Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Firqoh adalah perbedaan pendapat dalam soal-soal akidah (teologi)


atau masalah-masalah ushuliyah.
Dalam islam kita kenal adanya firqoh-firqoh (golongan) Syi’ah,
Khawarij, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah, Mu’tazilah, dan Ahlus Sunnah
Wal Jamaah yaitu firqoh yang “menengahi” berbagai perbedaan dari firqoh-
firqoh tersebut. Firqoh bisa diartikan sekte. Firqoh-firqoh tersebut bercabang-
cabang lagi dalam jumlah yang cukup banyak, seperti yang telah disinyalir
dalam hadits Nabi diterangkan bahwa terdapat 73 golongan.
Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi :
“Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata. Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh dua
golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.
Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan”. Lalu sahabat bertanya,
“Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Nabi SAW menjawab, “(Golongan
itu adalah orang-orang yang berpegangan pada) semua perbuatan yang telah
aku lakukan, serta semua perbuatan yang dikerjakan sahabat-sahabatku”
(Sunan al-Tirmidzi, 2565).
Perpecahan adalah faktor utama kehancuran, dan merupakam
halmyanag sangat memalukan bila itu terjadi, termasuk di dalam hal ini
adalah perpecahan yang terjadi didalam agama, baik itu islam, nasrani,
yahudi, Dll. Makalah ini akan membahas tentang sejarah munculmya firqoh,
pemikiran masing-masing Firqoh.1

1
Muhammad Sulthon El Mushonnifin, Surga-neraka, (Nganjuk: Al-muhibbain, 2014), hlm.14.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka makalah ini dapat
merumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Sejarah Munculnya Macam Firqoh Dalam Islam ?
2. Pemikiran masing-masing Firqoh ?

C. Tujuan Makalah
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Sejarah Munculnya Firqoh.
2. Mengetahui Pemikiran Masing-masing Firqoh.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Sejarah Munculnya Firqoh-firqoh dalam Islam

Tumbuhnya aliran-aliran dalam Islam berpangkal pada pertikaian


politik yang merembes ke masalah masalah keagamaan. Secara garis besar,
aliran terbagi kepada paham dalam al-tasyri al-islami atau hukum Islam,
paham dan aqidah atau kalam (teologi islam) dan paham dalam tassawuf
(mistik islam). Masing masing paham dibedakan dengan bedanya aliran atau
mazhab yang dipelopori oleh seorang mujtahid atau pendiri suatu aliran. Tiap
aliran atau mazhab mempunyai sejarah perkembangan, dasar-dasar pemikiran
dan ulama serta pendukung-pendukungnya. Berikut ini diuraikan sejarah
perkembangan tiap paham dan aliran aliran yang ada didalamnya.

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran Islam di


Makkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah
pimpinan suku bangsa Quraisy. Sistem pemerintahan kala itu dijalankan
melalui majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang dipilih
menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat. Tetapi, pada saat
Nabi SAW diangkat sebagai pemimpin, beliau mendapat perlawanan dari
kelompok-kelompok pedagang yang mempunyai solidaritas kuat demi
menjaga kepentingan bisnisnya. Akhirnya, Nabi SAW bersama para
pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan pergi (hijrah) ke Yatsrib
(sekarang bernama Madinah) pada tahun 622 M. Ketika masih di Makkah,
Nabi SAW hanya menjadi pemimpin agama. Setelah hijrah ke Madinah,
beliau memegang fungsi ganda, yaitu sebagai pemimpin agama dan kepala
pemerintahan. Disinilah awal mula terbentuk sistem pemerintahan Islam
pertama, yakni dengan berdirinya negara Islam Madinah. Ketika Nabi SAW
wafat pada 632 M, daerah kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota itu saja,
tetapi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Negara Islam pada waktu itu,

3
sebagaimana digambarkan oleh William Montgomery Watt dalam bukunya
yang bertajuk Muhammad Prophet and Statesman, sudah merupakan
komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka menjalin
persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam
berbagai bentuk. Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah,
yaitu siapa pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu.
Dari sinilah, mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam. Sejarah
meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam
ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah.
Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar
digantikan oleh Utsman bin Affan.

