Anda di halaman 1dari 15

KHAWARIJ DAN MURJI’AH

DALAM PERSPEKTIF ILMU KALAM

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Kalam

Dosen Pembimbing : Muhajir, SHI., MSI.

Oleh:

Nur Chasanah Dwi Laksani

Salistia Safana

Via Qoulina Silva

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN-NAWAWI

PURWOREJO

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada masa Rasulullah saw. umat Islam dapat bersatu karena segala
permasalahan yang muncul dikembalikan kepada beliau. Setelah beliau
wafat, para sahabat mulai berijtihad, namun tetap berpedoman pada Alquran
dan Hadis. Salah satu dampak dari ijtihad tersebut adalah perbedaan paham
yang kemudian melahirkan berbagai aliran kalam.

Persoalan-persoalan yang muncul dalam ilmu kalam pada dasarnya


dipicu oleh kepentingan politik. Sejarah menyebutkan bahwa aliran kalam
dipicu persoalan politik yang menyangkut peristiwa terbunuhnya Utsman bin
‘Affan, yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah terhadap kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib. Akibat dari persoalan-persoalan tersebut lahirlah aliran-aliran
ilmu kalam. Seluruh aliran ilmu kalam yang ada, apabila dicermati, pada
dasarnya dilandasi oleh persoalan-persoalan politik yang terjadi di dalam
masyarakat.

Oleh karena itu, pemakalah akan membahas salah satu aliran-aliran ilmu
kalam yaitu aliran Khawarij dan aliran Murji’ah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah munculnya aliran Khawarij ?

2. Apa sajakah doktrin aliran Khawarij ?

3. Apa sajakah sekte-sekte aliran Khawarij ?

4. Bagaimana sejarah munculnya aliran Murji’ah ?

5. Apa sajakah doktrin aliran Murji’ah ?

6. Apa sajakah sekte-sekte aliran Murji’ah ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Aliran Khawarij

Secara etimologi, kata “Khawarij” berasal dari bahasa Arab, yaitu


“Kharaja” yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak.
Berdasarkan pengertian etimologi ini, Khawarij berarti setiap muslim yang
ingin keluar dari kesatuan umat Islam.

Adapun yang dimaksud Khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah


suatu sekte atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena tidak sepakat terhadap keputusan Ali yang menerima
arbitrase (tahkim) dalam sebuah perundingan, setelah perang Siffin pada
tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontak), Mu’awiyah bin
Abi Sufyan.1

Adanya nama Khawarij didasarkan pada Surat An-Nisa ayat 100:

(100 :‫يويمنَ ييخَۡررجُۡ ممنَۢ بييَۡتممهۦ رميهاَمجرراً إميلىَ ٱل لمه يويررسوُلممهۦ )اًلنساَء‬

Artinya:

“Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada

Allah dan Rasul-Nya.”

Mungkin kaum Khawarij menganggap dirinya sebagai orang yang pergi

untuk meninggalkan rumahnya. Dengan tujuan untuk dapat mengabdikan diri


kepada Allah dan Rasul-Nya.2

Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya


berada pada pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah
dibaiat mayoritas umat islam, sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang
salah karena memberontak kepada khalifah yang sah. Lagi pula, berdasarkan

1 Nok Aenul Latifah, Abdul Mutolib, Paham Ilmu Kalam (Solo, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri:
2017), hlm. 137

2 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam (Bandung, CV Pustaka Setia: 2009), hlm. 151
3
estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada
peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai
Mu’awiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.3

Beberapa tokoh Khawarij, anatara lain Nafi’ bin Azraq al-Hanafi,


Abdullah bin Ibad at-Tamimi, Abdullah bin Shaffar as-Sa’id, Abu Thalut al-
Bakri, Abu Fudail Abdullah bin Tsaur al-Qaisi, dan Athiyah bin al-Aswad al-
Yanuri. Mereka selalu memerangi pemimpin yang mereka anggap berbuat
maksiat. Sesudah khalifah Ali bin Abi Thalib wafat, golongan Khawarij
dibagi menjadi dua, sebagian pergi ke Basrah dan sebagian yang lain pergi ke
Yamamah.4

