Anda di halaman 1dari 15

PEMIKIRAN POLITIK AL-KHAWARIJ

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas


mata kuliah Pemikiran Politik Islam

OLEH :
SILVA FEBRIANA SAID
( 80100221150 )

PRODI PEMIKIRAN ISLAM

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt., karena berkat Rahmat Hidayah serta Inayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.
beserta keluarga dan para sahabatnya, karena berkat perjuangan beliau kita dapat
merasakan agama Islam, dan beliaulah yang kita nantikan Syafaatnya hari akhirat
nanti.
Tujuan penulisan makalah ini adalah tidak lain dan tidak bukan untuk lebih
mengkaji dan memperdalam pengetahuan kita, tentang aliran-aliran Teologi dalam
islam agar menjadikan wawasan kita tidak mudah panatik terhadap kelompok lain.
Disini saya akan membahas tentang latar belakang munculnya Aliran Khawarij dan
Aliran Murjiah, serta pokok-pokok pikirannya,

Meskipun demikian saya mengakui bahwa apa yang saya sajikan kedalam
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena
itu, kritik dan saran dari para pembaca yang budiman sangat diharapkan untuk
perbaikan selanjutnya, jikalau di dalam makalah ini terdapat kebenaran dan
kegunaan, semua itu berasal dari Allah SWT. Sebaliknya, kalau di dalamnya
terdapat kekurangan dan ketidak smpurnaan semuanya itu karena kekurangan dan
keterbatasan saya sendiri. Harapan dari penulis asal kiranya makalah ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Wallahul Muaffieq Ilaa Aqwamith Tharieq, Wassalamualaikum Wr.Wb.

Gowa 27 Maret 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Ilmu Kalam mula-mula muncul pada masa pemerintahan Khalifa Al-
Makmun Ibn Harun al-Rasyid (813-833) dari Daulah Bani Abbas. Namun masalah-
masalah yang dipersoalkan dalam ilmu kalam itu sendiri, jauh sebelumnya sudah lama
timbul dari istilah Ilmu Kalam sendiri. Bila dimudiki kemasa lebih awal, maka masalah
yang pertama muncul adalah apakah seorang mukmin pembuat dosa besar masih tetap
mukmin atau sudah menjadi kafir.1

Tetapi suatu hal yang perlu dipahami terlebih dahulu bahwa persoalan kafir atau
mukmin tersebut muncul akibat pertentangan politik dikalangan ummat Islam sendiri.
Dari masalah politik itulah perselisihan merembet menjadi masalah teologi. Klaim kafir
mengkafirkan pun muncul sebagai upaya dari satu aliran terhadap aliran yang lain.2

Perlu diketahui bahwa Khawarij dicatat sebagai aliran tertua atau aliran pertama
dalam Ilmu Kalam. Untuk lebih mengetahui sejaran dan konsep pemahaman khawarij
lebih jauh, kita paparkan dalam beberepa rumusan masalah.