Awal kemunculan aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah


Islamiyah mengalami suksesi kepemimpinan dari Utsman bin Affan ke Ali
bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal
perpecahan di kalangan umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu mulai
muncul pada akhir kekuasaan Utsman. Di masa pemerintahan khalifah
keempat ini, perang secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin
Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah
menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat,
paling tidak, dua perang besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang
Unta) yang terjadi antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam
dan Talhah bin Ubaidillah serta Perang Siffin yang berlangsung antara
pasukan Ali melawan tentara Muawiyah bin Abu Sufyan. Faktor penyulut
Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tidak mau menghukum para
pembunuh Utsman. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang dan
menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh
Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair dan Talhah terbunuh ketika hendak
melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali


semasa memerintah juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur

4
di Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan, yang didukung oleh sejumlah
bekas pejabat tinggi di masa pemerintahan Khalifah Utsman yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Perselisihan yang terjadi antara Ali dan
para penentangnya pun menimbulkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam,
seperti Syi’ah, Khawarij, Murjiah, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah,
Muktazilah, dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Aliran-aliran ini pada awalnya muncul sebagai akibat percaturan


politik yang terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan dalam masalah
kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Berikut ini
merupakan aliran-aliran atau firqoh-firqoh alam Islam2 :

1. Firqoh Syi’ah

Syi’ah berasal dari bahasa Arab, artinya pengikut atau golongan.


Kata jamaknya Syiya’un. Syi’ah merupakan suatu golongan dalam Islam
yang beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. dan anak
keturunannya adalah orang yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti
Nabi, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar
as-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan adalah penggasab
(perampas) kedudukan khalifah. 

Golongan Syi'a dalam sejarah perkembangannya terpecah-belah


menjadi 25 aliran, diantaranya yaitu Al-Kaisaniyyah, Az-Zaidiyah, Al-
Imamiyah, dan Al-Galiyah. Sampai sekarang,  golongan Syi’ah banyak
terdapat di India, Pakistan, Irak, Yaman, dan terutama di Iran dimana
Syi’ah menjadi mazhab resmi negara. Pokok-pokok ajarannya ada 4,
yaitu Al-‘Ishmah, Imam al-Mahdi, Ar-Raj’ah, dan At-Taqiyyah.

2
Mujiburrohman, “Sejarah Munculnya Firqoh-firqoh Dalam Islam”, diakses dari
http://blueeshinee.blogspot.com/2018/02/sejarah-dan-faktor-munculnya-firqoh_55.html, pada
tanggal 13 maret 2019, pukul 16.54.

5
2. Firqoh Khawarij

Pada awalnya kaum khawarij adalah orang-orang yang mendukung


Sayyidina Ali. Akan tetapi, akhirnya mereka membencinya karena
dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, mau menerima tahkim
yang sangat mengecewakan, sebagaimana mereka juga membenci
Mu’awiyah karena melawan Sayyidina Ali mengakui kesalahannya,
karena mau menerima tahkim. Ajaran-ajaran pokok firqoh Khawarij ialah
khilafah, dosa, dan iman. Ciri khusus orang-orang Khawarij ialah
mempunyai pandangan yang radikal dan ekstrem, kecuali aliran al-
Ibadiyah yang pendapatnya moderat.

3. Firqoh Qadariyah
Firqoh Qadariyah mengatakan bahwa Allah SWT itu adil, maka
Allah SWT akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala
kepada orang yang berbuat baik. Mereka berpendapat bahwa manusia
harus bebas dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih
perbuatan yang baik atau yang buruk.
Jika Allah SWT telah menentukan terlebih dahulu nasib manusia,
maka Allah SWT itu zalim. Karena itu, manusia harus merdeka memilih
atau ikhtiar atas perbuatannya.dalam firqoh Qadariyah, orang yang
berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia itu hanyalah
bergantung kepada qadar Allah SWT saja, selamat atas celaka seseorang
itu telah ditentukan oleh Allah SWT sebelumnya, maka pendapat tersebut
adalah sesat. Mereka berpendapat bahwa hal tersebut berarti menentang
keutamaan Allah SWT dan berarti menganggap-Nya yang menjadi sebab
terjadinya kejahatan-kejahatan.

4. Firqoh Jabariyah

Firqoh Jabariyah muncul bersamaan dengan munculnya firqoh


Qadariyah. Orang-orang firqoh Jabariyah berpendapat bahwa manusia itu
tidak mempunyai daya ikhtiar, merupakan kebalikan dari paham

6
Qadariyah, yang mana semua gerak manusia dipaksa adanya kehendak
Allah SWT. Jadi, hanya Allah SWT sajalah yang menentukan dan
memutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua perbuatan itu sejak
semula telah diketahui Allah SWT. Dan semua amal perbuatan itu adalah
berlaku dengan kodrat dan iradat-Nya.