Adapun sebab-sebab kemunculan Khawarij:

a. Fanatisme kesukuan

Fanatisme kesukuan ini merupakan satu dari sebab-sebab


munculnya Khawarij. Fanatisme kesukuan ini telah hilang pada zaman
Rasulullah dan Abu Bakar serta Umar, kemudian muncul kembali pada
zaman pemerintahan Utsman dan yang setelahnya. Dan pada masa
Utsman fanatisme tersebut mendapat kesempatan untuk berkembang
karena terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan penting
dalam kekhilafahan sehingga Utsman di tuduh mengadakan gerakan
nepotisme dengan mengangkat banyak dari keluarganya untuk menjabat
jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya, dan inilah yang dijadikan
hujjah oleh mereka untuk mengadakan kudeta terhadapnya.

b. Faktor ekonomi

Semangat ini dapat dilihat dari kisah Dzul Khuwaishiroh bersama


Rasulullah dan kudeta berdarahnya mereka terhadap Utsman, ketika
mereka merampas dan merampok harta baitul-mal langsung setelah
membunuh Utsman, demikian juga dendam mereka terhadap Ali dalam
perang jamal, ketika Ali melarang mereka mengambil wanita dan anak-

3 Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam,
Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, hlm. 98

4 Nok Aenul Latifah, Abdul Mutolib, Paham Ilmu Kalam.....hlm. 139


4
anak sebagai budak rampasan hasil perang sebagimana perkataan mereka
terhadap Ali: “Awal yang membuat kami dendam padamu adalah ketika
kami berperang bersamamu di hari peperangan jamal, dan pasukan
jamal kalah, engkau membolehkan kami mengambil apa yang kami
temukan dari harta benda dan engkau mencegah kami dari mengambil
wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka.”

c. Semangat keagamaan

Ini juga merupakan satu penggerak mereka untuk keluar


memberontak dari penguasa yang absah. Ali sebenarnya sudah mencium
kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyyah, sehingga pada
mulanya Ali menolak permintaan itu. Akan tetapi, karena desakan
sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra’, seperti al-Asy’ats bin Qais,
Mas’ud bin Fudaki at-Tamimi, dan Zaid bin Husein ath-Tha’i, dengan
terpaksa Ali memerintahkan al-Asytar (komandan pasukan Ali) untuk
menghentikan peperangan.

Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan


Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi
orang-orang Khawarij menolaknya dengan alasan bahwa Abdullah bin
Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali. Mereka lalu
mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa al-Asy’ari dengan harapan
dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim,
yaitu Ali di turunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya,
sementara Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah oleh delegasinya
pula sebagai pengganti Ali, akhirnya mengecewakan orangorang
Khawarij. Sejak itulah, orang-orang Khawarij membelot dengan
mengatakan, ”Mengapa kalian berhukum kepada manusia? Tidak ada
hukum selain hukum yang ada pada sisi Allah.” Mengomentari
perkataan mereka, Imam Ali menjawab, ”Itu adalah ungkapan yang
benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada waktu itulah orang-
orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura,
sehingga Khawarij disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang
mereka disebut dengan Syurah dan Al-Mariqah. Di Harura, kelompok

5
Khawarij melanjutkan perlawanan selain kepada Mu’awiyah juga kepada
Ali. Di sana mereka mengangkat seorang pemimpin definitive yang
bernama Abdullah bin Sahab ar-Rasyibi. Sebelumnya mereka dipandu
Abdullah al-Kiwa untuk sampai ke Harura. Golongan ini dibangsakan
dengan nama kampung ini sehingga bernama Hururiyah.5

B. Doktrin Aliran Khawarij

Diantara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah sebagai berikut:

1. Doktrin Politik

a. Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh


umat Islam

b. Khalifah tidak harus dari keturunan Arab

c. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan


bersikap adil dan menjalankan syariat Islam

d. Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib adalah sah, tetapi setelah tahu
ke tujuh kekhalifahannya, Utsman bin ‘Affan telah dianggap
menyimpang

e. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah sah, tetapi setelah terjadi
arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menympang

f. Muawiyyah dan Amr bin ‘Ash serta Abu Musa al-Asy’ari dianggap
menyimpang dan telah kafir

g. Pasukan perang Jamal yang menyerang Ali bin Abi Thalib adalah
kafir

2. Doktrin Teologi

a. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut Muslim sehingga


harus dibunuh

5 Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam,
Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, hlm. 98-101
6
b. Setiap Muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan
mereka

c. Seseorang harus menghindari pemimpin yang menyimpang

d. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik masuk surga sedangkan
orang yang jahat masuk neraka)

e. Menerima Alquran sebagai salah satu sumber diantara sumber-


sumber hukum Islam lainnya

3. Doktrin Sosial

a. Amar Ma’ruf Nahi Munkar

b. Memalingkan ayat-ayat Alquran yang mutasyabihat

c. Alquran adalah makhluk

d. Menerima Alquran sebagai salah satu sumber diantara sumber-


sumber hukum Islam lainnya.6

C. Sekte-sekte Aliran Khawarij

Khawarij, sebagaimana telah dikemukakan, telah menjadikan


imamah/khilafah/politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya
doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan
perbuatan kelompok khawarij menyebabkannya sangat rentan pada
perpecahan, baik secara internal kaum khawarij maupun secara eksternal
dengan sesama kelompok islam lainnya.

Para pengamat telah berbeda pendapat tentang berapa banyak


perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi
mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte. Harun
mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-
Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah
menjadi 22 subsekte.

6 Nok Aenul Latifah, Abdul Mutolib, Paham Ilmu Kalam.....hlm. 139-140


7
Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahan khawarij, tokoh-tokoh
yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar hanya
ada 6, yaitu:

a. Al-Muhakkimah

Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut


golongan Al-Muhakkimah. Bagi mereka Ali, Mu’awiyah, kedua
pengantara Amr Ibn al-Ash dan Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang
yang menyetujui paham bersalah itu dan menjadi kafir.

b. Al-Azariqah

Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat
sesudah golongan Al-Muhakkimah hancur adalah golongan Al-
Azariqah. Daerah kekuasaan mereka terletak diperbatasan Irak dengan
Iran. Nama ini diambil dari Nafi’ ibn al-Azraq. Khalifah pertama yang
mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka beri gelar Amir
al-Mu’minin. Nafi’ meninggal dalam pertempuran di Irak pada tahun
686 M. mereka menyetujui paham bersalah itu dan menjadi musyrik.

c. Al-Nadjat

Najdah bin Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-


pengikutnya pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan
golongan Al-Azariqah. Tetapi dalam golongan yang tersebut akhir ini
timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi’ Ibn al-
Azraq, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil dan Atiah al-Hanafi,
tidak menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah
kedalam lingkungan Al-Azariqah adalah musyrik. Akan tetapi mereka
berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal
dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sepaham dengan
mereka. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, benar akan
mendapatkan siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan
masuk surga.

d. Al-Ajaridah

8
Mereka adalah pengikut dari Abd al-Karim ibn Ajrad yang menurut Al-
Syahrastani merupakan salah satu teman dari Atiah al-Hanafi. Menurut
paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai
diajarkan oleh Nafi’ ibn al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan
kebajikan. Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan
mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir. Harta boleh dijadikan
rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati.

e. Al-Sufriah

Pemimpin golongan ini ialah Ziad ibn al-Asfar. Dalam paham mereka
dekat sama dengan golongan Al-Azariqah.

f. Al-Ibadiyah

Golongan ini merupakan golongan yang paling beda dari seluruh


golongan Khawarij. Namanya diambil dari Abdullah ibn Ibad yang
pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah.7

D. Sejarah Munculnya Aliran Murji’ah

Kata “Murji’ah” berasal dari bahasa Arab “arja’a” yang artinya


menunda atau mengembalikan. Sekte ini disebut Murji’ah karena mereka
memiliki prinsip menunda penyelesaian persoalan atau konflik politik antara
Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan serta persoalan kaum
Khawarij pada hari perhitungan kelak.8

Kaum Murji’ah muncul akibat adanya pertentangan politik dalam Islam.


