Anda di halaman 1dari 39

KHAWARIJ DAN MURJI’AH

SEKTE DAN AJARAN POKOK

I. PENDAHULUAN

Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam
Islam pada dasarnya berawal dari menyikapi permasalahan politik yang terjadi
diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam.
Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang
siapa orang yang berhak menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan
digunakan dalam pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin
mempertahankan cara lama bahwa yang berhak menjadai Khalifah itu adalah secara
turun temurun dari suku bangsa Quraisy saja. Sementara di sisi lain umat Islam
menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi, sehingga setiap umat Islam yang
memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam pemilihan.
Rumitnya persoalan ini dipicu oleh ego kesukuan dan kelompok yang saling
mementingkan kelompok masing-masing, hingga akhirnya memuncak pada masa
kekhalifahan Usman Bin Affan, yakni pada tahun ke 7 kekhalifahan Usman sampai
masa Ali Bin Abi Thalib yang mereka anggap sudah menyeleweng dari ajaran Islam.
Sehingga terjadilah saling bermusuhan bahkan pembunuhan sesama umat Islam.
Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam Islam, dalam menyikapi masalah
inilah persoalan politik merebak ke ranah teologi dalam Islam. Sehingga
bermunculanlah berbagai pendapat dan faham, yang akhirnya muncul dalam bentuk
kelompok dan golongan yang menyebabkan umat Islam terdiri dari beberapa
golongan dan aliran.
Dalam makalah ini Penulis membahas tentang Sekte dan Ajaran Pokok
golongan Khawarij dan Murjiah yang muncul karena terjadinya permasalan politik
kenegaraan dalam Islam, serta perbedaan pendapat dikalangan umat Islam yang
mempengaruhi munculnya teologi dalam Islam.
II. PEMBAHASAN
A. Kaum Khawarij
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa kaum Khawarij berasal pengikut
Ali Bin Abi Thalib yang menyatakan keluar dari barisannya disebabkan oleh ketidak
setujuan mereka terhadap sikap Ali Bin Abi Thalib yang menyetujui tawaran damai
dengan Mu’awiyah Bin Abi Syofyan dalam perang siffin yang dikenal dengan
arbitrase atau tahkim. Mereka merasa arbitrase hanya menguntungkan bagi pihak
Mu’awiyah yang menyatakan Mu’awiyah lah yang harus diakui sebagai Khalifah.
Nama Khawarij berasal dari kata ”Kharaja” yang artinya” keluar”. Nama itu
diberikan kepada mereka dikarenakan mereka keluar dari barisan Ali Bin Abi Thalib.
Menurut Ahmad Amin, nama Khawarij mereka sendiri yang menamakannya
berdasarkan surat Annisa’ ayat 100, yang didalamnya disebutkan ” Keluar dari rumah
lari kepada Allah dan Rasulnya. Berdasarkan pendapat ini kaum Khawarij
memandang kelompok mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari
kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasulnya.1
Mereka juga menamakan diri mereka dengan ”al- Syur`at”, yang berasal dari
kata ”Yasri” artinya ” menjual” yang terambil dari surat al- Baqarah ayat 207. Dan
mereka juga mempunyai nama lain yaitu al- Harurat, disebabkan setelah
meninggalkan Ali mereka berkumpul di sebuah desa dekat kota Kuffah yang bernama
Harura. Di sinilah mereka mengangkat Abdullah Bin Wahab Arrasibi sebagai imam
mereka sebagai ganti dari Ali Bin Abi Thalib.2
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari kata
Khawarij yang artinya keluar , karena mereka menyatakan keluar dari barisan Ali
disebabkan tidak setuju dengan arbitrase atau tahkim. Dan disandarkan kepada
penyebab mereka menyebut golongan mereka dengan nama khawarij, karena mereka
menganggap golongan mereka sebagai orang-orang yang bersikukuh dengan ajaran

1
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran- Aliran Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986,
hal. 11
2
Sirajuddin Zar, Teologi Islam Aliran dan Ajarannya, Padang: IAIN IB Press, 2003, hal. 23-24

1
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun mereka harus meninggalkan barisan yang berada
dibawah pimpinan Ali Bin Abi Thalib. Hal ini disebabkan oleh karena mereka tidak
sependapat dengan Ali untuk menghentikan peperangan yang sudah diambang
kemenangan dan memilih arbitrase. Dan ternyata Mu’awiyah yang sudah
berpengalaman memanfaatkan arbitrase dengan kelicikannya untuk menobatkan diri
sebagai orang yang berhak menjadi Khalifah.
Konon pada awalnya Ali meragukan untuk menerima tawaran arbitrase atau
tahkim yang ditawarkan oleh Mu’awiyah dan pengikutnya, karena Ali tahu persis
dengan kelicikan dari Mu’awiyah sekalipun Mu’awiyah dan Amru Bin Ash
mengangkat Mushaf sebagai dasar bertahkim kepada Al-Quran, untuk mempengaruhi
Ali Bin Abi Thalib dan pengikutnya. Akan tetapi dengan pertimbangan sebagian
pengikut setia Ali Bin Abi Thalib yang setuju dengan tahkim, maka akhirnya Ali Bin
Abi Thalib menerima dengan lapang dada demi menjaga keutuhan kelompoknya.
Namun sebagian lagi dari pengikut Ali Bin Abi Thalib tidak setuju dengan
arbitrase, karena kemenangan sudah hampir mereka peroleh dalam perang siffin, dan
menurut mereka arbitrase hanya menguntungkan bagi Mu’awiyah dan Amru Bin Ash
yang licik dengan taktiknya. Sehingga mereka yang tidak setuju dengan menyatakan
mundur dan keluar dari barisan Ali. Mereka pergi menuju Harura, sebuah desa di
dekat kota Kuffah di Irak. Dan mereka mengangkat Abdullah Bin Wahb Al Rasyidi
menjadi Imam mereka. Inilah kelompok yang dikenal dengan sebutan Khawarij yang
pertama yang beranggotakan sekitar 12 ribu orang.3

Kelompok Khawarij disebut pula dengan Haruriyah, karena dinisbatkan


kepada Harura nama desa yang mereka tempati. Mereka juga dinamakan Al-
Muhkamah, karena mereka yang mengatakan ”Bahwa tidak ada ketetapan Hukum
kecuali milik Allah”. Mereka juga menamakan kelompok mereka sendiri dengan

3
Amir An- Najjar, Al Khawarij, Aqidatan, Fikratan wal Falsafatan, Terj.Khathur Suhardi, Solo:
CV.Pustaka Mantiq, 1992, hal. 66

2
sebutan Asy-Syurat yang artinya orang yang menjual atau mengorbankan diri kepada
Allah berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 207.4
Dengan demikian nyatalah Khawarij sebagai suatu golongan yang
memisahkan diri dari pemerintahan Ali Bin Abi Thalib, disebabkan oleh watak yang
keras dan pemikiran yang ekstrim dari mereka, sehingga Khawarij dianggap sebagai
kelompok pemberontak dimasa Kekhalifahan Ali. Dalam berbagai pertempuran besar
Khawarij dapat dikalahkan oleh pasukan Ali. Namun akhirnya seorang Khawarij
yang bernama Abd Al-Rahman Bin Muljam berhasil membunuh Ali Bin Abi Thalib.
Walaupun Khawarij telah mengalami kekalahan, mereka tetap bisa menyusun
kekuatan kembali dan meneruskan perlawanan terhadap kekuasaan Islam resmi baik
di zaman Dinasty Umaiyyah maupun di zaman Dinasty Abbasiyyah. Kemudian
dalam perang saudara pada masa Ibn Az-Zubir, dua gerakan kaum Khawarij yang
memliki peran yang sangat besar dalam merangsang pengembangan teologi sehingga
berkembang dengan pesat dan tumbuh menjadi kelompok yang cukup besar.
Kelompok Khawarij pertama adalah sub sekte Azraqiah sesuai dengan nama
pimpinan mereka yaitu Nafi Ibn Al-Azraq dan kepemimpinan Az-Zubair. Namun
pada tahun 684 M, kota Basra jatuh ke tangan Ibn Az-Zubair, sehingga orang-orang
sekte Azrqiah yang tersisa melarikan diri ke pegunungan di sebelah timur Basra.
Akhirnya tentara Bani Umaiyyah yang berkuda pada waktu itu berhasil
memusnahkan kekuatan mereka.5
Sebagai golongan yang ekstrim Khawarij memang menanggapi setiap
permasalahan yang muncul pada waktu itu secara keras dan sempit, siapapun
pemimpin Islam, apabila tidak memerintah sesuai dangan Al-Quran dan Sunnah yang
mereka fahami secara lafziyah, mereka anggap telah menyeleweng dari ajaran Islam,
dan mereka mesti ditentang dan dijatuhkan, bahkan darah mereka menjadi halal atau
harus dibunuh. Namun sebagian kecil dari mereka ada yang berfaham sedikit moderat
seperti Sekte Ibadiyah, yang akan penulis paparkan berikut ini.
4
Ibid. ,hal.67
5
W. Montgomery Watt, Islamic Theologi and Fhilosopy, Terj. Umar Basalim, Jakarta:
Perhimpunan Pengembangan Pesanteren dan Masyarakat (P3M), 1987, hal. 18-19

3
B. Sekte dan Ajarannya
1. Al-Muhakkimah
Sekte Al-Muhakkimah adalah golongan Khawarij yang terdiri dari pengikut-
pengikut Ali Bin Abi Thalib yang menyatakan dirinya telah keluar dari barisan Ali
dalam perang siffin. Mereka disebut dengan golongan Khawarij Asli. Menurut
mereka Ali Bin Abi Thalib, Mu’awiyah Bin Abi Syofyan dan kedua pengantara
Amru Bin Ash dan Abu Musa Al-Assyari dan semua orang yang menyetujui arbitrase
bersalah dan menjadi kafir. Kemudian hukum kafir ini mereka perluas pengertiannya
sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang melakukan dosa besar.6
Menurut mereka berbuat zina adalah dosa besar, maka bagi pelaku zina telah
menjadi kafir dan keluar dari Islam. Dan begitu juga dengan orang yang membunuh
sesama manusia tanpa alasan yang sah, menurut mereka juga dosa besar. Dengan
demikian pelaku pembunuhan telah keluar dari Islam dan menjadi kafir.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa galongan Khawarij telah
menganggap orang-orang yang menerima Tahkim atau arbitrase adalah kafir atau
murtad. Orang-orang seperti ini menurut mereka wajib dibunuh karena tidak
menentukan hukum sesuai dengan Al-Quran. Selain itu mereka juga membicarakan
masalah siapa yang tetap Mu’min yang menjadi ajaran pokok dan teologi Khawarij
seperti pelaku dosa besar.
2. Al-Azariqah
Golongan ini adalah kelompok yang besar dan terkuat setelah hancurnya
golongan Al-Muhakkimah. Daerah kekuasaan Al-Azariqah adalah pada perbatasan
Irak dengan Iran. Nama Al-Azariqah terambil dari nama pemimpin mereka yaitu Nafi
Ibn Al-Azraq yang meninggal pada tahun 686 M di Irak. Sub Sekte ini memiliki
pandangan yang lebih radikal dibanding sekte Al-Muhakkimah, karena mereka tidak