5. Firqoh Murji’ah

Orang-orang firqoh Murji’ah berpendapat bahwa seorang Muslim


boleh saja shalat di belakang seorang yang saleh ataupun di belakang
orang yang fasiq. Sebab penilaian baik dan buruk itu terserah kepada
Allah SWT. Soal ini mereka tangguhkan sampai kiamat dan karena itu
pulalah mereka dinamakan golongan Murji’ah, yang berarti melambatkan
atau menangguhkan tentang balasan Allah SWT sampai akhirat nanti.

6. Firqoh Mu’tazilah

Kata Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala, artinya menyisihkan diri.


Ahmad Amin menerangkan bahwa “Mu’tazilah itu dikaitkan dengan
mengasingkan dan menjauhkan diri. Dan golongan yang dikenal dengan
akidahnya ini (tidak Mukmin dan tidak pula kafir) sesungguhnya
dinamakan dengan nama ini karena Abu Utsman Amr bin Ubaid
memperkuat bid’ah, lalu mengasingkan diri dari majelis Imam Hasan al-
Basri dan golongan yang bersamanya dinamakan Mu’tazilah. Meskipun
firqoh Mu’tazilah terpecah menjadi 22 aliran, namun aliran-aliran
tersebut masih mempunyai lima prinsip ajaran yang mereka sepakati,
yaitu tauhid, keadilan, janji dan ancaman, tempat di antara dua tempat,
dan amar makruf nahi munkar.

7. Firqoh Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Secara etimologis, istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti


golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasulullah SAW dan

7
jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada
Sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang
empat, yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin
‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Adapun wujud konkretnya, Ahlus
Sunnah Wal Jamaah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang
teguh terhadap petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah. Artinya dalam segala
hal selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur’an dan al-Sunnah.

B. Pemikiran Masing Masing Firqah tentang Dosa Besar, Sifat Allah,


Perbuatan Manusia dan Mukmin.

Makalah ini secara sederhana akan membahas tentang perbandinngan


pokok-pokok pikiran aliran dalam Islam tentang Dosa Besar, Sifat Allah,
Perbuatan Manusia dan Keadilan Allah. Dan bila ditelusuri lebih dalam
memang terdapat perbedaan yang cukup besar, malah bertolak belakang,
namun bukan berarti masing-masing aliran tersebut tidak memiliki alasan aqli
maupun naqli3:
1. Dosa besar
Penentuan seseorang yang melakukan dosa besar, apakah masih
disebut mukmin atau sudah dikategorikan sebagai kafir, kiranya persoalan
inilah yang menjadi perdebatan diantara aliran-aliran teologi Islam,
walaupun sebenarnya dalam pengkategorian itu sangat erat kaitannya
dengan cara pandang mereka terhadap Allah.

Menurut Khawarij orang Islam yang melakukan dosa besar seperti


zina, dan membunuh manusia tanpa sebab telah termasuk orang kafir dan
keluar dari Islam. Akan dimasukkan kedalam neraka selamanya, paham ini
memanng mengalami perkembangan dibebarapa sekte Khawarij, namun
pada hakikatnya bertititik tolak pada persoalan diatas, Sedangkan menurut
Murjiah orang islam yang berdosa besar belum dikategorikan sebagai
3
Marasakti Bangunan, “perbandingan Aliran Tentang Dosa Besar Sifat Allah Perbuatan Manusia
dan Keadilan Allah”, diakses dari
https://abahmarasakti.wordpress.com/2010/01/11/perbandingan-aliran-tentang-dosa-besar-
sifat-allah-perbuatan-manusia-dan-keadilan-allah/ , pada tanggal 13 maret 2019, pukul 16.18.

8
kafir, tetapi tetap sebagai mukmin, soal dosa besarnya diserahkan kepada
keputusan Allah, Jika mendapat pengampunan dari Allah dia akan di
masukkan kedalam surga tetapi bila tidak dia akan dimasuksakan kedalam
neraka sesuai berat dosa yang dilakukannya, setelah itu dia akan di
masukkan kedalam surga karena bagaimana pun dia masih mengakui
Adanya Allah serta pernah melakukan kebaikan.

