Anda di halaman 1dari 10

PANDANGAN TENTANG KAFIR MENURUT ALIRAN KHAWARIJ

Azhar Amirul Mudzaki


azharamirulmudzaki@gmail.com

Abstrak

Berawal dari insiden tahkim dalam perang shifin telah membuat beberapa tantara
Ali memisahkan diri dengannya dan melakukan pemberontakan. Hal tersebut
yang telah menyebabkan aliran Khawarij lahir. Aliran Khawarij yang berjumlah
sekitar dua belas ribu orang ini mulai melakukan pemberontakan dengan bersikap
bermusuhan dengan Ali dan Muawiyah. Kaum tersebut beranggapan kaum
muslimin selain mereka halal darah dan kekayaannya. Pada artikel ini, saya akan
menjelaskan sejarah perkembangan aliran Khawarij, pokok ajaran aliran
Khawarij, sekte yang ada di dalamnya, dan doktrin utama yang mengikutinya.

A. Pendahuluan
Pada awal mula perjalanan islam belum begitu banyak masalah internal yang
muncul, biasanya masalah yang muncul berasal dari eksternal. Namun seiring
dengan berjalannya waktu beberapa kelompok muncul yang menganggap
kelompoknya yang paling benar. Hal tersebut terjadi setelah dibunuhnya Usman
bin Affan dan kegagalan di perang shiffin yang menyebabkan tentara Ali
memisahkan diri dan bermusuhan dengan Ali dan Muawiyah. Golongan tersebut
menamakan dirinya Khawarij.

Kaum Khawarij menolak keputusan dari tahkim yang menyebabkan Ali bin
Abi Thalib turun dari jabatannya dan kalah. Sekitar dua belas ribu orang dari
tantara Ali melakukan pemberontakan dengan cara memusuhi Ali dan
Mu’awiyah. Kaum Khawarij memiliki anggapan ekstrim mengenai kaum
muslimin selain kaum mereka. Anggapan mereka bahwa kaum muslimin selain
mereka adalah kafir dan halal darahnya serta harta bendanya.
2

Berdasarkan penjelasan diatas kaum Khawarij memiliki pandangan yang


salah mengenai islam dan juga mereka menganggap kaum mereka paling benar
diantara yang lain. Artikel ini akan membahas memgenai sejarah, perkembangan,
sekte, serta ajaran pokok dari kaum Khawarij.

B. Sejarah Khawarij
Pada tahun 655 M lebih tepatnya setelah Usman bin Affan wafat, Ali Ibn
Abi Thalib diangkat menjadi Khalifah, namun beberapa pemuka pada waktu itu
tidak mengangkatnya seperti yang dilakukan kepada Abu Bakar dan Usman.
Mereka menuding Ali bin Abi Thalib terlibat dalam pembunuhan Usman dan
menuntut Ali bin Abi Thalib bertanggung jawab. Keadaan saat setelah wafatnya
Usman belum membaik, Zaubar dan Talhah yang didukung oleh Aisyah datang
dari Mekkah menentang Ali bin Abi Thalib, sehingga menyebabkan perang pada
tahun 656 M, Zaubar dan Talhah meninggal dalam Perang Jamal dan 'Aisyah
masih selamat, kemenangan dipihak Ali bin Abi Thalib. Serangan kedua
dilakukan dari oleh pasukan Mu'awiyah yang dilakukan oleh Gubernur Damaskus
pada tahun 658 M, sehingga terjadilah Perang Shiffin di Irak antara pasukan Ali
bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyah yang hampir dimenangkan oleh Ali bin
Abi Thalib, namun pada saat itu Mu'awiyah berinisiatif atas saran dari Amr bin
Ash untuk mengadakan tahkim, arbitrase. Pasukan Mu'awiyah mengusung
mushab Al-Quran sambil menyerukan tahkim berdasarkan Al-Qur'an. Sebagian
pasukan Ali tidak menyetujui tahkim dan terjadi perselisihan diantara mereka.