6
Harun Nasution Teologi Islam, Op.cit., hal. 13-14

4
lagi memakai istilah kafir bagi pelaku tahkim dan dosa besar, tetapi menggunakan
trem musyrik atau polytheisme yang dosanya lebih besar dari trem kafir.7
Menurut Al-Azariqah, semua orang yang tidak sefaham dengan mereka
adalah musyrik, walaupun orang yang sefaham dengan Al-Zariqah tetapi tidak mau
hijrah ke dalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik. Menurut mereka, daerah
Islam itu hanyalah daerah kekuasaan mereka saja, sedangkan orang yang tinggal
diluar daerah kekuasaan Al-Zariqah adalah musyrik, mereka boleh ditawan dan
dibunuh. Bahkan istri dan anak-anak dari orang yang dipandang musyrik boleh
dibunuh.8
Dengan demikian agaknya sekte Al-Zariqah nyata-nyata menganggap hanya
golongan merekalah yang sebenarnya orang Islam, adapun orang-orang yang diluar
lingkungan mereka adalah kaum musyrik dan daerahnya adalah Darul Al Kufr, maka
harus diperangi. Maka Ibn Al-Hazm mengatakan, orang-orang sekte Al-Zariqah
selalu melakukan Isti’rad, yakni selalu mempertanyakan pendapat atau keyakinan
seseorang. Siapa yang mereka jumpai mengaku oarang Islam, yang tidak termasuk
golongan Al-Zariqah langsung mereka bunuh.
Sekte Al-Zariqah merangsang pemikiran teologis karena secara logika
mereka merumuskan kedudukan Khawarij pada kesimpulan yang ekstrim, prinsip
dasarnya yang telah dirumuskan dalam bahasa Al-Quran bahwa tidak ada keputusan
selain keputusan Allah ( La Hukma Illa Lillah ) yang berarti keputusan adalah hak
Allah semata, dengan demikian menurut mereka keputusan harus diambil sesuai
dengan harfiahnya Al-Quran.9
Sekte ini juga berpendapat bahwa penguasa yang telah berbuat dosa dan
menyatakan bahwa siapa yang tidak ikut mereka dalam memerangi penguasa yang
ada juga adalah pendosa. Sedangkan anggota kelompok Al-Zariqah adalah kelompok
muslim sejati.
3. Al-Najdad.
7
Tasman Ya`kub, Perkembangan Pemikiran Islam, Padang: IAIN IB Press, 2004, hal. 21-22
8
Ibid. , hal.15
9
W. Montgomery Wat, Op.cit., hal. 20

5
Sekte Khawarij ini muncul disebabkan terjadinya perbedaan pendapat dengan
kubu Al-Zariqah, tentang faham bahwa orang yang tidak bergabung dengan Al-
Zariqah adalah orang musyrik. Maka untuk itu mereka mengangakat pimpinan sendiri
yang bernama Najdah Bin Amir Al-Hanafi dari Yamamah. Begitu juga dengan
pendapat Al-Zariqah tentang boleh dan halalnya anak dan istri orang Islam yang tidak
bergabung dengan mereka untuk dibunuh.10
Najdah memiliki pendapat yang sangat berbeda dengan dua sekte Khawarij
sebelumnya yakni bahwa orang yang melakukan dosa besar, yang menjadi kafir dan
kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan golongannya.
Sedangkan pengikut-pengikut Najdah yang melakukan dosa besar, memang betul
akan mendapat siksaan, tetapi bukan didalam neraka dan kemudian akan masuk ke
syurga. Kemudian dosa kecil kalau dilakukan terus-menerus akan menjadi dosa besar
dan orang yang mengerjakannya menjadi musyrik.
Sekte Najdah atau Najdiyah kebanyakan mereka terdiri dari kaum Khawarij
yang berasal dari Arabia Tengah yang bernama Yamamah. Pemimpin mereka mulai
dari tahun 686 – 692 M adalah Najdah Bin Amir Al-Hanafi. Kekuasaan sekte Najdah
mencakup bentangan luas Arabia bahkan Oman di pantai timur Yaman serta
Hadramaut di selatan dan barat daya. Pertikaian yang sering terjadi dalam masalah
kepemimpinan menjadikan sekte Najdah terpecah kepada beberapa sub sekte, dan
kemudian Yamamah ditindak oleh tentara Umayyah.11
Nampaknya sebagian besar pandangan kaum Najdah berdasarkan pada
pandangan hukum seperti yang biasa muncul dalam pemerintahan suatu negara yang
memiliki wilayah yang luas, seperti persoalan-persoalan perlakuan pimpinan terhadap
tawanan perang wanita, hukuman pengadilan kasus-kasus pencurian serta
perampokan. Dari pandangan kaum Najdiyah mengenai masalah seperti itu,
tergambar bahwa adanya upaya awal untuk mempertimbangkan kembali konsep-
konsep Khawarij, tentang masyarakat Islam sejati dan tujuan memberikan keringanan

10
Harun Nasution, Teologi Islam, Op.cit. ,hal 16
11
W. Montgomery Watt, Op.cit., hal.21

6
karena ketidak sempurnaan manusia dalam menghindarkan diri dari larangan Agama.
Pandangan kaum Khawarij yang keras yang dijadikan dasar oleh kaum Najdiyah
adalah bahwa seseorang yang terlibat dalam dosa besar penghuni neraka. Kalau bagi
kaum Al-Zariqah pelaku dosa besar dengan mudah dapat dikeluarkan dari daerah
kekuasaannya, tetapi bagi kaum Najdiyah yang memiliki daerah yang luas tidak
mudah untuk mengeluarkan seseorang dari wilayahnya, jadi menurut mereka hal itu
tidak diperlukan, ini adalah atas dasar pertimbangan bahwa manusia normal
manapun juga cendrung untuk mengakui adanya keburukan dan kebaikan.
Menurut kaum Najdiyah dosa kecil yang dilakukan seseorang akan menjadi
dosa besar kalau dikerjakan terus menerus dan yang mengerjakannya akan menjadi
musyrik. Kemudian yang diwajibkan bagi tiap muslim ialah mengetahui Allah dan
Rasul-Nya, mengetahui haram membunuh orang Islam dan percaya pada seluruh
yang di wahyukan Allah kepada Rasul-Nya. Orang yang tidak mengetahui tiga
macam ini tidak dapat diampuni. Yang dimaksud orang Islam disini adalah orang
kaum Najdiyah. Dalam masalah selain diatas, orang Islam tidak diwajibkan untuk
mengetahuinya, kalau ia melakukan sesuatu yang haram dengan alasan ia tidak tahu
bahwa itu adalah haram, ia dapat dimaafkan.12
Selain itu lapangan politik Najdah berpendapat bahwa Imam itu perlu jika
maslahat menghendakinya. Menurut mereka seseorang boleh saja tidak berhajat pada
adanya imam atau pemimpin. Di kalangan Khawarij, golongan ini kelihatannya yang
berkeyakinan bahwa mereka boleh saja merahasiakan keyakinan demi untuk
keamanan diri seseorang yang disebut dengan Taqiah. Taqiah bukan hanya sebatas
ucapan, tetapi juga dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian seseorang boleh
mengucapkan kata-kata dan boleh melakukan perbuatan yang mungkin menunjukkan
dia secara lahiriyah nya bukan orang Islam, tetapi pada hakikatnya ia tetap menganut
agama Islam.
Walaupun demikian tetapi tidak semuanya golongan Najdiyah setuju dengan
pendapat tersebut, terutama bahwa dosa besar tidak membuat pelakunya menjadi
12
Harun Nasution, Teologi Islam, Op.cit., hal.17

7
kafir, dan bahwa dosa kecil bisa menjadi dosa besar. Akhirnya perpecahan dikalangan
mereka terjadi dalam masalah pembagian harta rampasan perang atau qarimah, dan
sikap lunak yang diambil oleh Najdah terhadap khalifah Abd Al-Malik Ibn Marwan
dari Dinasty Bani Umayyah. Dalam perpecahan ini Abd Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan
Afiah Al-Hanafi memisahkan diri dari Najdah ke Sajistan Iran dan akhirnya Najdah
dapat mereka bunuh.13
4. Al-Jaridah
Golongan ini adalah pengikut Abd. Karim Bin Ajrad yang sekelompok
dengan ’Atiah bin Al-Aswad. Dimana pada awalnya mereka adalah golongan Al-
Najdah, sehingga pemikiran Al-Jaridah serupa dengan pemikiran Al-Najdah. Diantara
pemikiran Al-Jaridah yang spesifik adalah tentang masalah anak kecil harus bebas
dari seruan kepada Islam, kecuali setelah ia baligh. Dan bagi orang musyrik tetap
berada didalam neraka bersama orang tuanya. Diantara prinsip mereka adalah Hijrah
hanya merupakan keutamaan bukan kewajiban. Orang-orang yang melakukan dosa
besar tetap kafir dan tidak boleh mengambil harta rampasan perang, tidak boleh
membunuh pihak musuh yang tidak ikut berperang.
Kalau Al-Jaridah masih bersikap lunak terhadap kewajiban berhijrah karena
hijrah itu hanya merupakan suatu kewajiban saja. Dan pengikut Al-Jaridah boleh
tinggal diluar daerah kekuasaan mereka, artinya mereka tidak dianggap kafir.
Selanjutnya kaum Al-Jaridah ini mempunyai faham puritanisme. Menurut mereka Al-
Quran sebagai kitab suci tidak mungkin mengandung cerita cinta sebagaimana yang
diyakini golongan lain, sehingga mereka tidak meyakini surat Yusuf sebagai bagian
dari Al-Qur`an.
5. Al-Sufriah
Pimpinan golongan ini adalah Ziad Ibn Al-Asfar. Dimana golongan ini
terkenal dengan gerakan evolusi praktis dalam pemikiran Khawarij. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Mahmud Abdurrazaq dalam bukunya ”Al-Khawarij fi biladil
Magrib” bahwa keyakinan golongan Sufriyah atau Syafariyah bahwa mereka tidak
13
Ibid., hal. 18