Sedangkan Mu’tazilah berkeyakinan bahwa orang melakukan dosa


besar bukan kafir dan bukan mukmin, tetapi mengambil posisi diantara
kafir dan mukmin (al manzilah bainal manzilataini).

Kemudian golongan Asy’ari mengemukakan bahwa orang yang


berdosa besar adalah tetap mukmin, sebab keimanannya masih ada, tetapi
karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. Terserah kepada
Allah apakah diampuniNya kemudian dimasukkan kedalam surga, atau di
jatuhi siksa-siksa terlebih dahulu, setelah itu baru kemudian dimasukkan
kedalam surga. . Hal senada juga diyakini oleh kaum Maturidiah : bahwa
orang yang melakukan dosa besar masih tetap mukmin dan soal dosa
besarnya akan ditentukan kelak di akhirat.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Murjiah, Asy’ariah dan


Maturidiah memahami bahwa pelaku dosa besar, tetap mukmin, apakah
kelak Allah akan mengampuni dosa yang telah dilakukannya itu tergatung
pada keputusan Allah, dan bila Allah memberi ampunan maka yang
bersngkutan akan masuk kedalam surga, tetapi bila tidak, tetaplah dia
berada di dalam kobaran api neraka.

Pendapat ini sangat berseberangan dengan pendapat golongan


Khawarij dan Mu’tazilah yang yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar
adalah kafir, tetapi menurut khawarij pelaku dosa harus dibunuh dan akan
dimasukkan kedalam neraka selamanya, sedangkan Mu’tazilah
berpendapat pelaku dosa besar tidak di neraka tetapi tidak juga di surga.

9
2. Sifat allah

Mu’tazilah menetapkan bahwa Allah tidak memiliki sifat diluar


Zat-Nya, Zat-Nya terisi sendiri (self contained) dan tidak memerlukan
sifat-sifat yang terpisah. Jika Allah dianggap memilki sifat yang terpisah
dari Zat-Nya apakah sifat-sifat ini qadim atau tidak jika tidak qadim pasti
itu bukan Allah, dan sebaliknya jika qadim, maka ada dua yang qadim,
pertama Allah dan kedua sifat-Nya, ini juga suatu hal yang mustahil.dan
bertentangan dengan Qs. Ar Rahman [25] : 27, dan secara logika bahwa
bila dianggap Allah memilki sifat terpisah dari sifat-Nya, berarti ada
senggang waktu ketika Allah belum memilki sifat dengan melekatnya sifat
itu kepada Allah.

Sedangkan menurut Asy’ari bahwa Sifat Allah itu Abadi, sifat-sifat


itu sama sekali bukan Zat-Nya sama abadinya dengan Allah, dan sifat ini
berada di luar Zat-NYa. Allah Maha mengetahui dengan Ilmu-Nya, bukan
denngan Zat-Nya, begitu juga Allah itu berkuasa dengan sifat Qudrah-
Nya, bukan dengan Zat-Nya.

Al Maturidi kemudian muncul dan menetapkan sifat-sifat itu bagi


Allah, tetapi ia mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah sesuatu yang di
luar Zat-Nya, bukan pula sifat-sifat yang berdiri pada Zat-Nya dan tidak
pula terpisah dari Zat-Nya sifat-sifat tersebut tidak mempunyai eksistensi
yang mandiri dari Zat-Nya, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa
banyaknya sifat-sifat itu akan membawa kepada banyaknya yang qadim
(kekal)

3. Perbuatan manusia

Apakah manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam


perbuatannya?, Apakah kehendak dan kemauan manusia tidak dikalah oleh
kehendak dan kemauan Allah?, Apakah kehendak Allah termasuk seluruh
peristiwa dan perbuatan serta tiada satu pun dari peristiwa dan perbuatan

10
ini kehendak Allah? Apabila kehendak Allah bersifat umum, lantas
bagaimana menjelaskan kebebasan manusia?.

sepertinya pertanyaan-pertanyaan diatas menjadi sumber perbedaan


pendapat dalam aliran teologi Islam atau lebih jelasnya dapat dikatakan
dimana posisi Allah dalam setiap tindakan hambaNya.

