Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sosiologi Agama

Dosen Pengampu : Dr. Raden Roro Sri Rejeki Waluya Jati, MA.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7

Anisa Ramadhani 1221020008

Aria Anggara 1221020010

Lina Siti Marlina 1221020036

M. Fahri Chaerul Akbar 1221020038

Zalva Rahmani 1221020085

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu pengertian gabungan yang mencakup beberapa komponen seperti
suku, agama, tradisi, dan kedaerahan. Anggapan ini sudah lama ada dan
berdampak pada aspek budaya, ekonomi, dan politik masyarakat Indonesia.
Pluralisme agama mengacu pada hidup berdampingan antara banyak agama
di Indonesia, yang ditandai dengan hubungan yang harmonis dan
penggabungan budaya lokal ke dalam keyakinan spiritual, sikap, dan
perilaku sehari-hari. Indonesia mengakui lima agama resmi, yang masing-
masing memberikan kontribusi berbeda terhadap tatanan sosial budaya
masyarakat.
Konsep trilogi dalam kerangka kerukunan umat beragama mencakup
tiga komponen penting: kerukunan internal, kontak antaragama, dan
interaksi pemerintah. Masing-masing aspek memainkan peran penting dalam
membina keharmonisan dan persatuan dalam komunitas yang beragam.
Kekuatan pendukung dan penghambat tersebut mencakup unsur-unsur
seperti pembentukan lembaga keagamaan, penyebaran keyakinan agama,
persatuan antaragama, dinamika kekuasaan, dan kesadaran individu.
Berbagai isu kontroversial berdampak signifikan terhadap persatuan
umat beragama di Indonesia, termasuk soal pendirian gereja di Jakarta.
Kajian ini juga mencakup upaya mengatasi permasalahan tersebut melalui
wacana, pencerahan, dan keterbukaan pemerintah. Kajian ini berupaya
mendapatkan pengetahuan komprehensif mengenai sifat perdamaian
beragama yang rumit dan selalu berubah di Indonesia dengan mengkaji
konteks sejarahnya. Selain itu, laporan ini bermaksud untuk menganalisis
berbagai inisiatif yang dilakukan untuk menumbuhkan keharmonisan dan
toleransi dalam beragam budaya di negara ini.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pluralisme
A. Konsep Pluralisme
Pluralisme tidak dapat dipisahkan dari konsep pluralitas. Pluralisme
adalah proses yang dapat mengubah keragaman dan keyakinan menjadi
hubungan sosial yang berkelanjutan. Namun plurrralitas adalah perbedaan
budaya, etnik, dan agama. Pluralisme adalah ideologi yang mengakui
kelberagaman selbagai hal yang baik dan menganggap keragaman sebagai
sesuatu yang empiris. Pluralisme tidak hanya melmiliki manfaat yang baik,
tetapi juga mengimbanginya dengan upaya penyesuaian dan perundingan
yang mereka lakukan satu sama lain. Selain itu, pluralisme juga
menganggap keragaman sebagai sesuatu yang dapat diterima.1
B. Konsep Pluralisme Agama
Akademisi Muslim Indonesia mempunyai penafsiran yang berbeda-
beda terhadap pluralisme agama, baik dari segi sosial, teologis, dan etika.
Dari perspektif sosiologi, pluralisme agama mengacu pada keadaan yang
berbeda, beragam, dan terdiversifikasi dalam hal keyakinan dan praktik
keagamaan. Pengakuan pluralitas agama secara sosiologis mengacu pada
jenis pluralisme yang paling mendasar, karena tidak mencakup penerimaan
terhadap kebenaran teologis atau etika agama lain. Awalnya, ada keadaan
keterbukaan atau transparansi. Poin kedua adalah memiliki pemahaman
sadar akan kesenjangan tersebut. Variasi adalah hal yang melekat dan
merupakan kebenaran yang tidak bisa dihindari. Ketiga, penting untuk
memiliki pola pikir yang cerdas, yaitu dengan mencermati setiap
kecenderungan ke arah eksklusivitas dan tindakan yang meremehkan atau
mendiskreditkan orang lain. Faktor keempat adalah adanya kemiripan.
Wacana yang bermanfaat tidak dapat terjadi bila salah satu pihak berperan
sebagai tuan rumah sedangkan pihak lain berperan sebagai tamu undangan.
Terakhir, ada kecenderungan tulus untuk memahami keyakinan, ritual, dan
simbol agama agar dapat memahami sudut pandang orang lain secara akurat.
Berikut adalah prinsip dasar pluralisme agama.2

