan bahwa saya adalah penipu dan pendusta dan lebih buruk daripada itu.
Tetapi tuduhan tersebut tidak berpengaruh kepada murid-murid dan jamaah saya sebab
kesabaran saya. Tetapi saya melihat bahwa Maulana Sana Ullah ingin menghancurkan
bangunan yang telah saya bina. Oleh sebab itu ya allah, saya memohon kepadaMu
untuk menentukan antara kami berdua dengan sebeanar-benar ketentuan yang jelas
maksudnya jika seandainya diantara kami berdua orang yang berdusta dan merusak
maka matikanlah ia di waktu hidup orang yang benar diantara kami atau turunkanlah
musibah yang dapat membuat kematian..Wahai Tuhanku yang kucintai lakukanlah
ketentuanmu . Amien.
“ Ya Tuhan kami bukakanlah diantara kami dan diantara kaum kami dengan kebenaran
dan Engkau sebaik-baik yang membuka kebenaran “
Di akhir tulisan ini, saya mengharap kepada Maulana Sana Ullah untuk
menyebarluaskan pernyatan dan doa ini di majalah anda ( Ahlul hadis ) dan anda boleh
mmebrikan komentar sesuka anda..Maka sekarang urusan ketentuan ini di tangan
Allah.
Pengirim
Abdullah al Samad Mirza Ghulam Ahmad al masih al Mau’ud
1 Rabiul Awwal 1325 vertepatan dengan 15 April 1907.
Demikianlah isi surat dari Mirza Ghulam Ahmad penulis terjemahkan dari buku Maulana
Sana Ullah Fas Qadhiyati al Qadhiyan pada halaman 6-8. Setelah pernyataan itu dibuat
terbukti dalam sejarah bahwa Mirza Ghulam Ahmad meninggal setahun setelah surat
itu ditulis yaitu pada tanggal 26 Mei 1907 sedangkan Maulana sana Ullah meninggal
pada tahun 1367/1948, empat puluh tahun setelah surat dibuat. Dengan demikian
sesuai dengan pernyataan dan doa Mubahalah dari Mirza Ghulam Ahmad sendiri dapat
kita lihat bahwa dakwaan Mirza adalah salah sebab dia akhirnya mati dalam keadaan
sakit kolera sebagaimana yang dimintanya dalam doa tersebut.

FATWA RABITHAH ALAM ISLAMIY


Pada tanggal 14 sampai 18 rabiul Awwal, 1394 Hijriyah Organisasi Rabithah Alam
Islami ( Persatuan Negara Islam non Pemerintah ) berkedudukan di Makkah al
Mukarramah telah mengeluarkan surat keputusan dan rekomendasi untuk Organisasi
Konperensi Islam ( Persatuan Pemerintahan Negara-negara Islam ) yang menyatakan
sebagai berikut :
Rekomendasi Komisi Aliran – Pemikiran.
Qadiyani ( di Indonesia dikenal dengan nama Ahmadiyah )adalah satu sekte yang amat
membahayakan, yang menjadikan Islam sebagai semboyan untuk menutupi maksud-
maksud jahat mereka. Hal yang paling menonjol dalam perbedaan paham dengan
Islam adalah :

a. Pemimpinnya mengaku sebagai nabi.


b. Teks Al Quran diubah-ubah.
c. Jihad itu tidak ada.
Qadiyani itu adalah anak emas imperalis, Penjajah Inggeris dan ia tidak akan muncul
kecuali dengan proteksi imperalisme. Qadiyani mengkhianati masalah-masalah umat
Islam dan ia membantu imperalisme dan zionisme, ia bekerja sama dengan kekuatan-
kekuatan yang oposisi terhadap Islam, yang berjuang untuk menghancurkan akidah
Islam dan memutarbalikkan ajaran islam dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Mendirikan tempat-tempat ibadah dengan biaya dari kekuatan musuh, untuk


mengadakan penyesatan dengan konsepsi Qadiyani yang menyeleweng.

b. Membuka sekolah-sekolah , lembaga-lembaga pendidikan dan panti asuhan


anak yatim. Qadiyani menjadikan kegiatan destruktifnya dengan sarana-sarana
pendidikan tersebut untuk kepentingan kekuatan yang memusuhi islam. Qadiyani
menyiarkan terjemahan yang tidak benar dari Al Quran dalam berbagai bahasa
di dunia.

Untuk mengatasi nahaya Qadiyani ( Ahmadiyah ) tersebut maka Muktamar


memutuskan bahwa ;

1. Setiap lembaga Islam melakukan inventarisasi kegiatan Qadiyani di tempat-


tempat ibadah mereka, di sekolah sekolah dan panti asuhan mereka, dan di
semua tempat kegiatan mereka yang merusakkan (akidah Islam ). Disamping itu
umat Islam wajib untuk memaparkan serta memperkenalkan kepada Dunia islam
siapa-siapa yang termasuk orang-orang Ahmadiyah. Hal ini untuk menjaga agar
umat tidak terperangkap dalam jeratan mereka.

2. Menyatakan bahwa golongan Ahmadiyah itu adalah kafir dan keluar dari islam.
3. Tidak bergaul dengan orang-orang Qadiyani atau Ahmadiyah, dan memutuskan
hubungan ekonomi, sosial, dan budaya dengan mereka. Tidak menikahi mereka
serta tidak menguburkan mereka di tanah pekuburan kaum muslimin, dan
memperlakukan mereka sebagai orang kafir.

4. Meminta kepada pemerintah-pemerintah Islam untuk melarang setiap kegiatan


pengikut-pengikut Mirza Ghulam Ahmad, dan menganggap mereka sebagai
golongan minoritas non-muslim, dan melarang mereka untuk menduduki jabatan
yang strategis dalam negara.

5. Menyebarluaskan foto-kopi penyelewengan Ahmadiyah dalam al Quran al karim,


disertai inventarisasi terjemahan-terjemahan Al Quran yang dibuat oleh
Ahmadiyah dan berhati-hati terhadap terjemahan itu dan melarang beredarnya
terjemahan tersebut.

6. Semua golongan yang menyeleweng dari Islam diperlakukan seperti Ahmadiyah.

FATWA MUI
Pada tanggal 4 Maret 1984 Sidang paripurna Lengkap Rapat Kerja Nasional Majelis
Ulama Indonesia memutuskan :

1. Bahwa Jemaat Ahmadiyah di wilayah negara Republik Indonesia yang berstatus


sebagai badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I
No.JA/23/13 tanggal 13-3-1953 (tambahan Berita Negara tanggal 31-3-1953
No.26 ) bagi umat Islam menimbulkan :

a. Keresahan karena isi ajarannya bertentangan dengan ajaran agama Islam.


b. Perpecahan khususnya dalam hal ubudiyah (shalat), bidang Munakahat
dan lain-lain.

c. Bahaya bagi ketertiban dan keamanan Negara.


Maka dengan alas an-alasan tersebut dimohon kepada pihak yang berwenang untuk
meninjau kembali Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I. tersebut.

2. Menyerukan kepada ;
a. Agar Majelis Ulama Indonesia , majelis Ulama Daerah Tingkat I, Daerah
Tingkat II, para Ulama dan Dai di seluruh Indonesia menjelaskan kepada
masyarakat tentang sesatnya Jemaat Ahmadiyah Qadiyani yang berada di
luar Islam.

b. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Jemaat Ahmadiyah Qadiyani supaya


segera kembali kepada ajaran Islam yang benar.

c. Kepada seluruh umat Islam supaya mempertinggi kewaspadaannya,


sehingga tidak terpengaruh dengan faham yang sesat itu.

Majelis Ulama Indonesia dan Organisasi keagamaan telah melakukan kajian tentang
Ahmadiyah yang hasilnya antara lain dituangkan dalam bentuk rekomendasi dan Fatwa
sebagai berikut ;
1. Majelis Ulama Indonesia DATI I Propinsi Istimewa Aceh mengeluarkan fatwa
tahun 1984 bahwa Ahmadiyah Qadiyani adalah sesat dan menyesatkan ( surat
MUI DATI DI Aceh No.24/I/FATWA/1984 ).

2. Ulama di Sumatera Timur mengeluarkan Keputusan Hasil Musyawarah tahun


1953 bahwa Ahmadiyah Qadiyani adalah kafir /murtad. ( Surat No.
125/Rhs/DI/19/65).

3. Majelis Ulama Indonesia dalam MUNAS II tahun 1980 menyatakan bahwa


Ahmadiyah adalah jamaah di luar Islam, sesat dan menyesatkan ( Keputusan
MUNAS II MUI se Indonesia No.05/Kep/Munas/II/MUI/1980).

4. Majelis Ulama Indonesia DATI I Sumatera Utara mendukung Keputusan MUNAS


II MUI Pusat pada tahun 1980 ( Surat MUI DATI I Sumatera Utara No.356?MU-
SU/VI/1984).

5. Muhammadiyah melalui keputusan Majelis Tarjih menetapkan bahwa tidak ada


nabi sesudah nabi Muhammad saw. Jika orang itu menerima dan tidak
mempercayai ayat dan hadist mengenai hal tersebut, maka dia telah
mendustakannya dan barangsiapa yang mendustakannya maka kafirlah ia (
PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, t.th. : 280-281 ).

6. Majelis Ulama Indonesia DATI I RIAU tahun 1994 mengeluarkan fatwa bahwa
ajaran Ahmadiyah Qadiyani benar-benar berada di luar Islam, dan dapat
meresahkan masyarakat muslim ( Komisi Fatwa MUI DATI RIAU, 7 Oktober
1994 ).

7. Dewan Syuriah PP Nahdatul Ulama mengeluarkan keputusan pada tahun 1995


bahwa Aliran Ahmadiyah yang ada di Indonesia menyimpang dari ajaran Islam.
Aliran Ahmadiyah yang memutarbalikkan al Quran itu agar dilarang .

8. Forum Ukhuwah Islamiyah Indonesia yang terdiri atas organisasi Islam, para
ulama, dan zuama, antara lain Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII),
Syarikat Islam (SI), Ittihadul Muballighin, Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam
( PUI), Al Irsyad al Islamiyah, Persatuan Islam ( PERSIS) beserta sejumlah
ulama menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah Qadiyan sudah keluar dari akidah
Islamiyah dan gerakan sesat dan menyesatkan, penodaan kepada kitab suci Al
Quran oleh Ahmadiyah memalui "kitab sucinya" TADZKIRAH wajib dihentikan (
Surat Pernyataan Permohonan Pelarangan secara nasional terhadap Ahmadiyah
di Indonesia tanggal 17 September 1994 ).

SIKAP NEGARA ISLAM LAIN

1. Pemerintah malaysia juga telah melarang ajaran Qadiani dan dianggap kafir
sejak tanggal 18 Juni 1975.

2. Kerajaan Brubei juga telah melarang ajaran Ahmadiyah berkembang di negara


Brunei Darussalam.

3. Kerajan Arab saudi telah menyatakan bahwa Ahmadiyah kafir dan tidak boleh
memasuki tanah haram.

4. Negara Pakistan juga menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah termasuk


kelompok minoritas non-muslim, sama kedudukannya dengan agama nasrani,
sikh, dan lain sebagainya.