Aliran Murji’ah merupakan salah satu aliran yang dipelajari dalam pemahaman
Aliran ini dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khalifah (kekhalifahan).
Setelah terbunuhnya khalifah Usman bin Affan, umat Islam terpecah dalam dua
kelompok besar, yaitu kelompok Ali bin Abi Thalib dan kelompok Muawiyah bin Abi
Sofyan. Kelompok Ali sendiri kemudian pecah menjadi dua golongan. Mereka yang
setia membela Ali disebut golongan Syiah, mereka yang keluar dari barisan Ali disebut
Khawarij.
1
Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam : Dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan
Hanafi, ( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2014 ), h. 6.
2
Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam : Dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan
Hanafi, ( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2014 ), h. 6.
Disisi lain, Muawiyah yang merasa sudah unggul karena telah membuat
pasukan Ali cerai berai mendirikan satu kekhalifahan yang kemudian dikenal
dengan kekhalifahan Bani Umayyah. Secara otomatis, Syiah dan Khawarij
menentang keras hal ini. Syiah mementangnya karena menganggap Muawiyah telah
merebut kekuasaan yang seharusnya dimiliki oleh Ali dan keturunannya. Sedangkan
khawarij menentangnya karena mereka menilai bahwa Muawiyah dan pengikutnya
telah menyimpang dari ajaran Islam.
Dari pertikaian ketiga kelompok inilah kemudian membuat sekelompok orang
merasa risih. Mereka kemudian menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam
pertentangan politik yang sedang terjadi kala itu. Kelompok inilah yang kemudian
disebut golongan “Murjiah”.
Demikian tadi sedikit uraian terkait latar belakang adanya aliran Murjiah.
Selanjutnya akan dibahas lebih komprehensif pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang munculnya Khawarij?
2. Bagaimana pokok-pokok pemikiran Khawarij?
3. Bagaimana pemikiran politik Khawarij?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Munculnya
Kata “Khawarij” secara etimologi berasal dari bahasa Arab “Kharaja” yang
berarti keuar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkenaan dengan pengertian
etimologi ini, Syahrastani menyebut orang yang memberontak imam yang sah
sebagai khawarij. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti
setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin keluar dari kesatuan ummat
islam.3
Adapun yang dimaksud dengan khawarij dalam ilmu teologi adalah suatu
sekte kelompok atau aliran pengikut Ali Bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang menerima
arbitrase( tahkim) dalam perang Siffin.4 Yakni ketika Muawiyah (Gubernur
Damaskus), salah seorang keluarga dekat Usman Bin Affan. Ia tidak mau
menerima pengangkatan Ali Sebagai Khalifa. Muawiyah menuntut kepada Ali
supaya menghukum pembunu-pembunuh Usman. Bahkan ia menuduh Ali Bin
Abi Thalib turut campur dalam pembunuhan itu. Apa bila dikaitkan dengan fakta
bahwa salah seorang pemimpin para pemberontak adalah Muhammad bin Abi
Bakr, anak angkat Ali Bin Abi Thalib sendiri. Sementara itu Ali Bin Abi Thalib
tidak menindak para pemberontak yang mengakibatkan terbunuhnya Usman.
Malah Muhammad Bin Abu Bakar di Angkat Ali sebagai Gubernur Mesir. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya perang Siffin.5
Dalam perang Siffin tentara Muawiyah mengalami pukulan-pukulan berat
sehingga nyaris menderita kekalahan dan bersiap-siap untuk lari. Tetapi tangan
kanan Muawiyah, yakni Amr bin Ash yang terkenal Ahli siasat perang minta
berdamai dengan mengangkat Al-Qur’an ke atas dengan ujung Tombak. Para
sahabat yang menghafal Al-Qur’an dikalangan Ali mendesak Ali Untuk

3
Abdul Rozak, Akidah Akhlak, ( Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008), h. 47.
4
Abdul Rozak, Akidah Akhlak, ( Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008), h. 47.
5
Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam:Dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan Hanafi,
( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2014 ), h. 7.
menerima tawaran damai itu. Lalu disepakati perdamaian dengan jalan tahkim
(Arbitrase).6
Dalam perundingan tesebut mereka berkumpul di Adzrah Daumatul Jandal
untuk berunding, mereka berdua bersepakat yakni, peperangan dihentikan dan
masing-masing kelompok yang bertikai turun dari jabatannya. Ali bin Abi
Thalib turun dari jabatnnya sebagai Khalifa, sedangkan Muawiyah turun dari
jabatannya sebagai Gubernur Damaskus. Dari pihak Ali Bin Abi Thalib di wakili
oleh Abu Musa Al-Asy’ari dan pihak Muawiyah di wakili oleh Amr bin Ash.
Amr Bin Ash berkata kepada Abu Musa Al-Asy’ari, “Bicaralah dahulu, dia pun
maju dan berkata,” saya telah berpikir, maka saya menurunkan Ali ra. Dari
tampuk kekuasaan, dan kaum muslimin bisa berpikir demi kebaikan diri mereka
sendiri, seperti halnya saya menurunkan pedangku ini dari pundakku.” Dia lalu
menurunkan pedangnya dan meletakkannya ditanah. Amr Bin Ash berdiri dan
meletakkan pedangnya ditanah. Kemudian dia berkata,”saya telah berpikir, maka
saya mengangkat Muawiyah menjadi penguasa/Khalifa. Seperti halnya saya
mengangkat pedangku ini di pundakku.”.7