1
Lestari, J. (2020). Pluralisme Agama di Indonesia: Tantangan dan Peluang Bagi
Keutuhan Bangsa. Al-Adyan: Journal of Religious Studies, 1(1), 29-38.
2
Hanik, U. (2014). Pluralisme agama di Indonesia. Tribakti: Jurnal Pemikiran
Keislaman, 25(1).
1. Konsep Pengakuan Atas Eksistensi Agama Lain
Allah SWT mengakui kehadiran agama di muka bumi, tanpa
membeda-bedakan berdasarkan golongan, suku, atau negara.
2. Konsep Kebebasan Beragama
Terwujudnya sikap toleran dalam kehidupan beragama tergantung
pada adanya kebebasan masyarakat untuk menerima agama sesuai dengan
pandangan individu. Dalam kerangka khusus ini, Al-Qur'an secara
eksplisit melarang tindakan memaksa siapa pun untuk memeluk agama
Islam.
3. Toleransi dan Penghormatan
Dasar kedua dari pluralisme adalah toleransi dan penghormatan.
Dalam masyarakat yang Heterogen, setiap bagian masyarakat harus
menunjukan rasa hormat dan toleransi satu sama lain, berinteraksi tanpa
adanya konflik atau asimilasi. Hal ini penting untuk menjaga kerukunan
dan keharmonisan antar kelompok dalam masyarakat.
4. Dialog dan Saling Pengertian
Dasar kelima pluralisme adalah dialog dan saling pengertian.
Didalam lingkunganmasyarakat yang majemuk, setiap bagian masyarakat
harus berdialog dan saling memahami satu samalain untulk mencapai
kesepakatan dan kerjasama yang baik. Hal ini penting untulk menjaga
kerulkunan dan keharmonisan antar kelompok dalam masyarakat.3
C. Tokoh Pluralisme Dalam Agama Islam Di Inodenisa
1. Mukti Ali
Mukti Ali sering disebut sebagai nenek moyang agama karena
perannya yang menonjol sebagai filosof Muslim Indonesia dan mantan
Menteri Agama Republik Indonesia. Selain itu, ide-idenya sangat
inklusif dan toleran terhadap keberagaman. Beliau sangat yakin bahwa
keberagaman agama merupakan realitas sosial yang tidak dapat
disangkal dan tidak dapat dihindari. Kerangka konseptual Abdul Mukti
Ali menekankan tiga aspek krusial dalam kehidupan bermasyarakat,
bermasyarakat, dan beragama. Pertama, hal ini menggarisbawahi
perlunya memupuk perdamaian di antara individu-individu yang berasal
dari kelompok agama yang sama. Selain itu, menjaga kerukunan di
antara individu-individu yang memiliki keyakinan agama yang berbeda
sangatlah penting. Sepanjang sejarah, perselisihan agama telah muncul
di banyak wilayah di dunia, termasuk di negara kita sendiri. Selain itu,
sangat penting untuk membina hubungan yang kuat antara kelompok

