Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEBUDAYAAN MELAYU DI BANGKA BELITUNG

DI SUSUN OLEH:

ADIO AKA PUTRA (10201721)

ANISSA FITRI (10100321)

DOSEN PENGAMPU: YURISMAN,S.Sn.,M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

INSTITUT SENI PADANG PANJANG

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

ANTROPOLOGI BUDAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Penulis dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari


kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman,
untuk itu penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan makalah ini untuk masa yang akan
datang. Makalah ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya
dukungan bantuan dari semua pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Dengan selesainya makalah ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan namanya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
semua pihak guna kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat


memberikanmanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Padang Panjang, 10 April 2022

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang


beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Keragaman
budaya yang ada di Indonesia dilandasi oleh toleransi hidup yang tinggi.
Indonesia juga memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti
“berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan”. Adat istiadat yang dimiliki
oleh suatu daerah juga beraneka ragam dan bervariasi, hal tersebut
disebabkan oleh sifat budaya yang keberlangsungannya dilakukan
secara turun temurun dari generasi ke generasi. Budaya yang sudah
diyakini sejak dulu, dijadikan ritual yang terus menerus dilakukan oleh
setiap generasi. Adat istiadat ini yang kemudian menjadi aset budaya
yang berciri khas dari keberagamaan budaya masyarakat di Indonesia.
Hal ini didukung oleh letak gegorafis NKRI yang menjadi negara
kepulauan.indonesia memiliki ribuan pulau dangan 5 pulau besar dan
ada delapan provinsi kepulauan di dalamnya. Termasuk provinsi
kepulauan Bangka Belitung yang baru melepaskan diri dari Sumatera
Selatan pada tahun 2000.

Bangka Belitung adalah salah satu dari beribu pulau yang ada di
Indonesia. Bangka Belitung memiliki luas wilayah sebesar 81.725,14 km,
dengan batas wilayah, disebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa,
di sebelah utara berbatasan dengan Laut Natuna, di sebelah barat
berbatasan dengan Selat Bangka, dan di sebelah timur berbatasan
dengan Selat Karimata. Dahulu Bangka Belitung merupakan bagian dari
provinsi Sumatera Selatan, dan baru pada tanggal 21 November 2000
provinsi Bangka Belitung di tetapkan sebagai provinsi ke-31 oleh
Pemeritah Republik Indonesia. Dengan 6 kabupaten dan 1 kota yaitu
Kab. Bangka Barat, Kab. Bangka Selatan, Kab. Bangka Tengah, Kab.
Bangka Induk, Kab. Belitung timur, Kab. Belitung dan kota Pangkal
Pinang.

Bangka Belitung juga memiliki beragam suku dan budaya,


terutama suku Melayu dan Cina. Kedua suku ini hidup berdampingan
dan rukun di Bangka Belitung, sehingga tercipta selogan yang berbunyi
Thongin Fangin Yit Jong yang berarti China Melayu sama saja. Tidak
hanya suku, Bangka Belitung juga memiliki kuliner dan seni yang
beragam seperti, rumah adat Bangka Belitung yang bernama Rumah
Panggung, makanan khas Bangka Belitung seperti rusep, otak-otak,
lempah kuning, dan mie kuah ikan. Bangka Belitung juga memiliki
beberapa upacara adat, seperti Rebokasan, Mandi Belimau,
Nganggung, dan upacara adat yang paling terkenal yaitu upacara adat
Perang Ketupat.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah:

1. Bagaimana lokasi lingkungan alam dan demografi suku Melayu


Bangka Belitung?
2. Apa bahasa yang biasa dipergunakan di suku Melayu Bangka
Belitung?
3. Bagaimana sistem teknologi yang digunakan di suku Melayu
Bangka Belitung?
4. Apa saja sistem mata pencaharian masyarakat suku Melayu
Bangka Belitung?
5. Bagaimana kehidupan organisasi sosial di suku Melayu Bangka
Belitung?
6. Bagaimana sistem pengetahuan masyarakat di suku Melayu
Bangka Belitung?
7. Bagaimanakah kesenian yang berkembang di suku Melayu Bangka
Belitung?
8. Bagaimana dengan sistem religi yang dianut oleh masyarakat di

suku Melayu Bangka Belitung?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk memberikan penjelasan bagaimana lokasi lingkungan alam