8
berlebihan dalam bersikap yang hanya justru menyebabkan perpecahan dikalangan
Khawarij seperti yang terjadi sebelumnya. Mereka tetap melakukan hukum rajam
bagi pezina, tidak membunuh anak-anak orang musyrik serta tidak mengkafirkan
seperti pendapat golongan Azariqah. Mereka juga membolehkan Taqiah, tetapi hanya
dalam perkataan, bukan perbuatan.14
6. Al- Ibadiyah
Golongan Al-Ibadah adalah pengikut Abdullah Bin Ibadh At-Tamimy. Ia
hidup pada pertengahan kedua abad I Hijriyah. Mereka lebih dekat kepada golongan
Islam dari pada golongan Khawarij. Pendapat-pendapat mereka lebih solider dari
pada kelompok Khawarij yang lain. Pada tahun 686 M, mereka memisahkan diri dari
golongan Al-Zariqah. Faham moderat mereka dapat dilihat di ajaran-ajarannya
sebagai berikut :
1. Orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan
pula musyrik tetapi kafir. Maka orang Islam yang demikian boleh melakukan
perkawinan dengan orang Islam lain, dan hubungan warisan, shahadat mereka
dapat diterima dan membunuh mereka adalah haram.
2. Daerah Orang Islam yang tak sefaham dengan mereka
adalah kafir
3. ”Dar Tawhid” yakni daerah yang meng Esakan Tuhan, kecuali camp
pemerintah. Mereka boleh diperangi karena menurut mereka camp pemerintah
adalah daerah orang kafir.
4. Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah muwahid, orang yang meng
Esakan Tuhan tetapi bukan mukmin, dan kalaupun mereka kafir tetapi hanya
kafir ni’mah dan bukan kafir rullah.
5. Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan
senjata, harta seperti emas dan perak harus dikembalikan kepada yang punya
kecuali bila dia sudah mati.15

14
Amir An- Najjar, Op.cit., hal. 86
15
Harun Nasution, Op.cit., hal 20

9
Kemudian pendapat golongan Ibadiah yang terpenting adalah bahwa semua
yang di wajibkan Allah terhadap makhluknya merupakan gambaran dari iman. Iman
harus mencakup sisi awal yang merupakan bagian dari iman. Namun mereka tidak
memberikan kejelasan tentang masalah kedudukan anak orang musyrik. Menurutnya
mereka boleh saja disiksa atau boleh juga masuk syurga.
C. Ajaran Pokok Khawarij
Diantara ajaran pokok Khawarij berkisar tentang masalah kekhalifahan atau politik
ketatanegaraan, dosa besar, kafir dan amal perbuatan umat Islam antara lain:
1. Khalifah tidak mesti berasal dari suku Quraisy, siapa saja yang mapunyai
kapasitas untuk menjadi khalifah dan bisa berlaku adil dapat dipilih, apabila
tidak mampu wajib dijatuhkan. Dan khalifah tidak bersifat turun temurun.
Pendapat ini akhirnya dianut oleh Ahli Sunnah.
2. Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir. Dosa besar yang
dimaksud kaum Khawarij adalah orang yang bertahkim tidak dengan Al-
qur`an, berzina dan memakan harta anak yatim tidak sefaham dengan mereka
dinyatakan kafir.
3. Untuk menentukan kafir atau tidaknya seorang muslim tergantung pada amal
perbuatannya. Sungguhpun seseorang telah bersahadat, tetapi melanggar
ketentuan agama maka dihukum kafir.16

D. Kaum Murji`ah
Munculnya kaum murji’ah ditengah suasana pertentangan yang terjadi
dikalangan umat Islam pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan munculnya kaum
Khawarij. Kaum murji’ah muncul juga disebabkan oleh persoalan politik dalam
masalah khilafah. Dapat dikatakan agaknya kaum murji’ah adalah orang-orang yang
tehimpun dalam sebuah golongan yang tampil beda dalam menyikapi persoalan-
persoalan yang terjadi pada masa mereka . Namun kaum murji’ah tidaklah

16
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid.I, Jakarta: UI Press, 1979, hal.
96

10
terpengaruh dengan praktek kafir-mengkafirkan sesama umat Islam. Mereka lebih
netral dibanding Khawarij yang begitu fanatik dan ekstrim dalam ajarannya.
Kata Murji`ah berasal dari kata ”al- Irja`” yang berarti ”al- Ta`khir” yang
artinya menangguhkan atau menomorduakan, hal ini berdasarkan pada firman Allah
yang terdapat dalam surat al-A`raf ayat 111,”Qaaluu arjih wa akhaahu” yang artinya
mereka menjawab”beri tangguhlah dia dan saudaranya, dan juga berarti ”I`thaa`u al-
rajaa”. Pengertian murji`ah yang ke dua ini adalah disebabkan mereka berpendapat
bahwa perbuatan maksiat tidak merusak iman, sebagaimana halnya ketaatan
seseorang tidak berpengaruh dengan kekufurannya.17
Murji’ah lebih tepat dikatakan sebagai suatu kecendrungan atau nazi’ah,
yakni sebuah kecendrungan untuk mencari keselamatan dengan tidak
menenggelamkan diri ke dalam urusan politik, baik sebagai penyokong maupun
sebagai penentang. Semua permasalahan kecil yang menyebabkan timbulnya masalah
besar tampaknya dihindari oleh kaum Murji’ah, baik ilmu pengetahuan teori maupun
yang bersifat perbuatan dan tindakan.
Sebuah kesimpulan logis yang dapat diberikan terhadap sikap kaum murji’ah
adalah bahwa mereka memandang yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang
bukanlah soal perbuatan atau amalnya, tetapi terkait pada masalah kepercayaan atau
iman, artinya amal adalah sesudah duduknya masalah keyakinan dalam diri orang
mukmin. Inilah yang menjadi salah satu dasar pemberian nama terhadap kaum
murji’ah yang terambil dari kata arjaa’ yang berarti mengambil tempat di belakang.
Dalam artian memandang masalah perbuatan seseorang menjadi kurang penting
dalam menentukan posisi amal atau kafirnya seseorang. Kata arjaa’ juga berarti
penyelesaian persoalan siapa yang salah dan siapa yang benar nanti diserahkan
kepada pengadilan Tuhan. Pengertian lain dari arjaa’ juga mengandung makna
pemberian harapan bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir
tetapi tetap mukmin dan tidak akan kekal didalam neraka, disini jelas masih adanya

17
Sirajuddin Zar, Op.cit., hal. 38

11
penghargaan yang diberikan kepada pelaku dosa besar dengan harapan mendapat
rahmat dari Allah.18
C. Sekte dan Ajarannya
Beberapa sekte dan ajaran Murji`ah yang terkenal adalah:
1. Yunusiyah
Pemimpin mereka adalah Yunus ibnu `Aun al Hamiri. Mereka berpendapat
bahwa iman adalah mengenal Allah, tunduk dan cinta serta tidak takabur kepada Nya.
Jika hal ini telah terdapat pada diri seseorang berarti telah layak dikatakan sebagai
mukmin, sedangkan amal perbuatan yang berbentuk ketaatan bukanlah unsur dari
iman artinya tidak akan berpengaruh pada iman apabila ditinggalkan.
Bahkan menurut mereka apabila di hati seseorang telah bersemi rasa tunduk
dan cinta kepada Allah, perbuatan maksiatpun tidak akan bisa merusaknya, dan inilah
yang akan memasukkan seseorang ke syurga.
2. Ubaidiyah
Mereka sependapat dengan sekte Yunusiyah, bahwa dosa dan kejahatan tidak
akan merusak iman . Semua dosa tidak mustahil akan diampuni Allah selain dosa
syirik. Mereka adalah pengikut dari `Ubaid al- Mukta`ib.
3. Ghassaniyah
Mereka adalah pengikut Ghassan al- Kufi. Mereka berpendapat bahwa iman
adalah mengenal Allah dan RasulNya , serta mengakui kebenaran segala ketentuan
Allah dan RasulNya secara menyeluruh. Iman bersifat tetap tidak bisa bertambah dan
juga tidak bisa berkurang. Selanjutnya Iman menurut mereka adalah pengakuan dan
cinta kepada Allah, mengagungkannya dan tidak takabur kepada Allah.19
4. Saubaniyah
Sekte ini dipimpin oleh Abu Sauban al- Murji`i. Iman menurut mereka adalah
mengakui Allah dan RasulNya , mengetahui apa yang diperintah dan apa yang
dilarang secara rasional menurut mereka bukanlah iman.