Sikap Ali ini yang menerima Arbitrase (Tahkim) tak disetujuai oleh sebagain
pengikutnya dengan alasan Arbitrase adalah keputusan Manusia. Mereka berpendapat
bahwa hal serupa itu dapat diputuskan oleh manusia, putusan hanya datang dari Allah.
Dengan kembali kepada hokum-hukum Al-Qur’an “Lahukma Ilallah” ( Tiada hukum
kecuali hukum Allah ) atau dalam surah Al-Maidah ayat 44 :

‫َو َم ۡن َّلۡم َيۡح ُك ۡم ِبَم ۤا َاۡن َز َل ُهّٰللا َفُاوٰٓلِٕٮَك ُهُم اۡل ٰك ِفُر ۡو َن‬

Artinya : barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang di turunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang orang yang kafir.

6
Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam : Dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan
Hanafi, (Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2014 ), h. 7.
7
Ibnul ‘Arabi, Gejolak Api Permusuhan : Syiah-Khawarij dan Orientalist Terhadap Sahabat Nabi SAW,
( Terje: Akbarmedia, 2010), h.146-147.
Mereka telah memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka
meninggalkan barisannya dan membentuk suatu aliran baru yang dikenal dengan nama
Khawarij.8

Mereka meninggalkan Ali dan pergi ke daerah yang bernama Harura’ dengan
jumlah mencapai 12.000 orang. Mereka mengangkat seorang kepala di antara mereka,
yaitu Abdullah bin Wahab Ar-Rasyidi.9

B. Pokok-Pokok Pemikirannya
1. Aliran Khawarij
Ajaran Khawarij bermula dari masalah pandangan mereka tentang Kufr.
Kufr (orangnya dikatakan kafir), berarti tidak percaya. Lawannya adalah iman
(orangnya dikatakan mukmin) berarti percaya.10 Khawarij memandang semua
orang yang terlibat dalam Arbitrase(Tahkim) semuanya masuk neraka dan
masuk neraka dan wajib di bunuh.
Sebagai kelompok yang telah terorganisir dengan rapid an memiliki daerah
kekuasaan tertentu, mereka juga memiliki pemahaman tertentu dalam masalah
keyakinan :
1. Persoalan khalifa dan sahabat besar
Kaum Khawarij mengakui Khalifa Abu Bakar, Umar, dan separuh
zaman dari Khalifa Usman bin Affan. Pengangkatan ketiga khalifa itu sah
sebab sudah dilakukan dengan “syura” ( dengan musyawarah ahlul halli wal
aqli ).
Kepercayaan ini sama dengan kelompok Asy’ariyah. Akan tetapi, separuh
kekhalifaan Usman, tidak mereka akui lagi karena Usman “menyeleweng”.
Begitu juga , khalifa Ali. Mulanya pengangkatan Ali sebagai khalifa
dianggap sah, tetapi kemudian Ali melakukan kesalahan besar, yakni
menerima tahkim, dan Ali menjadi kafir karenanya sehingga di anggap
berdosa.
8
Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam : Dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan
Hanafi, ( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2014 ), h. 46.
9
Taufil Rahman, Tauhid Ilmu Kalam ( Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), h. 197.
10
Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam : Dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan
Hanafi, ( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2014 ), h. 46.
2. Label Kafir
Ciri khusus keyakinan/paham kaum khawarij adalah mudah
menuduh kafir terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
Kaum khawarij memftawakan bahwa semua orang yang tidak sejalan
dengannya adalah kafir yang halal darah, harta, dan anak istrinya.
3. Imam
Kaum khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan imam itu bukan
pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, tetapi amal ibadah juga
menjadi rukun imam. Menurut mereka, orang yang tidak mengerjakan shalat,
puasa, zakat, dan lain-lain, ia termasuk orang kafir. Jelasnya bagi kaum
khawarij, semua orang mukmin yang berbuat dosa, baik besar maupun kecil,
adalah kafir dan wajib diperangi serta boleh dibunuh dan dirampas hartanya.
4. Orang sakit dan lanjut usia
Berkenaan dengan orang-orang sakit dan orang yang telah lanjut
usia yang tidak ikut berperang dijalan Allah, kaum khawarij menggap
mereka orang kafir dan wajib dibunuh.
5. Dosa besar dan kecil
Kaum khawarij menyatakan bahwa semua dosa itu sama, tidak ada
yang kecil atau besar. Semua kedurhakaan terhadap Tuhan termasuk dosa
besar, dan tidak ada yang kecil. Pernyataan ini tampaknya dimaksudkan agar
semua orang islam yang menjadi lawan-lawannya dapat diperangi dan
dirampas kekayaannya karena mereka telah bernbuat dosa dan setiap orang
yang berbuat dosa adalah kafir.
6. Anak-anak orang kafir.
Menurut fatwa kaum khawarij, anak-anak orang kafir ketika mati
pada usia kecil, ia masuk neraka karena mengikuti ibu bapaknya yang kafir.
Bagi sebagian kelompok lain, fatwa ini di anggap radikal, sangat keras, dan
berlebihan karena memperlakukan manusia secara tidak adil dan
menghukumi manusia tanpa melihat perbuatannya.11
Ajaran-Ajaran Khawarij:

11
Taufil Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, ( Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), h. 199-201.
1. Khilafa atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh ummat islam.
2. Khalifa harus tidak berasal dari keturunan Arab.
3. Setiap orang muslim berhak menjadi khalifa apabila memenuhi syarat.
4. Khalifa dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil
dan menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh
kalau melakukan kezaliman.
5. Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga di anggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
6. Pasukang perang jamal yang melawan Ali juga Kafir.
7. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
Bila ia tidak bergabung, ia wajib diperangi.
8. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
9. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga,
sedangkan yang jahat harus masuk kedalam neraka).
10. Amar ma’ruf nahi mungkar.
11. Al-Qur’an adalah Mahluk.
12. Manusia bebas memutuskan perbuatannya, bukan dari Tuhan.

Apabila dianalisa secara mendalam, doktrin yang dikembangkan


kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategoti yakni politik, telogi,
dan sosial.12

C. Pemikiran Politik Khawarij


Kelompok Khawarij muncul bersama dengan mazhab Syi’ah.Masing –
masing muncul sebagai sebuah mazhab pada pemerintahan khalifah Ali bin Abi
Thalib.Pada awalnya kelompok ini adalah para pendukung Ali bin Abi Thalib,
meskipun pemikiran kelompok ini lebih dahulu dari pada mazhab Syi’ah.13
Khawarij adalah kelompok sempalan yang memisahkan diri dari barisan Ali
setelah arbitase atau tahkim yang mengakhiri perseteruan dan kontak senjata
antara Ali dan Mu’awiyah di Siffin.14 Dan suatu hal yang aneh kelompok yang

