Anda di halaman 1dari 8

Moderasi Beragama

Akhir - akhir ini kita sering sekali mendengar istilah moderasi


beragama, kata ini menjadi semacam campaign (kampanye)
dalam kehidupan beragama khususnya di Indonesia, namun
ditengah - tengah masyakat byk yg tidak bisa membedakan
Istilah Moderasi beragama dan Moderasi Agama, padahal
dua sebutan tersebut sgt berbe pengertiannya,

Menurut para Ahli, Moderasi beragama berbeda dengan


Moderasi Agama,

1. Kamaruddin Amin ( Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam


Kementerian Agama (Kemenag)
konsep moderasi beragama berbeda dengan moderasi agama. Ia
menegaskan, Agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu sendiri
telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan, dan keseimbangan

Dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat multikultural,


dibutuhkan paham keagamaan yang moderat. Sementara prinsip
moderasi beragama adalah sikap atau cara pandang perilaku beragama
yang moderat, toleran, menghargai perbedaan, dan selalu
mengejawantahkan kemaslahatan bersama,” .

Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan


praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara
mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat
kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil,
berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bersama.

2. Menurut Prof. Dr. Ali Ramdhani ( Guru besar ITB ) Moderasi


beragama dalam konteks ini berbeda pengertiannya dengan moderasi
agama. Agama tentu tidak dapat dimoderasikan karena sudah
menjadi ketetapan dari Tuhan, tetapi kita memoderasikan cara
pandang, sikap, dan praktik beragama yang kita peluk sesuai dengan
kondisi dan situasi sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
ajaran agama.

Tidak sedikit yang beranggapan bahwa moderasi beragama akan


mendangkalkan pemahaman keagamaan. Padahal, moderasi beragama
justru mengimplementasikan nilai-nilai keagamaan yang sesungguhnya.
Orang dengan pemahaman agama yang baik akan bersikap ramah
kepada orang lain, terlebih dalam menghadapi perbedaan. Singkatnya,
Moderasi beragama bukan mencampuradukkan ajaran agama,
melainkan menghargai keberagaman agama di Indonesia.

3. Menurut Prof. Adlin Sila, ( Balitbang dan Diklat Kemenag RI)

Moderat diturunkan dari kata moderation, tidak berlebihan. Diserap ke


dalam bahasa Indonesia menjadi moderasi, yang berarti pengurangan
kekerasan, menghindari keekstreman

Moderasi beragama merupakan komitmen bersama untuk menjaga


keseimbangan yang paripurna.
Jadi Setiap warga masyarakat apapun suku, etnis, budaya, agama, dan
pilihan politiknya harus saling belajar, melatih kemampuan mengelola
dan mengatasi perbedaan diantara mereka,

"Moderasi beragama, bukan moderasi agama" Agama tidak perlu


dimoderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip
moderasi, keadilan, dan keseimbangan.

Jadi bukan agamanya yang harus dimoderasi melainkan cara pandang


dan sikap umat beragama dalam memahami dan menjalankan
agamanya yang harus moderasi. Tidak ada agama yang mengajarkan
ekstrimis dan kekerasan tapi tidak sedikit orang yang memaknai dan
menjalankan ajaran agamanya secara ekstrem karean kesalah
pahaman, bias dalam memahami ajaran Agama , sehingga terjadi sikap
radikal, intoleran , ujaran kebencian dan aksi=akasi Sweeping.

4. Menurut Prof DR. KH Darwis Hude, MA.

Menurut Perspektif Al Quran, Moderasi agama tidak perlu, kareana


agama islam Islam telah sempurna dan lengkap sebagaimana
firmanNya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam
itu jadi agama bagimu”. QS. Al-Maidah: 3.

Merujuk pada ayat ini maka Islam sudah sempurna,


mengatur seluruh sendi kehidupan manusia termasuk dalam
sikap beragama. Baik sikap beragama secara individual,
komunal dan kemasyarakatan. Demikian pula sikap beragama
dengan sesame Islam serta dengan pemeluk agama lainnya,
sudah dijelaskan secara detail yaitu dalam QS. Al-Kaafirun: 6,
Allah Ta’ala berfirman “Untukmulah agamamu dan untukkulah
agamaku

Kesimpulan pengertian Moderasi beragama

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara


moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan
tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme,
radikalisme, ujaran kebencian

Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara


moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan
tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat
kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal).

ciri khas moderasi beragama dalam merawat keberagaman


adalah menghargai semua perbedaan, serta sikap adil dan saling
menghormati satu sama lain

“Sebagai warga bangsa Indonesia, kita harus mampu menerjemahkan


agama sebagai basis yang merefleksikan kesejukan, perdamaian, dan
menghindari konflik, itulah yang dimaksud dengan moderasi beragama,”
ujar Guru besar ilmu hadits UIN Alauddin Makassar itu

Apabila istilah moderasi digabungkan dengan agama


dan sikap dalam beragama maka menjadi moderasi
beragama yang bermakna “Sikap mengurangi kekerasan, atau
menghindari keekstreman dalam praktik beragama”. Istilah ini
merujuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai
dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau
pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari
jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua
elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan
berbangsa Indonesia.