dan demografi suku Melayu Bangka Belitung?
2. Untuk memberikan penjelasan apa bahasa yang biasa
dipergunakan di suku Melayu Bangka Belitung?
3. Untuk memberikan penjelasan bagaimana sistem teknologi yang
digunakan di suku Melayu Bangka Belitung?
4. Untuk menambah wawasan kita tentang apa saja sistem mata
pencaharian masyarakat suku Melayu Bangka Belitung?
5. Untuk menambah wawasan kita tentang bagaimana kehidupan
organisasi sosial di suku Melayu Bangka Belitung?
6. Untuk mengetahui bagaimana sistem pengetahuan masyarakat di
suku Melayu Bangka Belitung?
7. Untuk mengetahui bagaimanakah kesenian yang berkembang di
suku Melayu Bangka Belitung?
8. Untuk memberikan penjelasan bagaimana dengan sistem religi
yang dianut oleh masyarakat di suku Melayu Bangka Belitung?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi


Hal ini didukung oleh letak gegorafis NKRI yang menjadi
negara kepulauan.indonesia memiliki ribuan pulau dangan 5 pulau
besar dan ada delapan provinsi kepulauan di dalamnya. Termasuk
provinsi kepulauan Bangka Belitung yang baru melepaskan diri
dari Sumatera Selatan pada tahun 2000.
Bangka Belitung adalah salah satu dari beribu pulau yang
ada di Indonesia. Bangka Belitung memiliki luas wilayah sebesar
81.725,14 km, dengan batas wilayah, disebelah selatan
berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah utara berbatasan
dengan Laut Natuna, di sebelah barat berbatasan dengan Selat
Bangka, dan di sebelah timur berbatasan dengan Selat Karimata.
Dahulu Bangka Belitung merupakan bagian dari provinsi Sumatera
Selatan, dan baru pada tanggal 21 November 2000 provinsi
Bangka Belitung di tetapkan sebagai provinsi ke-31 oleh
Pemeritah Republik Indonesia. Dengan 6 kabupaten dan 1 kota
yaitu Kab. Bangka Barat, Kab. Bangka Selatan, Kab. Bangka
Tengah, Kab. Bangka Induk, Kab. Belitung timur, Kab. Belitung dan
kota Pangkal Pinang.
Pulau Belitung merupakan pulau kecil yang memiliki letak
geografis antara 1070 08’ Bujur Timur sampai 107058’ Bujur
Timur dan 02o30’ Lintang Selatan sampai 03015’ Lintang Selatan
dengan luas keseluruhan 229.369 ha atau 2.293,69 km2. Pada
peta dunia pulau Belitung terkenal dengan nama Billitonit yang
memiliki garis tengah Timur sampai Barat dan garis tengah Utara
sampai Selatan +77 km.
Dengan batas wilayah sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatas dengan laut Cina Selatan
 Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Belitung Timur
 Sebelah Selatan berbatas dengan laut Jawa
 Sebelah Barat berbatas dengan Selat Gaspar

Keadaan iklim di Kabupaten Belitung memiliki iklim tropis


dan basah dengan curah hujan ditahun 2016 3,3 mmsampai
691,6 mm dan jumlah hari hujan 1 hari sampai 30 hari terjadi
hampir setiap bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada tahun
2006 memiliki variasi antara 24.4o C sampai 27,9o C dan
memiliki kelembaban udara antara 81% sampai dengan 92%, di
mana tekanan udara antara 1009,1 mb sampai 10011,8 mb.