Kuala lumpur, 17 Maret 2008


Muhammad Arifin Ismail.
www.arifinismail.blogspot.com

Bahan Bacaan :
Mirza Ghulam Ahmad, The Teaching of Islam, Inter India Publications, Delhi , 1910
Abul A’la al Maududi, The Qadiani Problem, Islamic Publications , Lahore , t.tahun.
Sayid Abul hasan Ali an nadwi, Qadianism : A critical study, Islamic Research and
Publications, Locknow , India , 1974.
Ahmad Hariadi, mengapa saya keluar dari Ahmadiyah Qadiani, Yayasan kebangkitan
Kaum Muslimin, Bandung , 1986.
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham sesat di Indonesia , Pustaka al kausar, Jakarta
,, 2004.
Sanaullah Amritsari, Fasl Qadhiyati al Qadhiani, Sanai Academy , Lahore , 1394.
Sejarah Keramat Mirza Ghulam Ahmad (Nabi Palsu dari India)
Dikirimkan oleh : Ustadz Abu Abdillah Addariny, Lc

Bismillah, alhamdulillahi wa kafa… was sholatu was salamu ala rusulihil musthofa… wa
ala alihi wa shohbihi wa maniktafa…
Tulisan ini diangkat dari Al-Qadiayaniyah Dirasat Wa Tahlil, karya Syaikh Ihsan Ilahi
Zhahir, cetakan pertama, tahun 2005, dari percetakan Darul Imam al-Mujaddid, Mesir.
Meski hanya satu refensi yang kami jadikan pegangan, namun buku yang dikarang oleh
Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir ini merupakan buku yang istimewa. Beliau, yang
berkebangsaan Pakistan, sangat menguasai dan memahami permasalahan tentang
Ahmadiyah sebagaimana tertulis dengan bahasa aslinya, yaitu bahasa Urdu. Rujukan
beliau banyak bertumpu pada karya-karya asli Jemaat Ahmadiyah, baik yang dikarang
oleh Mirza Ghulam Ahmad atau para penerusnya.
Keluarga Mirza Ghulam Ahmad
Dia menceritakan, namaku Ghulam Ahmad. Ayahku Ghulam Murtadha (bin Atha’
Muhammad). Bangsaku Mongol. (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, karya Ghulam Ahmad).
Namun dalam kesempatan lain, ia mengatakan: “Keluargaku dari Mongol… Tapi
berdasarkan firman Allah, tampaknya keluargaku berasal dari Persia, dan aku yakin ini.
Sebab tidak ada seorang pun yang mengetahui seluk-beluk keluargaku seperti
pemberitaan yang datang dari Allah Ta’ala”. (Hasyiah Al-Arbain, no. 2 hal. 17, karya
Ghulam Ahmad).
Dia juga pernah berkata: “Aku membaca beberapa tulisan ayah dan kakek-kakekku,
kalau mereka berasal dari suku Mongol, tetapi Allah mewahyukan kepadaku, bahwa
keluargaku dari bangsa Persia.” (Dhamimah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 77, karya Ghulam
Ahmad).
Dalam kesempatan lain, ia juga pernah mengatakan: “…. karena sesungguhnya aku
adalah keturunan asli dari Cina” (Haqiqotul Wahyi matnan wa hasyiah, hal: 200, karya
Ghulam Ahmad)
Yang mengherankan, ia juga pernah mengaku sebagai keturunan Fathimah r.a., putri
Muhammad (Tuhfah Kolart, hal. 29)
Begitulah, banyak versi tentang asal-usul Mirza Ghulam Ahmad yang berasal dari
pengakuannya sendiri. Maha Benar Allah dengan firman-Nya (yang artinya): “Kalau
sekiranya itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka menjumpai pertentangan yang
banyak di dalamnya.” (Qs. An-Nisa: 82)
Setelah itu, ia menceritakan tentang ayahnya: “Ayahku mempunyai kedudukan di kantor
pemerintahan. Dia termasuk orang yang dipercaya pemerintah Inggris. Dia pernah
membantu pemerintah untuk memberontak penjajah Inggris dengan memberikan
bantuan pasukan dan kuda. Namun sesudah itu, keluargaku mengalami krisis dan
kemunduran, sehingga menjadi petani yang melarat.”[1] (Tuhfah Qaishariyah, hal. 16,
karya Ghulam Ahmad)
Dari keluarga yang tidak jelas garis keturunan lagi melarat, Ghulam Ahmad dilahirkan.
Dia berkisah: “Aku dilahirkan pada tahun 1839M atau tahun 1840M di akhir masa Sikh
di Punjab.” (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, karya Ghulam Ahmad)
Masa Kecil Mirza Ghulam Ahmad dan Pendidikannya
Tatkala mencapai usia tamyiz, ia mulai belajar sharaf, nahwu dan beberapa kitab
berbahasa Arab, bahasa Persia dan ilmu pengobatan.
Dia berkata: “Aku belajar Al-Qur’an dan kitab-kitab berbahasa Persia dengan ustadz
Fadhl Ilahi. Sedangkan sharaf dan nahwu serta ilmu pengobatan, aku pelajari dari
ustadz Fadhl Ahmad.” Hanya saja, sesuai dengan keterangan Mahmud Ahmad, salah
seorang anaknya di Koran Al-Fadhl (5 Februari 1929), milik kelompok mereka,
sebagian guru yang mengajar Ghulam Ahmad adalah pecandu opium dan ganja.
Selain itu, ia juga sempat mengenyam pembelajaran bahasa Inggris di sebuah
madrasah khusus untuk pegawai pemerintah. Satu atau dua buku bahasa Inggris saja
yang ia pelajari.
Pendidikan masa kecil yang dijalani Mirza Ghulam Ahmad dengan model ini (baca:
yang sangat dangkal) menampakkan pengaruhnya dalam tulisan dan ucapan-
ucapannya. Kesalahan-kesalahannya tidak hanya terjadi pada masalah-masalah yang
pelik, tetapi juga terlihat pada perkara-perkara yang sederhana. Misalnya, ia pernah
berkata: “Sesungguhnya saat Rasulullah dilahirkan, beberapa hari kemudian ayahnya
meninggal.” (Baigham Shulh, hal. 19, karya Ghulam Ahmad). Padahal ayah beliau -
shallallahu ‘alaihi wa sallam- meninggal dunia ketika beliau masih di dalam kandungan
ibunya.
Contoh kekeliruan lainnya dalam kitabnya, Ainul Ma’rifah, hal. 286, Mirza Ghulam
Ahmad menjelaskan, bahwa Rasulullah mempunyai sebelas anak dan semuanya
meninggal. Padahal yang benar berjumlah enam orang.
Pada waktu itu, keberanian merupakan ciri khas orang-orang yang mulia (bangsawan).
Tetapi orang yang mengaku sebagai “Al-Masih” ini tidak pernah masuk dalam
peperangan, tidak belajar ilmu-ilmu keperwiraan, yang dahulu dianggap oleh
masyarakat sebagai sebuah kemuliaan dan sikap kesatria.
Penyakit-Penyakit yang Dideritanya
Berbicara tentang penderitaan fisik (baca: penyakit) yang dialaminya sangat banyak.
Tangan kanannya patah sehingga untuk mengangkat sebuah teko pun tidak mampu.
(Sirah Al-Mahdi, 1/198).
Dia pernah menderita penyakit TBC dan diobati selama kurang lebih enam bulan
(Hayatu Ahmad, 1/79).
Dia juga pernah mengakui ditimpa dua penyakit. Di bagian atas tubuh, yaitu kepala
yang sering pusing dan dibagian bawah, yaitu kencing yang berlebihan. (Haqiqatul
Wahyi, hal. 206, karya Ghulam Ahmad).
Pusing kepalanya ini sering mengganggunya. Kadang menyebabkannya terjatuh
sehingga pingsan. Oleh karena itu, ia sering tidak berpuasa pada bulan Ramadhan
yang ia jumpai. (Sirah Al-Mahdi, 1/51 karya anaknya)
Dia juga mengalami gangguan syaraf, ingatan buruk tidak tergambarkan. Dua matanya
sangat lemah. Anaknya menceritakan, bahwa Mirza Ghulam Ahmad pernah ingin
berphoto bersama murid-muridnya. Pemotret memintanya untuk membuka matanya
sedikit saja, agar gambar menjadi baik. Dia pun berusaha dengan susah payah, tetapi
gagal. (Sirah Al-Mahdi, 2/77)
Sebagaimana pengakuannya sendiri di dalam harian Al-Hakam, 31 Oktober 1901M,
otaknya juga mengalami kelemahan.
Permulaan Ketenaran dan Dakwahnya
Permulaan ketenarannya dimulai dengan seolah-olah membela Islam. Setelah ia
meninggalkan pekerjaan kantornya, ia mulai mempelajari buku-buku India Nasrani,
sebab pertentangan dan perdebatan pemikiran begitu santer terjadi antara kaum
Muslimin, para pemuka Nasrani dan Hindu. Kebanyakan kaum Muslimin sangat
menghormati orang-orang yang menjadi wakil Islam dalam perdebatan tersebut. Segala
fasilitas duniawi pun diberikan kepadanya. Ghulam Ahmad berfikir, bahwa pekerjaan itu
sangat sederhana dan mudah, mampu mendatangkan materi lebih banyak dari
pendapatannya saat bekerja di kantor.
Untuk mewujudkan gagasan yang terlintas dalam benaknya, maka pertama kali yang ia
lakukan ialah menyebarkan sebuah pengumuman yang menentang agama Hindu.
Berikutnya, ia menulis beberapa artikel di beberapa media massa untuk mematahkan
agama Hindu dan Nasrani. Kaum Muslimin pun akhirnya memberikan perhatian
kepadanya. Itu terjadi pada tahun 1877-1878M.
Pada gilirannya, ia mengumumkan telah memulai proyek penulisan buku sebanyak lima
puluh jilid, berisi bantahan terhadap lontaran-lontaran syubhat yang dilontarkan oleh
kaum kuffar terhadap Islam. Oleh karena itu, ia mengharapkan kaum Muslimin
mendukung proyek ini secara material. Sebagian besar kaum Muslimin pun tertipu
dengan pernyataannya yang palsu, bahwa ia akan mencetak kitab yang berjumlah lima
puluh jilid.
Sejak itu pula, ia menceritakan beberapa karomah (hal-hal luar biasa) dan kusyufat
tipuan yang ia alami. Sehingga orang-orang awam menilainya sebagai wali Allah, tidak
hanya sebagai orang yang berilmu saja. Orang-orang pun bersegera mengirimkan
uang-uang mereka yang begitu besar kepadanya guna mencetak kitab yang dimaksud.
(Majmu’ah I’lanat Ghulam Al-Qadiyani, 1/25)
Volume pertama buku yang ia janjikan terbit tahun 1880M, dengan judul Barahin
Ahmadiyah. Buku ini sarat dengan propaganda dan penonjolan karakter penulisnya.
Cerita tentang alam ghaib yang berhasil ia ketahui, juga berisi karomah dan
kusyufatnya.
Kitab-kitab volume berikutnya pun bermunculan. Namun, tatkala sampai kepada
masyarakat, mereka keheranan, karena mendapat isi buku tersebut tidak seperti yang
dikatakan penulis pertama kali, yaitu bantahan terhadap agama Hindu dan Nasrani,
tetapi justru dipenuhi dengan cerita-cerita tentang karamah dan sanjungan terhadap
kolonialis Iggris.
Dari sini, masyarakat kemudian mengetahui, ternyata lelaki ini hanyalah seorang
pendusta dan pencuri harta manusia. Buku yang telah diterbitkan hanya untuk
mendapatkan popularitas dan memanfaatkan kaum Muslimin, menguras harta mereka,
bukan untuk membela Islam. Apalagi setelah kaum Muslimin menemukan hal-hal yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dalam buku yang ia terbitkan tersebut.
Banyak para ulama yang mendapat informasi, bahwa lelaki itu, sebenarnya tidak
mempunyai keinginan, kecuali untuk membuat sebuah toko semata. Andai ada orang
lain yang mampu membayarnya dengan jumlah yang lebih besar, maka ia akan
mendukungnya, meskipun dengan melakukan pelanggaran terhadap Islam. Dan
memang seperti itulah yang dikatakan oleh para ulama. Sebab, pada waktu itu,
penjajah Inggris membutuhkan orang yang dapat memporak-porandakan kekuatan
kaum Muslimin. Sehingga sang penjajah ini mencari orang dari kalangan kaum
Muslimin untuk diperalat. Tatkala sudah mendapatkannya, kolonial ini akan
memanfaatkan semaksimal mungkin. Demikian yang terjadi dengan Mirza Ghulam
Ahmad. Oleh karena itu, ia penuhi kitab volume ketiganya dengan pujian-pujian kepada
kolonialis Inggris.
Perhatikan pengakuannya dalam volume tersebut, tatkala ia menghadapi penentangan
dari kaum Muslimin
Dia menyatakan, ada sebagian orang dari kalangan kaum Muslimin yang menulis
kepadaku, mengapa engkau memuji penjajah Inggris dalam volume ketiga? Mengapa
engkau berterima kasih kepada pemerintah Inggris? Sebagian kaum muslimin mencaci-
maki dan mecelaku karena sanjungan ini. Hendaknya setiap orang mengetahui, bahwa
aku tidak memuji pemerintah Inggris, kecuali berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan
Sunnah. (Barahin Ahmadiyah, vol. 4)
Ringkasnya, penjajah telah memanfaatkannya dengan memberikan segala yang
berharga untuknya karena pengkhianatannya kepada agama dan umat Islam. Persis
seperti ayahnya yang dahulu juga berkhianat, tetapi kepada negeri India dan
penduduknya.
Pada tahun 1885M, ia memproklamirkan diri sebagai mujaddid dengan mendapat
bantuan dan dukungan penuh dari penjajah. Enam tahun berikutnya, tahun 1891M, ia
mengklaim diri sebagai Imam Mahdi. Pada tahun itu juga, ia mengaku sebagai Al-
Masih. Dan klimaksnya pada tahun 1901M, ia mendeklarasikan statusnya sebagai nabi
yang mandiri, dan lebih mulia dari seluruh pada nabi dan rasul.
Sebagian ulama dapat mendeteksi keinginannya sebelum ia mengaku sebagai nabi
(palsu). Tetapi dengan segera ia mencoba menepisnya dengan berkata: “Aku juga