18
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Al- Husna Zikra, 1995, hal. 64
19
Sirajuddin Zar, Op.cit., hal. 44

12
5. Tumaniyah
Mereka adalah pengikut Abu Mu`az al- Tumani. Menurut mereka iman adalah
apa yang terjaga serta terpelihara dari kekufuran. Di dalamnya terkandung berberapa
unsur iman yang bisa menyebabkan seseorang menjadi kufur bila ditinggalkan. Unsur
iman itu adalah ma`rifat, tashdiq, mahabbah, ikhlas serta mengakui kebenaran yang
dibawa oleh Rasul. seperti orang yang meninggalkan shalat atau puasa karena
menganggap halal dianggap kafir, akan tetapi kalau meninggalkannya dengan niat
mengqada maka tidaklah kafir. Orang yang membunah Nabi dipandang kafir karena
dipandang telah menghina dan memusuhi nabi, bukan karena perbuatan
pembunuhannya.20
6. Shalihiyah
Pimpinan mereka adalah Shalih ibnu Umar al- Shalihi. Menurut mereka iman
adalah mengenal Allah, siapa yang tidak mengenal Allah berarti kafir. Ibadah
menurut mereka bukan dipandang amal, tetapi adalah iman itu sendiri yakni
mengenal Allah, iman juga tidak bertambah dan tidak berkurang begitu juga kafir.
Shalat , puasa dan ibadah lainnya menurut mereka bukanlah ibadah tetapi adalah
ketaatan melaksanakan iman.21

E. Ajaran Pokok Murji`ah


Kaum Murji`ah yang timbul sebagai reaksi terhadap kaum Khawarij dalam
faham mereka sangat bertentangan dengan faham Khawarij. Dimana menurut mereka
orang Islam yang melakukan dosa besar tidaklah menjadi kafir, tetapi tetap mukmin.
Masalah dosa besar yang dilakukannya diserahkan kepada keputusan Allah kelak di
Akhirat. Apabila dosa besarnya diampuni Allah ia akan masuk syurga, kalau tidak ia
akan masuk neraka sesuai dengan dosa yang dilakukan, kemudian dimasukkan ke
syurga. Adapun argumen yang dipakai oleh kaum Murji`ah adalah bahwa orang Islam

20
Ibid.
21
Ibid., hal.45

13
yang melakukan dosa besar masi mengucapkan dua kalimat syahadat, orang ini masih
tetap mukmin.22
Pada umumnya kaum Murji`ah berpendapat bahwa iman adalah mengenal
Allah dengan hati. Seseorang dikatakan mukmin jika dia telah beriman dengan
hatinya, walaupun lidahnya tidak mengucapkan dua kalimah syahadat atau secara
lahirnya berprilaku Yahudi atau Nasrani.23 Menurut mereka iman adalah tasdiq, amal
seseorang lahir bukanlah karena tasdiq, maka iman dengan amal tidak memiliki
hubungan. Inilah golongan Murjiah yang ekstrim dalam fahamnya.
Dengan demikian menurut Murji’ah ekstrim, orang Islam yang melakukan
dosa besar masih tetap mukmin, karena menurut Abu Hanifah, iman itu ialah sebuah
pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, tentang Rasul-Nya dan tentang segala
yang datang dari Tuhan secara kaseluruhan. Iman menurutnya tidak bisa bertambah
dan tidak bisa pula berkurang serta tidak ada perbedaan antara manusia dalam
masalah iman. Pendapat ini mungkin muncul dikarenakan Abu Hanifah sebagai
seorang imam mahzab yang banyak berpegang pada logika. Karena menurutnya iman
semua orang adalah sama, walaupun dia orang baik atau orang jahat, sehingga terjadi
pro kontra di kalangan ulama dalam menilai pendapat Abu Hanifah ini sehingga ada
yang menggolongkan Abu Hanifah sebagai tokoh ekstrim Murji’ah.
Menurut mereka sembahyang bukanlah merupakan ibadat kepada Allah,
karena yang disebut ibadah adalah iman kepada Allah, dalam arti Shalikiah
sembahyang, zakat, puasa dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak
merupakan ibadat kepada Allah. Karena yang mereka sebut ibadah itu hanyalah iman
kepada Allah.
Agaknya pendapat golongan Murji’ah ini sangat ekstrim sekali karena
menurut pendapat golongan ini antara perbuatan dan amal tidaklah sepenting iman.
Dan hanya imanlah yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang. Sedangkan
perbuatan tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap iman. Iman itu letaknya dalam

22
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta: UI Press, 1979, hal.34
23
Sirajuddin Zar, Op.cit., hal.40

14
hati dan apa yang ada dalam hati seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain.
Makanya ucapan dan perbuatan seseorang tidaklah mesti mengandung arti bahwa dia
tidak mempunyai iman, yang penting adalah iman di dalam hati.
Golongan Murjiah kedua adalah golongan yang moderat, mereka berpendapat
bahwa seseorang mukmin selama dia mengakui tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad sebagai RasulNya, dia adalah mukmin. Walaupun dia melakukan dosa
besar, namun dosa besar yang dilakukannya tidaklah membuat dia keluar dari Islam.
Artinya di a tetap menjadi orang Islam dan tetap akan masuk surga. Karena menurut
mereka iman bukan hanya membenarkan dengan hati, tetapi juga harus diikrarkan
dengan lisan.24
Begitu juga pendapat ini dikuatkan oleh tokoh Murji’ah yang bernama Al-
Bazdawi bahwa iman adalah kepercayaan dalam hati, yang dinyatakan dengan lisan.
Kepatuhan kepada Tuhan merupakan akibat dari keimanan. Orang yang
meninggalkan kepatuhan pada Tuhan bukanlah orang kafir. Orang mukmin yang
melakukan dosa besar tidak akan dalam neraka sekalipun dia tidak sempat bertaubat,
artinya nasib seseorang diakhirat tergantung kepada kehendak Allah. Dengan
demikian iman adalah kunci untuk masuk syurga, sedang amal hanya berfungsi untuk
membedakan tingkatan seseorang dalam syurga.
III. P E N U T U P
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa golongan Khawarij dan
golongan Murji’ah adalah dua golongan yang muncul disebabkan pengaruh politik
pemerintah yang akhirnya terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok kecil.
Persoalan yang mereka permasalahkan tidak hanya sebatas persoalan politik, tetapi
sudah merambah persoalan teologi yang menambahkan berbagai faham yang ekstrim
dan moderat. Hal ini adalah disebabkan mereka hidup pada suasana yang begitu keras
dan daerah yang tandus, sehingga berpengaruh pada pola pikir dan cara hidup mereka
selama ini.

24
Ibid.,hal.41

15
Namun kedua golongan ini berbeda satu sama lain. Gologan Khawarij sangat
keras dalam faham mereka terutama dalam hal mengkafirkan seseorang yang tidak
bertahkim kepada Alqur`an , sedangkan golongan Murji`ah lebih menyerahkan pada
kehendak Allah, yang terdiri dari dua golongan besar yakni golongan Murji`ah
ekstrim dan Murji`ah moderat. Apabila dibandingkan dengan aliran yang berkembang
dalam Islam, golongan Khawarij dan Murji’ah adalah golongan pertama yang
berhasil menumbuhkan benih-benih teologi yang semakin disempurnakan oleh
golongan yang muncul sesudah mereka. Sehingga melahirkan berbagai aliran dalam
Islam ada yang Jubariyah dan ada yang Qadriyah dalam menilai ketentuan Allah
dalam kehidupan manusia.
Demikianlah makalah ini penulis buat, dalam rangka menambah pegetahuan
dalam menganalisa perkembangan pemikiran dalam Islam. Dalam penulisan makalah
ini penulis merasakan jauh dari kesempurnaan, saran dan masukan dari pembaca
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis
mengaturkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

- An- Najjar, Amir, Al- Khawarij, Aqidatan , Fikratan, wa Falsafatan, Terj.


Khattur, Suhardi, Solo: CV.Pustaka Mantiq, 1992
- Hanafi, Ahmad, Pengantar Teologi Islam, Jakarta: Al- Husna Zikra, 1995

- Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran- Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,


Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986

16
- -------------------, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1979
- -------------------, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 1979
-Watt,W.Montgomery,Islamic Theology and Fhilosofy, Terj. Umar Basalim,
Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesanteren dan
Masyarakat P3M, 1987
Ya`kub, Tasman, Perkembangan Pemikiran Islam, Padang: IAIN IB Press,
2004
- Zar, Sirajuddin, Teologi Islam Aliran dan Ajarannya, Padang: IAIN IB
Press, 2003

I. Pendahuluan
Berbicara mengenai asal- usul kata tasawuf, masih terdapat perbedaan
pandangan yang sangat beragam dikalangan ahli. Tidak hanya dikalangan ahli
bahasa, ulama salaf dan para ahli sufi sendiri pun berbeda pendapat dalam
mendefenisikan tasawuf. Perbedaan pendapat dikalangan ahli sufi, antara lain
disebabkan oleh karena berbedanya pengalaman kerohanian melalui penghayatan
hidup terbuai dalam kesufian.
Dasar- dasar tasawuf sebenarnya sudah ada sejak datangnya ajaran Islam
yang dibawa oleh rasulullah SAW, berdasarkan Al-qur`anul karim. Hal ini tergambar

17
dari kehidupan pribadi rasul yang merupakan implementasi dari ajaran tasawuf yang
harus diteladani oleh umat manusia, namun perkembangan nya sebagai suatu ajaran
baru pada abad ke dua Hijriyah.
Namun apabila dilihat dari sisi tasawuf sebagai ajaran dalam Islam melalui
pengamatan langsung atau tidak, pada intinya tasawuf atau sufisme dalam bahasa
Eropa adalah ajaran tentang jalan untuk sampai kepada Allah Azza Wajalla melalui
latihan hati yang dikenal dengan mengasah zuqh dengan implikasinya hidup dalam
kezuhudan terhadap segala bentuk kemegahan duniawi. Karena hidup dalam kesufian
adalah hidup yang didasari dengan keikhlasan dalam mendekatkan diri kepada Allah
sedekat- dekatnya , sehingga tidak ada lagi sesuatu yang menjadi halangan untuk
menerima segala bentuk kehidupan yang sudah diyakini berdasarkan keredhaan Ilahi.
Sehingga di dalam tasawuf dimulai dengan penyucian jiwa yang dikenal
dengan konsep tazkiyah al- nafs yang melalui tiga tahapan, yakni pembersihan jiwa
dari sifat- sifat jelek yang disebut takhalli dan proses kedua adalah mengisi jiwa
dengan amal shaleh, yang disebut tahalli dan ketiga berusaha mendekatkan diri
sepenuhnya kepada Allah dengan mencintai-Nya dengan cinta yang mendalam yang
disebut dengan tajalli, sehingga menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya. Dalam
makalah ini penulis membahas seputar asal usul arti tasawuf , perkembangan
tasawuf, maqamat dan ahwal.