B. Sistem Bahasa Suku Melayu Bangka Belitung


Bahasa ibu (Lingua Franca) yang digunakan di Pulau Belitung
adalah Bahasa Melayu Belitong, dengan dialek / aksen yang
berbeda antara Urang Darat dan Melayu Pesisir. Bahasa melayu
yang lebih tua (diduga) adalah bahasa yang dipergunakan dalam
pertunjukan Dul Mulok. Teater tradisional ini kini hanya terdapat
di Desa Kembiri, Kecamatan Membalong.
Masyarakat Melayu Bangka, Provinsi Bangka Belitung
memiliki lima dialek bahasa daerah, yaitu dialek Mentok, dialek
Belinyu, dialek Toboali, dialek Sungailiat dan dialek Pangkalpinang.
Contoh: Dialek Mentok (Bangka Barat) hal yang spesifik dalam
ragam bahasa dan dialek bahasa Mentok ada gabungan GH yang
di baca R contoh legegh dibaca legar artinya tong atau drum.
C. Sistem Teknologi dan Peralatan
1. Baju Pengantin
Pakaian adat Bangka Belitung adalah jenis baju adat
khas daerah Bangka Belitung yang memiliki perpaduan
budaya Arab dan juga Tionghoa. Pada awalnya, saudagar
Arab yang berdagang di kawasan Bangka Belitung menikah
dengan perempuan tionghoa dan mengenalkan pakaian adat
untuk pernikahan yang bercorak arab dan juga tionghoa.
Karena pakaian tersebut terlihat indah dan juga menarik,
masyarakat adat setempat mulai mengenakan pakaian yang
sama seterusnya, saja dipadukan dengan corak kebudayaan
Bangka Belitung setempat.
Pakaian adat Bangka Belitung adalah jenis pakaian
yang umumnya dipakai pada acara pernikahan. Pakaian ini
merupakan wujud beberapa akulturasi dari budaya arab,
tionghoa, dan melayu . Nama pakaian adat bangka belitung
ini akrab disebut Baju Seting dan juga Kain Cual.
Baju seting merupakan pakaian adat yang digunakan
khusus oleh wanita. Baju seting adalah baju kurung bangka
belitung yang berwarna merah dan terbuat dari kain beludru
atau kain sutra. Dalam penggunaannya, biasanya baju
kurung ini di padupadankan dengan bawahan berupa kain
cual.
Kain Cual Bangka belitung atau lebih dikenal dengan
Limar Muntok merupakan jenis kain asli Bangka Belitung
yang dibuat dengan metode tenun ikat tradisional. Motif
dari Kain Cual sendiri ada dua macam yaitu motif corak
penuh yang biasa disebut Motif Penganten Bekecak dan
motif ruang kosong yang biasa disebut Motif Jande Bekecak.
Secara sekilas, corak motif dalam Kain Cual Bangka
Belitung cukup mirip dengan kain songket khas kota
Palembang. Akan tetapi, jika diperhatikan secara seksama
dan teliti, terdapat perbedaan pada bentuk motif hiasannya.
Kain Cual Bangka Belitung memiliki motif berupa bentuk-
bentuk bunga, seperti bunga cengkeh dan bunga cempaka
atau motif tumbuhan dan hewan.
Di samping menggunakan baju kurung dan juga Kain
Cual, para perempuan dalam masyarakat adat Bangka
Belitung juga mengenakan beberapa aksesoris tambahan
seperti mahkota emas dengan ornamen paksian, penutup
dada yang berbentuk teratai, bunga cempaka, bunga
goyang, kuntum cempaka, daun bambu, sari bulan, pagar
tenggalung, serta tutup kepala yang berupa kembang hong.
Para perempuan tersebut juga merupakan perhiasan kalung
Anting panjang, hiasan di telinga berupa sepit, gelang
pending sebagai ikat pinggang, dan juga ronce melati pada
pakaian yang dikenakan.
Baju Adat Bangka Belitung Pengantin Perempuan

Baju seting itu sendiri berupa baju kurung bangka


belitung biasa dengan warna merah atau merah tua yang
dibuat dari kain bludru atau kain sutra. Baju ini dipadukan
dengan bawahan berupa kain cual. Kain ini juga sering
disebut kain lasem atau kain besusur. Berbeda dengan
denan baju seting, kain cual sendiri merupakan kain asli
budaya Bangka Belitung yang dibuat dengan metode tenun
ikat tradisional.
Selain menggunakan baju atasan dan juga kain
bawahan, pengantin perempuan akan mengenakan
beberapa aksesoris untuk melengkapi dan mempercantik
penampilannya saat menggunakan pakaian adat Bangka
Belitung ini. Untuk baju adat bangka belitung anak biasanya
hampir sama dengan baju adat bangka belitung biasanya
Cuma berbeda ukuran saja.
Aksesoris Pengantin Perempuan Adat Bangka Belitung:
 Mahkota emas dengan ornamen khusus yang
disebut paksian
 Teratai atau penutup dada yang dikenakan pada
baju.
 Tembang cempaka.
 Tembang goyang.
 Daun bambu.
 Kuntum cempaka.
 Pagar Tenggalung.
 Sari bulan.
 Tutup sanggul atau yang disebut juga dengan
kembang hong sebagai hiasan kepala.
 Kalung anting panjang.
 Sepit udang untuk hiasan yang diletakkan di telinga
kiri dan kanan.
 Gelang Pending untuk ikat pinggang.
 Hiasan Ronce Melati pada baju yang dikenakan.
Untuk pengantin laki-laki, masyarakat asli Bangka
Belitung menggunakan sebuah jubah panjang khas
jubah arab dengan warna merah tua yang khas. Jubah
tersebut dilengkapi oleh selendang atau selempang
yang disampirkan pada bahu kanan pengantin pria.
Untuk bawahannya, mereka menggunakan celana
panjang biasa dengan warna kain yang sama warna
dengan atasannya.