12
Abdul Rozak, Akidah Akhlak, ( Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008), h. 48-49.
13
Ibid, hal.63
14
semula merupakan sebuah kelompok yang memaksa Ali untuk menerima tahkim
dan menunjuk orang yang menjadi hakim atas pilihan mereka ketika Ali pada
mulanya hendak mengangkat Abdullah Ibn Abbas, tetapi atas desakan pasukan
yang keluar (Khawarij) akhirnya mengangkat Abu Musa al – Asy’ari,
belakangan memandang perbuatan tahkim sebagai kejahatan besar, menurut
kelompok ini Ali telah menjadi kafir kerana menyetujui tahkim dan menuntut
Ali agar bertaubat sebagaimana mereka telah kafir, tetapi mereka telah
bertaubat.Pegikut Khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang masih sederhana
cara berfikirnya, sikap keagamaan mereka sangat ekstrim dan sulit menerima
perbedaan pendapat dan diterangkan oleh Abu Zahroh bahwasannya para
pengikut kelompok Khawarij pada umumnya terdiri atas orang Arab
pegunungan yang ceroboh dan berpikiran dangkal, beberapa sikap ekstrim ini
pula yang membuat kelompok ini terpecah – pecah menjadi beberapa
kelompok.15
Menurut mereka, hak untuk menjadi kahalifah tidak terbasta pada
keluarga atau kabilah tertentu dari kalangan Arab, bukan monopoli bangsa
tertentu tetapi hak semua manusia.16 Meskipun mereka cenderung ekstrim dan
sulit menerima perbedaan sebagaimana dikatakan oleh Muhammad Iqbal
bahwasannya pandangan mereka yang lebih maju dari pada Sunni maupun
Syi’ah.Mereka dapat menerima pemerintahan Abu Bakar, Umar, Utsman pada
enam tahun pertama dan Ali sebelum menerima arbitase dengan alasan
pemerintahan mereka pada masa sesuai dengan ketentuan syari’at.
Suatu hal yang lebih jauh Iqbal membandingkan dengan kelompok
Sunni dan Syi’ah, Khawarij tidak mengakui hak – hak istimewa orang atau
kelompok tertentu untuk menduduki jabatan khalifah.Jabatan khalifah bukan
monopoli mutlak suku Quraisy sebagaimana pandangan Sunni misalkan saja
pandangan al – Ghazali, al – Juwaini, al – Asqolani, al – Maududi dan Ibnu
Khaldun dan ungkapan yang tersirat pada pandangan Ibnu Abi Rabi’ dan

15
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analis Perbandingan (UI; Press, 1986) Cet
kelima, Hal.13.
16
Imam Muhammad Abu Zahroh, Tarikh al - Madzahib al Islamiyyah, terjemahan Abd Rahman Dahlan
dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam. ( Jakarta : Logos, 1996 ), cetakan kesatu,
hal.68.
pandangan Muhammad Rasyid Ridho yang hidup pada masa modern, 17 juga
bukan hak khusus Ali dan keluarga sebagaimana pandangan kaum
Syi’ah.Mungkin untuk mempertegas masalah ini kita melihat beberapa prinsip
yang disepakati oleh aliran – aliran Khawarij.18
Pertama, pengangkatan khalifah akan sah hanya jika berdasarkan
pemilihan yang benar – benar bebas dan dilakukan oleh semua umat Islam tanpa
diskriminasi.Seorang khalifah tetap pada jabatannya selama ia berlaku adil,
melaksanakan syari’at , serta jauh dari kesalahan dan penyelewengan.Jika ia
menyimpang, ia wajib dijatuhi hukuman yang berupa dijatuhkan dari jabatannya
atau dibunuh.
Kedua, jabatan khalifah bukan hak khusus keluarga Arab tertentu,
bukan monopoli suku Quraisy sebagai dianut golongan lain, bukan pula khusus
untuk orang Arab dengan menafikan bangsa lain, melainkan semua bangsa
mempunyai hak yang sama.Khawarij bahkan mengutamakan Non Quraisy untuk
memegang jabatan khalifah.Alasannya, apabila seorang khalifh melakukan
penyelewengan dan melanggar syari’at akan mudah untuk dijatuhkan tanpa ada
fanatisme yang akan mempertahankannya atau keturunan keluarga yang akan
mewariskannya.
Ketiga, yang bersal dari aliran Najdah, pengangkantan khalifah
tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalah – masalah
mereka.Jadi pengangkatan seorang imam menurut mereka bukanlah suatu
kewajiban berdasarkan syara’, tetapi hanya bersift kebolehan.Kalau pun
pengangkatan itu menjadi wajib, maka kewajiban berdasarkan kemaslahatan dan
kebutuhan.
Keempat, orang yang berdosa adalah kafir.Mereka tidak membedakan antara
satu dosa dengan dosa yang lain, bahkan kesalahan dalam berpendapan
merupakan dosa, jika pendapat itu bertentangan dengan kebenaran.Hal ini
mereka lakukan dalam mengkafirkan Ali dan Thalhah, al – Zubair, dan para
17
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, ( UI - Press , 1990 ), hal.217.
18
Imam Muhammad Abu Zahroh, Tarikh al - Madzahib al Islamiyyah, terjemahan Abd Rahman Dahlan
dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam. ( Jakarta : Logos, 1996 ), cetakan kesatu,
hal.69-70.
tokoh sahabt lainnya, yang jelas tentu semua itu berpendapat yang tidak sesuai
dengan pendapat khawarij.
Dari keterangan diatas, menurut mereka siapa saja berhak menduuki
jabatan khalifah bahkan mereka mengutamakan orang selain dari Non Arab.Dan
dari pemikiran diatas, pengikut khawrij berpandangan pengangkatan khalifah
dan pembentukan negara adalah masalah kemaslahatan manusia saja, mereka
tidak menganggap kepala negara sebagi seorang yang sempurna, Iqbal
menjelaskan bahwasanya Khawarij menggunakan mekanisme syura untuk
mengontrol pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan, hal ini menujukkan
kedemokrasian klompok ini.19