3
Taufiqurrohman, M., & Rizqi, S. (2021). Konsep Pluralisme Agama dalam Al-
Qur'an. Manarul Qur'an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 21(2), 214-238.
agama dan pemerintah untuk memastikan bahwa praktik keagamaan
dapat dilakukan dalam suasana yang tenang dan terlindungi. Selain itu,
Abdul Mukti Ali menganut konsep “Agree in Disagreement” sebagai
salah satu dari berbagai aspek yang ada dalam kehidupan beragama. Ia
meyakini aspek ini memungkinkan umat beragama untuk hidup
berdampingan secara harmonis, sekaligus menghargai dan menghormati
satu sama lain dalam masyarakat, politik, dan khususnya dalam
hubungan antaragama.4
2. Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Abdulrahman Wahid atau sering disapa Gus Dur
adalah tokoh umat beragama NU. Ia menganjurkan jalan kasih sayang
dan inklusivitas, menghargai martabat semua individu tanpa memandang
status sosial ekonomi atau keyakinan agama mereka. Gus Dur terkenal
karena komitmennya yang teguh dan keterlibatannya yang dinamis
dalam mendorong kerja sama antaragama di Indonesia hingga
kematiannya. Beliau adalah tokoh terkemuka yang memperjuangkan
gagasan keberagaman di negara Indonesia yang heterogen dan
mendedikasikan dirinya untuk menegakkan gagasan ini di Indonesia.
Gus Dur mewujudkan tafsir ajaran Islam yang mengedepankan rasa
kasih sayang terhadap seluruh alam yang dikenal dengan istilah
rahmatan lil alamin. Islam, sebagai agama yang bercirikan cinta, tidak
sejalan dengan anggapan bahwa Islam adalah agama yang tidak toleran
dan mengabaikan hak-hak orang yang bukan pemeluk Islam. Gus Durr
pernah berkata, “Pluralisme itu harga mati lomo” (kata Gus Durr kepada
Benny Susecho), pluralisme membangun Indonesia yang banyak suku,
budaya, dan agama.Harus ada forum di Indonesia, pluralisme adalah cara
yang baik untuk melihat sesuatu dan tindakan Tidak ada ruang untuk
negosiasi lagi. Menurut Gus Durr, pluralisme adalah cara untuk
membentuk masa depan Indonesia dengan lebih baik.5

2.2 Trilogi Kerukunan Umat Beragama


Secara harfiah, istilah "trilogi" berasal dari bahasa Yunani, di mana
"tri" berarti tiga dan "logos" berarti kata atau konsep. Jadi, secara
sederhana, "trilogi" merujuk pada suatu kumpulan atau rangkaian yang
4
Abizar, M. (2019). Pluralisme dalam Pandangan Mukti Ali. Ishlah: Jurnal Ilmu
Ushuluddin, Adab Dan Dakwah, 1(2), 185-212.
5
Zakaria, PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG PLURALISME. ( makassar : UIN
ALAUDIN MAKASSAR)
terdiri dari tiga elemen atau bagian yang memiliki keterkaitan atau tema
bersama. Dalam konteks yang lebih umum, "trilogi" sering digunakan
untuk menyebut serangkaian tiga, namun dalam hal ini akan dibahas
mengenai tiga elemen kerukunan umat beragama.6
Kehadiran keharmonisan dalam masyarakat merupakan hal yang
sangat penting, terutama ketika berhadapan dengan kompleksitas yang
muncul dalam masyarakat yang majemuk dan beragam. Kemajuan
teknologi transportasi dan komunikasi mempercepat pertukaran interaksi
antar individu, memperluas keragaman di luar komunitas lokal. Hal ini
mencakup interaksi dengan masyarakat melalui media elektronik yang
maju dan berkembang. Walaupun perselisihan terkadang bermula dari
media sosial, permasalahan di atas semakin diperparah dengan adanya
eksploitasi SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) oleh segelintir
individu yang ingin mengambil keuntungan dari ketegangan sosial. Oleh
karena itu, setiap individu harus bercita-cita untuk menganut paham
Pancasila dan mengenal trio perdamaian antar umat beragama. Berikut
adalah metode potensial untuk mengurangi ketegangan yang sedang
berlangsung dalam masyarakat nasional kontemporer.7
1. Kerukunan intern umat beragama
Kerukunan intern umat beragama, sebagai bagian pertama dari
trilogi kerukunan umat beragama, memiliki peran sentral dalam
membangun harmoni di dalam komunitas agama tertentu. Dimensi ini
menyoroti pentingnya toleransi, penghormatan, dan pemahaman yang
mendalam di antara anggota-anggota suatu agama. Pemahaman yang
kokoh tentang ajaran agama masing-masing menjadi landasan untuk
menciptakan kerukunan yang sehat di dalam masyarakat yang beragam.8
Kerukunan internal umat beragama mengacu pada kondisi
pemahaman dan kebersamaan di antara kelompok-kelompok agama,
yang memungkinkan mereka untuk secara efektif mengamalkan dan
menjunjung tinggi prinsip-prinsip agama mereka sendiri, sekaligus
menerima dan menoleransi perbedaan. Misalnya dalam agama Islam
banyak terdapat aliran seperti NU dan Muhammadiyah. Protestantisme
mencakup beberapa denominasi seperti GBI dan Pentakostalisme. Dalam
agama Katolik, ada dua cabang utama: Katolik Roma dan Katolik