2. Senjata
a. Kedik Merupakan alat tradisional yang digunakan sebagai
alat pertanian. Alat ini digunakan di perkebunan terutama di
kebun lada. Dalam menggunakannya si pemakai harus berjongkok
dan bergerak mundur atau menyamping. Kedik biasanya
digunakan oleh kaum wanita karena alatnya kecil dan relatif lebih
ringan.
b. Parang adalah senjata tajam yang terbuat dari besi biasa.
Bentuknya relatif sederhana tanpa pernak pernik. Kegunaannya
adalah sebagai alat potong atau alat tebas (terutama selak
belukar) kala penggunanya keluar masuk hutan.
c. Siwar adalah senjata tradisional yang mirip dengan Golok
panjang. Siwar dibedakan dari ukuran panjang dan pendeknya.
Siwar ada dua yaitu Siwar Panjang dan Siwar Pendek.

D. Sistem Mata Pencaharian


1. Nelayan
Suku Sekak Bangka merupakan salah satu suku tua
yang hidup di Pulau Bangka dan Belitung.Suku ini
merupakan suku yang mendiami pesisir sepanjang Pulau
Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung. Sebagian besar
suku ini masih menganut kepercayaan Animisme dan
Dinamisme. Namun akhir-akhir ini ada juga ditemui
masyarakatnya yang menganut agama Kristen dan Islam.
Suku ini mendiami daerah dipesisir pantai didaerah utara
Pulau Bangka dengan sumber mata pencaharian mereka
adalah sebagai seorang nelayan.

2. Petambang Timah
Masyarakat melayu di Bangka memiliki kearifan lokal
untuk menjaga wilayahnya dari kehadiran tambang timah,
yaitu tradisi ampak.
Ampak adalah ditiadakannya pasir timah pada sebuah
wilayah. Artinya, pasir timahnya tidak ada. Jika pun ada
kualitasnya [kopong dan ringan], sehingga tidak memiliki
nilai jual. Ampak merupakan kearifan lokal masyarakat di
Bangka Belitung guna menjaga lingkungannya, dari
penambangan timah.
Secara teori, semua wilayah ini diperkirakan
mengandung timah, sebab bagian dari granite belt, yakni
batuan granit yang kaya akan mineral cassiterite atau the tin
belt yang terangkai dari Myanmar, Thailand, Malaysia,
Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, hingga Pulau
Karimata.
Beberapa wilayah di Kabupaten Bangka yang bebas
dari penambangan timah, tambang inkonvensional [TI],
antara lain Desa Balunijuk dan Desa Jade [Kecamatan
Merawang], Desa Mabet dan Desa Dalil [Kecamatan Bakam],
serta Desa Petaling [Kecamatan Mendo Barat].

3. Perkebunan dan Pertanian


Sektor Pertanian merupakan sektor unggulan dalam
prioritas pembangunan daerah Bangka Selatan. Hal ini
didasari karena sektor utama dalam mata pencaharian
penduduk. PDRB Sektor Pertanian pun mencapai 42,65 %
dari seluruh kegiatan ekonomi daerah.
Sub sektor perkebunan merupakan sub sektor utama
dengan persentase kontribusi terhadap PDRB mencapai
19,01 %. Komoditas unggulan perkebunan Kabupaten
Bangka Selatan adalah Lada, Karet, Kelapa Sawit dan Kelapa.
Jenis lada yang dihasilkan didaerah Bangka merupakan
jenis lada putih yang saat ini telah terkenal diberbagai
negara Eropa. Lada ini merupakan jenis komoditas yang
mutunya cukup baik. Bangka Selatan sendiri merupakan
Kabupaten Penghasil Lada dengan total produksi paling
tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di
Provinsi Bangka Belitung.
Disamping Lada, Karet dan Kelapa Sawit juga
merupakan komoditas andalan Kabupaten Bangka Selatan.
Produksi karet tahun 2011 diperkirakan mencapai angka
8.817 Ton. Produksi ini akan terus meningkat seiring rencana
pengembangan lahan karet sebesar 40.000 Ha. Saat ini lahan
yang digunakan untuk komoditas karet baru sebesar
±12.000 Ha. Begitu juga dengan Kelapa Sawit dan Kelapa
saat ini terdata produksinya berkisar 27.184 Ton dan 3.041,4
Ton. Lahan perkebunan tersebut tersebar dibeberapa
kecamatan antara lain Air Gegas, Payung Berikut
ditampilkan rata-rata produksi masing-masing komoditas
perkebunan tersebut sampai dengan 2011.