Mu’tazilah mengakui bahwa perbuatan manusia adalah sebenar-


benarnya perbuatan manusia dan bukan perbuatan Allah, maka daya yang
mewujudkan perbuatan itu juga daya manusia dengan pengertian Allah
membuat manusia sanggup mewujudkan perbuatannya, Allah menciptakan
daya dalam diri manusia dan pada daya inilah bergantunng wujud
perbuatan itu, dan bukan yang dimaksud bahwa Allah membuat perbuatan
yang telah dibuat manusia. Manusia telah diberi wewenang untuk
menentuka nasibnya sendiri, dia boleh menjalani dengan baik atau yang
jelek tereserah kehendaknnya.

Salah satu dalil naqli yang dipergunakan kaum Mu’tazilah dalam


memperkuat argument ini yaitu dengan mengutif ayat Al Qur’an…. maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”… (QS. Al Kahfi : 29)
Argumen lain dalam menguatkan pendapat diatas Mu’tazilah mengatakan
jika manusia tidak diberi hak kebebsan dalam melakukan perbuatannya,
maka dia tidak bisa dianggap sebagai yang bertanggung jawab atas
perbuatan-perbuatannya, Jadi masalah pahala dan siksa menjadi tidak jelas
dan akan menjadi jelas kedudukannya jika diakui bahwa manusia
mempunyai andil terhadap perbuatannya.

Menurut konsep Asy’ariah bahwa manusia dipandang lemah,


manusia dalam kelemahannya banyak bergantung kepada kehendak dan
kekuasaan Allah, Perbuatan manusia bukanlah diwujudkan manusia
sendiri, tetapi diciptakan oleh Allah. Manusia bukanlah pencipta, karena

11
tiada pencipta selain dari Allah. Tetapi dalam perwujudannya perbuatan
manusia mempunyai bahagian, untuk mengambarkan hubungan perbuatan
manusia dengan kekuasaan mutlak Allah, al Asy’ary memakai istilah al
kasb.

Dasar teori ini adalah bahwa Allah merupakan pencipta segala


perbuatan dan manusia hanya merupakan yang mewadahi dan memperoleh
perbuatan-perbuatan tersebut, dan mizan (timbangan) ketaatan dan
kemaksiatan juga bersandar kepada teori kasb (perolehan) ini, bukan
penciptaan. Sejatinya setiap perbuatan yang dilakukan manusia memiliki
dua sisi :

a) Penciptaan yang bersumber dari Allah dan disandarkan kepada-


Nya.
b) Perolehan (kasb) dari sisi manusia dan dinisbahkan kepadanya.

Maturidiah berkeyakinan kasb disebabkan oleh potensi yang


diberikan Allah kepada hamban-Nya, Seorang hamba sanggup untuk
mengerjakan perbuatan dengan potensi yang diciptakan dalam dirinnya,
dan dengan potensi itu ia dapat tidak mengerjakan perbuatan itu, Ia
sepenuhnya bebas memilih dengan kasb itu. Jika ia menghendaki, maka ia
dapat berbuat dan perbuatan itu bersamaan dengan perbuatan yang
diciptakan Allah dan jika hamba itu menghendaki meninggalnya, maka ia
akan meninggalkan perbuatan itu,

Dengan adanya kasb itulah maka ada pahala dan siksa, dan ketika
itulah keberadaan Allah sebagai pencipta perbuatan hamba tidak saling
menafikan dengan ikhtiar mereka. Kemampuan (isthitho’ah) yang
berpengaruh pada kasb ini dan isthitho’ah ini ada ketika perbuatan
dilakukan.

Pemikiran ini hampir sama dengan al Asy’ary namun mereka


berbeda pada saat menetapkan kasb itu sesuatu yang diciptakan Allah

12
bersamaan dengan ikhtiar atau tidak, Maturidiah berpendapat bahwa kasb
itu semata diwujudkan oleh manusia itu sendiri, dalam masalah ini
Maturidiah lebih dekat dengan konsep Mu’tazilah yang secara tegas
mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata
diwujudkan oleh manusia itu sendiri.

4. Mukmin4
a) Pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Ahlus Sunnah meyakini bahwa iman adalah meyakini dengan


hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota
badan.

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Iman adalah perkataan dan


perbuatan, bertambah dan berkurang”.

Imam Abu ‘Utsman Isma’il ash-Shabuni rahimahullah berkata,


“Dan di antara madzhab Ahlul Hadits bahwa iman adalah perkatan,
perbuatan, dan pengetahuan. Bertambah dengan melakukan ketaatan
dan berkurang dengan melakukan maksiat”.