beraqidah Ahlus Sunnah. Aku berkeyakinan Muhammad adalah penutup para nabi.
Barangsiapa mengaku sebagai nabi, maka ia kafir, pendusta. Karena aku beriman
bahwa risalah itu bermula dari Adam dan berakhir dengan kedatangan Rasulullah
Muhammad.” (Pernyataan Ghulam Ahmad pada 12 Oktober 1891 yang terdapat dalam
kitab Tabligh Risalah, 2/2)
Kemudian dengan bisikan dari penjajah ia mengatakan untuk mengecoh: “Aku bukan
nabi, tetapi Allah menjadikannku orang yang diajak bicara (kalim), untuk
memperbaharui agama Al-Musthafa (Muhammad)” (Mir-atu Kamalati Al-Islam, hal. 383)
Keterangan lain darinya: “Aku bukan nabi yang menyerupai Muhamamad atau datang
dengan ajaran yang baru. Justru yang ada dalam risalahku, aku adalah nabi yang
mengikutinya (nabiyyun muttabi)” (Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 68, karya Ghulam
Ahmad)
Dia juga mengatakan: “Demi Allah yang ruh-ku berada di genggaman-Nya, Dialah yang
mengutusku dan menyebutku sebagai nabi…. Aku akan memperlihatkan kebenaran
pengakuanku dengan mukjizat-mukjizat yang jumlahnya tidak kurang dari tiga ratus ribu
mukjizat.” (Tatimmah Haqiqati Al-Wahyi, hal. 68, karya Ghulam Ahmad)
Coba perhatikan pernyataan-pernyataannya. Dia betul-betul berusaha mengecoh kaum
Muslimin. Padahal sebelumnya, ia mengatakan: “Siapa saja yang mengklaim diri
sebagai nabi setelah Muhammad, berarti ia saudara Musailamah Al-Kadzdzab, kafir lagi
busuk.” (Anjam Atsim, hal. 28, karya Ghulam Ahmad). Dia juga mengatakan: “Kami
melaknat orang-orang yang mengaku sebagai nabi setelah Muhammad.” (Tabligh
Risalah, 26/2)
Perlu juga disebutkan, kitab yang ia janjikan berjumlah lima puluh jilid, tidak ia
selesaikan kecuali lima jilid saja. Sehingga ketika ditanya oleh para donatur, ia
menjawab: “Tidak ada bedanya antara angka lima dan lima puluh, kecuali pada nolnya
saja.” (Muqaddimah Barahin Ahmadiyah, 5/7, karya Ghulam Ahmad)
Caci Maki Mirza Ghulam Ahmad Kepada Seterunya
Dia pernah mengatakan, melalui “wahyu” yang konon diterimanya, bahwa salah
seorang seterunya akan mati pada waktu tertentu. Tetapi ternyata, seteru yang ia
sebutkan tidak mati. Maka para ulama pun menyanggahnya dengan mengatakan:
“Engkau katanya nabi, tidak berbicara kecuali dengan wahyu. Bagaimana mungkin janji
Allah tidak tepat?”
Menanggapi bantahan dari para ulama ini, Mirza Ghulam Ahmad bukannya memberi
jawaban dengan bukti dan dalil, tetapi justru melontarkan cacian: “Orang-orang yang
menentangku, mereka lebih najis dari babi.” (Najam Atsim, hal. 21, karya Ghulam
Ahmad)
Cacian-cacian lain yang keluar dari Mirza Ghulam Ahmad ini sudah sangat keterlaluan.
Sebab orang-orang umum saja tidak akan sanggup mengatakannya.
Sang anak, Mahmud Ahmad bin Ghulam pernah mendengar ada orang yang mencaci
orang lain dengan sebutan “hai anak haram”, maka ia (Mahmud Ahmad) mengatakan:
“Orang seperti ini, pada masa Umar dihukum pidana pukul karena melakukan qadzaf
(tuduhan zina). Tetapi sekarang, dapat di dengar seseorang mencela orang lain dengan
celaan itu, namun mereka tidak bereaksi. Seolah-olah celaan ini tida ada artinya di
mata mereka.” (Khutbah Al-Jum’ah, Mahmud Ahmad bin Ghulam, Koran Al-Fadhl, 13
Februari 1922M)
Tetapi ironisnya, ayahnya justru pernah mencela seorang ulama dengan ucapan “hai
anak pelacur”. (Najim Atsim, hal. 228, karya Ghulam Ahmad). Mengacu kepada
pernyataan Mahmud Ahmad, bukankah berarti Mirza Ghulam ini pantas untuk dihukum
pukul? Dan ucapan itu tidak hanya terjadi sekali atau dua kali, tetapi sangat sering
dilontarkan ayahnya “sang mujaddid akhlak”.
Contoh lainnya, di dalam khutbahnya, ia pernah menyampaikan: “Itu adalah kitab. Akan
dilihat oleh setiap muslim dengan penuh kecintaan dan sayang serta ia mendapatkan
manfaat darinya. Dia akan menerima dan membenarkan dakwahku, kecuali keturunan-
keturunan para pelacur yang telah Allah kunci hati mereka. Mereka tidak akan
menerima.” (Mir’atu Kamalati Al-Islam, hal. 546, karya Ghulam Ahmad)
Begitulah contoh akhlak Mirza Ghulam Ahmad. Semoga kita terlindung dari perbuatan
tercela.
Komentar Mirza Ghulam Ahmad Terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Banyak orang yang celaka muncul di muka bumi karena mencela para rasul, tetapi
tidak banyak yang sekaliber Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, dalam
mencela para rasul, “mencuri” kenabian. Allah berfirman: “Dan siapakah yang lebih
zhalim daripada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah…” (Qs. Al-An’am:
93)
Dia mengklaim sebagai nabi dan rasul-Nya, seperti yang dilakukan oleh Musailamah
dan Al-Aswad An-Ansi. Langkah berikutnya, ia mengaku sebagai orang yang paling
utama dari dari seluruh nabi dan rasul. Sebagaimana ia menyatakan dirinya telah
dianugerahi segala yang telah diberikan kepada seluruh para nabi (Durr Tsamin, hal.
287-288, karya Ghulam Ahmad). Dalam pernyataan yang lain, ia mengatakan,
sesungguhnya Nabi (Muhammad) mempunyai tiga ribu mukjizat saja. “Sedangkan aku
memiliki mukzijat lebih dari satu juta jenis”, kata Ghulam Ahmad (Tadzkirah Asy-
Syahadatain, hal. 72, karya Ghulam Ahmad)
Di lain tempat, katanya, Islam muncul bagaikan perjalanan hilal (bulan, dari kecil), dan
kemudian ditaqdirkan mencapai kesempurnaannya di abad ini menjadi badr (bulan
pernama), dengan dalil (menurutnya)… (Khutbah Al-Hamiyah, hal. 184, karya Ghulam
Ahmad), sebuah tafsiran yang kental nuansa tahrifnya (penyelewengan), layaknya
perlakuan kaum Yahudi terhadap Taurat. Sebuah makna yang tidak dikehendaki Allah,
tidak pernah disinggung Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataupun terbetik di benak
salah seorang sahabat, para imam dan ulama tafsir. Demikian salah satu trik untuk
merendahkan kedudukan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Salah seorang juru dakwah mereka, juga tidak ketinggalan ikut membeo merendahkan
martabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengatakan: “Sesungguhnya
Muhammad pernah sekali datang kepada kami. Pada waktu itu, beliau lebih agung dari
bi’tsah yang pertama. Siapa saja yang ingin melihat Muhammad dengan potretnya yang
sempurna, hendaknya ia memandang Ghulam Ahmad di Qadian.” (Koran milik
Qadiyaniah, Badr, 25 Oktober 1902M)
Kritik Sang Nabi Palsu Terhadap Beberapa Nabi
Mirza Ghulam Ahmad pernah berkomentar tentang Nabi Isa: “Sesungguhnya Isa tidak
mampu mengatakan dirinya sebagai orang shalih. Sebab orang-orang mengetahui
kalau dia suka minum-minuman keras dan perilakunya tidak baik.” (Hasyiyah Sitt Bahin,
hal. 172, karya Ghulam Ahmad)
Komentar miring lainnya, menurutnya, Isa cenderung menyukai para pelacur.
Karenanya nenek-neneknya adalah termasuk pelacur (Dhamimah Anjam Atsim,
Hasyiyah, hal. 7, karya Ghulam Ahmad)
Anehnya, meski perkataan yang keluar dari mulutnya sangat kotor, tetapi ternyata Mirza
Ghulam Ahmad “bersabda” dalam hadits palsunya: “Sesungguhnya celaan, makian,
bukan perangai orang-orang shidiq. Dan orang yang beriman, bukanlah orang yang
suka melaknat.” (Izalatul Auham, hal. 66)
Cacian Mirza Ghulam Ahmad Kepada Para Sahabat
Para sahabat pun tidak lepas dari cercaan yang dilancarkan Ghulam Ahmad. Termasuk
penghulu para remaja/pemuda di surga kelak, yaitu Hasan, Husain, juga Abu Bakar dan
Umar
Mirza Ghulam Ahmad ini mengataan: “Orang-orang mengatakan aku lebih utama dari
Hasan dan Husain. Maka aku jawab, Itu benar. Aku lebih utama dari mereka berdua.
Dan Allah akan menunjukkan keutamaan ini.” (I’jaz Ahmadi, hal. 58, karya Ghulam
Ahmad)
Salah seorang anaknya dengan congkak berkata: “Dimana kedudukan Abu Bakar dan
Umar, (mereka berdua tidak ada apa-apanya) bila dibandingkan dengan kedudukan
Mirza Ghulam Ahmad? Mereka berdua saja tidak pantas untuk membawa sandalnya.”
(Kitab Al-Mahdi, Pasal 304, hal. 57, karya Muhammad Husain Al-Qadiyani)
Tentang Abu Hurairah, Ghulam Ahmad mengatakan: “Abu Hurairah orang yang dungu.
Dia tidak memiliki pemahaman yang lurus.” (I’jaz Ahmadi, hal. 140)
Perhatikan! Padahal ia sendirilah orang yang dungu, lagi bodoh. Lihat pengakuannya:
“Sesungguhnya ingatanku sangat buruk. Aku lupa orang-orang yang sering
menemuiku.” (Maktubat Ahmadiyah, hal. 21)
Kematian Mirza Ghulam Ahmad
Menyaksikan sepak terjangnya yang kian menjadi, maka para ulama saat itu berusaha
menasehati Mirza Ghulam Ahmad, agar ia bertaubat dan berhenti menyebarkan
dakwahnya yang sesat. Nasihat para ulama ternyata tidak membuahkan hasil. Dia tetap
bersikukuh tidak memperdulikan. Akhirnya, para ulama sepakat mengeluarkan fatwa
tentang kekufurannya. Di antara para ulama yang sangat kuat menentang dakwah
Mirza Ghulam Ahmad, adalah Syaikh Tsanaullah.
Mirza Ghulam Ahmad sangat terusik dengan usaha para ulama yang mengingatkannya.
Akhirnya dia mengirimkan surat kepada Syaikh Tsanaullah. Dia meminta agar suratnya
ini dimuat dan disebarkan di majalah milik Syaikh Tsanaullah.
Di antara isi suratnya tersebut, Mirza Ghulam Ahmad tidak menerima gelar pendusta,
dajjal yang diarahkan kepadanya dari para ulama masa itu. Mirza Ghulam Ahmad
menganggap dirinya, tetap sebagai seorang nabi, dan ia menyatakan bahwa para
ulama itulah yang pendusta dan penghambat dakwahnya.
Sang nabi palsu ini menutup suratnya dengan do’a sebagai berikut:
“Wahai Allah Azza Wajall… Yang Maha Mengetahui rahasia-rahasia yang
tersimpan di hati… Jika aku seorang pendusta, pelaku kerusakan dalam
pandangan-Mu, suka membuat kedustaan atas nama-Mu pada waktu siang dan
malam hari, maka binasakanlah aku saat Ustadz Tsanaullah masih hidup, dan
berilah kegembiraan kepada para pengikutnya dengan sebab kematianku…!
“Wahai Allah! Dan jika saya benar, sedangkan Tsanaullah berada di atas
kebathilan, pendusta pada tuduhan yang diarahkan kepadaku, maka
binasakanlah dia dengan penyakit ganas, seperti tha’un, kolera atau penyakit
lainnya, saat aku masih hidup. Amin.”
Begitulah bunyi do’a Mirza Ghulam Ahmad. Sebuah do’a mubahalah. Dan benarlah,
do’a yang ia tulis dalam suratnya tersebut dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla. Yakni
13 bulan lebih sepuluh hari sejak do’anya itu, yaitu pada tanggal 26 bulan Mei 1908M,
Mirza Ghulam Ahmad ini dibinasakan oleh Allah Azza wa Jalla dengan penyakit kolera,
yang dia harapkan menimpa Syaikh Tsanaullah.
Di akhir hayatnya, saat meregang nyawa, dia sempat mengatakan kepada mertuanya:
“Aku terkena penyakit kolera.” Dan setelah itu, omongannya tidak jelas lagi sampai
akhirnya meninggal. Sementara itu, Syaikh Tsanaullah masih hidup sekitar empat puluh
tahun setelah kematian Mirza Ghulam Ahmad.
Meski kematian telah menjemput Mirza Ghulam Ahmad, tetapi bukan berarti ajarannya
juga ikut mati. Tapi malah kian tersebar di tengah masyarakat. Karenanya, sebagai
seorang muslim, hendaklah lebih berhati-hati, agar tidak terjerat dengan berbagai
ajaran sesat.
Ya, Allah. Perlihatkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai sebuah kebenaran, dan
berilah kami kekuatan untuk melakukannya. Ya, Allah. Perlihatkanlah kepada kami
kebatilan sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
• Oleh: Muhammad Ashim
• Sumber Al-Qadiayaniyah Dirasat Wa Tahlil, karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir,
cetakan pertama, tahun 2005, dari percetakan Darul Imam al-Mujaddid, Mesir.
• Artikel adalah ringkasan dari kitab diatas, dari hal: 93-115. Artikel diambil
dari almanhaj.or.id
• Sebagai perbandingan kunjungi situs berbahasa arab, khusus masalah
Ahmadiyah: http://www.anti-
ahmadiyya.org/site/modules.php?name=News&file=article&sid=123
• Yang ingin memiliki kitab rujukan aslinya, silahkan men-download-nya melalui
linkberikut: http://www.anti-
ahmadiyya.org/site/modules.php?name=myBooks2&op=open&cat=10&book=45
4