19
Muhammad Iqbal, Fiqih Sivasah, ( Jakarta : Gaya Media Pratama , 2001 ) , hal.121.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tauhid atau ilmu kalam adalah ilmu normative membahas ajaran-ajaran dasar dalam
islam yang bersumber dari Al-Qu’an dan as-sunnah. Sebagian ilmu normative,tauhid
atau ilmu kalam telah terbangun dalam bentuk pemikiran klasik yang berkembang
kedalam bentuk pemikiran modern. Dan kita ketahui bersama bahwa aliran pertama
muncul adalah khawarij akibat pertikaian politik antara Ali bin Abi Thalib dengan
Muawiyah dalam pertempuran perang Siffin. Karena dalam perang siffin diadakn
arbitrase dan sebagain tentara Ali yang tidak sepakat hal itu akhirnya dia
membangkan dan keluar membenci Ali dan membuat kelopok baru yg di namai
khawarij. Mereka berpandangan bahwa semua yg terlibat Arbitrase atau Tahkim
adalah perbuatan manusia dan itu merupakan dosa besar “Lahukma Ilallah”
keputusan hanya dari Allah.
Implikasi dan signifikansi terakhir adalah berkaitan dengan kebudayaan
dan peradaban. Dalam bidang kebudayaan dan peradaban Murji’ah memang tidak
memainkan perana penting. Ini terjadi karena mengakar pada doktrin mereka yang
memang tidak atau kurang memiliki potensi untuk itu dengan sikap yang pasif ,
dibandingkan Mu’tazilah yang rasional.
DAFTAR PUSTAKA

Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam : Dari Khawarij ke Buya Hamka hingga

Hasan Hanafi.,( Jakarta : Kharisma Putra Utama, 2014).

Abdul Rozak, Akidah Akhlak, ( Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008).

Ibnul ‘Arabi, Gejolak Api Permusuhan : Syiah-Khawarij dan Orientalist Terhadap Sahabat

Nabi SAW, ( Terje: Akbarmedia, 2010).

Taufil Rahman, Tauhid Ilmu Kalam ( Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013).

Al-Baghdadi.th. Al-Farq baina Al-Firaq, Muhammad Ali Shlih wa Auladuh. Mesir:

Maidan Al-Azhar.

Al- Syahrastani, Ahmad. 1967. Al- Milal wa al-Nihal. Kairo: Mustafa al-Babi al-Halabi.

Anda mungkin juga menyukai