Dalam suasana demikian, kaum Murji’ah muncul dengan gaya dan corak
tersendiri. Mereka bersikap netral, tidak berkomentar dalam praktek kafir
atau tidak bagi golongan yang bertentangan. Mereka tidak berpendapat, siapa
yang salah dan benar: tetapi memandang lebih baik menunda (arja’a).
Maksudnya persoalan tersebut dapat diselesaikan dalam hari perhitungan,

7 Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam,
Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, hlm. 104-106

8 Nok Aenul Latifah, Abdul Mutolib, Paham Ilmu Kalam.....hlm. 142


9
sehingga sikapnya, menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya
seseorang kepada Allah swt.9

Teori-teori mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah yaitu, teori


pertama mengatakan bahwa irja’ atau arja’a dikembangkan sebagian sahabat
dengan tujuan persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian
politik serta menghindari sektarianisme. Murji’ah diperkirakan lahir
bersamaan dengan kemunculan Syiah dan Khawarij.

Teori kedua mengatakan bahwa irja’ merupakan doktrin Murji’ah,


muncul pertama kali sebagai gerakan yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin
Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyah tahun 695. Watt
penggagas teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian
Mu’awiyah tahun 680, Al-Mukhtar membawa faham Syiah ke Kuffah tahun
685-687, kemudian muncul respon gagasan irja’ atau penangguhan sekitar
tahun 695 oleh Al-Hasan dalam sebuah surat pendek yang menunjukkan
sikap politik untuk menanggulangi perpecahan umat. Al-Hasan kemudian
mengelak berdampingan dengan kelompok Syiah yang mengagungkan Ali
dan pengikutnya serta menjauhkan diri dari Khawarij.

Teori ketiga, menceritakan bahwa terjadi perseteruan antara Ali dan


Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (abitrase) atas usulan Amr bin Ash, kaki
tangan Mu’awiyah dan kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu pro dan
kontra, salah satunya adalah kubu kontra yaitu Khawarij yang berpendapat
bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan pelakunya dapat dihukumi kafir,
seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan dan masih banyak lagi. Pendapat
ini ditentang oleh kelompok Murji’ah yang mengatakan bahwa pembuat dosa
besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada
Allah.10

Orang yang pertama kali memperkenalkan sekte Murji’ah adalah


Ghailan ad-Dimasyqi. Dia adalah penduduk yang berasal dari kota
Damaskus. Ayahnya pernah bekerja pada khalifah Utsman bin ‘Affan. Dia

9 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam.....hlm. 159


10 Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam, Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, hlm. 109-110
10
datang ke Damaskus pada masa pemerintahan khalifah Hasyim bin Abdul
Malik (105-125 H).11

E. Doktrin Aliran Murji’ah

Ajaran pokok Murji’ah bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ yang
diaplikasikan di banyak persoalan, baik politik atau teologis. Di bidang
politik doktrin irja’ selalu netral yang diekspresikan dengan diam, itulah
sebabnya Murjiah dikenal sebagai the queuietits (kelompok bungkam). Di
bidang teologis, doktrin irja’ dikembangkan ketika menanggapi persoalan
yang muncul, yang menjadikan semakin kompleks sehingga mencakup
iman, kufur, dosa besar dan ringan.

Berkaitan dengan doktrin teologi, ada beberapa pendapat mengenai


ajaran pokok Murji’ah, yaitu Harun Nasution menyebutkan empat ajaran
pokok Murji’ah:

a. Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu
Musa al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkan kepada Allah
di hari kiamat kelak.

b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim berdosa


besar.

c. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.

d. Memberikan penghargaan kepada muslim yang berdosa besar untuk

memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Sementara itu, Abu A’la al-Maududi menyebutkan dua doktrin Murji’ah:

a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Amal atau
perbuatan itu merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Seseorang
dianggap mukmin walau meninggalkan perbuatan dosa besar.

