Anda di halaman 1dari 37

HISTORISITAS MUNCULNYA

KHAWARIJ & PEMIKIRANNYA


OLEH MUHAMAD KHOIRUL UMAM, M. S. I.
A. Latar Belakang Historis Kemunculan
Khawarij
Kata Khawarij secara etimologis berasal dari
kata kharaja, yang berarti keluar, muncul,
timbul atau memberontak. Syahrastani
menyebut orang yang memberontak imam yang
sah sebagai Khawarij. Berdasar definisi ini,
Khawarij: setiap muslim yang memiliki sikap
laten ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Definisi Khawarij secara terminologis
adalah suatu sekte/kelompok/aliran
pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena tidak sepakat
terhadap Ali yang menerima
arbitrase/tahkim dalam Perang Shiffin pada
tahun 37 H/648 M dengan kelompok
bughat Muawiyah bin Abi Sufyan perihal
persengketaan khilafah.
Semula kelompok “Khawarij”
memandang Ali & pasukannya berada
pada pihak yang benar karena Ali
merupakan khalifah sah yang telah
dibaiat mayoritas umat Islam,
sementara Muawiyah berada pada
pihak yang salah karena
memberontak pada khalifah yang sah.
Berdasarkan estimasi (di atas
kertas) “Khawarij”, pihak Ali hampir
mencapai kemenangan (peperangan)
atas pihak Muawiyah. Karena Ali
menerima tahkim, maka keberhasilan
yang sudah berada di depan mata
menjadi raib dan sia-sia belaka.
Sebenarnya Ali sudah mencium gelagat
tidak baik di balik ajakan damai dari kelompok
Muawiyah. Awalnya, ia berniat menolak ajakan
tahkim. Akan tetapi, karena desakan kuat dari
sebagian pengikutnya, seperti Al-Asy’ats bin
Qais, Mas’ud bin Fudaki Al-Tamimi, dan Zaid
bin Husein Al-Tha’i, maka dengan terpaksa Ali
memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukan
Ali) untuk menghentikan peperangan.
Ali menghendaki Abdullah bin
Abbas sebagai hakam (juru damai),
akan tetapi orang-orang “Khawarij”
menolaknya. Mereka menunjuk Abu
Musa Al-Asy’ari untuk dijadikan
hakam dari pihak Ali. Dari pihak
Muawiyah yang jadi hakam adalah
Amr bin Al-’Ash.
Hasil tahkim tidak memuaskan atau
mengecewakan bagi sebagian kelompok
Ali karena semakin mengukuhkan
dominasi dan memperkuat legitimasi
hukum Muawiyah bin Abi Sufyan
sebagai “penguasa”, lebih besar kuasa
politik dan wilayahnya daripada Ali bin
Abi Thalib.
Sebagian pengikut Ali bin Abi
Thalib memutuskan untuk keluar
dari barisan/pasukannya Ali dan
langsung menuju Hurura,
sehingga mereka disebut
Hururiah. Hurura adalah nama
kampung dekat Kufah.
Terkadang mereka disebut
Syurah: golongan yang
mengorbankan dirinya untuk
kepentingan keridaan Allah
sebagaimana tercantum dalam
firman Allah Q. S. Al-Baqarah
ayat 207.
Terkadang orang-orang Khawarij disebut
juga dengan Al-Mariqah: kaum yang keluar
dari agama seperti lepasnya anak panah dari
busurnya. Definisi ini tidaklah mereka
senangi, dan mereka menolaknya. Menurut
orang-orang Khawarij, mereka tetap
mukmin. Orang-orang yang berbeda dan
bersebrangan pendapat dengan mereka
disebut kafir atau musyrik.
Terkadang mereka disebut Al-Muhakkimah:
orang-orang yang berpendapat bahwa la hukma
illallah (“tidak ada hukum selain Allah”)
berdasarkan firman Allah dalam Q. S. Al-Maidah
ayat 44. Dalam pandangan mereka, orang-orang
yang setuju dan menandatangani hasil tahkim
seperti Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi
Sufyan, Abu Musa Al-Asy’ari dan Amr bin
Al-’Ash dianggap telah kafir dan murtad. Halal
darahnya untuk dibunuh.