Imam al-Ajurri t berkata, “Sesungguhnya pendapat ulama kaum


Muslimin ialah bahwa iman wajib atas seluruh makhluk; yaitu
membenarkan dengan hati, menetapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan anggota badan”.

Kesimpulannya, iman menurut Ahlus Sunnah terdiri dari tiga


pokok, yaitu keyakinan hati, perkataan lisan, dan perbuatan anggota
badan. Dari tiga pokok inilah bercabangnya cabang-cabang iman.
4
Yazid Bin Abdul Qodir, “Penjelasan Ringkas Tentang Hakikat Iman Menurut Ahlu
Sunnah dan Firqoh-Firqoh Sesat”, diakses dari https://almanhaj.or.id/2392-hakikat-
iman-menurut-ahlus-sunnah-wal-jamaah-dan-menurut-firqah-firqah-yang-sesat.html,
pada tanggal 14 maret 2019, pukul 15.13.

13
b) Pendapat Murji’ah

Inti dari pendapat Murji’ah dalam masalah iman ialah,


mengeluarkan amal perbuatan dari nama iman, dan bahwasanya iman
tidak bercabang-cabang dan tidak terbagi-bagi, tidak menerima
tambahan maupun pengurangan, bahkan iman itu sesuatu yang satu,
seluruh orang Mukmin sama keimanannya. Inilah pokok pendapat
mereka yang telah disepakati oleh seluruh firqah mereka.

c) Pendapat Al Wa’iidiyyah (Khawarij dan Mu’tazilah)

Khawarij dan Mu’tazilah masing-masing meyakini bahwa, al-


iman al-mutlaq (pokok keimanan) mencakup hal melakukan seluruh
amalan ketaatan dan meninggalkan seluruh hal yang diharamkan. Bila
sebagian dari hal ini hilang pada diri seseorang, maka batallah
keimanannya, dan ia berada di dalam neraka, kekal selama-lamanya.

Kemudian kedua firqah ini berselisih mengenai penamaan orang


fasiq (pelaku dosa besar) di dunia. Khawarij mengatakan, pelaku dosa
besar adalah kafir. Sedangkan Mu’tazilah mengatakan, bahwa pelaku
dosa besar berada dalam satu kedudukan di antara dua kedudukan
(tidak mukmin dan tidak juga kafir).

14
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan

Awal kemunculan aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah. Masa
pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal perpecahan di kalangan
umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu mulai muncul pada akhir
kekuasaan Utsman. Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang
secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan
para penentangnya. Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para
penentangnya pun menimbulkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam, seperti
Syi’ah, Khawarij, Murjiah, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah, Muktazilah, dan
Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Dosa besar menurut pendapat Murjiah, Asy’ariah dan Maturidiah


memahami bahwa pelaku dosa besar, tetap mukmin, apakah kelak Allah akan
mengampuni dosa yang telah dilakukannya itu tergatung pada keputusan
Allah, dan bila Allah memberi ampunan maka yang bersngkutan akan masuk
kedalam surga, tetapi bila tidak, tetaplah dia berada di dalam kobaran api
neraka.

Sifat allah menurut mu’tazilah: Allah tidak memiliki sifat diluar zat-
Nya, menurut Asy’ariya: sifat Allah itu abadi, menurut Al maturidi: sifat itu
bukanlah sesuatu yang di luar zat-Nya maupun berdiri sendiri tetapi sifat itu
akan membawa yang kodim (kekal).

Perbuatan manusia menurut Mu’tazilah: perbuatan manusia itu benar-


benar perbuatan manusia itu sendiri. Menurut Asy’ariyah: manusia itu lemah,
dan perbuatan manusia itu bergantung kepada kuasa Allah. Menurut Al
muturidi: perbuatan manusia itu diciptakan Allah bergantung kepada ikhtiyar
atau tidak.

15
Iman menurut Aswaja: diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan,
diamalkan dengan perbuatan. Menurut Murji’ah: iman itu sesuatu yang utuh,
tidak bercabang maupun terbagi. Menurut Al wa’iidiyah: amalan ketaatan itu
meninggalkan yang diharamkan, apabila ada sebagian iman yang hilang maka
batallah keimanannya dan akan kekal di dalam neraka.

16

Anda mungkin juga menyukai