6
Departemen Agama RI. Bingkai Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Balitbang
Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama diIndonesia, 1997.
7
Khairah Husin, “Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di Indonesia”,
Jurnal Ushuluddin Vol. XXI No. 1, Januari 2014, hlm. 105.
8
Abdullah, I. (2006). "Inter-Religious Relations in Indonesia: The Socio-Religious Culture of
Muslim and Christian Leaders in North Maluku." Studia Islamika, 13(3), 433-472.
Ortodoks. Kerukunan dan kebersamaan harus dipupuk pada setiap umat
beragama.9
2. Kerukunan antar umat beragama
Kerukunan umat beragama menumbuhkan solidaritas antaragama,
mencegah saling meremehkan dan meyakini agama sendiri lebih unggul.
Dalam kerangka trio kerukunan umat beragama, terjalinnya kerukunan
antar umat beragama diawali dengan praktik toleransi dan pengakuan
terhadap perbedaan pandangan. Toleransi mengacu pada kemampuan
untuk mengakui dan menghormati keragaman agama, sementara rasa
hormat berfungsi sebagai landasan untuk membina hubungan konstruktif
antar kelompok agama yang berbeda. Tindakan ini penting dilakukan
guna mencegah munculnya fanatisme radikal yang mengancam
keamanan dan ketertiban masyarakat. Perwujudan sejati yang dapat
diasumsikan dicapai melalui wacana antaragama yang tidak berfokus
pada perbedaan, namun pada pengembangan keharmonisan dan
peningkatan hidup berdampingan secara damai di seluruh masyarakat.
Esensinya terletak pada kenyataan bahwa setiap agama menganjurkan
kehidupan yang harmonis dan tenteram.10
3. Kerukunan antar umat beragama dan pemerintah
Harmoni antara kelompok agama dan pemerintah memerlukan
integrasi praktik keagamaan dengan kebijakan pemerintah daerah yang
mengontrol kehidupan sosial. Setiap individu diwajibkan untuk tidak
hanya berpegang pada doktrin agama masing-masing, namun juga
mematuhi peraturan hukum yang berlaku di Indonesia. Indonesia adalah
negara sekuler yang mengakomodasi individu yang menganut banyak
agama. Terwujudnya kerukunan umat beragama dan pemerintah
memerlukan keterlibatan proaktif seluruh faksi agama dalam kemajuan
masyarakat. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan inklusif yang
mengakomodasi kepentingan dan keberagaman agama.11

Dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama trilogi


kerukunan meliputi sikap tenggang rasa, toleransi dan pancasila.

a) Sikap Tenggang Rasa:

9
Departemen Agama RI. Bingkai Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Jakarta: Balitbang
Agama yek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia, 1997.

