Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


NAMA NAMA FIRQAH, NAMA TOKOH
DAN POKOK AJARAN YANG
BERTENTANGAN DENGAN AHLI
SUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA)

DIAJUKAN OLEH :
ALHAMDA
NIM : 2020634110004

ADMINISTRASI BISNIS
POLITEKNIK NEGRI LHOKSEUMAWE TAHUN AJARAN 2020/2021
1

PEMBAHASAN
FIRQAH DALAM ISLAM
1) SEJARAH TIMBULNYA FIRQAH

Sejarah Timbulnya firqah Islam Timbulnya aliran-aliran teologi Islam tidak terlepas dari
fitnah-fitnah yang beredar setelah wafatnya Rasulullah Saw. Setelah Rasulullah Saw wafat peran
sebagai kepala Negara digantikan oleh para sahabat-sahabatnya, yang disebut khulafaur Rasyidin
yakni Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Namun, ketika pada
masa Utsman bin Affan mulai timbul adanya perpecahan antara umat Islam yang disebabkan oleh
banyaknya fitnah yang timbul pada masa itu. Sejarah mencatat, akibat dari banyaknya fitnah yang
timbulkan pada masa itu menyebabkan perpecahan pada umat Islam, dari masalah politik sampai
pada masalah teologis. Awal mula perpecahan bisa kita simak sejak kematian Utsman bin Affan r.a.
Ahli sejarah menggambarkan ‘Usman sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi
keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu untuk menjadi gubernur. Tindakan-tindakan yang
dijalankan Usman ini mengakibatkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Sahabat-
sahabat nabi setelah melihat tindakan Usman ini mulai meninggalkan khalifah yang ketiga ini.
Perasaan tidak senang akan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan, seperti adanya
lima ratus pemberontak berkumpul dan kemudian bergerak ke Madinah. Perkembangan suasana di
Madinah ini membawa pada pembunuhan Usman oleh pemuka-pemuka pemberontak di Mesir ini.
Setelah Usman wafat Ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat. Tetapi segera ia
mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan
Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan ini dapat dipatahkan Ali
dalam pertempuran yang terjadi di Irak tahun 656 M. Talhah dan Zubeir mati terbunuh dan Aisyah
dikirim kembali ke Mekkah.

Tantangan kedua datang dari Mu’awiyah, Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Usman.
Ia menuntut Ali supaya menghukum pembunuh- pembunuh Usman, bahkan ia menuduh bahwa Ali
turut campur dalam soal pembunuhan itu. Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan
ini di Siffin, tentara Ali mendesak tentara Mu’awiyah sehingga yang tersebut akhir ini bersiap-siap
untuk lari. Tetapi tangan kanan Mu’awiyah Amr Ibn al-’As yang terkenal sebagai orang licik minta
berdamai dengan mengangkat al-Quran keatas. Qurra’ atau syi’ah yang ada dipihak Ali mendesak
Ali untuk mnerima tawaran itu dan dicarilah perdamaian dengan mengadakan arbitase. Sebagai
pengantara diangkat dua orang, yaitu Amr Ibn al-‘As dari pihak Mu’awiyah dan Abu Musa al-Asy’ari
dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. 
Sejarah mengatakan bahwa keduanya terdapat pemufakatan untuk menjatuhkan kedua pemuka
yang bertentangan, Ali dan Mu’awiyah.Tradisi menyebutkan bahwa Abu Musa terlebih dahulu
mengumumkan kepada orang ramai putusan menjatuhkan kedua pemuka yang bertentangan itu.
Berlainan dengan apa yang telah disetujui, Amr mengumumkan hanya menyutujui penjatuhan Ali
yang telah di umumkan Abu Musa, tetapi menolak penjatuhan Mu’awiyah. Peritiwa ini merugikan
bagi Ali dan menguntungkan bagi Mu’awiyah. Khalifah yang sebenarnya adalah Ali, sedangkan
Mu’awiyah kedudukannya tak lebih dari Gubernur daerah yang tak mau tunduk kepada Ali sebagai
khalifah. Dengan adanya arbitase ini kedudukannya telah naik menjadi khalifah yang tidak resmi.
Sikap Ali yang menerima dan mengadakan arbitase ini, sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak
disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa hal serupa itu idak dapat
diputuskan oleh arbitase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada
hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. La hukma illa lillah (tidak ada hukum selain hukum dari
Allah) atau la hakama illa Allah (Tidak ada pengantar selain dari hukum Allah), menjadi semboyan
mereka. Mereka memandang Ali telah berbuat salah, oleh karena itu mereka meninggalkan
barisannya. Golongan mereka inilah dalam sejarah islam terkenal dengan nama al-Khawarij, yaitu
orang yang keluar dan memisahkan diri. Karena memandang Ali bersalah dan berbuat dosa,
mereka melawan Ali. Ali sekarang menghadapi dua musuh, yaitu Mu’awiyah dan Khawarij.karena
selalu mendapat serangan dari kedua pihak ini Ali terlebih dahulu memusatkan usahanya untuk
menghancurkan Khawarij. Setelah Khawarij kalah Ali terlalu lelah untuk meneruskan pertempuran
dengan Mu’awiyah. Mu’awiyah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah Ali wafat ia dengan mudah
dapat memperoleh pengakuan sebagai khalifah umat Islam pada tahun 661 M.