E . Sistem Organisasi Sosial


Salah satu bentuk organisasi sosial pada masyarakat suku
bangsa di Indonesia adalah organisasi sosial masyarakat melayu di
Desa Jeriji Kabupaten Bangka Selatan Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung yang disebut besaoh. Sistem besaoh merupakan bentuk
adaptasi terhadap ekologi hutan tropis yang terbentang sangat
luas dan tantangan dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Disamping besaoh terdapat juga sistem gotong royong yang
disebut adat Nganggung Sepintu Sedulang yang merupakan
sistem gotong royong masyarakat dengan simbol membawa
makanan lengkap diatas dulang kuningan yang ditutup dengan
tudung saji, tiap pintu rumah (keluarga) membawa satu dulang
yang berisi makanan sesuai dengan status dan kemampuan
keluarga. Acara ini biasa dilakukan pada acara-acara keagamaan
dan juga dilakukan pada acara sosial kemasyarakatan dan
kegiatan upacara adat, termasuk yang berhubungan dengan
kematian.
Sistem Kemasyarakatan: umumnya sama seperti masyarakat
melayu, yaitu ramah dan terbuka dengan orang lain. Serta sangat
bergantung kepada alam dan mereka masih memiliki kearifan
local yang masih kental dan mempercayai sesuatu hal yang
berbau mistik, seperti adat Buang Joang.
Organisasi Sosial: salah satu bentuk organisasi social yang
ada di Bangka Belitung adalah organisasi sosial masyarakat
Melayu, Desa Jeriji, Kabupaten Bangka Selatan yang disebut
dengan besaoh. Sistem besaoh merupakan bentuk adaptasi
terhadap ekologi hutan tropis yang terbentang sangat luas dan
tantangan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

F. Sistem Kesenian
Kesenian Tradisional Belitung meliputi antara lain seni
musik, seni tari, sastra tutur, dan teater rakyat, antara lain :
BEGAMBUS
Biasanya ditampilkan dalam berbagai acara kesenian rakyat
dan selamatan di Belitung. Kesenian ini sangat bernuansa Islami,
dimana syair-syair berisi petuah dinyanyikan seiring alunan
gambus.

BEGUBANG
Begubang kesenian Melayu Belitong yang umumnya
ditampilkan dalam suatu upacara atau syukuran dengan 2 atau 3
orang lelaki melantunkan pantun nasehat yang saling berkaitan
satu.

BEREBUT LAWANG
Jika masyarakat Betawi memiliki tradisi palang pintu,
masyarakat Belitung pun memiliki satu tradisi beradu pantun yang
biasa disebut berebut lawang. Sama seperti palang pintu, dalam.

BERIPAT BEREGONG
Beripat Beregong merupakan Sejenis pemainan adu
ketangkasan dengan menggunakan rotan sebagai alat pemukul.
Masing-masing pemain mengandalkan kemampuan menangkis
dan memukul punggung lawan.

BETIONG
Merupakan musik tradisional yang menampilkan atraksi
saling berbalas pantun dari para pemainnya, dengan alat musik
berupa 4 buah gendang, tawak-tawak dan piul (biola).

DUL MULOK
Dul Mulok merupakan sebuah drama tradisional berbahasa
melayu. Drama tradisional ini akan membawakan cerita rakyat
setempat dengan iringan alat musik gendang dan biola.