[1] Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir, penulis kitab Al-Qadiayaniyah Dirasat Wa Tahtil
mengatakan: “Hal itu kemungkinan lantaran pengkhianatannya kepada penduduk
pribumi dan kerjasamanya dengan kekuatan kolonialis yang aniaya lagi kafir. (hal. 103)
Artikel: addariny.wordpress.com dipublikasi ulang oleh Moslemsunnah.Wordpress.com
Kitab Tadzkirah (buku pegangan Agama Ahmadiyah)
dan Kesesatan di dalamnya
Dikirimkan oleh : Ustadz Abu Abdillah Addariny, Lc

Bismillaah, wash-shollaatu was salaamu alaa Rosulillah, wa’alaa aalihii washohbihii wa


man waalaah…
Dalam tulisan ini, kami akan paparkan ajaran-ajaran ahmadiyah dari kitab mereka
sendiri, Tadzkiroh, kitab yang dianggap memuat wahyu-wahyu suci, yang diturunkan
oleh Alloh subhanahu wata’ala kepada si nabi palsu, Mirza Ghulam Ahmad (MGA).
Kami, tidak akan berbicara panjang lebar dalam tulisan ini, karena tujuan kami hanyalah
untuk memuat fakta yang ada dalam kitab tadzkiroh tersebut. Kami hanya akan
menyebutkan akidah mereka, dengan disertai rujukan dari kitab tadzkiroh tersebut.
Semoga dengan ini, kita bisa menyingkap tabir yang selama ini menutupi hakekat yang
ada.
Yang mendorong kami menulis artikel ini adalah firman Alloh ta’ala ‫ﻭَﺫَﻛِّﺮْ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺬِّﻛْﺮَﻯ‬
ُ‫ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﺗَﻨْﻔَﻊ‬
Artinya: tetaplah memberikan peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu akan
selalu memberikan manfaat bagi orang mukmin. (adz-Dzariyat: 55)
Begitu pula sabda Rosululloh –shollallohu alaihi wasallam-:
ْ‫ﻭَﻋَﺎﻣَّﺘِﻬِﻢْ ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﻟِﻜِﺘَﺎﺑِﻪِ ﻭَﻟِﺮَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻭَﻟِﺄَﺋِﻤَّﺔِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ ﺍﻟﺪِّﻳﻦُ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴﺤَﺔُ ﻗُﻠْﻨَﺎ ﻟِﻤَﻦ‬
Artinya: “Agama ini adalah nasehat”. Kami (para sahabat) bertanya: “Untuk siapa
(nasehat itu) wahai Rosululloh?”. Rosullulloh menjawab: “Untuk (mengajak ke jalan)
Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya dan untuk umat islam, baik pemimpin maupun rakyatnya
(HR. Bukhori Muslim)
Catatan penting:
Untuk lebih meng-efisien-kan tulisan, selanjutnya nama Mirza Gulam Ahmad kami
singkat menjadi (MGA)
Ayat yang nomor halamannya lebih dari satu, menunjukkan bahwa ayat dengan redaksi
yang sama, terdapat pada halaman-halaman tersebut.
Berikut ini, kami paparkan sebagian Akidah Ahmadiyah dari kitabnya langsung,
yakni Kitab Tadzkiroh:
1. MGA MENDAPAT WAHYU, LANGSUNG DARI ALLOH.
Hal ini diungkapkan dengan jelas dalam Tadzkiroh hal: 43
Dan tuhanku berbicara langsung kepadaku
‫ ﻳﺎ ﺃﺣﻤﺪ‬:‫ ﻭﻗﺎﻝ‬,‫ﻭﺧﺎﻃﺒﻨﻲ ﺭﺑﻲ‬, ‫ﺑﺎﺭﻙ ﺍﷲ ﻓﻴﻚ‬ (MGA), Dia berkata: “Wahai Ahmad (MGA),
Alloh telah memberkahimu.
.
2. MGA ADALAH SEORANG ROSUL UTUSAN ALLOH
Ini adalah hakekat yang tak mungkin dielakkan, bahwa berdasarkan wahyu di dalam
Tadzkiroh, MGA adalah seorang Rosul setelah Nabi Muhammad shollallohu alaihi
wasallam, dan hal ini sangat bertentangan dengan Aquran, Surat al-Ahzab: 40, begitu
pula bertentangan dengan banyak hadits yang menerangkan tidak adanya kenabian
setelah wafatnya Rosululloh shollallohu alaihi wasallam, bahkan beliau menjuluki
mereka yang mengaku nabi atau rosul sepeninggal beliau dengan julukan Dajjal. (lihat
HR. Bukhori, no: 3609, dan HR. Muslim, no: 157)
lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh hal: 496
Wahai ahmad (MGA), kamu telah dijadikan
‫ ﺟﻌﻠﺖ‬,‫ﻣﺮﺳﻼ ﻳﺎ ﺃﺣﻤﺪ‬
sebagai seorang Rosul
.
3. RAHMAT ALLOH TELAH MEMENUHI KEDUA BIBIR MGA
Di dalam Tadzkiroh firman yang menerangkan hal ini diulang-ulang di beberapa tempat,
sebagai contoh, coba anda merujuk Kitab Tadzkiroh pada halaman berikut ini: 50, 98,
322, 366, dan 394-395. Bunyi ayat tersebut adalah:
Wahai Ahmad (MGA), Rahmat Alloh telah
‫ ﻓﺎﺿﺖ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻋﻠﻰ‬,‫ﺷﻔﺘﻴﻚ ﻳﺎ ﺍﺣﻤﺪ‬
memenuhi kedua bibirmu.
.
4. ORANG YANG MENGINGKARI AJARAN MGA ADALAH KAFIR DAN
TERLAKNAT.
Mereka menyerukan kerukunan kepada kaum muslimin, tapi ironisnya kitab tadzkiroh
menganggap kaum muslimin yang tidak sependapat dengan mereka sebagai orang
kafir dan terlaknat.
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 749
(-) Kamu (MGA) adalah pemimpin yang
diberkahi, LAKNAT ALLOH ATAS ORANG
YANG KAFIR (mengingkarimu) (-) Kamu (MGA)
‫( ﺃﻧﺖ ﺇﻣﺎﻡ ﺃﻧﺖ ﺇﻣﺎﻡ ﻣﺒﺎﺭﻙ ﻟﻌﻨﺔ ﺍﷲ ﻋﻠﻰ‬-) ‫ﺍﻟﺬﻱ ﻛﻔﺮ‬
adalah pemimpin yang diberkahi, LAKNAT
‫( ﺃﻧﺖ ﺇﻣﺎﻡ ﻣﺒﺎﺭﻙ‬-) ‫ﻣﺒﺎﺭﻙ ﻟﻌﻨﺔ ﺍﷲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺬﻱ ﻛﻔﺮ‬
ALLOH ATAS ORANG YANG KAFIR
‫ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺬﻱ ﻛﻔﺮ ﻟﻌﻨﺔ ﺍﷲ‬
(mengingkarimu) (-) Kamu (MGA) adalah
pemimpin yang diberkahi, LAKNAT ALLOH
ATAS ORANG YANG KAFIR (mengingkarimu)
.
5. NAMA ALLOH TIDAK SEMPURNA SEDANG NAMA MGA SEMPURNA.
Sungguh yang benar, adalah sebaliknya. Nama Alloh Jauh lebih sempurna, dan tidak
ada bandingannya dengan nama makhluk-Nya. Penulis sangat heran, dan benar-benar
heran, apakah akidah seperti ini, masih pantas dianut dan dibela?!!
Firman ini ada diulang-ulang dalam Kitab Tadzkiroh, silahkan merujuknya ke hal: 51,
245, dan 366. Ayat tersebut berbunyi:
Wahai Ahmad (MGA), namamu sempurna,
‫ ﻳﺘﻢ ﺇﺳﻤﻚ ﻭﻻ ﻳﺘﻢ‬،‫ﺇﺳﻤﻲ ﻳﺎ ﺃﺣﻤﺪ‬
sedang nama-Ku tidak sempurna
.
6. MGA MEMPOSISIKAN DIRINYA, SEBAGAIMANA POSISI NABI
ADAM alaihissalam
Kami mengatakan demikian karena ke-sembrono-an MGA yang menjiplak ayat suci al-
Qur’an yang ditujukan kepada Nabi Adam alaihissalam, kemudian mengganti nama
Nabi Adam dengan namanya sendiri. Itulah maksud perkataan kami bahwa: “MGA
memposisikan dirinya, sebagaimana posisi Nabi Adam”. Anda bisa merujuk ayat
tersebut dalam kita tadzkiroh halaman berikut ini: 72, 368, 396, dan 628. Bunyi ayat
tersebut adalah:
Wahai Ahmad (MGA), tinggallah kamu dan
َ‫ ﺍﺳْﻜُﻦْ ﺃَﻧْﺖ‬,‫ﻭَﺯَﻭْﺟُﻚَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻳﺎ ﺃﺣﻤﺪ‬ isterimu di surga ini!