2) Sebab-Sebab Timbulnya firqah Dalam Islam

Dari akar permasalahan ini kemudian timbul usaha membentengi ajaran dengan rumusan hujjah.
Maka lahirlah fiqoh satau madzab baik di bidang fiqih maupun akhlak/tassawuf.Adapun sebab-sebab
timbulnya firqah yaitu :

1. Fanatisme kesukuan bangsa arab

Pada masa Rasululloh SAW fanatisme kesukuan bangsa arab dapat di redam. Hal ini merupakan
keberhasilan beliau memerangifanatisme kesukuan. Hal ini berlanjut sampai pada pemerintahan
Ustman bin affan dan bangkit kembali dengan pertentangan bani Umayyah danbani Hasyim.

2. Perebutan jabatan kholifah

Perbedaan pendapat tentang masalah siapa yang paling berhak menggantikan Rasululloh SAW
timbul sejak beliau wafat.Akan tetapi pertentangan tersebut tumbuh dan semakin berkembang pada
masalah jabatan kholifah.

3. Masuknya agama lain ke agama islam

Sebagai akibat kekuasan wilayah islam, pemeluk agama terdahulu seperti yahudi, nasrani, dan
majusi banyak yang memeluk islam. Dalam benak mereka masih tersisa tradisi dan pemikiran agama
mereka sebelumnya, sehingga mempegaruhi pemikiran keislaman.

4. Penerjemah buku filsafat

Pada akhir pemerintahan Bani Umayyah, umat islam mulai menerjemahkan buku filsafat. Usaha
tersebut berpengaruh terhadap perbedaan pendapat dalam islam. Sejak itu lahir para filosuf dan ulama
kalam yang menggunakan pemikiran filsafat di bidang akhidah islam.
5. Adanya ayat-ayat mutasyabihad 

dalam al-qur’an tedapat ayat muhkamat dan mutasyaihabihat. Ayat muhkamat adalah ayat
yang artinya sudah jelas, sedangkan mutasyabihat adaah ayat yang belum jelas artinya. Akibatnya
mereka berbeda pendapat mengenai makna yang di maksud.

6. Intishbath hukum syar’i

sumber hukum islam adalah al qur’an dan hadist yang bersifat umum dan global, sementara
persoalan yang di hadapi umat terus berkembang . kerena menetapkan persoalan tersebut
membutuhkan hukum syari . para ulama; menggali hukum mengunakan metode yang berbeda,oleh
sebab itu timbullah instibhat yang berbeda

7. Munculnya para pendongeng

Para pendomgeng mulai dikenal pada masa pemerintahan utsman bin affan.karena banyak
ceriata bohomg dan khurafat yang di smpaikan ,pada Masa Ali bin abi thalib para pendongeng mulai
di berantas. Cerita dongeng menyebabkan masuknya cerita usr aliyah dan khayal ke dalam kitab
tafsir dan sejarah islam

3) NAMA NAMA FIRQAH

FIRQAH MEMILIKI 73 GOLONGAN DAN DIANTARA 73 GOLONGAN ITU, ADA SATU YANG BENAR
YAITU AHLI SUNNAH WALJAMAAH (ASWAJA). 72 FIRQAH YANG SESAT ITU BERPOKOK PADA 7 FIRQAH,
YAITU;

1. Kaum Syi'ah

kaum yang berlebih-lebihan mengagungkan Sayidina Ali bin Abi Thalib. Mereka tidak
mengakui Khalifah2 Abu bakar Siddiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Kaum syi'ah
kemudian berpecah menjadi 22 aliran.