Ali bin Abi Thalib mengetahui bahwa Amr bin Ash tangan kanan
Mu'awiyah cerdik dan licik," namun Ali bin Abi Thalib melibatkan pengikut-
pengikutnya yang dari ahli qur’an yang memiliki pendirian bahwa menolak
tahkim dari sesama Muslim, terutama dengan menjunjung Al-Quran secara tidak
benar. Akhirnya Ali bin Abi Thalib menerima tahkim dan menugaskan Abu Musa
al-Asy'ary, sedangkan pihak Mu'awiyah menugaskan Amr bin Ash, dalam tahkim
itu disepakati akan menurunkan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah dari
jabatannya, perihal tentang khilafah diserahkan sepenuhnya kepada kehendak
3

umat, siapa yang lebih diminati dan mendapat dukungan itu yang jadi khalifah.
Karena kecerdikan dan kelicikan Amr bin Ash, dia dapat mengalahkan kejujuran
dan ketakwaan Abu Musa al-Asy'ary, tahkim dimenangkan oleh Amr bin Ash.
Pada saat itu Abu Musa al-Asy'ary menurunkan jabatan Ali dari khilafah dan
menurunkan kedudukan Mu'awiyah di hadapan orang banyak, Amr bin Ash hanya
menyetujui penurunan Ali kemudian mengukuhkan Mu'awiyah sebagai khalifah.
Dengan demikian, Ali menderita kekalahan Diplomatis dan kehilangan kekuasaan
"de jure"-nya.3 Karena merasa tertipu itulah, Ali tidak mau melepaskan
jabatannya sampai ia wafat terbunuh tahun 661 M." Sampai di sini kelihatan jelas
bagaimana kursi kekhalifahan itu diperebutkan. Serangan Aisyah berlatar religius,
sedangkan serangan Mu'awiyah berlatar politis. Kelompok keras yang tidak
menyetujui diselenggarakannya majelis tahkim mengecam dan menuduh Ali telah
berbuat salah, dosa besar. Kemudian mereka memisahkan diri dan keluar dari
kelompok Ali membentuk kekuatan baru, kelompok inilah yang kemudian disebut
Khawarij, yaitu orang-orang yang keluar dan memisahkan diri dari kelompok Ali
atau dalam istilah lain secederls disebut juga haruriyah karena berasal dari harura,
suatu desa yang terletak dekat Kota Kufah, Irak.7 Nurcholish Madjid memberikan
arti yang konotatif kepada kelompok Khawarij ini sebagai kaum pembelot atau
pemberontak.

Seperti diketahui bahwa kelompok Khawarij ini selain mengutukAli, Abu


Musa al-Asy'ary, Mu'awiyah dan Amr bin Ash juga merencanakan membunuhnya
karena dianggap telah kafir sejak tahkim, Abd. al-Rahman Ibn Muljam berhasil
membunuh Ali. Hujaj Ibn Abdullah yang bertugas membunuh Muawiyah Ibn Abi
Sufyan tidak berhasil, begitu pula Amr bin Abi Bakr yang bertugas membunuh
Amr bin Ash tidak berhasil. Seseorang bernama Kharijah Ibn Habibah, kepala
keamanan Amr bin Ash mati terbunuh karena rupanya mirip Amr" Surah al-
Maa'idah ayat 44 yang berbunyi: melahirkan semboyan La hukma illa lillah dan
dijadikan landasan menghalalkan darah para pelaku tahkim. Dengan demikian,
Khawarij timbul bukan semata-mata peristiwa politik, karena pertimbangannya
dilandasi oleh pemikiran teologi, yaitu interpretasi mereka terhadap kafir dan
4