10
fatih, M. K. (2017). interaksi sosial dan trilogi kerukunan umat beragama di kota tuban
(Doctoral dissertation, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).
11
Muhdina, D. (2015). Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal Di Kota Makassar.
Jurnal Diskursus Islam, 3(1).
Sikap tenggang rasa mencerminkan kemampuan seseorang
untuk menerima perbedaan dan tidak terpengaruh oleh perbedaan
tersebut. Ini melibatkan kemampuan untuk menjaga emosi dan
menghargai pandangan serta keberagaman tanpa memandang
rendah atau merendahkan. Tenggang rasa menciptakan suasana
saling menghargai dalam interaksi sosial. Sebagai contoh, dalam
situasi konflik antar-etnis, sikap tenggang rasa dapat mencegah
ketegangan dan meningkatkan pemahaman bersama.12
b) Toleransi
Toleransi merupakan konsep yang melibatkan penghargaan
terhadap perbedaan, baik perbedaan agama, suku, budaya, atau
pandangan politik. Toleransi mendorong masyarakat untuk hidup
bersama dalam damai meskipun memiliki keberagaman. Dengan
mengamalkan toleransi, individu dan kelompok masyarakat dapat
membangun hubungan yang harmonis tanpa merendahkan atau
memaksakan nilai-nilai tertentu. Toleransi adalah kunci dalam
mengatasi konflik dan membangun persatuan di tengah masyarakat
yang beragam.13
c) Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, memberikan
landasan nilai yang mendorong prinsip-prinsip persatuan dan
kesatuan. Nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, keadilan
sosial, dan demokrasi, membentuk dasar untuk menciptakan
masyarakat yang berlandaskan keberagaman dan harmoni.
Pancasila mempromosikan nilai-nilai universal yang dapat
mengintegrasikan berbagai suku, agama, dan budaya menjadi satu
kesatuan yang kokoh.14
Keputusan Menteri Agama Nomor 70 tahun 1978 mengatur trilogi
kerukunan berdasarkan hukum yang menjadi pedoman dalam menjaga dan
mengembangkan agama di Indonesia. Trilogi kerukunan tersebut meliputi
kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan
kerukunan antara umat beragama dan pemerintah. Kerukunan intern umat
beragama mempengaruhi hubungan antara umat dalam satu agama,
sehingga mereka dapat menjadi tamu dalam masyarakat dan bersedia
untuk bekerja sama dalam membangun dan mengembangkan agama.
Kerukunan antar umat beragama melibatkan sinergi dan mitraan antara
12
"Promoting Social Harmony through Tolerance and Empathy," Journal of Social Psychology,
Vol. 45, No. 2, 2018.
13
"Building Tolerance and Understanding in Diverse Societies," International Journal of
Intercultural Relations, Vol. 30, No. 4, 2006
14
Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Amandemen Keempat, Tahun 2002.
umat beragama untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan
Trikerukunan umat beragama. Kerukunan antara umat beragama dan
pemerintah menyoroti pemerintah harus ikut dalam menciptakan suasana
tentram, termasuk kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah
sendiri. Semua umat beragama yang diwakili para pemuka dari tiap-tiap
agama bisa sinergis dengan pemerintah, bekerjasama, dan bermitra dengan
pemerintah untuk menciptakan stabilitas persatuan dan kesatuan
Trikerukunan umat beragama.15
Adapun pasal-pasal yang harus dipahami oleh para kiayi mengenai 4
aturan dakwah adalah sebagai berikut:
1) Tidak boleh berdakwah kepada orang yang sudah memeluk agama
2) Tidak boleh memberikan rayuan / bujukan agar seseorang pindah agama
3) Tidak di bolehkan menyebar pamplet atau majalah dari rumah ke rumah
4) Dilarang memberikan motivasi untuk keluar atau masuk ke agama baru
rumah ke rumah.16
Untuk menjaga stabilitas umat kerukunan beragama, maka pemerintah
mengadakan satu wadah yang di sebut dengan wadah kerukunan antar umat
beragama di pemerintah yang menjembatani antara pemerintah dan agama dan
merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk mengoordinasikan dan
mewakili kepentingan umat beragama tertentu.
o Islam - MUI
o Kristen - DGI
o Katolik - MAWI
o Hindu - PHDP
o Budha - WALUBI
o Konghucu – MATAKIN

2.3 Faktor-Faktor Terjadinya Kerukunan Antar Umat Beragama


A. Faktor-faktor penghambat terjadinya kerukunan umat beragama
Dalam upaya mewujudkan perdamaian antar umat beragama, pasti
ada beberapa kendala yang muncul. Kendala-kendala tersebut mungkin
saling berhubungan atau berakar langsung pada norma-norma masyarakat
akibat asimilasi budaya, dan terkadang bertentangan dengan prinsip-
prinsip agama masing-masing.
1. Pendirian rumah ibadah