b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di


hati, maksiat tidak akan mendatangkan madharat atas seseorang untuk

11 Nok Aenul Latifah, Abdul Mutolib, Paham Ilmu Kalam.....hlm. 143


11
mendapatkan ampunan maka cukup menjauhkan diri dari syirik dan
mati dalam keadaan akidah tauhid.12

Berdasarkan hal ini, maka inti dari paham Murji’ah adalah iman bagi
mereka berarti mengenal Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang mengenal
bahwa “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-
Nya”, ia tetap mukmin meskipun melakukan dosa besar.13

F. Sekte-sekte Aliran Murji’ah

1. Golongan Ekstrem

Golongan ini dipimpin Al-Jahamiyah (pengikut Jaham ibn Safwan)


pahamnya berpendapat, bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan dan
kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah kafir. Dengan alasan,
iman dan kafir bertempat di hati lebih lanjut umpamanya ia menyembah
salib, percaya pada Trinitas dan kemudian meninggal, orang ini tetap
mukmin, tidak menjadi kafir. Dan orang tersebut tetap memiliki iman yang
sempurna.14 Adapun kelompok Murji’ah Ekstrim adalah:

a. Jahmiyah, berpandangan orang yang percaya tuhan dan mengatakan


kekufurannya secara lisan, maka tidak kafir karena iman dan kufur
berada di dalam hati.

b. Shalihiyah, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Allah,


kufur adalah tidak tahuTuhan, ibadah adalah iman kepada Allah bukan
sholat, begitu pula zakat, puasa, haji, itu hanyalah sekedar kepatuhan.

c. Yunusiyah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa maksi


atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang sebagai
musyrik, walaupun sudah mati.

12 Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam, Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, hlm. 110-111

13 Nok Aenul Latifah, Abdul Mutolib, Paham Ilmu Kalam.....hlm. 144


14 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam.....hlm. 160
12
d. Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan “Saya
tahu Tuhan melarang saya memakan babi, tetapi saya tidak tahu babi
yang diharamkan itu kambing ini” ataupun berkata “ Saya tahu Tuhan
mewajibkan untuk naik Haji ke Ka’bah,tetapi saya tidak tahu apakah
Ka’bah di India atau di tempat lain.” Maka orang-orang tersebut
tetaplah mukmin.15

2. Golongan Murji’ah Moderat

Golongan ini berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah


kafir dan tidak kekal dalam neraka. Ia mendapat hukuman dalam neraka
sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya. Kemungkinan Tuhan akan
memberi ampunan terhadap dosanya. Oleh sebab itu, golongan ini meyakini
bahwa orang tersebut tidak akan masuk neraka selamanya. Tokoh dari
golongan ini antara lain: Al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abi Thalib,
Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadis. Kemudian Abu Hanifah
mendefinisikan iman ialah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan,
tentang Rasul-Nya dan tentang segala apa yang datang dari Tuhan dalam
keseluruhan dan tidak dalam perincian, iman tidak mempunyai sifat
bertambah atau berkurang, dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam
hal iman.16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologis kata Khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja
yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Terdapat beberapa
doktrin pokok dalam kaum Khawarij. Doktrin yang dikembangkan kaum
Khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan sosial.
15 Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam, Volume 7, Nomor 1, Juni 2018, hlm. 111-112

16 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam.....hlm. 161


13
Dalam perkembangannya subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan
macam. Murji’ah diambil dari Al-Irja’, yaitu menunda, menangguhkan,
mengakhirkan: mungkin karena mereka mengakhirkan tingkatan amal dari
iman, atau kah mereka menangguhkan hukuman terhadap pelaku dosa besar
sampai hari kiamat, dan menyerahkan perkaranya kepada Tuhannya. Ajaran
pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau
arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik
maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja’ diimplementasikan dengan
sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan
sikap diam. Golongan Murji’ah dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu
golongan moderat dan ekstrim.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad. 2009. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Nok Aenul Latifah, Abdul Mutolib. 2017. Paham Ilmu Kalam. Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.

Rubini, “Khawarij dan Murji’ah Perspektif Ilmu Kalam”, Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam, Volume 7, Nomor 1, Juni 2018.

14
15

Anda mungkin juga menyukai