ASAL- USUL ARTI TASAWUF,MAQAAMAT DAN AL-AHWAL

II. Pembahasan
A. Pengertian dan Asal- usul arti Tasawuf

Menurut etimologi tasawuf berasal dari kata ‫ صوف‬،‫صف‬ yang


berarti barisan dalam shalat. Karena seorang sufi adalah orang yang kuat
imannya, bersih jiwanya, selalu shalat pada shaf terdepan. Juga berarti bulu
domba yang dijadikan pakaian yakni dikarenakan kebiasaan orang- orang shaleh

18
sering memakai pakaian sederhana dari bulu dan kulit domba sebagai lambang
kesederhanaan.25
Menurut Harun Nasution,26 Tasawuf berasal dari kata ‫ صو في‬,
secara etimologi menurutnya kata sufi antara lain berdasarkan:
1. Ahlu al- Suffah yakni orang – orang yang ikut hijrah bersama Nabi dari
Mekah ke Madinah. Disebabkan kehilangan harta, dia hidup dalam
kemiskinan sehingga mereka tinggal di samping Masjid Nabi dan tidur di atas
bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Dalam bahasa arab
pelana disebut dengan suffah. Karena mereka memilki sifat- sifat yang teguh
pendirian, taqwa, wara` dan zuhud serta tekun dalam beribadah mereka
disebut dengan suffah.
2. Sufi berasal dari kata ‫ صا في‬dan ‫صفي‬ yang berarti suci.
Karena seorang yang sufi adalah orang yang telah mensucikan dirinya melalui
latihan berat yang cukup lama.
3. Sufi berasal dari kata sophos bahasa Yunani yang artinya hikmat. Karena
masyarakat Yunani adalah orang- orang yang cenderung terhadap ilmu
pengetahuan yang disebut dengan hikmah. Hanya saja menurut Harun
Nasution huruf s pada kata sophos jika ditransliterasikan ke dalam bahasa
Arab menjadi ‫ س‬bukan ‫ص‬ sebagaimana yang terdapat
dalam kata philosophia.
Berdasarkan beberapa asal kata tasawuf * di atas, pada hakikatnya pengertian
tasawuf adalah sebuah bentuk kehidupan yang didasari oleh kesederhanaan hidup
atau zuhud terhadap dunia, dengan memiliki akhlak yang terpuji serta memiliki jiwa
yang suci dan bersih dari hal- hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai
lawan dari bentuk kehidupan sufi adalah orang – orang yang hidup dengan segala
kemewahan dan hawa nafsu tanpa memperhatikan sikap dan tabi`at yang baik sebagai

25
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al- Munawwir Arab- Indonesia Terlengkap,
( Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku Ilmiah Keagamaan Ponpes Al- Munawwir, 1984), hal.860
26
Lihat Harun Nasution, Falsafat dan Mitisisme dalam Islam, ( Jakarta: Bulan Bintang 1973),
hal.56-57

19
seorang manusia yang mempunyai keteguhan hati dalam mengimani dan
mengamalkan ajaran Islam dalam menuju kedekatan dan keredhaan Allah.
Selanjutnya Tasawuf atau sufisme sebagaimana halnya dengan mistisisme di luar
Islam, bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan
sehingga disadari pengalaman seorang sufi bahwa seseorang telah berada di hadhirat
Tuhan . Intinya tasawuf atau sufisme ialah sebuah kesadaran yang sebenarnya bahwa
adanya komunikasi dan dialog antara roh ketuhanan manusia atau Nasut dengan roh
kemanusiaan Tuhan atau Lahut dengan jalan dengan berkontemplasi penuh yang di
dalam tasawuf disebut dengan ittihad yakni bersatu dengan Tuhan.
Pendapat lain tentang asal usul kata tasawuf adalah :
1. Berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata theosophi yang berarti Tuhan dan
sophos yang berarti Hikmat. Jadi theosophia dan sophos adalah hikmat
ketuhanan. Hal ini disebabkan oleh karena ajaran tasawuf banyak
membicarakan masalah ketuhanan.
2. Kemudian kata tasawuf merujuk pada kata shafwah yang berarti sesuatu yang
terpilih. Ini dikatakan karena orang- orang sufi biasanya memandang diri
mereka adalah sebagai orang pilihan atau orang terbaik.
3. Tasawuf berasal dari kata shaufanah yang berarti sejenis buah- buahan kecil
berbulu yang banyak tumbuh di gurun pasir Arab Saudi. Pengambilan kata ini
dikarenakan melihat kehidupan orang- orang sufi yang banyak memakai
pakaian yang berbulu dan mereka hidup dalam kesengsaraan fisik, tetapi
bahagia dengan kesuburan batin.27
Pendapat di atas agaknya juga berpedoman dengan memperhatikan
kepada kondisi kehidupan para sufi yang dihubungkan dengan sesuatu yang
memiliki kolerasi dengan pengertian tasawuf itu sendiri. Secara bahasa
memang sangat beragam pendapat para ahli dalam memberikan pengertian

27
* Menurut koleksi Ibrahim Basuni, ia telah mengumpulkan sekitar 40 arti tasawuf sampai ia
menulis bukunya Nas- ah al-Tasawuf al Islam tahun 1969
Abdurrahman Abdul Khaliq, Ihsan Ilahi Zhahir, Pemikiran Sufisme di bawah Bayang-
bayang Fatamorgana, ( Jakarta: Amzah, 2001), hal 12-13

20
tasawuf menurut asal kata dari tasawuf , kemudian mereka hubungkan dengan
eksistensi para sufi dalam mengamalkan ajaran tasawuf dalam kehidupan
kesehariannya.
Agar lebih jelasnya defenisi tasawuf, disini akan penulis sebutkan
beberapa defenisi menurut sejumlah tokoh sufi yang terkenal pada abad ke tiga
Hijriyah:28
a. Abu Sa`id al-Kharraz (w. tahun 227H), ketika ditanya tentang siapa yang
disebut ahli tasawuf, ia menjawab bahwa mereka adalah orang- orang yang
dijernihkan hati sanubarinya oleh Allah dan telah dipenuhi dengan
cahaya,mereka tenang bersama dengan Allah dan tidak pernah hatinya
berpaling dari Allah sehingga dia selalu berzikir mengingat Allah dalam
hidupnya.
b. Al- Junaid al- Bagdadi ( w. tahun 297 H) mengatakan bahwa tasawuf adalah
Allah mematikan kelalaian mu dan menghidupkan dirimu denganNya.
c. Ja`far al- Khalidi (w. tahun 348 H) berkata, tasawuf itu adalah memusatkan
segenap jiwa dan raga dalam beribadah dan keluar dari kemanusiaan serta
memandang kepada Al- Haqq secara menyeluruh.
d. Abu Bakar Muhammad al-Kattani mengatakan tasawuf menurutnya adalah
kejernihan dan penyaksian.
e. Asy- Syibli mengatakan tasawuf adalah :
‫بدؤه معرفة هللا ونهايته توحيده‬
Artinya: Permulaannya adalah ma`rifah kepada Allah dan diakhiri dengan pengesaanNya.
Melihat pada defenisi tasawuf yang dikemukakan oleh al- Kattani, merupakan
sebuah ungkapan yang sangat simpel sekali tentang pengertian tasawuf, yang
mencakup dua segi yang membentuk satu kesatuan dan keduanya saling menunjang
dalam mendefenisikan tasawuf. Jika dilihat salah satunya adalah merupakan cara atau

28
Abdul Halim Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam , Judul asli At-Tashawwuf fi al- Islam,
terj. Abdulllah Zakiy al-Kaaf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hal. 26

21
jalan dalam tasawuf, sedangkan yang satunya adalah tujuan yang akan dicapai dalam
hidup seorang sufi.
Apabila dilihat berbagai perbedaan para ahli sufi dalam mendefenisikan
tasawuf, memang berbeda dalam menjelaskan tentang cara yang dilalui untuk
menjadi seorang sufi. Begitu juga dalam masalah asal kata tasawuf, namun menurut
sejarah orang yang pertama kali menggunakan kata tasawuf adalah seorang zahid
yang bernama Abu Hasyim al- Kufi dari Irak ( w. tahun 150 H). Tetapi dalam
merumuskan tujuan dari tasawuf itu sendiri hanya terdapat perbedaan dari segi bahasa
yang digunakan berdasarkan pengalaman yang didapati melalui cara atau maqam
yang dilalui dengan latihan untuk sampai kepada Allah SWT.
Dalam pencarian akar kata tasawuf sebagai upaya awal untuk mendefenisikan
tasawuf, memang merupakan hal yang sulit untuk menarik sebuah kesimpulan yang
tepat. Kesulitan itu terdapat pada esensi tasawuf sebagai pengalaman rohaniah yang
hampir tidak mungkin dijelaskan secara tepat melalui bahasa lisan. Masing- masing
sufi mempunyai penghayatan yang berbeda sehingga mereka juga berbeda dalam
mengungkapkannya, maka muncullah defenisi tasawuf sebanyak orang yang
mencoba mentranspormasikan pengalaman rohaniahnya.
Di sisi lain juga dipengaruhi oleh sejarah dan perkembangan tasawuf melalui
segmen dan kultur yang bervariasi. Dalam setiap fase menampilkan sebagian dari
unsur- unsur yang tidak utuh, maka upaya untuk menggabungkan berbagai unsur
defenisi dalam tasawuf itulah yang akhirnya melahirkan satu disiplin ilmu yang
disebut tasawuf. Yakni satu ilmu yang lahir dari pengalaman spiritual yang mengacu
pada kehidupan moralitas yang bersumber dari nilai- nilai Islam.29
Seorang tokoh sufi terkenal abad ke tiga Hijriyah Abu Yazid al- Bustami
(w.260 H) secara lebih luas mengatakan bahwa pengertian tasawuf mencakup tiga
aspek:30

29
A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo- Sufisme, (Jakarta: PT. raja Grafindo
Persada, 2002), hal. 33
30
Abu Syu`ud, Islamologi Sejarah Ajaran dan Perananna dalam Peradaban Umat Manusia,
( Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2003), hal. 103

22
1). Melepaskan diri dari perangai yang tercela
2). Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia
3). Mendekatkan diri kepada Tuhan
Berangkat dari penjelasan berbagai pendapat tentang defenisi tasawuf di atas
dapat disimpulkan bahwa pengertian tasawuf itu sangat sulit untuk diambil
kesimpulan. Dari berbagai defenisi tentang tasawuf menurut Ibrahim Basuni seorang
tokoh sufi modern pengertian tasawuf dapat dibagi kepada tiga kategori, yaitu al-
bidayat, al- mujahadat dan al- madzaqot.31
Al-bidayat adalah bahwa prinsip awal tumbuhnya tasawuf adalah sebagai
wujud dari kesadaran spiritual manusia tentang dirinya sebagai makhluk Tuhan.
Kesadaran itu mendorong manusia atau para sufi untuk memusatkan perhatiannya
untuk beribadah kepada Khaliqnya yang diiringi dengan kehidupan zuhud atau
asketisme, untuk pembinaan moral. Dengan aspek ini tasawuf diartikan sebagai upaya
untuk memahami hakikat Allah dengan melupakan segala yang berkaitan dengan
kesenangan hidup duniawi yang dalam ajaran tasawuf disebut al-Hubb atau cinta
Ilahi.
Defenisi tasawuf yang dikategorikan kepada al- mujahadat adalah seperangkat
amaliah dan latihan keras dengan satu tujuan yakni berjumpa dengan Allah. Dalam
hal ini tasawuf diartikan dengan berusaha sungguh- sungguh untuk berada sedekat
mungkin dengan Allah. Kemudian al- madzaqot diartikan sebagai pengalaman yang
dirasakan oleh seorang sufi di hadirat Allah, apakah dia melihat Tuhan atau
merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya dan atau mereka merasa bersatu dengan
Tuhan yang difahami sebagai ma`rifatul Haqq yang merupakan ilmu terbukanya hijab
bagi seorang sufi.32
Kemudian tasawuf sebagai sebuah ilmu pengetahuan adalah ilmu yang
mempelajari tentang cara atau jalan yang dilalui oleh para sufi untuk bisa berada

31
A. Rivay Siregar, Opcit., hal . 34
32
Ibid., hal.35

23
sedekat mungkin dengan Tuhan, bahkan bisa bersatu dengan Tuhan dalam berbagai
bentuk sesuai dengan maqam yang mereka lalui.