2. Kaum Khawari

yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Sayidina Ali. Bahwa ada di antaranya yang
mengkafirkan Sayidina Ali. Firqah ini berfatwa bahwa orang-orang yang membuat dosa besar jadi
kafir.
Kaum khawarij kemudian berpecah menjadi 20 aliran.

3. Kaum Mu'tazilah,

yaitu kaum yang berpaham bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, bahwa manusia membuat
pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam syurga, bahwa orang yang
mengerjakan dosa besar diletakkan diantara 2 tempat, dan Mi'raj Nabi muhammad hanya dengan
ruh saja, dsb.
Kaum mu'tazilah berpecah menjadi 20 aliran.
4. Kaum Murji'ah,

yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat maksiat (kedurhakaan) tidak memberi
mudharat kalau sudah beriman, sebagai keadaannya membuat kebajikan tidak memberi manfaat
kalau kafir.

5. Kaum Najariyah,

yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk, yakni dijadikan
Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada. Kaum Najariyah pecah menjadi 3
Aliran.

6. Kaum jabariyah

, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa manusia ''Majbur'' artinya tidak berdaya apa-apa.
Kasab atau usaba tidak ada sama sekali. Kaum ini hanya 1 aliran.

7. Kaum Musyabbihah,

yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan manusia, umpamanya
bertangan, berkaki, duduk dikursi, naik tangga, turun tangga dan lain-lain.
Kaum ini hanya 1 aliran saja.

Jadi jumlahnya adalah:


1. Kaum Syi'ah = 22 aliran
2. Kaum Khawarij = 20 aliran
3. Kaum Mu'tazilah= 20 aliran
4. Kaum Murji'ah= 5 aliran
5. Kaum Najariah= 3 aliran
6. kaum Jabariah= 1 aliran
7. Kaum Musyabihah= 1 aliran
Total = 72 Aliran

Kalau ditambah dengan 1 aliran lagi dengan paham kaum Ahlussunnah wal jama'ah maka cukuplah
73 firqah, sebagai diterangkan oleh Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Tirmidzi.
AHLI SUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA)

Ajaran Aswaja
Islam adalah agama allah yang diturunkan untuk seluruh manusia di dalamnya terdapat
pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Ada 3 hal yang
menjadi sendi utama dalam agama Islam itu yaitu iman, islam, dan ihsan. Dalam sebuah hadis
dijelaskan bahwa iman adalah orang yang beriman kepada Allah SWT, malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan qadar (ketentuan)Allah yang baik dan yang buruk.
Islam adalah orang yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah
utusan Allah, mengerjakan sholat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan haji ke
Baitullah. Ihsan adalah orang yang menyembah Allah SWT seolah-olah kamu melihat-Nya.
Dari sisi keilmuan, semula ketiganya merupakan satu-kesatuan yang tidak terbagi-bagi namun
selanjutnya para ulama’ mengadakan pemisahan, sehingga menjadi ilmu tersendiri bagian-bagian
itu mereka gabungkan sehingga menjadi bagian ilmu yang berbeda, iman memunculkan ilmu
tauhid atau ilmu kalam islam menghadirkan ilmu fiqih atau ilmu hukum islam. Dan ihsan
menghadirkan ilmu tasawuf atau ilmu ahlak.
Meskipun telah menjadi ilmu tersendiri, tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan tanpa
melakukan perbedaan. Misalnya orang yang sedang sholat dia harus mengesakan Allah disertai
kenyakinan bahwa hanya Allah yang wajib disembah (iman), harus memenuhi syarat dan rukun
sholat (islam), dan sholat harus dilakukan dengan khusyu’ den penuh penghayatan (ihsan).
            Dalam perkembangan sejarah umat islam, terdapat aspek lain yang dapat membedakan
ajaran aswaja dengan kelompok lain. Aspek tersebut adalah aspek politik. Aspek politik ini
dengan sendirinya melengkapi inti ajaran aswaja (terutama bila diperbandingkan dengan ajaran
kelompok lainya), selain aspek aqidah atau teologi dan fiqih atau hukum