perbuatan dosa besar. Ada versi lain tentang awal lahirnya pemikiran teologi
secara substansi, pemikiran teologi lahir sejak menjelang terjadinya pembunuhan
terhadap Usman. Nurcholish Madjid menyatakan: awalnya untuk membuat
penalaran rasional oleh orang-orang yang melakukan pembunuhan terhadap
Usman atau menyetujui kasus pembunuhan tersebut. Jika urutan penalaran itu
disederhanakan, maka kira-kira akan seperti ini: Mengapa Usman boleh atau harus
dibunuh? Karena ia berbuat dosa besar (berbuat tidak adil dalam menjalankan
pemerintahan), padahal berbuat dosa besar adalah kekafiran. Dan kekafiran,
apalagi kemurtadan (menjadi kafir setelah Muslim), harus dibunuh. Mengapa
perbuatan dosa besar suatu kekafiran ? Karena manusia berbuat dosa besar, seperti
kekafiran adalah sikap menentang Tuhan. Maka harus dibunuh. Bahkan mereka
anggap Usman bi Affan telah menyeleweng mulai dari tahun ketujuh (650 M) dari
masa khilafahnya, sejak waktu itulah Usman dianggap telah menjadi kafir
perbincangan masalah kafir, dosa besar, dan musyrik bukan lagi soal politik,
tetapi sudah masuk pada pemikiran teologi. Jadi menurut versi ini secara substansi
teologi lahir pada akhir kepemimpinan Usman. Karena kaum masih berada dalam
kesatuan organik dengan induk organisasinya, maka tidak diistilahkan Khawarij,
sedangkan pemikiran teologi yang lahir setelah tahkim, selain paham-pahamnya
bersifat teologis, juga secara organik-lahiriah kelompok ini keluar dari induk
organisasi yang dipimpin oleh Ali.

C. Definisi Khawarij
Definisi Khawarij secara bahasa berasal dari Bahasa Arab yaitu Kharaja yang
memiliki arti keluar. Dalam Saleh, Harun Nasution menuturkan nama Khawarij
berasal dari kata Kharaja yang memiliki arti keluar. Mereka memberikan nama itu
karena mereka adalah sekelompok orang yang keluar dari pasukan Ali. Kaum
Khawarij menganggap diri mereka sebagai sekumpulan orang yang meninggalkan
tempat tinggalnya untuk beribadah kepada Allah SWT dan rasul. Ada juga yang
menyebutkan kaum Khawarij sebagai Kaum Syurah. Kaum Syurah sendiri
memiliki arti kaum yang mengorbankan diri untuk mencari ke ridho an Allah
SWT. Selain itu ada juga sebutan lain bagi kaum Khawarij yakni Kaum
5

Harruriyah, Harruriyah sendiri diambil dari nama desa tempat mereka berkumpul
setelah berpisah dari pasukan Ali dan disanalah mereka memilih pemimpin
mereka yang bernama Abdullah Ibn Wahab Al Rasydi.

D. Ajaran Pokok Aliran Khawarij


Asal mula Gerakan Khawarij karena persoalan politik yang kemudian
berkembang menjadi corak agama. Kaum Khawarij ini memiliki watak yang
keras, tanpa melakukan perhitungan yang matang dan panjang atas perbuatannya.
Kaum Khawarij sendiri sangat mudah mengkafirkan orang tanpa
mempertimbangkan situasi. Mereka beranggapan siapa yang tidak mengamalkan
ibadah seperti sholat, zakat, puasan dan lain – lainnya maka dianggap kafir dia
oleh kaum Khawarij. Ajaran pokok aliran Khawarij sebenarnya didasarkan pada
Al – qur’an dan As – Sunnah yang mereka pahami menurut penulisannya dan
harus dilaksanakan sepenuhnya tanpa mempertimbangkan situasi yang terjadi
disekitarnya. Pertimbangan yang kurang mendalam tersebut yang membuat kaum
Khawarij salah memaknai Al – qur’an dan As – sunnah sehingga berujung
kekejaman dan sesat. Seperti contoh kasus kejadian saat tahkim yang diputuskan
oleh Ali bin Abi Thalib, mereka berpendapat bahwa keputusan yang diambil Ali
saat itu salah dan mereka langsung mengkafirkan Ali. Selain itu mereka juga
menganggap pengikut Ali bin Abi Thalib dan sahabat lainnya sebagai kafir.
Mereka meyakini dosa yang ada hanyalah dosa besar. Hal tersebut dikarenakan
mereka memiliki pribadi yang keras seperti yang telah saya sampaikan diawal,
orang islam yang tidak sejalan dengan pendiriaanya dapat dibasmi dan dirampas
kekayaannya.