15
Jurnal Untuk Tuan dan Dikat (JTD) Nomor 1, Tahun 2011
16
Susanto, A. B. (2019). "Religious Pluralism and Social Harmony in Indonesia." Jurnal Studi
Agama dan Masyarakat, 22(2), 145-162.
Kegagalan mempertimbangkan stabilitas sosial dan budaya
masyarakat setempat dalam pembangunan tempat ibadah
kemungkinan besar akan menimbulkan konflik antar kelompok
agama.
2. Penyebaran agama
Jika tujuan dakwah suatu agama adalah untuk menonjolkan
superioritas dan eksklusivitas agama yang dianutnya, dan tidak
menghiraukan keberadaan agama lain, maka hal ini tentu akan
menimbulkan konflik agama dan menghambat tercapainya
kerukunan umat beragama. Hal ini karena, disadari atau tidak,
keharusan untuk melakukan dakwah selalu bertentangan dengan
norma dan peraturan masyarakat.
3. Perkawinan beda agama
Perkawinan beda agama memberikan hambatan yang
signifikan terhadap kesatuan agama dan dapat menimbulkan
perselisihan dalam hubungan, khususnya di antara keluarga
masing-masing pasangan. Dalam konteks pewarisan, faktor
krusialnya adalah terciptanya dinamika keharmonisan dalam
sebuah keluarga, yang sayangnya cenderung berumur pendek.
4. Berebut Kekuasaan
Perebutan kekuasaan ini akan menimbulkan tantangan
dalam menjaga kerukunan umat beragama, karena masing-masing
agama bersaing untuk mendapatkan anggota dan jemaatnya, baik
dalam komunitasnya sendiri maupun antar kelompok agama lain,
untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar.
5. Kurangnya kesadaran
Dalam kelompok agama tertentu, masih terdapat
kekurangan kesadaran yang menyebabkan individu percaya bahwa
agama mereka sendirilah yang paling benar. Hal ini misalnya
terlihat di kalangan umat Islam yang menjunjung keutamaan
keimanan mereka dibandingkan yang lain, begitu pula sebaliknya.
Ketiadaan pengetahuan antar kelompok agama akan menghambat
tercapainya perdamaian di antara mereka.17
B. Faktor-faktor pendukung terjadinya kerukunan umat beragama
Beragam unsur turut berperan dalam keberhasilan terjalinnya
kerukunan antar kelompok agama, seperti:

17
Sudjangi, Profil Kerukunan Hidup Umat Beragama. (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat,
Kementrian Agama RI). 1996. Hal.117
1. Meningkatkan prinsip-prinsip yang mendasari kerukunan internal
dan antar umat beragama, serta membina hubungan harmonis
antara umat beragama dan pemerintah.
2. Mendorong kohesi sosial dan solidaritas nasional dengan membina
hidup berdampingan secara harmonis antar semua umat beragama
berdasarkan prinsip-prinsip teologis dan penerapan praktis,
menumbuhkan rasa persatuan dan menumbuhkan sikap toleransi.
3. Membangun lingkungan yang memajukan kehidupan beragama
untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama,
membina persatuan antar kelompok agama yang berbeda.
Mengkaji secara komprehensif makna nilai-nilai kemanusiaan yang
bersumber dari beragam keyakinan seluruh umat manusia, yang
menjadi acuan bersama dalam menerapkan gagasan politik dan
membina hubungan sosial melalui perilaku keteladanan.
4. Mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip spiritual yang
bermanfaat bagi umat manusia dan selaras dengan cita-cita
ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan terhadap nilai-nilai
sosial keagamaan.
5. Tujuannya untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antar
umat beragama dengan menghilangkan rasa saling curiga terhadap
pemeluk agama lain. Hal ini akan menciptakan lingkungan damai
umat manusia yang tidak terpengaruh oleh pengaruh luar.18

2.4 Tantangan atau Studi Kasus Kerukunsn Antar Umat Beragama di


Indonesia
A. Isu Kontroversial Dalam Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
Hubungan antar umat beragama di Indonesia telah terganggu
oleh perdebatan tentang pendirian gereja di Jakarta. Gereja telah
ditutup, dirusak, dan diserang berkali-kali, menyebabkan konflik sosial
dan kekerasan. Meskipun telah ada upaya dan peraturan dari
pemerintah, masalah ini belum terselesaikan. Gereja resisten terhadap
intimidasi dan provokasi dari kelompok tertentu. Hal ini menunjukkan
betapa pentingnya upaya warga untuk meningkatkan hubungan
antarumat beragama. Selain itu, beberapa kasus terkait dengan masalah
izin mendirikan bangunan, yang merupakan masalah umum saat
membangun rumah ibadah di Indonesia.19
18
Iis Ariska, ‘Peran Dai Dalam Pembinaan Toleransi Kerukunan Antar Ummat Beragama Di Desa
Bukit Batu Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan’, 2018, 1–154.
19
Testriono, dkk. Kontroversi Gereja di Jakarta, Yayasan Paramadina Magister Perdamaian dan
Resolusi Konflik Center For Religious an Cross-Cultural Studies, Universitas Gadjah Mada (MPRK-
UGM) 2011.
B. Upaya Mengatasnya
Sangat penting untuk mendorong dialog terbuka dan
konstruktif antara perwakilan umat beragama yang terlibat dalam
perdebatan tentang pendirian gereja di Jakarta agar konflik dapat
diselesaikan. Pihak berwenang, baik dari pemerintah maupun
organisasi keagamaan, harus memungkinkan diskusi yang terbuka dan
terbuka di mana semua orang dapat menyampaikan masalah dan
pendapat mereka.
Selain itu, perlu ada peningkatan kampanye pendidikan
tentang kebebasan beragama dan toleransi. Ini dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap hak setiap orang untuk
beribadah sesuai keyakinannya. Pendidikan agama yang inklusif dan
menghormati keberagaman dapat membantu menumbuhkan rasa saling
menghargai antarumat beragama.