Istilah ini memang sangat indah untuk didengar, dan secara


teoritis begitu elegan, yaitu dalam beragama kita tidak boleh
terlalu “ekstrim” baik ke kiri ataupun ke kanan. Apalagi dalam
konteks keindonesiaan yang multi kultur dan plural, moderasi
menjadi sebuah keniscayaan menurut mereka. Namun,
benarkah yang dimaksud moderasi beragama adalah
demikian? Atau jangan-jangan juga terjebak ke dalam pluralism
agama yang memunculkan keyakinan semua agama adalah
sama?

Moderasi beragama yang saat ini berkembang sejatinya


hanya sebuah slogan untuk memperbaharui Syariah Islam
yang sejatinya sudah sempurna. Semacam upaya
mengingatkan Kembali kepada umat Islam bahwa Islam sudah
sejak awal sudah toleran dengan semua agama. Tentu saja
pedoman umat Islam dalam hal ini adalah firmanNya dalam
QS. Al-Kaafirun: 6, Allah Ta’ala berfirman “Untukmulah
agamamu dan untukkulah agamaku”. Ayat ini sudah sangat
jelas, toleransi beragama dalam Islam adalah membiarkan
umat lain untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan mereka.

Jika moderasi beragama saat ini justru kebablasan atau


memang disengaja dengan memaknainya dengan
menghormati agama lain hingga menganggapnya sebagai
sebuah kebenaran. Ini tentu sebuah kesalahan, karena
bertentangan dengan ayat yang mulia “Sesungguhnya agama
(yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” Demikian pula jika
moderasi beragama kemudian mencampuradukan antara
Islam dengan agama dan kepercayaan lainnya maka ini
adalah salah satu dari pemikrian pluralisme dan liberalisme
agama di mana memaksakan satu agama dalam hal ini
Islam untuk melebur dengan agama dan kepercayaan
lainnya.

Maka, kesimpulannya adalah bahwa Islam adalah satu-satunya


agama yang benar tidak boleh setiap muslim meyakini ada
kebenaran dalam agama lain. Namun, sebagai muslim kita juga
harus menghormati agama dan kepercayaan orang lain dengan
tidak mengganggu mereka untuk beribadah. Inilah sejatinya
Islam, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan
lil’alamiin).

- Salam Lintas Agama Fatwa MUi Sumut


“Toleran dalam arti menghargai perbedaan tanpa mencampuradukkan
akidah. Misalnya, saya umat Islam, saya meyakini agama saya yang
paling benar, itu akidah. Kemudian saudara saya yang beragama non-
Muslim, tentu mereka juga punya keyakinan yang sama tentang
agamanya,”

hidup bersama dengan keyakinan kita masing-masing sebagai warga


negara Indonesia, kita punya kewajiban yang sama, tapi tidak
mencampuradukkan akidah masing-masing

“Jadi sekali lagi saya tegaskan bahwa moderasi beragama jangan


sampai dimaknai pendangkalan akidah

Menurut Prof. Dr. Ali Ramdhani, terdapat empat indikator moderasi


beragama, yaitu toleransi, anti kekerasan, penerimaan terhadap tradisi,
dan komitmen kebangsaan. “Apabila empat indikator tersebut terpenuhi,
kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis,
damai, dan toleran menuju Indonesia maju bukan lagi menjadi hal yang
mustahil,” ujarnya.

Dijelaskannya, terdapat banyak tantangan besar yang harus kita hadapi


demi mewujudkan bangsa yang menjunjung moderasi beragama,
beberapa di antaranya adalah berkembangnya ekstremisme dalam
beragama, berkembangnya tafsir keagamaan yang bersifat subjektif dan
diskriminatif, dan berkembangnya paham keagamaan yang tidak sejalan
dengan paham berbangsa dan bernegara.

Kesimpulan

Agama tak perlu dimoderasi karena telah mengajarkan prinsip moderasi,


keadilan, dan keseimbangan,
Agama tentu tidak dapat dimoderasikan karena sudah menjadi
ketetapan dari Tuhan
Moderasi agama tidak perlu, karena agama islam Islam telah
sempurna dan lengkap
Moderasi beragama bukan moderasi Agama

Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama


secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama
dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.
Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), Moderasi
beragama bukan moderasi Agama

Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama.


Menjadi moderat bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah
kepada kebebasan. Keliru jika ada anggapan bahwa seseorang yang
bersikap moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi, tidak
serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran
agamanya.

Jadi sekali lagi saya tegaskan bahwa moderasi beragama jangan


sampai dimaknai pendangkalan akidah,

Anda mungkin juga menyukai