Ciri Khas Aswaja


Ciri khas akidah aswaja antara lain menyakini bahwa allah itu ada tanpa arah dan tanpa
tempat. Hal ini diantaranya yang membedakan Aswaja dengan aliran lain. Allah SWT berfirman:
َ َ‫ل‬
‫ َشي ٌء‬،‫يس َك ِمثلِ ِه‬
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” (QS. Al-Syura :11)
Ayat ini adalah ayat yang paling tegas dalam menjelaskan kesucian Allah SWT secra mutlak
tidak menyerupai mahluk-Nya dari aspek apapun.
Ulama Aswaja menjelaskan bahwa alam(mahkluk Allah) terbagi atas dua bagian, yaitu:
1)      Al-jauhar al-fard, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas
terkecil.
2)      Jims, yaitu benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian. Benda ini juga terbagi lagi
menjadi dua macam, yaitu:
a)      Benda lathif, yaitu sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan seperti cahaya, roh,
angin, dan sebagainya.
b)      Benda katsif, sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda
padat (jamad) dan sebagainya.
Dalil berikut ini juga menunjukkan bahwa Allah itu tanpa arah dan tanpa tempat, yaitu hadis
shahih:
) ‫ (رواه البخاري‬.ُ‫ َكانَ هللا َولَم يَ ُكن َشي ٌءغَي ُره‬:‫ال َرسُو ُل هللاِ صلي هللا علي ِه وسلم‬
َ َ‫ض َي هللاُ عَنهُ َماق‬
ِ ‫صي ٍن َر‬ َ ‫عَن ِعم َرانَ ب ِن ُح‬
Imron bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Allah ada pada
azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya.” (HR. Al-Bukhari :
2953).
Hadis diatas menjelaskan bahwa Allah SWT itu pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan,
Arsy, lagit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. AllahSWT juga tidak berubah dari
wujud semula yani tetap ada tanpa tempat dan arah. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi juga
mengatakan:
ٌ ‫جري َعلَي ِه زَ َم‬
‫ان‬ ِ َ‫ان َوالَي‬ ِ َ‫َوَأج َمعُواعَلي َأنَّهُ الَي‬
ٌ ‫حوي ِه َم َك‬
“Ahlussunnah Wal-Jama’ah juga bersepakat, bahawa Allah itu tidak diliputi oleh tempat dan
tidak dilalui oleh zaman.”