Kaum Khawarij ini sendiri terdiri dari dari orang Arab Badawi yang hidup di
padang pasir. Cara hidup dan pemikiran mereka sederhana, mereka juga memiliki
iman yang tebal. Selain itu mereka juga jauh dari ilmu pengetahuan sehingga
membuat mereka berpikir sempit mengenai ajaran islam yang membuat mereka
memiliki paham penyimpangan apapun meskipun penyimpangan dalam hal kecil
tidak dapat ditoleransi. Namun jika dilihat dari sisi keteguhan dalam memegang
6

prinsip, kelompok Khawarij ini termasuk kelompok yang sangat teguh pada
prinsip yang diyakininya, akan tetapi kelemahannya sangat kaku dalam dalam
penerapan ajarannya. Hal tersebutlah yang menyebabkan kurang berkembangnya
ajaran Khawarij.

E. Sekte Aliran Khawarij

Seiring berjalannya waktu, Khawarij memiliki beberapa pendapat yang berbeda


mengenai hal – hal yang menyangkut dengan islam. Karena perbedaam pendapat
dan pandangan itu menyebabkan lahirnya sekte – sekte baru di aliran Khawarij.
Pandangan mereka mengenai kafir pun mengalami perubahan. Beberapa ahli ada
yang memiliki pendapat berbeda mengenai pecahnya aliran Khawarij ini, seperti
contohnya menurut Al – Baghdadi Khawarij pecah menjadi 20 sekte, lalu menurut
Al – Syahtarani Khawarij pecah menjadi 8 sekte, dan menurut Harun Nasution
khawarij pecah menjadi 6 sekte. Dikesempatan kali ini penulis akan membahas
sekte – sekte Khawarij menurut Harun Nasution yang berpendapat Khawarij
pecah menjadi 6 sekte diantaranya yakni :

1. Al – Muhakkimah
Sekte yang pertama adalah Al – muhakkimah, sekte ini berdiri
paling awal saat peristiwa tahkim di perang Shiffin. Sekte ini meyakini
bahwa orang kafir adalah orang berbuat dosa besar seperti membunuh
sesama manusia, berzina, judi, riba dan lain – lainnya. Sekte ini memiliki
pandangan yang salah mengenai kafir, dalam Al – qur’an kafir sendiri
diperuntukkan bagi orang yang tidak beriman kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW atau dengan kata lain kafir adalah sebutan bagi orang
yang tidak memeluk agama islam tetapi sekte ini memiliki pandangan
yang lain.
2. Al – azariqah
Sekte ini bertempat di perbatasan Irak dan Iran dengan jumlah
pengikut sekitar dua puluh ribu orang yang dipimpin oleh Nafi’ Ibn al –
7

Azraq. Nama Al – Azariqah sendiri diambil dari nama pemimpinnya yaitu


Nafi’ Ibn al – Azraq. Sekte ini lebih ekstrem dari sek Al – Muhakkimah,
karena mereka tidak lagi menganggap orang yang berbuat dosa besar
adalah kafir melainkan sudah termasuk musrik. Selain itu sekte ini juga
beranggapan orang yang tidak bertempat tinggal di daerahnya juga
dianggap musrik dan boleh dibunuh dan diambil kekayaannya.

3. Al – Najdah
Beberapa pengikut dari sekte al – Azariqah yang tidak setuju dengan
pemahaman sekte tersebut memisahkan diri dan membuat sekte baru bernama
al – Najdah. Sekte al – Najdah ini memiliki anggapan orang berbuat dosa
besar tapi sepaham dengannya tidak kafir, bahkan tetap bisa masuk surga
setelah disiksa untuk menebus dosanya. Mereka juga memiliki pemahaman
lain mengenai dosa seperti dosa kecil yang dilakukan secara berulang kali
maka lama – lama akan menjadi dosa besar dan pelakunya bisa disebut
musrik. Beberapa pengikutnya ada yang tidak setuju dengan pemahaman –
pemahaman tersebut dan juga ajaran dari sekte Najdah ini. Mereka yang tidak
sepemahaman dengan sekte ini keluar dari sekte ini dan membuat sekte baru.
4. Al – Ajaridah
Pemimpin dari sekte ini adalah Abd. Al – Karim Ibn Ajrad, yang
memiliki pendapat berbeda dari sekte – sekte sebelumnya. Sekte ini memiliki
pendapat bahwa mereka tidak setuju adanya surat yusuf dalam Al – qur’an
karena surat yusuf menceritakan tentang kisah cinta yusuf dengan
pasangannya. Mereka tidak setuju karena kitab suci tidak mungkin
mengandung kisah cinta. Pandangan lain dari sekte ini adalah mereka
berpendapat bahwa hijrah bukan suatu kewajiban tetapi kebaikan, orang yang
tidak bertempat tinggal dengan mereka bukanlah orang kafir, anak kecil yang
belum baligh bukan musrik dan tidak akan masuk neraka. Golongan ini
memiliki masalah internal yang menyebabkan pecahnya para anggotanya dan
membuat golongan kecil sendiri.
5. Al – Sufriyah
8