B. Doktrin-doktrin Pokok Khawarij
Doktrin-doktrin pokok Khawarij antara lain:
(1) Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas
oleh umat Islam, (2) Khalifah tidak harus berasal
dari keturunan Arab, (3) setiap orang Islam
berhak menjadi khalifah asalkan sudah
memenuhi syarat, (4) Khalifah dipilih secara
permanen selama yang bersangkutan bersikap
adil & menjalankan syariat Islam. Ia harus
dijatuhi hukuman mati jika berbuat zalim,
(5) Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan
Utsman) adalah Khalifah sah, tetapi setelah
tahun ketujuh dari masa kekhilafahannya,
Utsman bin Affan dianggap telah menyeleweng
(abuse of power), (6) Khalifah Ali juga
sah/legitimate secara hukum, tetapi setelah
tahkim, ia dianggap menyeleweng, (7)
Muawiyah, Amr bin Al-’Ash & Abu Musa Al-
Asy’ari juga dianggap telah menyeweng & kafir
serta murtad,
(8) pasukan perang Jamal yang melawan
Ali juga kafir & murtad, (9) seseorang yang
berdosa besar: kafir dan telah murtad.
Halal darahnya untuk dibunuh, (10) setiap
muslim wajib masuk dalam kelompok
mereka. Jika tidak, maka hukumnya wajib
diperangi karena hidup dalam dar al-harb
& pembela kelompok Khawarij berada
dalam dar al-Islam,
(11) seseorang harus menghindar dari pimpinan
yang menyeleweng, (12) adanya wa’d & wa’id
(orang yang baik harus masuk surga/orang
berjuang di kelompok Khawarij & orang yang
jahat masuk neraka/orang yang berbeda
pendapat dengan Khawarij), (13) amar ma’ruf
nahi munkar, (14) memalingkan ayat yang
mutasyabihat, (15) Al-Quran adalah makhluk &
(16) manusia bebas menentukan perbuatannya
bukan dari Tuhan semata.
C. Perkembangan Kelompok Khawarij
Khawarij telah menjadikan
imamah/khilafah/politik sebagai doktrin
sentral yang memicu timbulnya doktrin-
doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang
melekat pada watak & perbuatan kelompok
Khawarij membuatnya sangat rentan
terpecah-belah, baik secara internal
maupun eksternal.
Al-Baghdadi mengatakan kelompok
Khawarij telah terpecah-belah menjadi
20 subsekte. Harun Nasution
mengatakan bahwa kelompok Khawarij
telah terpecah-belah menjadi 18
subsekte. Menurut Al-Asfarayani,
kelompok Khawarij terpecah-belah
menjadi 22 subsekte.
Subsekte Khawarij yang
tergolong dalam kelompok faksi
terbesar hanya ada 8, yaitu: (1) Al-
Muhakkimah, (2) Al-Azariqah, (3)
Al-Najdat, (4) Al-Baihasiyah, (5)
Al-Ajaridah, (6) Al-Salabiyah, (7)
Al-Ibadiyah, (8) Al-Sufriah.
Semua subsekte tersebut
membicarakan persoalan hukum orang
yang berbuat dosa besar, apakah masih
mukmin atau telah menjadi kafir.
Tampaknya, doktrin teologi tetap
menjadi primadona pemikiran mereka,
sedangkan doktrin-doktrin yang lain
hanya merupakan pelengkap.
Pemikiran subsekte ini lebih bersifat
praktis daripada teoritis, sehingga
kriteria bahwa seseorang dapat
dikategorikan sebagai mukmin atau kafir
tidak jelas. Hal ini mengakibatkan—
dalam kondisi tertentu—seseorang dapat
disebut mukmin, sekaligus pada waktu
yang bersamaan disebut sebagai kafir.
Tindakan bengis dan kejam kelompok
Khawarij sangat merisaukan hati kaum
muslimin saat itu. Cap kafir yang diberikan
salah satu subsekte Khawarij membuat banyak
jiwa dan nyawa melayang. Contoh, menurut
versi Azariqah, orang mukmin yang berbuat
dosa besar, bahkan yang tidak sepaham dengan
mereka adalah musyrik & berada dalam dar al-
harb yang wajib diperangi & dibunuh, termasuk
wanita & anak-anak.
Sekte Azariqah punya khalifah sendiri,
yakni Nafi’ ibn al-Azraq, yang diberi gelar
amir al-mukminin. Kekuasaannya meliputi
Kirman, Fars & daerah lain di provinsi
bagian Timur kekuasaan Daulah Amawiyah
I (Damaskus/Syria). Mereka digempur oleh
al-Muhallab ibn Abi Sufra pertama kali,
kemudian oleh Al-Hajjaj ibn Yusuf. Nafi’
mati terbunuh di Irak pada tahun 686 M.