Pihak berwenang harus transparan dalam proses perizinan pendirian gereja


dan menjalankan prosedur yang adil untuk semua pihak, tanpa memandang agama
tertentu. Oleh karena itu, mungkin untuk membuat lingkungan yang mendukung
keberagaman, mengurangi kemungkinan konflik antarumat beragama di Jakarta,
dan membangun dasar yang kokoh untuk toleransi dan harmoni beragama di
Indonesia.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Struktur masyarakat Indonesia heterogen, dengan variasi etnis, agama,


tradisi, dan kesadaran yang berbeda-beda. Keberagaman ini telah menjadi aspek
mendasar dalam masyarakat Indonesia sejak awal berdirinya, tidak hanya pada
masa Hindia Belanda. Pluralisme di Indonesia tidak hanya mencakup aspek
formal, namun juga memberikan penekanan yang signifikan pada semangat,
sikap, dan perilaku individu.

Konsep trilogi kerukunan umat beragama mencakup tiga dimensi, yaitu


kerukunan intra umat beragama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan
antar umat beragama dengan pemerintah. Berbagai alasan menghambat persatuan
umat beragama, termasuk pendirian rumah ibadah dan aspek terkait lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abizar, M. (2019). Pluralisme dalam Pandangan Mukti Ali. Ishlah: Jurnal


Ilmu Ushuluddin, Adab Dan Dakwah, 1(2), 185-212.

Abdullah, I. (2006). "Inter-Religious Relations in Indonesia: The Socio-


Religious Culture of Muslim and Christian Leaders in North
Maluku." Studia Islamika, 13(3), 433-472.

Departemen Agama RI. Bingkai Kerukunan Umat Beragama di Indonesia.


Jakarta: Balitbang Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup
Umat Beragama diIndonesia, 1997.

fatih, M. K. (2017). interaksi sosial dan trilogi kerukunan umat beragama


di kota tuban (Doctoral dissertation, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta).

Hanik, U. (2014). Pluralisme agama di Indonesia. Tribakti: Jurnal Pemikiran


Keislaman, 25(1).

Iis Ariska, ‘Peran Dai Dalam Pembinaan Toleransi Kerukunan Antar Ummat
Beragama Di Desa Bukit Batu Kecamatan Kasui Kabupaten Way
Kanan’, 2018, 1–154.

Khairah Husin, “Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar


Agama di Indonesia”, Jurnal Ushuluddin Vol. XXI No. 1, Januari
2014, hlm. 105.

Lestari, J. (2020). Pluralisme Agama di Indonesia: Tantangan dan Peluang


Bagi Keutuhan Bangsa. Al-Adyan: Journal of Religious Studies, 1(1),
29-38.

Muhdina, D. (2015). Kerukunan Umat Beragama Berbasis Kearifan Lokal


Di Kota Makassar. Jurnal Diskursus Islam, 3(1).

Sudjangi, Profil Kerukunan Hidup Umat Beragama. (Jakarta : Badan Litbang


dan Diklat, Kementrian Agama RI). 1996. Hal.117

Taufiqurrohman, M., & Rizqi, S. (2021). Konsep Pluralisme Agama dalam


Al-Qur'an. Manarul Qur'an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 21(2), 214-238.
Testriono, dkk. Kontroversi Gereja di Jakarta, Yayasan Paramadina Magister
Perdamaian dan Resolusi Konflik Center For Religious an Cross-
Cultural Studies, Universitas Gadjah Mada (MPRK-UGM) 2011.

Zakaria, PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG


PLURALISME. ( makassar : UIN ALAUDIN MAKASSAR)

Anda mungkin juga menyukai