B. Perkembangan Tasawuf
Dalam dunia Islam, tasawuf dikenal secara luas adalah semenjak penghujung
abad ke dua Hijriyah. Dimana bermula dari para zahid yang mengelompok di
serambi Masjid Madinah .Dalam perjalanan hidup berkelompok lebih
mengkhususkan diri untuk beribadah dan mengembangkan kehidupan rohaniah
dengan mengabaikan kehidupan duniawi, yang ditandai dengan sebutan zahid atau
kesalehan asketis yang merupakan awal pertumbuhan tasawuf yang akhirnya
berkembang pesat.
Kemudian sampai abad ke tiga Hijriyah sedah beralih dari kehidupan zuhud
ke arah sufisme yang sudah mulai membicarakan persoalan apa itu jiwa yang suci,
apa itu moral dan bagaimana pembinaannya. Sebagai reaksi dari perbincangan ini
muncullah berbagai teori tentang jenjang* yang harus ditempuh oleh seorang sufi.
Adapun teori asal timbulnya aliran yang dikenal dengan sufisme ini antara
lain menurut Harun Nasution merupakan pengaruh dari kehidupan para Rahib
Kristen yang mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Kemudian juga dari
pengaruh Filsafat Pyithagoras dan emanasi Plotinus bahwa untuk memperoleh
kehidupan yang senang di alam samawi manusia harus mampu membersihkan roh
dengan jalan meninggalkan hidup materi yaitu zuhud. Selain itu juga dipengaruhi
oleh ajaran Budha karena adanya kemiripan ajaran sufisme Fana` dengan ajaran
nirwana dengan meninggalkan dunia memasuki hidup kontemplasi, dan juga dari
ajaran Hinduisme yang mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan
mendekati Tuhan untuk bersatu dengan Atman dan Brahman. 33

33
* Jenjang yang harus ditempuh ini disebut dengan maqaamat dalam tasawuf serta ciri- ciri
yang dimiliki sufi pada tingkat tertentu yang disebut al- Hal.
Harun Nasution, Opcit., hal.58-59

24
Namun kebenaran pendapat ini sangat sulit dibuktikan , sebab walau
bagaimanapun juga tanpa persentuhan dengan dunia non muslim, di dalam ajaran Al-
Qur`an sudah ada ayat- ayat yang mengatakan bahwa manusia itu dekat dengan Allah
sebagaimana dalam surat 2 ayat 186 :

ْ ‫ان فَ ْليَ ْستَ ِجيب‬


ِ ‫اع إِ َذا َد َع‬ ُ َ َ‫َوإِ َذا َسأَل‬
‫ُوا لِي‬ ِ ‫ك ِعبَا ِدي َعنِّي فَإِنِّيقَ ِريبٌ أ ِجيبُ َد ْع َوةَ ال َّد‬
ْ ُ‫َو ْلي ُْؤ ِمن‬
َ ‫وا بِي لَ َعلَّهُ ْم يَرْ ُش ُد‬
‫ون‬
“َJika hambaKu bertanya tentang diriKU maka Aku dekat dan mengabulkan seruan
yang memanggil Aku jika Aku dipanggil, penuhilah perintahKu dan berimanlah
kepadaKu agar mereka memperoleh kebenaran” (al-Baqarah : 186).
Begitu juga dengan hadits Nabi yang menggambarkan kedekatan hubungan
antara manusia dengan Tuhan bahwa:
‫رف ربه‬OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO‫د ع‬OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO‫ه فق‬OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO‫رف نفس‬OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOO‫من ع‬
”Orang yang mengetahui dirinya , itulah orang yang mengetahui Tuhannya"
Dan banyak lagi ayat- ayat al-Qur`an yang mengisyaratkan tentang kedekatan
manusia dengan Allah. Dengan kata lain menurut penulis tanpa ada pengaruh ajaran
agama dan pemikiran lain selain Islam, ajaran tasawuf dengan sendirinya tetap akan
muncul dalam Islam.
Tasawuf atau sufisme sebagai suatu ajaran dalam Islam mengalami
perkembangan yang pesat yang memberikan gambaran dan motivasi munculnya
gerakan di kalangan muslim pada umumnya dari kalangan hartawan dan pembesar
negeri terhadap kehidupan glamor dan sikap hidup sekular dari para penguasa Istana
waktu itu , menjadi tidak lagi mendapat respon dan simpatik dari masyarakat muslim.
Sehingga tampillah seorang tokoh populer aliran ini Hasan al- Bashri (w.110 H)
yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah spritual Islam melalui doktrin yang
terkenal adalah al- zuhud , kemudian Rabi`ah al-Adawiyah (w.185 H) dengan ajaran
al- hubb atau mahabbah serta Ma`ruf al- Kharki (w. 200 H) .34
34
A. Rivay Siregar, Opcit., hal.38

25
Kemudian pada abad yang sama muncul pula DzuNun al- Mishri (w.245 H)
dengan konsep spiritual menuju Tuhan al- maqomat yang sejalan dengan konsep al-
hal . Setelah berkembangnya doktrin al- hal ini, perkembangan tasawuf telah sampai
pada tingkat kejelasan dalam tujuan maupun ajaran dengan kesalehan asketis.
Sehingga untuk menjadi seorang sufi sudah dirasakan sangat berat bagaikan kelahiran
kembali seorang manusia yang harus melepaskan kehidupan materi yang
menyenangkan untuk kembali ke alam rohaniyah, pengabdian dan kecintaan serta
kesatuan dengan alam malakut. Sampai abad ke tiga Hijriyah muncul lagi seorang
sufi terkenal Abu yazid al- Busthomi (w.260 H) yang melangkah lebih maju dengan
doktrin al-ittihad melalui al- fana.35 Setelah ini tasawuf semakin pesat hingga
terjadi pergeseran tujuan tasawuf ke tingkat yang lebih tinggi .
Maka tasawuf mulai dimasuki oleh unsur- unsur di luar Islam melalui
akulturasi. Sehingga terjadi ketegangan antara kaum sufi ortodoks yang berasal dari
kalangan teolog dan fuqaha dengan kelompok sufi yang berfaham ittihad di pihak
lain.* Akibat terjadinya perbenturan pemikiran tentang doktrin tasawuf waktu itu,
pemikiran dalam tasawuf terbagi kepada dua kelompok besar, maka pada penghujung
abad ke tiga Hijriyah tampilah tokoh kompromis antara sufisme dengan ortodoksi
dalam Islam , yang bernama al- Kharraj (w.277 H) bersama al Junaid ( w.297) untuk
menjembatani antara mistik dengan syari`at Islam. Sehingga lahir lagi doktrin al-
Baqa sebagai perimbangan dari doktrin al- Fana. .36
Hasil pemaduan antara mistik dengan syari`at sebagai suatu lembaga
mendapat sambutan luas dari kalangan masyarakat muslim waktu itu, sehingga
tampilnya para penulis tasawuf seperti al- Sarraj, dengan karangannya al- Luma, dan
al- Kalabazi dengan kitab al- Ta`ruf li Mazhab ahl al- Tasawuf dan al-Qusyairi
dengan al- Risalahnya. Kemudian setelah ini muncul jenis tasawuf yang berbeda

35
Ibid., hal 41
* Pada waktu itu Tujuan tasawuf tidak hanya sebatas mencintai dan dekat dengan Tuhan, tetapi sudah
meningkat menjadi penyatuan diri dengan Tuhan melalui mi`raj spiritual ke alam Ilahiyat sehingga
menimbulkan konflik antara sufi dengan teolog dan Fuqaha dengan saling menganggap sesat.
36
Ibid., hal.42

26
yakni tasawuf yang merupakan perpaduan antara sufisme dan filsafat dengan konsep
ma`rifat sejati dari tokoh yang bernama Ibn Masarrah (w.381 H) yang
menggabungkan antara sufisme dengan teori emanasi Neo-Platonisme. Faham
tasawuf ini akhirnya dikikis habis oleh al-Ghazali (w.503 H) pada abad ke lima
Hijriyah karena dianggap hasil rekayasa dan tidak Islami, seperti ucapan- ucapan
estatik dari seorang yang arif dalam kondisi sakr atau terkesima. Namun setelah sadar
mereka mengaku pula bahwa kesatuan dengan Tuhan itu bukanlah hakiki, tetapi
hanya sebagai sebuah kesatuan simbolistik .

C. Maqaamat dan Ahwal


Orang- orang sufi mempunyai jalan rohani yang merupakan tempat atau jalan
yang ditempuh untuk menuju Allah Azza wa Jalla. Mereka mengandalkan Al- Qur`an
dan Hadits Nabi yang telah nyata hasilnya dirasakan oleh orang- orang sufi. Jalan
yang ditempuh oleh sufi ini disebut dengan al- maqaamat wal Ahwal yang artinya
kedudukan dan keadaan. Masing- masing sufi memiliki jalan yang berbeda utuk
sampai kepada Allah sesuai dengan faham tasawuf yang mereka pelajari, secara
bertingkat untuk sampai pada Allah SWT.
Maqaamat atau maqam adalah jalan panjang yang ditempuh oleh seorang sufi
yang berisikan stasion- stasion yang harus dilalui untuk sampai pada Tuhan.
Sedangkan ahwal atau hal adalah keadaan atau rasa yang hadir dalam diri sufi yang
merupakan anugrah dan rahmat yang diberikan Allah yang bersifat sementara datang
dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya mendekati Tuhan.37
Adapun maqam yang memiliki stasion- stasion yang harus dilalui tidak sama
menurut ahli sufi. Seperti yang akan dijelaskan pada uraian ini.