      Dasar Akidah Aswaja


Pokok-pokok kenyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan lain-lain menurut Aswaja
harus dilandasi oleh dalil dan argumentasi yang definitif (qath’i) dari Al- Quran, hadis, ijma’
ulama dan rgumentasi akal yang sehat.
Berikut ini rincian dalil-dalil tersebut secara hirarkis.
1.    Al-Quran
Al-quran Al-Karim adalah pokok dari semua argumen dan dalil. Al-qur’an adalah dalil yang
membuktikan kebenaran risalah nabi muhammad SAW, dalil yang membuktikan benar dan
tidaknya suatu ajaran. Al-Quran juga merupakan kitab Allah yang terakhir yang menegaskan
pesan-pesan dari kitab-kitab samawi sebelumnya.
ِ ‫فَِإن تَنَآ َز ْعتُم فِي َشي ٍءفَ ُر ُّدوهُ اِلَي هللاِ َوال َّرس‬
‫ُول‬
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (A-
Quran) dan Rasul (Sunnahnya).” (QS. Al-Nisa’ :59)
Mengembalikan persoalan kepada Allah SWT, berarti mengembalikan kepada Al-Quran.
Sedangkan mengembalikan kepada Rasul, berarti mengembalikannya kepada sunnah Rasul yang
shahinh.
2.    Hadits
Hadits dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah adalah hadits yang perawinya disepakati
dan dapat dipercaya para  ulama. Hadits yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan akidah
adalah hadits muttawatir. Hadits muttawatir ialah hadits yang disampaikan oleh sekelompok
orang yang banyak dan berdasarkan penyaksian mereka serta sampai kepada penerima hadits
tersebut, baik penerima kedua maupun ketiga melalui jalur kelompok yang banyak pula.
Dibawah hadits muttawatir ada hadits mustafidh atau hadits masyhur, dan ada lagi hadits yang
dibawahnya masyhur, hadits  masyhur ialah hadits yang diriwayatkan oleh  tiga orang atau lebih
dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya dan dapat dijadikan argumen dalam
menetapkan akidah.
3.    Ijma’ ulama
Ijma’ ulama yang mengikuti ajaran ahlul haqq dapat dijadikan argument dalam menentukan
aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa sifat-sifat allah itu qaddim
(tidak ada pemulaanya) adalah ijma’ ulama yang qath’i.
4.    Akal
Dalam ayat-ayat al-qur’an allah SWT telah mendorong hamba-hambanya agar merenungkan
semua yang ada di alam jagad raya ini, agar dapat mengantar pada kenyakinan tentang
kemahakuasaan allah, menurut ulama tauhid, akal difungsikan sebagai sarana yang dapat
membuktikan kebenaran syara’, bukan sebagai dasar dalam menetapkan aqidah-aqidah dalam
agama. Meski demikian hasil penalaran akal yang sehat tidak akan keluar dan bertentangan
dengan ajaran yang dibawa oleh syara’.