Di dalam kitab suci Alquran, ayat ini adalah perintah untuk Nabi Adam alaihissalam, tapi
redaksi “Wahai (Nabi) Adam” dirubah oleh MGA menjadi “Wahai Ahmad (MGA)”. (Lihat
ayat ini dalam Alquran, Surat Al-baqoroh: 35 dan Al-a’rof 19)
.
7. MGA MEMPOSISIKAN DIRINYA, SEBAGAIMANA POSISI NABI NUH alaihissalam
Tindakan MGA ini sama dengan sebelumnya, hanya berbeda nama nabi yang
dirubahnya, kali ini ia merubah arah sasaran ayat yang semula untuk Nabi
Nuh alaihissalam, ia rubah sehingga mengarah kepada dirinya sendiri. Anda bisa
merujuknya ke Kitab Tadzkiroh halaman: 379, dan inilah bunyi ayat dalam tadzkiroh
tersebut:
Dan buatlah bahtera itu (Wahai MGA) dengan
َ‫ﺑِﺄَﻋْﻴُﻨِﻨَﺎ ﻭَﻭَﺣْﻴِﻨَﺎ ﻭَﺍﺻْﻨَﻊِ ﺍﻟْﻔُﻠْﻚ‬
pengawasan dan petunjuk wahyu kami
Di dalam kitab suci Alquran, ayat ini adalah perintah untuk Nabi Nuh alaihissalam, tapi
oleh MGA arah sasaran ayat ini dibelokkan, sehingga menjadi perintah untuk dirinya,
padahal situasinya sangat berbeda, Nabi Nuh membuat bahtera disebabkan akan
adanya banjir bandang yang menenggelamkan bumi. Sedangkan MGA….??? (Lihat
ayat ini dalam Alquran, Surat Hud: 37 dan Al-mukminun: 27)
.
8. MGA MEMPOSISIKAN DIRINYA, SEBAGAIMANA POSISI NABI
IBROHIM alaihissalam.
Ia juga ingin memposisikan dirinya sebagai Nabi Ibrohim alaihissalam, lihatlah kitab
tadzkiroh halaman: 279, 366, dan 629. Bunyi ayat tadzkiroh tersebut adalah sebagai
berikut:
Sesungguhnya aku menjadikan engkau (MGA)
ِ‫ﺇِﻣَﺎﻣًﺎ ﺇِﻧِّﻲ ﺟَﺎﻋِﻠُﻚَ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱ‬
sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.
Di dalam kitab suci Alquran, sasaran ayat ini adalah Nabi Ibrohim alaihissalam, tapi
oleh MGA sasaran ayatnya diselewengkan, sehingga mengarah kepada dirinya
sendiri. (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Al-baqoroh: 124)
.
9. MGA MEMPOSISIKAN DIRINYA, SEBAGAIMANA POSISI NABI
MUSA alaihissalam.
Kedudukan Nabi Musa juga tidak luput dari jamahannya, firman Alloh ta’ala yang
ditujukan kepada Nabi Musa alaihissalam, ia rubah menjadi tertuju kepadanya. Lihatlah
dalam Tadzkiroh halaman: 277
Aku telah melimpahkan kepada engkau (MGA)
ً‫ﻣِﻨِّﻲ ﺃَﻟْﻘَﻴْﺖُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﻣَﺤَﺒَّﺔ‬
kasih sayang yang datang dari-Ku
Di dalam kitab suci Alquran, sasaran ayat ini adalah Nabi Musa alaihissalam, tapi oleh
MGA, arah sasarannya dirubah, sehingga mengarah kepada dirinya. (Lihat ayat ini
dalam Alquran, Surat Thoha: 39)
.
10. MGA MEMPOSISIKAN DIRINYA, SEBAGAIMANA POSISI NABI ISA alaihissalam
Kepada Nabi Isa alaihissalam, ia juga melakukan hal yang sama, memposisikan dirinya
sebagai Nabi Isa alaihissalam, bahkan dalam sebuah ayat ia mengaku sebagai al-
Masih putra Maryam alaihissalam. Silahkan merujuk ke Kitab Tadzkiroh halaman: 62,
98, 519, 569
Sesungguhnya aku mewafatkanmu (MGA),
dan mengangkat kamu kepada-Ku, serta
َ‫ﺇِﻧِّﻲ ﻣُﺘَﻮَﻓِّﻴﻚ‬ َ‫ ﻭَﺟَﺎﻋِﻞُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﺒَﻌُﻮﻙَ ﻓَﻮْﻕ‬،َّ‫ﻭَﺭَﺍﻓِ ُﻌﻚَ ﺇِﻟَﻲ‬
menjadikan orang-orang yang mengikuti
‫ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ‬
kamu di atas orang-orang kafir sampai hari
kiamat
Di dalam kitab suci Alquran, sasaran ayat ini adalah Nabi Isa alaihissalam, tapi oleh
MGA dibelokkan, sehingga mengarah kepada dirinya. (Lihat ayat ini dalam Alquran,
Surat Ali Imron: 55)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 98
(MGA) Sebagai orang terkemuka di dunia
‫ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻘَﺮَّﺑِﻴﻦَ ﻭَﺟِﻴﻬًﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ‬ dan di akhirat serta termasuk orang-orang
yang didekatkan (kepada Alloh)
Ayat ini sebenarnya adalah untuk Nabi Isa alaihissalam, tapi si nabi palsu tersebut
mengarahkannya kepada dirinya (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Ali Imron: 45)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 496, 569
Segala puji bagi Alloh yang telah
‫ﺍﺑﻦ ﻣﺮﻳﻢ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﷲ ﺍﻟﺬﻱ ﺟﻌﻠﻚ ﺍﻟﻤﺴﻴﺢ‬ menjadikanmu (MGA) sebagai al-Masih putra
Maryam
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 519
Sesungguhnya Kami menurunkannya
‫ﺍﻟﻤﻮﻋﻮﺩ ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﻟﻠﻤﺴﻴﺢ‬ (Tadzkiroh) untuk al-Masih yang ditunggu-
tunggu (MGA)
.
11. MGA MEMPOSISIKAN DIRINYA, SEBAGAIMANA POSISI NABI
MUHAMMAD shollallohu alaihi wasallam
Nabi Muhammad adalah Rosul yang paling utama, oleh karenanya MGA paling banyak
memposisikan dirinya sebagai Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-.
lihatlah sebagai contoh, ayat-ayat dalam Tadzkiroh berikut ini pada halaman: 62,
81, 224, 277, 378, 495, 360
Katakanlah (MGA)! “Jika kalian (benar-benar)
َ‫ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻓَﺎﺗَّﺒِﻌُﻮﻧِﻲ ﻳُﺤْﺒِﺒْﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻗُﻞْ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗُﺤِﺒُّﻮﻥ‬ mencintai Alloh, maka ikutilah aku! niscaya
Alloh mencintai kalian”
Di dalam kitab suci Alquran, Ayat ini tidak lain adalah perintah kepada Nabi
Muhammad shollallohu alaihi wasallam, tapi MGA menjiplaknya, dan mengarahkannya
kepada dirinya (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Ali Imron: 31)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 83, 396
Dan tidaklah kami mengutusmu (MGA) kecuali
‫ﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎﻙَ ﺇِﻟَّﺎ‬
sebagai rahmat bagi seluruh alam
Di dalam kitab suci Alquran, Ayat ini merupakan keistimewaan untuk Nabi
Muhammad shollallohu alaihi wasallam, tapi MGA menodai keistimewaan itu, dan
menjadikan dirinya seperti Nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam. (Lihat ayat ini
dalam Alquran, Surat Al-anbiya’: 107)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 97
Muhammad (yakni MGA) itu adalah utusan
Alloh, dan orang-orang yang bersama
ِ‫ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪ‬ ِ‫ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣَﻌَﻪُ ﺃَﺷِﺪَّﺍءُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻜُﻔَّﺎﺭ‬
dengannya bersikap keras terhadap orang-
ُ‫ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺭُﺣَﻤَﺎء‬
orang kafir, tetapi berkasih sayang kepada
sesama mereka.
Subhanalloh… bahkan ayat yang nyata-nyata menyebut nama Muhammad pun
diselewengkan oleh MGA, dan mengatakan bahwa yang dimaksud Muhammad adalah
dirinya (MGA) (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Al-fath: 29)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 98
Sesungguhnya kami telah memberikan
kepadamu (MGA) nikmat yang banyak, maka
َ‫ ﻓَﺼَﻞِّ ﻟِﺮَﺑِّﻚَ ﻭَﺍﻧْﺤَﺮْ ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻋْﻄَﻴْﻨَﺎﻙ‬،َ‫ﺍﻟْﻜَﻮْﺛَﺮ‬
dirikanlah sholat karena tuhanmu dan
berkorbanlah!
Di dalam ayat suci Alquran, Ulama Islam sepakat, bahwa sasaran ayat ini adalah Nabi
Muhammad shollallohu alaihi wasallam, tapi oleh MGA dibelokkan, sehingga mengarah
kepada dirinya. (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Al-kautsar: 1-2)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 98
Kami telah menghilangkan beban darimu
َ‫( ﻭَﺭَﻓَﻌْﻨَﺎ – ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺃَﻧْﻘَﺾَ ﻇَﻬْﺮَﻙَ – ﻭِﺯْﺭَﻙَ ﻭَﺿَﻌْﻨَﺎ ﻋَﻨْﻚ‬MGA) yang memberatkan punggungmu, dan
َ‫ﻟَﻚَ ﺫِﻛْﺮَﻙ‬ kami pun telah meninggikan bagimu (MGA)
sebutan (nama) mu
Di dalam kitab suci Alquran, firman ini adalah untuk Nabi Muhammad shollallohu alaihi
wasallam, tapi oleh MGA ayat ini dinodai, dengan merubah sasaran ayat ini mengarah
kepada dirinya. (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Al-insyiroh: 2-4)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 372
Katakanlah (MGA), “Sesungguhnya aku ini
hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang
ٌ‫ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻣِﺜْﻠُﻜُﻢْ ﻳُﻮﺣَﻰ ﺇِﻟَﻲَّ ﺃَﻧَّﻤَﺎ ﺇِﻟَﻬُﻜُﻢْ ﺇِﻟَﻪٌ ﻗُﻞْ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﺑَﺸَﺮ‬telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya
sesembahan kalian adalah sesembahan yang
maha esa.”
Naudzubillah minal khudzlan… akibat tindakan menodai ayat suci Alquran ini, si MGA
dengan PD-nya mengalamatkan ayat ini kepada dirinya, padahal di dalam kitab suci
alquran, ayat ini adalah perintah untuk Nabi Muhammad shollallohu alaihi
wasallam (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Al-kahfi: 110 dan Fush-shilat: 6)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 379
Orang-orang yang berjanji setia kepadamu
(MGA), sesungguhnya mereka berjanji setia
َ‫ ﻳَﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻮْﻕَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻧَﻚ‬،َ‫ﺃَﻳْﺪِﻳﻬِﻢْ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻳُﺒَﺎﻳِﻌُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪ‬
kepada Alloh, Tangan Alloh di atas tangan
mereka.
Di dalam Alquran, ayat ini adalah untuk Nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam,
tapi MGA mengarahkannya kepada dirinya. (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Al-
fath: 10)
.
Lihat ayat berikut dalam kitab Tadzkiroh, halaman: 495
Sesungguhnya Kami memeliharamu (MGA),
َ‫ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻬْﺰِﺋِﻴﻦَ ﺇِﻧَّﺎ ﻛَﻔَﻴْﻨَﺎﻙ‬
dari mereka yang mencaci-makimu
Ayat ini dalam Alquran adalah untuk Nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam, tapi
MGA menyematkannya untuk dirinya sendiri. (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Al-
hijr: 95)
.
12. MEMPOSISIKAN TADZKIROH, SEBAGAIMANA POSISI ALQUR’AN
Inilah yang menjadi sebab utama, kenapa kaum muslimin mengatakan bahwa
Tadzkiroh adalah kitab suci kaum Ahmadiyah. Meskipun banyak diantara mereka
(kaum Ahmadiyah) tidak mengatakan bahwa Tadzkiroh adalah kitab suci, tapi
kenyataan yang ada dalam wahyu-wahyu Tadzkiroh menunjukkan, bahwa MGA
menganggap Tadzkiroh setara dengan Alquran, sebagaimana Alquran adalah kitab
suci, Tadzkiroh juga kitab suci. Diantara bukti yang mendukung kesimpulan kami ini
adalah, banyaknya wahyu-wahyu di dalam Tadzkiroh, yang mensejajarkan antara
Tadzkiroh dengan Alquran. Coba anda perhatikan wahyu-wahyu dalam Tadzkiroh
berikut ini:
Tadzkiroh, halaman: 76, 278, 377, 637, dan 369
Dan Kami telah menurunkan (Tadzkiroh) ini
ُ‫ﻭَﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻧَﺰَﻝَ ﻭَﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎﻩ‬ dengan sebenarnya, dan (Tadzkiroh) ini
turun dengan membawa kebenaran.
Di dalam kitab suci Alquran, sasaran ayat ini adalah kitab suci Alquran, tapi oleh MGA,
arah sasaran ayat tersebut dibelokkan, sehingga mengarah kepada Tadzkiroh. (Lihat
ayat ini dalam Alquran, Surat Al-isro’: 105)
.
Tadzkiroh, halaman: 122, 382
Sekiranya ia (Tadzkiroh) itu bukan dari sisi
ِ‫ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﻮَﺟَﺪُﻭﺍ ﻓِﻴﻪِ ﺍﺧْﺘِﻼﻓًﺎ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِ ﻏَﻴْﺮ‬Alloh, pastilah mereka menemukan banyak hal
yang bertentangan di dalamnya.
Ayat ini, dalam kitab suci Alquran, adalah merupakan keistimewaan Alquran, inilah
diantara bentuk mukjizat Alquran yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab suci lain. Tapi
ternyata keistimewaan itu dinodai oleh ulah MGA, dengan menjadikan Tadzkiroh-nya
sejajar dengan Alquran, sebagaimana Alquran tidak ada pertentangan di dalamnya,
begitu pula Tadzkiroh!!! Padahal sesungguhnya perbedaan antara keduanya, bagaikan