1.Zuhud
Zuhud adalah meninggalkan dunia dengan segala kemewahannya dan
hidup kematerian. Zuhud merupakan stasion terpenting yang harus dilalui
37
Harun Nasution, Fisafat dan Mistisisme, Opcit., hal 62- 63

27
oleh seseorang sebelum menjadi seorang sufi. Aliran ini mulai muncul sebagai
reaksi umat Islam terhadap kehidupan khalifah yang larut dalam kemewahan
keserakahan akan kekuasaan dan ketidak sucian, maka orang- orang tidak
simpatik dengan kehidupan itu dan ingin mempertahankan hidup sederhana
menjauhkan diri dari dunia kemewahan. Aliran ini pertama berkembang di
Kuffah dan Basrah Irak, dengan para zahid yang terkenal di sini adalah Hasan
al- Basri (w.110 H ) dan Rabi`ah al- Adawiyah (w.185 H).38
Hasan al- Basri dikenal dengan kemashurannya dengan zuhud yang
berlandaskan kepada Khauf yaitu takut untuk berbuat maksiat dan raja` demi
mengharap rahmat Allah.. Dia pernah mengatakan ”jauhilah dunia ini, karena
ia sebenarnya serupa dengan ular, licin pada perasaan tangan, tetapi racunnya
mematikan”. Kemudian dilanjutkan oleh malik bin Dinar (w.171 H) yang
hidup dalam kezuhudan sehingga dirumahnya tidak ada apa- apa kecuali
hanya Al-Qur`an.39
Kemudian stasion- stasion lain yang kedudukannya dibawah zuhud adalah40:
a.Taubat (taubat yang sebenar- benarnya dan senantiasa melakukan
kontemplasi dengan Allah)
b.Wara` (meninggalkan hal-hal yang subhat)
c.Kefakiran (tidak mau meminta lebih dari apa yang ada padanya)
d.Sabar (sabar dalam melaksanakan peritah Allah,meninggalkan larangan dan
menerima cobaan, )
eTawakkal ( menyerah kepada qada` dan keputusan Allah)
f.Kerelaaan (Tidak meminta syurga dari Allah dan tidak meminta supaya
dijauhkan dari neraka).
2.al-Mahabbah

38
Ibid., hal. 65
39
Abu Su`ud, Opcit., hal.188
40
Harun Nasution, Opcit., hal 67-69.

28
Mahabbah yang dimaksud disini adalah cinta kepada Tuhan. Menurut
Harun Nasution pengertian mahabbah adalah:41
a. Memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap melawan
kepadanya.
b. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi yaitu Tuhan
c. Mengosongkan hati dari segalanya kecuali dari diri yang dikasihi
yaitu Tuhan.
Menurut al- Sarraj mahabbah mempunyai tiga tingkatan:
a. Cinta biasa, yakni selalu ingat kepada Tuhan dengan sering berzikir dan
memuji-Nya dengan menyebut nama Allah dan berdialog dengan-Nya.
b. Cinta orang yang siddiq, yakni orang yang kenal dengan Tuhan, pada
kebesaran, kekuasaan dan pada Ilmu-Nya serta lain- lain. Yaitu cinta yang
dapat menyingkap tabir yang memisahkan manusia dengan Tuhan
sehingga dapat melihat rahasia- rahasia yang ada pada Tuhan yang
membuat seseorang selalu rindu pada Tuhan.
c. Cinta orang `arif, yakni cinta yang timbul karena telah tahu betul dengan
Tuhan, sehingga yang timbul adalah rasa diri yang dicintai dan akhirnya
sifat- sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang dicintai.
Sufi yang terkenal dalam mahabbah ini adalah Rabia`h al- Adawiyah
(713- 801) yang berasal dari Basrah. Allah Azza wa Jalla menggambarkan
jalan untuk kecintaan-Nya. Sebagai langkah awal adalah menjalankan segala
kewajiban kepada Allah, karena kecintaan Allah mustahil akan didapat jika
tidak berupaya mendekatkan diri kepada-Nya. Termasuk kecintaan kepada
Allah Ta`ala dengan mengikuti Rasulullah dalam petunjuknya, kezuhudan
serta akhlaknya serta meneladani dalam segala hal. Antara cinta hamba
dengan kecintaan Allah diikat dengan amal dan akibat dari kecintaan-Nya
juga dengan amal.42 Sehingga bagi Rabi`ah Adawiyah Tuhan adalah zat yang

41
Ibid., hal. 70-71
42
Abdul Halim Mahmud, Opcit., hal. 94

29
dicintai dan meluaplah dari hatinya rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan
yang lahir dalam ucapannya ” Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena
takut kepada neraka dan bukan pula karena ingin masuk syurga, tetapi aku
mengabdi karena cinta kepada-Nya. Dia menolak untuk tawaran menikah
karena dia adalah milik Tuhan yang dicintainya.
3.al- Ma`rifah
Di dalam konsep tasawuf ma`rifah diartikan dengan pengenalan yang
langsung tentang Tuhan, yang diperoleh dengan hati sanubari sebagai hikmah
langsung dari ilmu hakikat. Dengan demikian ma`rifat lebih mengacu pada
tingkatan kondisi mental, sedangkan hakikat mengarah pada kualitas
pengetahuan atau pengamalan. Melalui latihan yang berat, jiwa seseorang bisa
menyatu dengan zat yang diketahuinya itu yakni Allah Azza wa Jalla.43
Ma`rifah juga berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari
seseorang dapat melihat Tuhan. Sehingga orang sufi mengatakan:
a. kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia itu terbuka, maka
kepalanya akan tertutup dan saat itu yang terlihat hanyalah Allah.
b. Ma`rifah adalah cermin, kalau orang yang arif melihat cermin, yang
dilihatnya adalah Allah, begitu juga disaat tidur dan bangun yang
dilihatnya hanya Allah.
c. Sekiranya ma`rifah mengambil bentuk materi, maka semua orang yang
melihatnya akan mati karena tak tahan melihat kecantikan serta
keindahannya... dan semua cahaya akan menjadi gelap di samping
cahaya yang gilang gemilang.
Zunnun al- Misri (w. 860M) yang digelari dengan bapak ma`rifah
mengatakan bahwa ada tiga macam pengetahuan tentang Tuhan:44
a. Pengetahuan awam, yakni pengetahuan tentang Tuhan satu dengan
perantaraan ucapan syahadat.

43
A.Rivay Siregar, Opcit., hal.112
44
Harun Nasution, Opcit., hal. 76

30
b. Pengetahuan ulama, yakni pengetahuan tentang Tuhan satu menurut
logika akal.
c. Pengetahuan sufi, yakni pengetahuan tentang Tuhan satu dengan
perantaraan hati sanubari. Maka pengetahuan yang pertama dan ke dua
disebut dengan ilmu, sedangkan pengetahuan yang ke tiga disebut
dengan pengetahuan yang hakiki tentang Tuhan yang disebut dengan
ma`rifah.
Imam al- Ghazali pernah mengatakan bahwa dalam ma`rifah kepada
Allah dengan menjadikan-Nya sebagai teman dalam hidup dan mati.
Ketahuilah bahwa sahabat yang tidak pernah meninggalkanmu dalam rumah
dan perjalannmu dalam tidur dan terjagamu, dalam kehidupan dan
kematianmu adalah Tuhanmu, Maulanamu sebab dia adalah temanmu.
Akhirnya memang Allah selalu ingat dalam setiap waktu yang dilalui. Jika
sesorang telah mampu menghadirkan Allah dalam setiap waktunya, pertanda
ia sudah mengetahui Tuhannya dengan pengetahuan hati sanubarinya,
sehingga Allah berfirman Aku adalah teman duduk bagi orang yang
mengingat-KU.45

4.al- Fana dan al- Baqa


Sebelum seorang sufi dapat bersatu dengan Tuhan, ia harus mampu
menghancurkan dirinya. Sebab selama dia belum mampu menghancurkan
dirinya dia akan selalu sadar, selagi masih sadar seorang sufi tidak dapat
bersatu dengan Tuhannya. Inilah yang disebut fana dalam tasawuf. Kemudian
fana selalu diiringi dengan Baqa yakni tetap terus hidup. Kalau seorang sufi
telah mencapai fana`an al- Nafs, yakni menghancurkan wujud jasmaninya,
maka yang tinggal hanya wujud rohaninya, maka ketika itu barulah ia dapat

45
Imam al- Ghazali, Bidayatul Hidayah, diterjemahkan oleh Tim Mumtaz, (Jakarta:
Himmah), hal. 235
*Nama kecilnya Thaifur, lahir di Bistonm kawasan Persia tahun 200H. Tentang penulisan
namanya ada Busthami, Bisthomi, Busthomi dan Basthomi, bahkan ditulis Bayazid saja

31
bersatu dengan Tuhannya. Abu Yazid al- Bustami* (w. 874 M) sebagai sufi
pertama dalam fana` dan baqa` mengatakan”
‫اعرفه بي حتى فنيت ثم عرفته به فحييت‬
“Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur, kemudian aku tahu
padaNya, maka akupun hidup.”46

Selanjutnya Abu Yazid bahwa sebenarnya manusia seesensi dengan Allah,


bisa bersatu denganNya apabila manusia mampu meleburkan eksistensinya sebagai
suatu pribadi (fana` an nafs) yakni hilangnya kesadaran kemanusiaannya dan
menyatu ke dalam hadhirat Allah. Artinya bukan jasad tubuhnya yang menyatu
dengan zat Allah.