IDENTIFIKASI RUMAH ADAT BELITUNG


Mengacu pada latar belakang tersebut diatas, rumah
seringkali dijadikan media atau symbol atau identitas yang
berkembang di dalam masyarakat.
LESONG PANJANG
Lesong panjang biasanya dimainkan pada saat musim panen
padi tiba. Alat utamanya adalah sebuah lesung yang terbuat dari
kayu pilihan yang bersuara keras dan jernih.
MARAS TAHUN
Maras Taun berasal dari kata “maras” yang berarti “meniris (
membersihkan duri halus) dan “taun” berasal dari kata “tahun”.
Maras Taun diadakan setiap setahun sekali.

MUANG JONG
Muang Jong berarti melepaskan perahu kecil ke laut. Perahu
kecil tersebut berbentuk kerangka yang didalamnya berisikan
sesajian. “Ancak” yaitu rumah-rumahan juga berbentuk kerangka
yang melambangkan.

NIROK NANGGOK
Nirok Nanggok adalah wujud kearifan lokal masyarakat
Belitung ekosistem sungai. Ritual ini merupakan acara menangkap
ikan secara masal di Lemong Titi Jemang, Desa Kembiri,
Kecamatan Belitung.

STAMBUL FAJAR
Adalah sejenis musik keroncong berirama stambul dengan
pengaruh budaya islam yang kental. Biasanya dimainkan pada
malam hari hingga terbit fajar menjelang acara perayaan
pernikahan.

TARI CAMPAK
Tari campak di Belitung ini ada 2 macam yaitu Campak
Darat dan Campak Laut. Tarian ini adalah tari khas masyarakat
belitung dari suku sawang.

TARI MENDULANG TIMAH


Satu persatu anak berlari ke tanah lapang dengan seluruh
badan dilumuri lumpur. Mereka membawa dulang dan melakukan
gerakan-gerakan seperti sedang melakukan aktivitas mendulang
timah.
TARI SEKAPUR SIRIH
Tari sekapur sirih adalah salah satu tarian selamat datang
yang berasal dari Belitung. Dalam tarian ini, penari membawa
sebuah wadah yang berisi sirih sebagai tanda.

TARI SEPEN
Tari Sepen adalah tarian tradisional masyarakat kepulauan
Belitung yang di dalamnya terdapat unsur gerakan pencak silat.
Tarian ini merupakan tari tradisional dari daerah Bangka Belitung.

TRADISI MAKAN BEDULANG


Makan Bedulang adalah prosesi makan bersama yang
dilakukan menurut Adat Belitong dengan tata cara dan etika
tertentu. satu dulang diperuntukan bagi empat orang yang duduk.

G. Sistem Pengetahuan
Dari jaman dahulu masyarakat Belitung terdiri dari berbagai
suku bangsa dan agama. Namun pada zaman sekarang rata-rata
agama disana adalah islam. Belitung juga terdapat sekolah-
sekolah islam dan pesantren, selain itu untuk lebih menunjang
pendidikan disana terdapat Universitas Bangka Belitung.

H. Sistem Religi dan Keagamaan


Orang Belitung kini dikenal sebagai pemeluk agama Islam.
Agama Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke 17. Walaupun
demikian,kepercayaan asli yang bersifat animisme masih
berkembang di kalanganmasyarakat. Terlihat, misalnya, dalam
upacara-upacara mengerjakanladang (maras taun), menangkap
ikan (buang jong), menyelenggarakan perkawinan (gawai
penganten), dsb. Mereka juga masih percaya kepada kekutan gaib
pada benda-benda keramat dan melakukan berbagai pantangan.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Bangka Belitung juga memiliki beragam suku dan budaya,
terutama suku Melayu dan Cina. Kedua suku ini hidup berdampingan
dan rukun di Bangka Belitung, sehingga tercipta selogan yang berbunyi
Thongin Fangin Yit Jong yang berarti China Melayu sama saja. Tidak
hanya suku, Bangka Belitung juga memiliki kuliner dan seni yang
beragam seperti, rumah adat Bangka Belitung yang bernama Rumah
Panggung, makanan khas Bangka Belitung seperti rusep, otak-otak,
lempah kuning, dan mie kuah ikan. Bangka Belitung juga memiliki
beberapa upacara adat, seperti Rebokasan, Mandi Belimau,
Nganggung, dan upacara adat yang paling terkenal yaitu upacara adat
Perang Ketupat.