Pemimpin dari sekte ini adalah Ziad Ibn al-Asfar, dan mereka percaya
bahwa kejahatan berat dibagi menjadi dua. Pertama, untuk kejahatan besar
yang dilakukan di dunia, seperti pembunuhan dan perzinahan, pelakunya tidak
akan menjadi kafir. Kedua, dosa besar adalah pahala di akhirat, jika
meninggalkan sholat dan puasa, pelakunya menjadi kafir. Istilah kafir terbagi
dua, kafir al-ni mah (kafir al-ni mah), yaitu orang yang mengingkari rahmat
Tuhan, dan kafir al-rububiyah (kafir al-rububiyah), yaitu kafir, karena mereka
menyangkal Tuhan. Sufi tanpa pendatang bukanlah kafir, anak-anak,
sekalipun orang tuanya bukan musyrik dapat dibunuh, anak-anak dan wanita
tidak boleh menjadi tawanan perang, kursi pemerintah yang tidak setuju
dinyatakan sebagai wilayah yang perlu ditutup-tutupi. Pendapat di sekte ini
agak melunak dari sekte – sekte sebelumnya, seperti pandangan mengenai
kafir yang masih dibagi menjadi 2, tentang perbuatan dosa sehingga sekte ini
tidak menghakimi orang begitu saja.

6. Al – ibadah

Sekte ini dipimpin oleh Abdullah Ibn Ibad, yang memiliki pandangan
mengenai dosa besar bukan orang kafir dan orang kafir bukan berarti keluar
dari agama islam. Namun sekte ini menganggap bahwa orang yang tidak
sepaham dengannya adalah kafir tetapi bukan musrik. Mereka melarang
pembunuhan sesama manusia meskipun bukan orang yang berasal dari
sektenya. Sekte ini juga memperbolehkan hubungan perkawinan dengan orang
lain yang tidak berasal dari sekte ini.
9

KESIMPULAN

Kaum Khawarij merupakan tantara dari kelompok Ali bin Abi Thalib yang
memisahkan diri karena tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh Ali bin
Abi Thalib pada tahkim di peran Shiffin. Mereka membuat kelompok baru yang
dinamakan dengan Khawarij dan memiliki ajaran atau pandangan baru menurut
mereka. Ajaran pokok yang menjadi tema di Khawarij ini mengenai perbuatan
manusia yang dikategorikan sebagai dosa besar dan penyebutan orang pendosa
sebagai kafir. Dari Kaum Khawarij itu timbul sebuah perbedaan pendapat diantara
anggotanya yang menyebabkan timbulnya sekte – sekte baru dengan berbagai
ajaran dari yang berlebihan sampi ajaran yang melunak.
10

DAFTAR PUSTAKA

Rusli R., (2015) Teologi Islam “Telaah Sejarah dan Pemikiran Tokoh –
tokohnya”, Jakarta, Prenada media group.

Saleh., (2018), KHAWARIJ; SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA, El -


Afkar, vol. 7, no. 2.

Syandri., (2017), AL KHAWARIJ DAN AL MURJIAH SEJARAH DAN


POKOK AJARANNYA, NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian
Islam, vol. 3, no. 1.

Anda mungkin juga menyukai