5.al- Ittihad
Pengertian al- Ittihad adalah dimana seorang sufi sudah merasakan dirinya
bersatu dengan Allah, suatu tingkatan karena yang mencintai dengan yang
dicintai sudah menjadi satu. Sebagaimana dikatakan oleh A.R. Al- Badawi
yang dilihat dalam Ittihad hanya satu wujud, walaupun sebenarnya ada dua
wujud yang berpisah satu sama lain, sebab yang dilihat dan dirasakan hanya
satu wujud, maka dalam ittihad bisa terjadi pertukaran peranan antara yang
mencintai dan yang dicintai. Dalam ittihad identitas telah hilang, telah
menjadi satu, karena itu kesadaran sudah hilang karena fana` maka ia
berbicara sufi berbicara dengan nama Tuhan.47
Berdasarkan pengalaman Abu Yazid dalam ittihad dapat difahami bahwa
ittihad bisa dicapai setelah seorang sufi mencapai tingkatan fana` sehingga
identitas diri telah tidak dirasakan lagi, dalam ketidak sadaran jasmani, rohani
telah bersatu dengan Tuhan. Sehingga sufi berbicara atas nama Tuhan, dengan
kata lain Tuhan berbicara melalui lidah Abu Yazid. Hal ini kelihatan dari
pengalaman Abu Yazid dengan ucapannya:

46
Harun Nasution Opcit., hal.81
47
Ibid., hal.82

32
‫ فانا انت وانت انا وانا انت‬: ‫ فقلت‬.‫ يا ابا يزيد انهم كلهم خلقي غيرك‬: ‫قال‬
Tuhan berkata : ”Semua mereka kecuali engkau, adalah makhlukKu, akupun
berkata:” aku adalah engkau, engkau adalah aku, dan aku adalah engkau”

Paham ittihad ini timbul sebagai konsekwensi lanjut dari pendapat


Bayazid bahwa jiwa manusia adalah pancaran Nur Ilahi, aku nya manusia itu
adalah pancaran dari yang maha esa sebagaimana pancaran sinar matahari di
bumi. Maka barang siapa yang mampu membebaskan diri dari alam lahiriah
atau kesadaran insan, maka dia akan menemukan jalan untuk kembali bersatu
dengan sumber asalnya, bersatu padu dengan Yang Tunggal yaitu Allah.
Inilah yang disebut ittihad.48

6. al- Hulul
Faham al- Hulul ditimbulkan oleh Husain Ibn Mansur al- Hallaj (l. Persia
858M- w.922) ia meninggal karena dihukum mati dan setelah itu jasadnya
dibakar dan abunya dibuang ke sungai Tigris karena ia dituduh oleh penguasa
saat itu.* Karena al- hallaj diwaktu mencapai hulul mengatakan ‫انا الحق‬
”Akulah Yang maha Benar”.49

Menurut keterangan Abu Nasr al- Tusi dalam kitab al- Luma` ialah faham yang
mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat
di dalamnya, setelah sifat- sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu berhasil
dilenyapkan.50
Dari ajaran al- hulul yang dikembangkan al- hallaj dapat disimpulkan bahwa di
dalam diri manusia terdapat sifat Ketuhanan, dan di dalam diri Tuhan terdapat sifat
kemanusiaan . Persatuan antara Tuhan dan Manusia bisa terjadi dalam bentuk hulul,
setelah manusia mampu menghilangkan sifat- sifat kemanusiaannya melalui fana`.
Setelah fana` yang tinggal dalam diri manusia hanyalah sifat Ketuhanan, disanalah
48
A.Rivay Siregar, Opcit., hal 153
*Ada pendapat yang mengatakan bahwa al- Hallaj dihukum mati bukan karena ajarannya,
tetapi karena dia adalah anggota pemberontak Karamihtah
49
Harun Nasution, Opct., hal.87
50
Ibid. ,hal. 88

33
Tuhan bisa mengambil tempat di dalam diri manusia. Dan ketika itu roh Tuhan dan
roh manusia dapat bersatu di dalam tubuh manusia. Dengan demikian ketika al-
hallaj mengatakan ”Akulah Yang maha Benar” bukan roh al- hallaj yang mengatakan
itu, tetapi roh Tuhan yang mengambil tempat di dalam diri al-hallaj. Perbedaannya
antara Ittihad Abu Yazid dengan al- Hulul nya al- Hallaj adalah dalam ittihad diri
Busthami hancur, yang dilihat hanya satu wujud yaitu Tuhan, sedangkan dalam hulul
al- hallaj wujud dirinya tidak hancur, yang dilihat ada dua wujud tetapi bersatu dalam
satu tubuh seperti Allah memerintahkan malaikat dan Iblis sujud kepada Adam,
karena Allah telah mengambil tempat dalam tubuh nabi Adam.

7.Wahdat al- Wujud


Wahdat al- wujud berarti kesatuan wujud yang merupakan kelanjutan dari faham
hulul yang dikemukakan oleh Muhy al- Din Ibn Arabi (L. 1165M.w.1194M). faham
wihdatul wujud ini menurutnya pengakuannya dia terima dari Nabi Muhammad
melalui satu mimpi pada tahun 626 H.di Damaskus. Dalam wahdatul wujud, nasut
yang ada dalam hulul dirobahnya menjadi khalq ( makhluk) dan lahut menjadi haq
(Tuhan). Makhuk dan haq merupakan dua aspek bagi tiap sesuatu. Khalq adalah
aspek luar dan haq aspek sebelah dalam.51
Dalam faham ini setiap sesuatu yang ada memiliki dua aspek yakni aspek
kemakhlukan dan aspek ketuhanan. Aspek yang terpenting adalah aspek haq yang
merupakan batin jauhar atau substansi dan esensi setiap yang berwujud. Sedangkan
aspek khalq adalah aspek yang datang kemudian.
Renungan zauq tasawuf yang didasarkan pada renungan filsafat ini timbul
sebagai kelanjutan dari konsep penciptaan makhluk. Menurut Ibnu `Arabi alam ini
diciptakan Allah dari `ain wujudnya. Sehingga jika Allah ingin melihat dirinya maka
Allah cukup dengan melihat alam ini yang pada hakikatnya tidak ada perbedaan
antara keduanya artinya alam yang nampak berbeda- beda ini pada dasarnya adalah
satu seperti seseorang yang ingin melihat dirinya lewat cermin. Betapa banyaknya
bayangan yang ada, namun orangnya tetap satu karena bayangan itu tidak
mempunyai substansi.52
51
Ibid., hal. 92
52
A. Rivay Siregar, Opcit., hal 183

34
Dalam pandangan Ibn `Arabi, tidak ada perbedaan antara wujud yang satu
dengan alam yang beraneka ragam . Hal iu hanya dapat dipandang oleh orang yang
`arif yang bisa melihat dengan mata hatinya, sehingga orang `arif itu berucap”
‫ واذا شهدنا نفوسه‬.‫ اذا شهد نه شهدنا نفو سنا‬.‫سبحا ن من خلق اال شياء وهو عينها‬
” Maha suci Allah yang menciptakan segala sesuatu dari dzatNya, sehingga apabila
kami melihat Nya berarti kami melihat diri kami, dan apabila kami melihat diri kami
maka kami juga melihat diriNya.”

Berdasarkan pengertian di atas, dapat difahami bahwa faham wahdatu al-wujud


yang dicetuskan oleh Ibn al- `Arabi dalam tasawufnya merupakan tasawuf falsafi,
karena sudah merupakan hasil fikir dari seorang sufi dan tidak hanya semata- mata
berasal dari hati atau sir saja untuk bisa memahami persatuan wujud Tuhan dengan
wujud alam ini. Artinya alam ini merupakan cermin bagi Tuhan untuk melihat
dirinya. Walaupun alam ini terdiri dari bentuk materi yang beragam, namun
sebenarnya wujudnya adalah satu yakni wujud Tuhan. Wujud makhluk ini tergantung
pada wujud Tuhan yang bersifat wajib. Adapun wujud yang lain hanyalah wujud
yang tidak sebenarnya atau wujud bayangan.53
Dengan demikian dalam hal ini Ibn al- `Arabi mengatakan bahwa wujud
hakiki hanyalah wujud Allah, sedangkan wujud makhluk hanyalah bayang- bayang
dari yang punya bayangan atau Allah, atau gambaran dalam kaca dari yang mengaca.
Maka makhluk adalah bayangan sedangkan al-haq adalah yang maha Suci dan
makhluk adalah tiruan. Yang dimaksud dengan Tajallinya Allah pada alam adalah
sebagai bukti wujud Tuhan secara transenden pada semua makhluk, dariNya
segalanya berasal dan kapadaNya pula semua akan kembali.

IV. Penutup
A. Kesimpulan

53
Harun Nasution , Opcit., hal. 95

35
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis paparkan sebelumnya dapat
diambil kesimpulan bahwa di antara perbedaan asal- usul arti kata tasawuf
disebabkan adanya akulturasi dengan dunia luar Islam, sebenarnya sulit untuk
dibuktikan . Sebab dalam ajaran al- Qur`an dan hadits sendiri sudah ada isyarat
yang megajarkan tentang keharusan manusia untuk mengenal dan mendekatkan
diri kepada Allah, sekalipun dalam memahami isyarat tersebut berbeda
pemahaman di kalangan sufi. Akan tetapi semuanya menuju kepada kedekatan
hamba dengan Allah.
Berdasarkan defenisi yang dikemukakan oleh tokoh- tokoh sufi tentang
pengertian tasawuf dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah jalan yang ditempuh
oleh seorang muslim untuk sampai kepada Allah dalam berbagai bentuk dengan
cara melatih diri yakni mengasah hati dan pikiran berdasarkan al- Qur`an dan
hadits yang dikenal dengan sir dan zugh secara bertahap dengan maqam yang
difahami dan diyakini untuk sampai kepada Allah. Artinya tasawuf adalah suatu
usaha yang dapat dilakukan seorang muslim dengan melatih dan mengasah hati
dan pikiran secara rohaniyah. Sehingga terjadilah perbedaan pengalaman yang
dirasakan oleh seorang sufi dalam mencapai hadirat Allah.
Demikianlah makalah ini penulis susun sebagai bahan diskusi dalam mata
kuliah Sejarah Pemikiran Dalam Islam.
B. Saran- saran
Dalam penulisan makalah ini penulis sangat merasakan ketidak sempurnaan
terutama dalam menela`ah referensi yang cukup terbatas .Kepada pembaca
yang budiman penulis harapkan untuk dapat menggali lebih mendalam tentang
tasawuf dan masukan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis aturkan
terima kasih.

36
KHAWARIJ DAN MURJI`AH
Sekte dan Ajaran Pokok

37
Makalah
Dipresentasekan pada mata kuliah
Sejarah Pemikiran Dalam Islam

Oleh:
Martono.M
NIM: 088 101317

Konsentrasi Syari`ah
Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri
Imam Bonjol Padang
Tahun 1431 H/2010

38

Anda mungkin juga menyukai