 MENGENAL TOKOH-TOKOH ASWAJA


Sebelumnya perlu kita pahami, bahwa ahlussunnah wal jama’ah dalam realita sekarang,
dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzhab yang empat.
Dalam bidang fiqih dan amaliah, Ahlussunnah wal jama’ah mengikuti pola bermadzhab dengan
mengikuti salah satu madzhab fiqh yang dideklarasikan oleh para ulama yang mencapai
tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqh yang sempat eksis dan diikuti oleh kaum
Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah ialah madzhab Hanafi. Maliki, Syafi’i, Hanbali, madzhab
Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, ibn Jarir, Dawud al-Zhahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i,
Abu Tsaur dan lain-lain. Namun kemudian dalam perjalanan panjang sejarah Islam, sebagian
besar madzhab-madzhab tersebut tersisih dalam kompetisi sejarah dan kehilangan pengikut,
kecuali empat madzhab yang tetap eksis dan berkembang hingga dewasa ini. Pengikut empat
madzhab tersebut, diakui sebagai kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Berkaitan dengan hal tersebut, disini perlu dikemukakan sebuah pertanyaan, dimanakah letak
posisi madzhab al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, marilah kita ikuti penjelasan berikut ini secara rinci tentang posisi madzhab
al-Asy’ari di kalangan pengikut madzhab fiqh yang empat.
1.      Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi ini didirikan oleh al-Imam abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (80 –
150 H / 699-767 M). Pada mulanya madzhab Hanafi ini diikuti oleh kaum Muslimin yang tinggal
di Irak, daerah tempat kelahiran abu Hanifah, pendirinya. Namun kemudian, setelah Abu Yusuf
menjabat sebagai hakim agung pada masa Daulah Abbasiyyah, madzhab Hanafi menjadi populer
di negeri-negeri Persia, Mesir, Syam dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi diikuti oleh
kaum Muslimin di Negara-negara Asia Tengah, yang dalam referensi klasik dikenal dengan
negeri seberang Sungai Jihun (sungai Amu Daria dan Sir Daria), Negara Pakistan, Afghanistan,
India, Bangladesh, Turki, Albania, Bosnia dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti madzhab al-Maturidi.
Sedangkan ideologi madzhab al-Maturidi sama dengan ideologi madzha al-Asy’ari. Antara
keduanya memang terjadi perbedaan dalam beberapa masalah, tetapi perbedaan tersebut hanya
bersifat verbalistik (lafzhi), tidak bersifat prinsip dan substantif (haqiqi dan ma’nawi). Oleh
karena itu dapatlah dikatakan bahwa pengikut madzhab al-Maturidi adalah pengikut madzhab al-
Asy’ari juga. Demikian pula sebaliknya, pengikut madzhab al-Asy’ari adalah pengikut madzhab
al-Maturidi juga. Dalam hal tersebut al-Imam Tajuddin as-Subki mengatakan, “Mayoritas
pengikut Hanafi adalah pengikut madzhab al-Asy’ari, kecuali sebagian kecil yang mengikuti
Mu’tazilah.”
2.      Madzhab Maliki
Madzhab Maliki ini dinisbahkan kepada pendirinya, al-Imam Malik bin Anas al-Ashbahi
(93-179 H/712-795 M). Madzhab ini diikuti oleh mayoritas kaum muslimin di Negara-negara
Afrika, seperti Libya, Tunisia, Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir, dan lain-lain. Dalam bidang
teologi, seluruh pengikut madzhab Maliki mengikuti madzhab al-Asy’ari tanpa terkecuali.
Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin as-Subki, belum ditemukan di kalangan pengikut
madzhab Maliki, seorang yang mengikuti selain madzhab al-Asy’ari.
3.      Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i
(150-204 H/767-820 M). Madzhab Syafi’i ini diakui sebagai madzhab fiqh terbesar jumlah
pengikutnya di seluruh dunia. Tidak ada madzhab fiqh yang memiliki jumlah beitu besar seperti
madzhab Syafi’i, yang diikuti oleh mayoritas kaum Muslimin Asia Tenggara seperti Indonesia,
Malaysia. Filipina, Singapura, Thailand, India bagian Selatan seperti daerah Kirala dan Kalkutta,
mayoritas Negara-negara Syam seperti Syiria, Yordania, Lebanon, Palestina, sebagian besar
penduduk Kurdistan, Kaum Sunni di Iran, mayoritas penduduk Mesir dan lain-lain.
Dalam bidang ideologi, mayoritas pengikut madzhab Syafi’i mengikuti madzhab al-Asy’ari
sebagaimana ditegaskan oleh al-Imam Tajuddin as-Subki, kecuali beberapa gelintir tokoh yang
mengikuti faham Mujassimah dan Mu’tazilah.
4.      Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali ini didirikan oleh al-Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal al-Syaibani (164-241 H/780-855 M). Madzhab Hanali ini adalah madzhab yang paling
sedikit jumlah pengikutnya, karena tersebarnya madzhab ini berjalan setelah madzhab-madzhab
lain tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh mayoritas
penduduk Najd, sebagian kecil penduduk Syam dan Mesir. Dalam bidang ideologi, mayoritas
ulama Hanbali  yang utama (fudhala’), pada abad pertengahan dan sebelumnya, mengikuti
madzhab al-Asy’ari. Di antara tokoh-tokoh madzhab Hanbali yang mengikuti madzhab al-
Asy’ari ialah al-Imam ibn Sam’un al-Wa’izh, Abu Khaththab al-Kalwadzani, Abu al-Wafa bin
‘Aqil, al-Hafizh ibn al-Jawzi dan lain-lain. Namun kemudian sejak abad pertengahan terjadi
kesenjangan hubungan antara pengikut madzhab al-Asy’ari dengan pengikut madzhab Hanbali.
Berdasarkan penelitian al-Hafizh ibn Asakir al-Dimasyqi, pada awal-awal metamorfosa
berdirinya madzhab al-Asy’ari, para ulama Hanbali bergandengan tangan dengan para ulama al-
Asy’ari dalam menghadapi kelompok-kelompok ahli id’ah seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij,
Murji’ah dan lain-lain. Ulama Hanbali dalam melawan argumentasi kelompok-kelompok ahli
bid’ah, biasanya menggunakan senjata argumentasi ulama al-Asy’ari. Dalam bidang teologi dan
ushul fiqh, para ulama Hanbali memang belajar kepada ulama madzhab al-Asy’ari. Hingga
akhirnya terjadi perselisihan antara madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali pada masa al-
Imam Abu Nashr al-Qusyairi dan pemerintahan Perdana Menteri Nizham al-Mulk. Sejak saat itu,
mulai terpolarisasi kebencian antara pengikut madzhab al-Asy’ari dan madzhab Hanbali.

Anda mungkin juga menyukai