perbedaan antara langit dan bumi… (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat An-nisa’:
82)
.
Tadzkiroh, halaman: 254
Jika kalian (tetap) meragukan apa yang kami
ٍ‫ ﻣِﺜْﻠِﻪِ ﻣِﻦْ ﺑﻜﺘﺎﺏ ﻋَﺒْﺪَﻧَﺎ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ ﺃﻳﺪﻧﺎ ﻣِﻤَّﺎ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﻳْﺐ‬kuatkan hamba kami (MGA) dengannya
(Tadzkiroh), maka buatlah satu kitab (saja)
yang menyamainya.
Subhanalloh… lihatlah ayat ini… bandingkan dengan ayat yang ada dalam
Alquran, surat Albaqoroh, ayat: 23. Kalau saja MGA tidak mengakui Tadzkiroh-nya
sebagai kitab suci, mengapa dia mendatangkan ayat-ayat yang sebenarnya ditujukan
kepada Alquran, kemudian ia rubah menjadi tertuju kepada Tadzkiroh???!
.
Tadzkiroh, halaman: 523, 609
Jika kalian (tetap) meragukan apa yang kami
ٍ‫ِﻔﺎء ﻣِﻤَّﺎ ﻧﺰّﻟﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﻋَﺒْﺪِﻧَﺎ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﻳْﺐ‬
ٍ ‫ ﺑﺸ‬turunkan kepada hamba kami (MGA, yakni
ْ‫ﻣِﺜْﻠِﻪِ ﻣِﻦ‬ Tadzkiroh), maka buatlah satu obat (saja)
yang menyamainya
Ayat ini, mirip dengan ayat sebelumnya, cuma ada sedikit perbedaan redaksi. Lihat ayat
ini dalam Alquran surat Albaqoroh: 23, dan nilailah sendiri bagaimana MGA dengan
beraninya, menjadikan Tadzkiroh-nya menduduki posisi Alquran.
.
Tadzkiroh, halaman: 519, 564,
Sesungguhnya kami telah menurunkannya
‫ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ‬
(Tadzkiroh) di malam lailatul qodar
La haula wala quwwata illa billah… penulis yakin jarang sekali kaum muslimin yang
tidak hafal ayat ini, dan mereka pun tahu bahwa maksud ayat ini dalam kitab suci
Alquran adalah Alquran itu sendiri, tapi lagi-lagi MGA mengarahkannya kepada kitab
Tadzkiroh-nya. Sungguh tindakan yang sangat jauh di luar batas kewajaran. (Lihat ayat
ini dalam Alquran, surat Alqodar, ayat:1)
.
Tadzkiroh, halaman: 595, 709
Inilah ayat-ayat kitab (Tadzkiroh) yang jelas
ِ‫ﺍﻟْﻤُﺒِﻴﻦِ ﺗِﻠْﻚَ ﺁﻳَﺎﺕُ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏ‬
(makna dan lafalnya)
Di dalam Aquran sasaran Ayat ini adalah Alquran, tapi si nabi palsu MGA,
menggubahnya dengan mengarahkannya ke kitab Tadzkiroh-nya. Apakah setelah
mengetahui ini semua, masih ada yang ragu mengatakan bahwa menurut MGA,
Tadzkiroh itu seperti Alquran, yakni kitab suci???! Memang penjahat tidak akan
mengakui kejahatannya, walaupun banyak fakta yang telah membuktikan
kejahatannya… (Lihat ayat ini dalam Alquran, Surat Yusuf: 1, Asy-syu’aro: 2 dan
Al-qoshosh: 2)
.
13. ALLOH MEMILIKI BANYAK ANAK, DAN DIA MEMPOSISIKAN MGA SEPERTI
ANAK-ANAKNYA.
Mulai poin ke-13 ini, komentar kami serahkan kepada para pembaca, tidak lain tujuan
kami adalah, agar tulisan ini tidak menjadi semakin panjang, juga agar anda lebih bisa
menghayati sendiri kesesatan nyata yang ada di dalamnya.
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 436
Kamu (MGA) di sisi-Ku memiliki kedudukan
‫ﺃﻭﻻﺩﻱ ﺃﻧﺖ ﻣﻨﻲ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ‬
seperti anak-anak-Ku
.
14. MGA ADALAH TUJUAN ALLOH
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 83, 224, 242, 279, 293, 366, 394, 496,
569, 629
Wahai ahmad-Ku (MGA), engkau adalah
‫ ﺃﻧﺖ‬,‫ﻣﺮﺍﺩﻱ ﻳﺎ ﺃﺣﻤﺪﻱ‬
tujuan-Ku
.
15. ALLOH MENYEMATKAN KEMULIAAN MGA DENGAN TANGAN-NYA SENDIRI.
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 83, 242, 366, 394-395
Aku telah menyematkan kemulianmu (MGA)
‫ﺑﻴﺪﻱ ﻏﺮﺳﺖ ﻛﺮﺍﻣﺘﻚ‬
dengan tangan-Ku sendiri
.
16. RAHASIA MGA ADALAH RAHASIA ALLOH juga
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 98, 394, 496, 629
‫ﺳﺮﻙ ﺳﺮﻱ‬ Rahasiamu (MGA) adalah rahasia-Ku (juga)
.
17. ISTRI MGA DAN KERABATNYA, TERMASUK KELUARGANYA ALLOH
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 138
Ketahuilah, bahwa isteri ahmad (MGA) dan
‫ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﻦ ﻋﺸﻴﺮﺗﻲ ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺯﻭﺟﺔ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺃﻗﺎﺭﺑﻬﺎ‬ kerabat-kerabat dekatnya itu adalah
termasuk keluarga-Ku juga.
.
18. MEMILIH MGA SEBAGAI ROSUL, ADALAH KEPERLUAN ALLOH SENDIRI.
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 224, 246, 277, 394-395, 495-496, 569
‫ﻟﻨﻔﺴﻲ ﺍﺧﺘﺮﺗﻚ‬ Aku memilihmu untuk diri-Ku
.
19. KEMULIAAN MGA DI SISI ALLOH TIDAK DIKETAHUI OLEH SELURUH
MAKHLUK-NYA.
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 246, 396, 495-496, 569
Kamu (MGA) di sisi-Ku memiliki kedudukan
‫ﺍﻟﺨﻠﻖ ﺃﻧﺖ ﻣﻨﻲ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ ﻻ ﻳﻌﻠﻤﻬﺎ‬
yang tidak diketahui oleh seluruh makhluk
.
20. ALLOH MENGABULKAN SEMUA DOA MGA
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 294
Wahai Ahmad (MGA), aku akan mengabulkan
‫ﺷﺮﻛﺎﺋﻚ ﻳﺎ ﺃﺣﻤﺪ ﺃﺟﻴﺐ ﻛﻞ ﺩﻋﺎﺋﻚ ﺇﻻ ﻓﻲ‬ setiap permohonan dalam doamu, kecuali
dalam hal sekutu-sekutumu
.
21. MGA BERASAL DARI ALLOH, DAN ALLOH BERASAL DARI MGA
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 436
Kamu (MGA) berasal dari-Ku dan Aku berasal
‫ﻣﻨﻚ ﺃﻧﺖ ﻣﻨﻲ ﻭﺃﻧﺎ‬
darimu.
.
22. JIKA MGA MARAH, ALLOH JUGA MARAH
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 495-496, 569
Apabila engkau (MGA) marah, maka aku pun
‫ﺃﺣﺒﺒﺖ ﺇﺫﺍ ﻏﻀﺒﺖ ﻏﻀﺒﺖ ﻭﻛﻠﻤﺎ ﺃﺣﺒﺒﺖ‬
marah. Dan setiap kali kamu menyayangi
(seseorang), maka Aku pun menyayangi (dia)
.
23. ALLOH BERJALAN MENUJU KE ARAH MGA
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 496
Alloh memujimu (MGA) dan berjalan ke
‫ﺇﻟﻴﻚ ﻳﺤﻤﺪﻙ ﺍﷲ ﻭﻳﻤﺸﻲ‬
arahmu
.
24. MGA MEMILIKI HAK UNTUK DI TAUHID-KAN DAN DI-ESA-KAN
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 394-395, 495-496, 569
Kamu (MGA) di sisi-Ku memiliki kedudukan
‫ﻭﺗﻔﺮﻳﺪﻱ ﺃﻧﺖ ﻣﻨﻲ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ ﺗﻮﺣﻴﺪﻱ‬
tauhid-Ku dan keesaan-Ku
.
25. MGA DARI AIRNYA ALLOH
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 496
Kamu (MGA) berasal dari air Kami,
‫ﻓﺸﻞ ﺃﻧﺖ ﻣﻦ ﻣﺎءﻧﺎ ﻭﻫﻢ ﻣﻦ‬
sedangkan mereka dari sesuatu yang gagal
.
26. ALLOH MELEBIHKAN MGA, DI ATAS SEGALA SESUATU.
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 569
Alloh telah melebihkan kamu (MGA) di atas
‫ﺷﻲء ﺃﺛﺮﻙ ﺍﷲ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ‬
segala sesuatu
.
27. GARIS KETURUNAN NENEK MOYANG MGA PUTUS, DAN DIMULAI LAGI DARI
MGA
Lihat ayat berikut dalam Tadzkiroh, halaman: 277
(Garis keturunan) nenek moyangmu (MGA)
‫ﻣﻨﻚ ﻳﻨﻘﻄﻊ ﺁﺑﺎءﻙ ﻭﻳﺒﺪﺃ‬
terputus dan dimulai (lagi) darimu.
Demikian… artikel ini kami buat… mudah-mudahan memberikan manfaat bagi para
pembaca yang budiman, amin… Harapan penulis dari tulisan ini adalah terbukanya
wawasan masyarakat muslim, agar mereka mengetahui isi ajaran yang diemban oleh
Kitab Tadzkiroh-nya kaum Ahmadiyah, sehingga menjadi semakin jelas perbedaan
antara Ajaran Islam dan Ajaran Tadzkiroh… bukan maksud kami memecah belah umat,
tapi justru sebaliknya, maksud kami dari tulisan ini adalah menyatukan umat pada
akidah dan agama yang sama…
Addariny
Madinah, 19 Juni 2009 M / 26 jumada tsani 1430 H
______
Tambahan dari kolom komentar di blog beliau:
Semoga Alloh menyelamatkan kita dari sesatnya akidah ini…
Dengan tindakan amat beraninya itu, wajar kalau akhirnya MGA menuai buah pahitnya
sebelum matinya… sebagaimana ditulis dalam sebuah artikel “Akhir kehidupan yang
menghinakan” berikut ini:
Ajaran Ahmadiyah banyak mendapat penentangan dari para ulama di India. Di antara
ulama yang terdepan menentangnya adalah Asy-Syaikh Tsana`ullah Al-Amru Tasri.
Karena geram, Ghulam Ahmad akhirnya mengeluarkan pernyataan pada tanggal 15
April 1907 yang ditujukan kepada Asy-Syaikh Tsana`ullah. Di antara bunyinya:
“…Engkau selalu menyebutku di majalahmu (‘Ahlu Hadits’) ini sebagai orang terlaknat,
pendusta, pembohong, perusak… Maka aku banyak tersakiti olehmu… Maka aku
berdoa, jika aku memang pendusta dan pembohong sebagaimana engkau sebutkan
tentang aku di majalahmu, maka aku akan binasa di masa hidupmu. Karena aku tahu
bahwa umur pendusta dan perusak itu tidak akan panjang… Tapi bila aku bukan
pendusta dan pembohong bahkan aku mendapat kemuliaan dalam bentuk bercakap
dengan Allah, serta aku adalah Al-Masih yang dijanjikan maka aku berdoa agar kamu
tidak selamat dari akibat orang-orang pendusta sesuai dengan sunnatullah.
Aku umumkan bahwa jika engkau tidak mati semasa aku hidup dengan hukuman Allah
yang tidak terjadi kecuali benar-benar dari Allah seperti mati dengan sakit tha’un, atau
kolera berarti AKU BUKAN RASUL DARI ALLAH…
Aku berdoa kepada Allah, wahai penolongku Yang Maha Melihat, Yang Maha Kuasa,
Yang Maha Berilmu, Yang mengetahui rahasia qalbu, bila aku ini adalah pendusta dan
perusak dalam pandangan-Mu dan aku berdusta atas diri-Mu malam dan siang hari, ya
Allah, maka matikan aku di masa hidup Ustadz Tsana`ullah. Bahagiakan jamaahnya
dengan kematianku –Amin–.
Wahai Allah, jika aku benar dan Tsana`ullah di atas kesalahan serta berdusta dalam
tuduhannya terhadapku, maka matikan dia di masa hidupku dengan penyakit-penyakit
yang membinasakan seperti tha’un dan kolera atau penyakit-penyakit selainnya….
Akhirnya, aku berharap dari Ustadz Tsana`ullah untuk menyebarkan pernyataan ini di
majalahnya. Kemudian berilah catatan kaki sekehendaknya. Keputusannya sekarang di
tangan Allah”.
Penulis, hamba Allah Ash-Shamad, Ghulam Ahmad, Al-Masih Al-Mau’ud. Semoga Allah
memberinya afiat dan bantuan. (Tabligh Risalat juz 10 hal. 120)
Apa yang terjadi setelah berlalu 13 bulan 10 hari dari waktu itu? justru Ghulam Ahmad
yang diserang ajal. Doanya menimpa dirinya sendiri.
Putranya Basyir Ahmad menceritakan:
“Ibuku mengabarkan kepadaku bahwa Hadrat (Ghulam Ahmad) butuh ke WC langsung
setelah makan, lalu tidur sejenak. Setelah itu butuh ke WC lagi. Maka dia pergi ke sana
2 atau 3 kali tanpa memberitahu aku. Kemudian dia bangunkan aku, maka aku
melihatnya lemah sekali dan tidak mampu untuk pergi ke ranjangnya. Oleh karenanya,
dia duduk di tempat tidurku. Mulailah aku mengusapnya dan memijatnya. Tak lama
kemudian, ia butuh ke WC lagi. Tetapi sekarang ia tidak dapat pergi ke WC, karena itu
dia buang hajat di sisi tempat tidur dan ia berbaring sejenak setelah buang hajat.
Kelemahan sudah mencapai puncaknya, tapi masih saja hendak buang air besar.
Diapun buang hajatnya, lalu dia muntah. Setelah muntah, dia terlentang di atas
punggungnya, dan kepalanya menimpa kayu dipan, maka berubahlah keadaannya.”
(Siratul Mahdi hal. 109 karya Basyir Ahmad)
Mertuanya juga menerangkan:
“Malam ketika sakitnya Hadhrat (Ghulam Ahmad), aku tidur di kamarku. Ketika sakitnya
semakin parah, mereka membangunkan aku dan aku melihat rasa sakit yang dia derita.
Dia katakan kepadaku, ‘Aku terkena kolera.’ Kemudian tidak bicara lagi setelah itu
dengan kata yang jelas, sampai mati pada hari berikutnya setelah jam 10 pagi.” (Hayat
Nashir Rahim Ghulam Al-Qadiyani hal. 14)
Pada akhirnya dia mati tanggal 26 Mei 1908.
Sementara Asy-Syaikh Tsana`ullah tetap hidup setelah kematiannya selama hampir 40
tahun. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala singkap tabir kepalsuannya dengan
akhir kehidupan yang menghinakan, sebagaimana dia sendiri memohonkannya kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kini siapa yang sadar dan bertobat setelah tersingkap kedustaannya?
Sungguh akhir hidup yang tragis, semoga kita bisa mengambil ibroh dari kisah ini,
sehingga kita hidup dengan selamat sampai akhir hayat, di dunia dan akhirat…
Artikel: addariny.wordpress.com dipublikasi ulang oleh Moslemsunnah.Wordpress.com
Solusi Problem Ahmadiyah
Oleh: Dr Syamsuddin Arif

