Anda di halaman 1dari 3

1.

Pengertian pluralisme (bahasa dan istilah) dan pluralisme menurut bbrpa tokoh dan ditutup
dengan pluralism menurut nurcholis madjid
2. Pemikiran pluralism nurcholis madjid

Pemikiran Pluralisme Cak Nur


Pemikirannya yang mendorong konsep pluralisme dan keterbukaan tentang ajaran Islam
di Indonesia dari Cak Nur ini tak luput dari kontroversial (Setiadi, 2018). Tidak sedikit
orang yanggagal memahami konsep pluralisme yang menyesuaikan dengan pluralitas
kelompok di Indonesia. Kaidah Pancasila, sebagaimana dikatakan Cak Nur, merupakan
pendukung besar pluralisme di Indonesia, karena sejak awal Pancasila mencerminkan
tekad untuk bertemu di atas landasan bersama antara berbagai golongan di Indonesia.
Oleh karena itu, perlu kami tekankan bahwa pemikiran Cak Nur (selain pluralisme)
dalam kondisi berbangsa dan bernegara kita saat ini sangat relevan untuk diamalkan atau
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengabaikan nilai- nilai masing-masing
agama dan Pancasila. Menurut penilaiannya, dalam hal pluralisme, masyarakat Indonesia
masih menunjukkan pemahaman yang dangkal dan kurang sejati. Meskipun, istilah
pluralisme dikatakan lebih lanjut, sudah menjadi barang harian dalam wacana umum
nasional kita, masih ada tanda-tanda bahwa orang memahami pluralisme hanya sepintas
lalu, tanpa makna yang mendalam, tanpa berakar. pada ajaran kebenaran. Mengenai
pluralisme/pluralitas dalam Islam, Nurcholish Madjid merujuk pada
Q.S,Al-Baqarah/2:148
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah
akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu”. Menurut Nurcholish Madjid (1999: 173), ayat di atas bisa
dikatakan inti dan sekaligus pemecahan masalah pluralisme/pluralitas. Fakta bahwa umat
manusia memiliki kelompok, sehingga setiap kelompok memiliki tujuan hidup berbeda.
Setiap komunitas diharapkan bisa menerima keanekaragaman sosial budaya, toleransi
satu sama lain yang memberi kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang menjalani
kehidupannya menurut keyakinannya masing-masing. Yang dibutuhkan pada masyarakat
majemuk adalah, agar masing-masing kelompok berlomba- lomba dalam jalan yang sehat
dan benar karena (sebab), hanya Tuhanlah yang Maha Tahu, dalam arti asal, tentang baik
atau buruk, benar atau salah. Teologi pluralisme yang ditawarkan Nurcholish Madjid,
dapat dikatakan, sebuah upaya untuk "menghilangkan" standard ganda sebagaimana yang
terjadi selama ini. Hugh Goddard dalam Christians & Muslims: From Double Standards
to Mutual Understanding, sebagaimana dijelaskan Budhy Munawar Rahman,
menjelaskan bahwa dalam seluruh sejarah hubungan Kristen-Islam selama ini banyak
dihias oleh kesalahpahaman. Orang-orang Kristen maupun Islam selalu menerapkan
standar secara ideal normative untuk agamanya sendiri, sedangkan terhadap agama
lainnya memakai standar yang lebih realistis dan historis. Inilah yang disebut double
standard.
Standar ganda inilah yang telah ikut andil dalam memperkeruh suasana hubungan antara
agama karena adanya prasangka-prasangka teologis di antara mereka. Oleh karena itu,
tentunya bukanlah hal yang kondusif untuk menciptakan relasi keberagamaan ke depan.
Suatu hal yang sama sekali tidak menguntungkan dalam relasi kemanusiaan selama ini.
Dalam konteks masyarakat yang plural dalam keberagamaannya, kesaling-pahaman,
saling pengertian, bahwa masing-masing pemeluk agama sedang menuju kepada the
ultimate concern yang sama menjadi kemestian untuk dikedepankan. Agama-agama
yang ada tidak lain hanyalah jalan bagi suatu tujuan yang sama seiring dengan
pengalaman kesejarahan manusia. “the various deities that populate the world's great
religions are the manifestations of the divine reality inhuman experience”, demikian Hick
menjelaskan. Dengan demikian, konsep kesatuan agama dalam pengertiannya yang
filosofis-teologis bahwa semua agama pada mulanya berasal dari sumber yang sama,
Tuhan, tidak dapat kita nafikan. Pluralisme Cak Nur untuk mendukung keberagaman
Meskipun konsep pluralisme yang dibahas di atas cenderung lebih kepada Pluralisme
Agama, yang kadang-kadang didefinisikan sebagai “menghormati keberadaan orang
lain”, pluralisme agama ada ketika para penganut semua sistem kepercayaan atau aliran
agama hidup berdampingan secara harmonis dalam masyarakat yang sama. Namun,
Pluralisme Cak Nur dapat diterapkan dalam konteks menerima keragaman di Indonesia
atau menanggapi tindakan diskriminasi terhadap kelompok etnis atau masalah ras
tertentu. Menurut Nurcholish Madjid, umat manusia terbagi dalam berbagai kelompok,
masing- masing memiliki tujuan hidup berbeda. Setiap komunitas diharapkan bisa
menerima keanekaragaman sosial budaya, toleransi satu sama lain yang memberi
kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang menjalani kehidupannya menurut
keyakinannya masing masing. Konsep masyarakat majemuk menitikberatkan kepada
tujuan bahwa setiap masyarakat masing-masing kelompok berlomba-lomba dalam jalan
yang sehat dan benar, sehingga hal Ini dapat dikatakan sebuah konsep indah yang perlu
kita wujudkan di negara kita, negara yang memiliki banyak jenis orang, bahasa dan
pulau. Pluralisme ini akan mendukung keragaman di negara kita bahwa orang-orang
dengan minat, keyakinan, dan gaya hidup yang berbeda akan hidup berdampingan secara
damai dan diizinkan untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan. Kelompok
minoritas berpartisipasi penuh dalam semua bidang masyarakat dominan, sambil
mempertahankan identitas budaya mereka yang unik. Dalam masyarakat budaya pluralis,
kelompok yang berbeda toleran satu sama lain dan hidup berdampingan tanpa konflik
besar, sementara kelompok minoritas didorong untuk mempertahankan adat istiadat
nenek moyang mereka. Pluralisme budaya ini hanya dapat berhasil jika tradisi dan
praktek kelompok minoritas diterima oleh masyarakat mayoritas. Seiring dengan politik
dan pemerintahan, penerimaan pluralisme terhadap keragaman juga dianut di bidang
masyarakat lainnya, terutama dalam budaya dan agama. Cak Nur memiliki pendapat
bahwa masyarakat Indonesia masih menunjukkan pemahaman yang dangkal dan kurang
tulus. Untuk merespon dan mengaktualisasikan pluralisme cara adalah melalui
pendidikan. Pendidikan diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang
toleran. Pendidikan dapat mengubah cara pandang kita yang lama ke yang baru karena
banyak sikap kita dibentuk ketika kita masih muda. Ketika anggota keluarga atau teman
kita mengungkapkan pendapat rasis, biasanya kita akan mengambil pandangan itu
sendiri. Masalahnya adalah, kecuali kita melakukan sesuatu tentang hal itu, mereka dapat
tinggal bersama kita seumur hidup.

Anda mungkin juga menyukai