B. Saran
Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang
beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Keragaman
budaya yang ada di Indonesia dilandasi oleh toleransi hidup yang tinggi.
Indonesia juga memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti
“berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan”. Adat istiadat yang dimiliki
oleh suatu daerah juga beraneka ragam dan bervariasi, hal tersebut
disebabkan oleh sifat budaya yang keberlangsungannya dilakukan
secara turun temurun dari generasi ke generasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, S. Husin. 1985. Rakyat Melayu: Nasib dan Masa


Depannya. Jakarta: PT Inti Sarana Aksara.
Armina. 2013. Pantun Wayak dalam Masyarakat Lampung
Barat (Kajian Etnografi). (Disertasi). Universitas Negeri Jakarta:
Jakarta.
Besari, M. Sahari. 2008. Teknologi di Nusantara: 40 Abad
Hambatan Inovasi. Jakarta: Salemba Teknika.
Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip,
Dongeng, dan Lain- lain. Jakarta: PT Grafiti Pers. Endaswara,
Suwardi. 2009.
Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi.
Yogyakarta: Media Pressindo. Endraswara, Suwardi. 2013.
Folklor Nusantara: Hakikat, Bentuk, dan Fungsi. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Endaswara, Suwardi, dkk. 2013. Folklor dan Folklife dalam
Kehidupan Dunia Modern: Kesatuan dan Keberagaman.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Finnegan, Ruth. 1992. Oral Traditions and The Verbal Arts: A
Guide to Research Practices. New York: Routledge.
Neisya. 2014. Mantra Ritual Ngancak dalam Tradisi Upacara
Adat Perang Ketupat di Masyarakat Tempilang, Kabupaten Bangka
Barat, Provinsi Bangka Belitung: Kajian Sastra Lisan Ruth Finnegan.
(Tesis). Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Pudentia MPSS. 2015. Metodologi Kajian Tradisi Lisan Edisi
Revisi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sendra, I Made, dkk. 2013. Fungsi dan Makna Upacara
Ngusaba Gede Lanang Kapat: di Desa Trunyan Kecamatan
Kintamani Kabupaten Bangli. Yogyakarta: Ombak.
Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2010. Melayu Pesisir dan
Batak Pegunungan (Orientasi Nilai Budaya). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Siregar, H. Ahmad Samin. 1997. Dendang I: Bunga Rampai
Sastra Tradisi di Indonesia. Medan: Universitas Sumatera Utara
Press.
Sudharma, I Wayan, dkk. 2013. Penti Weki Peso Beo Reca
Rangga Walin Tahun di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara
Timur. Yogyakarta: Ombak.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Afabeta. Sumadi, I Wayan Suca, dkk. 2013. Tradisi
Nyongkol dan Eksistensinya di Pulau Lombok. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Teeuw, A. 1994. Indonesia: Antara Kelisanan dan
Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tim Penyusun. 2012. Pedoman Umum EYD dan Dasar
Umum Pembentukan Istilah. Yogyakarta: DIVA Press.

JURNAL
Harsono, Siswo. 2008. Ekokritik: Kritik Sastra Berwawasan
Lingkungan. Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Vol. 32, No. 1:
30-50.
Juliasih K. 2012. Manusia dan Lingkungan dalam Novel ‘Life
in The Iron Mills’ Karya Rebecca Hardings Davis. Litera Vol. 11, No.
1: 83-97.
Maknuna, Laksari Lu’luil, dkk. 2013. Mantra dalam Tradisi
Pemanggil Hujan di Situbondo: Kajian Struktur, Formula, dan
Fungsi. Publika Budaya Vol. 1 No. 1: 1-15.
Suwirta, Andi. 2002. Buruh Perkebunan di Sumatera Timur:
Sebuah Tinjauan Sejarah. HISTORIA: Jurnal Pendidikan Sejarah,
No. 5, Vol. III: 19-31.
Uniawati. 2014. Nelayan di Lautan Utara: Sebuah Kajian
Ekokritik. Kandai Vol. 10, No. 2: 246-257.
Yunita, Lusia Selly. 2014. Bentuk dan Fungsi Simbolis
Tembang Dolonan Jawa. NOSI Vol. 2, No. 5: 472-478.

Internet:
Admin1001. 2014. Sejarah Singkat Marga-marga
Batak Karo, (online),
(http://dewantaragm.blogspot.co.id/2014/04/
sejarah-singkat-marga-marga- batak-karo.html, diposkan
30 April 2014).
118.97.35.230/lemlit/nasional/15.pdf

Anda mungkin juga menyukai