“Saya tidak percaya bahwa Mirza Ghulam Ahmad seorang nabi dan belum percaya
pula bahwa ia seorang mujaddid [pembaharu]”, tulis Ir. Soekarno dalam bukunya, Di
Bawah Bendera Revolusi, jilid 1, cetakan ke-2, Gunung Agung Jakarta, 1963, hlm. 345.
Mantan Presiden RI pertama itu bukan pertama dan bukan pula satu-satunya yang
berpendapat demikian. Jauh sebelumnya, filsuf dan pujangga terkenal Sir Muhammad
Iqbal ketika ditanya oleh Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri India waktu itu, perihal
Ahmadiyah dengan tegas menjawab bahwa wahyu kenabian sudah final dan siapapun
yang mengaku dirinya nabi penerima wahyu setelah Muhammad saw adalah
pengkhianat kepada Islam:“No revelation the denial of which entails heresy is possible
after Muhammad. He who claims such a revelation is a traitor to Islam” (Islam and
Ahmadism, cetakanDa‘wah Academy Islamabad, 1990hlm. 8).

Iqbal menangkap banyak kemiripan antara gerakan Ahmadiyah di India dengan


Babiyah di Persia (Iran), yang pendirinya juga mengklaim dapat wahyu sebagai nabi.
Menurut Iqbal, tokoh-tokoh kedua aliran sesat ini merupakan alat politik ‘belahbambu’
kolonialis Inggris -yang waktu itu masih bercokol di India- dan wayang imperialis Russia
–yang sempat menjajah Asia Tengah dan sebagian Persia. Akidah mereka adalah
‘kepasrahan pada penguasa’ (political servility), jelas Iqbal (hlm. 13).

Jika pemerintah Russia mengijinkan Babiyah membuka markas mereka di Ishqabad,


Turkmenistan, maka pemerintah Inggris merestui Ahmadiyah mendirikan pusat misi
mereka di Woking, wilayah tenggara England. Bag iIqbal, doktrin-doktrin Ahmadiyah
hanya akan mengembalikan orang kepada kebodohan. Inti dari Ahmadisme atau
Qadianisme –demikian Iqbal lebih suka menyebutnya- adalah rekayasa mencipta
sebuah umat baru bagi nabi India (sebagai tandingan nabi Arabia): “to carve out, from
the Ummat of the Arabian Prophet, a new ummat for the Indian prophet.”(hlm. 2).

Seorang ulama India yang paling disegani pada zamannya, Syed Abul Hasan Ali an-
Nadwi telah meneliti secara intensif dan objektif riwayat hidup Mirza Ghulam Ahmad,
bagaimana MGA berubah dari seorang santri sederhana menjadi pembela agama
(1880) lalumengklaim dirinya imam mahdi alias masihmaw‘ud (1891) dan akhirnya
mengaku jadi nabi (1901).
Kesimpulannya, gerakan Ahmadiyah ini hanya menambah beban pekerjaan-rumah
umat Islam, memecah-belah mereka, dan membikin masalah umat kian rumit (Lihat:
Qadianism: A Critical Study, cetakan Lucknow 1980, hlm. 155).

Ajaran sesat Ahmadiyah dibawa masuk ke Indonesia sekitar tahun 1925 oleh beberapa
pemuda asal Sumatera yang pernah dididik di Qadian, India selama beberapa tahun.
Demi menyebarkan pahamnya, misionaris Ahmadiyah telah menerbitkan majalah “Sinar
Islam” (sic!), Studi Islam dan Fathi Islam. Keresahan yang ditimbulkan oleh gerakan
penyesatan umat ini sempat menyeret mereka beberapa kali ke dalam debat terbuka
pada 1933 di Bandung (Lihat: Fawzy S. Thaha, Ahmadiyah dalam Persoalan, cetakan
Singapura, 1982).
Meski telah dinyatakan sesat dan kafir (murtad) oleh tokoh-tokoh Islam pada Muktamar
ke-5 Nahdlatul Ulama (NU) tahun 1930 di Pekalongan dan musyawarah Ulama
Sumatera Timur tahun 1935 serta oleh Lajnah Radd as-Syubuhat Madrasah Indonesia
Islamiyah Mekah yang dipimpin oleh Syekh Janan Muhammad Tayyib asal
Minangkabau, kasus Ahmadiyah kembali mencuat pada 1974 setelah parlemen
Pakistan dengan tegas menyatakan penganut Ahmadiyah bukan orang Islam (not
Muslim) di mata hukum dan undang-undang negara.

Pada tahun 1980 Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang waktu itu dipimpin Buya Hamka
telah pun menetapkan bahwa aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat lagi
menyesatkan, dan orang Islam yang menganutnya adalah murtad alias keluar dari
Islam (No.05/Kep/Munas/II/MUI/1980).
Ketetapan tersebut ditegaskan kembali pada bulan Juli 2005 dalam fatwa resmi MUI
yang ditandatangani oleh Prof. Dr. H. Umar Shihab dan Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin.
Kemudian DirjenBimas Islam Departemen Agama melalui surat edarannya tahun 1984
telah menyeru seluruh umat Islam agar mewaspadai gerakan Ahmadiyah.
Terakhir, 16 April 2008 lalu Bakorpakem (Badan Koordinasi Pengawas Aliran
Kepercayaan Masyarakat) menyatakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sebagai
kelompok sesat dan oleh karenanya merekomendasikan perlunya diberi peringatan
keras lewat suatu keputusan bersama Menteri Agama, JaksaAgung, dan Menteri Dalam
Negeri (sesuai dengan UU No 1/PNPS/1965) agar Ahmadiyah menghentikan segala
aktivitasnya.
Menurut Kepala Badan Litbang dan Diklat Depag, Atho Mudzhar, yang juga Ketua Tim
Pemantau, selama tiga bulan Bakorpakem memantau 55 komunitas Ahmadiyah di 33
kabupaten. Sebanyak 35 anggota tim pemantau bertemu 277 warga Ahmadiyah.
Ternyata, ajaran Ahmadiyah masih menyimpang. Di seluruh cabang, Mirza Ghulam
Ahmad (MGA) tetap dipercayai sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw. Selain itu,
penganut Ahmadiyah meyakini kitab Tadzkirah sebagai kumpulan wahyu kepada MGA.

Para penganut dan penyokong Ahmadiyah kerap berkelit dengan tiga dalih
mengelirukan.
Pertama, dalih bahwa orang Ahmadiyah itu sama dengan orang Islam karena syahadat
mereka sama. Padahal, yang esensial bukanlah kesamaan, akan tetapi perbedaan.
Orang Ahmadiyah itu berbeda dengan orang Islam bukan karena syahadat atau cara
ibadahnya, tetapi karena akidahnya yang meyakini kenabian Mirza Ghulam Ahmad.
Sebagaimana disimpulkan olehYohanan Friedman, peneliti dari Hebrew University of
Jerusalem: “The core of Ahmadi[yah] thought is its prophetology” (Lihat Prophecy
Continous: Aspects of Ahmadi Religious Thought and Its Medieval Background, terbitan
University of California Press Berkeley 1989, hlm. 131 dan 181).
Dengan begitu, Ahmadiyah tidak sama dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama atau
Persatuan Islam yang tokoh-tokohnya sejak KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari,
dan A. Hassan tidak satupun pernah mengaku dirinya nabi.

Kedua, dalih bahwa sebagai warga negara penganut Ahmadiyah dijamin kebebasannya
oleh konstitusi, dan melarang Ahmadiyah sama dengan melanggar hak asasi manusia
(HAM) dan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945.
Di sini terselip kealpaan dan ketidakmengertian. Alpa dan tidak paham bahwa dalam
‘menikmati’ kebebasannya setiap warganegara wajib tunduk kepada batasan undang-
undang demi terjaminnya penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan demi
memenuhi tuntutan keadilan sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan,
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Artinya, penyalahgunaan kebebasan (abuse of freedom) ataupun tindakan merusak tata


susila, agama, dan lain sebagainya walau atas nama HAM sekalipun tidak bisa
dibenarkan. Apa yang diperbuat MGA dengan Ahmadiyahnya ibarat membangun rumah
baru di dalam rumah orang lain. Yang dipersoalkan bukanlah hak dan kebebasannya
mendirikan rumah, akan tetapi lokasi (di dalam rumah orang lain) dan konsekuensinya
(merusak rumah yang sedia ada).
Dengan mengakui Mirza Gulam Ahmad sebagai Nabi, warga Ahmadiyah telah
melakukan penodaan, penghinaan dan perusakan terhadap agama Islam, dimana tidak
ada nabi dan rasul lagi pasca wafatnya Muhammad Rasulullah saw.

Lebih dari itu, propaganda Ahmadiyah terbukti menimbulkan keresahan dan


perpecahan tidak hanya di dunia Islam, seperti temuan Dr Tony P.Chi dalam
disertasinya tentang misi mereka di Amerika (1973), hlm. 134-5: “Ahmadiyya preaching
and propagation have instigated unrest and dissension in the Muslim World.”
Oleh karena itu, solusinya ialah melarang Ahmadiyah atau mengeluarkannya dari
‘rumah Islam’. Hanya dengan jalan itu Ahmadisme dengan nabinya (MGA) bisa bebas
dan menjadi agama baru seperti halnya ajaran Mormon di Utah, Amerika.

Ketiga, dalih bahwa kaum Muslim harus mengedepankan kasih sayang daripada
kekerasan dalam menyikapi Ahmadiyah. Saran ini lebih tepat disampaikan kepada
Pemerintah Amerika dan Israel agar menunjukkan kasih-sayang dan menghentikan
kekerasan (violence) terhadap kaum Muslim di Iraq dan Palestina.
“Abu Bakr as-Shiddiq ra adalah orang yang paling penyayang di kalangan umatku
(arhamu ummati),” sabda Rasulullah saw. Namun manakala muncul sekelompok orang
yang durhaka kepada Allah dan Rasulullah, beliau tidak segan-segan bertindak atas
mereka. ”Muhammad utusan Allah dan orang-orang beriman bersamanya bersikap
tegas terhadap orang kafir tetapi berkasih-sayang kepada sesama,” firman Allah dalam
al-Qur’an (48:29).

Perkara Ahmadiyah bukan soal kebebasan beragama. Islam menjamin kebebasan


setiap individu untuk memeluk –bukan merusak- agama apapun, sesuai dengan firman
Allah: ‘Tidak ada paksaan dalam urusan agama.’ (al-Baqarah 256) serta ‘Bagimu
agamamu dan bagiku agamaku.’ (al-Kāfirūn 6). Ayat-ayat ini ditujukan kepada agama
lain di luar Islam, bukan terhadap agama dalam agama.
Oleh karena itu, Rasulullah saw sebagai kepala negara bersikap tegas kepada para
nabi palsu semacam Musaylamah dan Tulayhah: bertobat atau diperangi (Lihat: Imam
al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, 13:109).
Nah, Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya telah durhaka kepada Allah dan RasulNya
serta melukai Umat Islam.
Jika statusnya Muslim, maka sudah semestinya tunduk pada ketetapan hukum Islam
yang berlaku. Namun jika statusnya non-Muslim, maka terpulang kepada negara
apakah akan mengakui dan melindungi keberadaannya sebagai sebuah agama baru –
selain Hindu, Buddha, Islam, Katholik dan Protestan– ataukah sebaliknya. *
Penulis pakar orientalis dari International Islamic University (IIU), Malaysia. Tulisan
diambil dari INSISTNET
http://hidayatullah.com/read/15408/17/02/2011/solusi-problem-ahmadiyah-.html

Anda mungkin juga menyukai