Sekte Ibadiyah—yang dipelopori oleh
‘Abdullah ibn Ibad, yang pada tahun 686 M
memisahkan diri dari golongan al-Azariqah—
termasuk Khawarij aliran lunak. Kalau dalam
Azariqah, negeri atau daerah yang tak sepaham
dengan mereka disebut dar al-harb, maka
menurut Ibadiyah negeri yang tidak sepaham
dengan kelompoknya masih disebut dar al-
tauhid. Dar-al-harb (daerah yang harus
diperangi) adalah camp pemerintah.
Bila terjadi pertempuran di antara
sekte Ibadiyah & kelompok
penentangnya, maka yang boleh
dirampas adalah kuda-kuda & senjata
perang (pedang, panah, dan lain-lain),
sedangkan emas dan perak dilarang
untuk diambil, malah harus
dikembalikan kepada pemiliknya.
Menurut sekte Ibadiyah, orang Islam yang
berbuat dosa besar tetap muwahid, yakni
orang yang mengesakan Tuhan, tetapi tidak
mukmin lagi. Kalaupun mereka dinyatakan
kafir, kekafiran mereka bukanlah kafir al-
millah (kafir agama), tetapi kafir al-ni’mah
(kafir terhadap nikmat-nikmat Allah). Orang
yang berbuat dosa besar tidak membuat
dirinya disebut murtad.
Menurut sekte Ibadiyah, orang Islam
yang tidak sepaham dengan mereka
bukanlah mukmin & musyrik, tetapi
kafir. Namun di antara mereka masih
diperbolehkan diadakan hubungan
perkawinan, warisan. Syahadat mereka
dapat diterima. Membunuh mereka
adalah haram hukumnya.
Sekte Ajaridah adalah pengikut Abdul
Karim ibn ‘Ajrad. Menurut sekte ini,
berhijrah bukanlah kewajiban. Tidak disebut
kafir orang Ajaridah yang tidak pindah ke
lingkungan mereka. Karena berhijrah: hanya
sebagai kebajikan saja. Lebih lanjut kata
sekte ini, Surat Yusuf bukanlah bagian dari
Al-Quran karena sebagai kitab suci, Al-
Quran tidak mungkin memuat kisah cinta.
Sekte Najdat dipelopori oleh Najdat ibn
‘Amir al-Hanafi dari Yamamah. Menurut sekte
ini, orang yang berbuat dosa besar & telah
menjadi kafir adalah orang-orang yang tidak
sepaham dengan mereka. Sekte ini menerima
paham tentang taqiyah, yaitu merahasiakan &
tidak menyatakan keyakinan untuk keamanan
diri seseorang. Taqiyah menurut sekte ini,
bukan hanya dalam perkataan, tapi juga dalam
bentuk perbuatan.
Dengan demikian, seseorang
boleh mengucapkan kata-kata
kekafiran & boleh melakukan
hal-hal yang menunjukkan
seseorang bukan orang Islam,
kendatipun pada hakikatnya ia
masih tetap Islam.
Sekte Al-Sufriah—yang dipelopori oleh
Ziad ibn al-Asfar—agaknya lebih moderat
ketika membagi dosa besar dalam 2 golongan,
yakni (1) dosa yang ada sanksinya di dunia
seperti zina & mencuri, dan (2) dosa yang tak
ada sanksinya di dunia seperti shalat & puasa.
Dosa pertama bagi pelakunya tidak langsung
jatuh vonis kafir, tapi zani & sariq. Dosa
kedua, langsung jatuh vonis: kafir.
Sekte Al-Sufriah membagi syirik
menjadi 2, yaitu: (1) taat kepada
setan, dan (2) perilaku
menyembah berhala. Kelompok
ini membagi kufur menjadi 2,
yaitu: (1) kufur nikmat, dan (2)
kufur terhadap ketuhanan.
Selain itu, menurut sekte al-Sufriah,
orang Sufriah yang tidak berhijrah tidak
dipandang kafir, anak-anak kaum musyrik
tidak boleh dibunuh, daerah golongan
Islam yang tidak sepaham dengan mereka
tidak disebut Dar al-Harb. Daerah yang
harus diperangi hanyalah mu’askar/camp
pemerintah sedang anak-anak &
perempuan tak boleh dijadikan tawanan.
Menurut Sekte al-Sufriah,
taqiyah hanya boleh dalam
bentuk perkataan, bukan dalam
bentuk perbuatan. Demi
keamanan dirinya, perempuan
Islam boleh kawin dengan lelaki
kafir di daerah bukan Islam.
Menurut Harun Nasution ada 5
karakteristik khusus yang dapat disebut
Neo Khawarij atau aliran Khawarij zaman
now, yaitu: (1) mudah mengafirkan orang
yang tidak segolongan dengan mereka, (2)
Islam yang benar adalah Islam yang mereka
pahami & amalkan, sedangkan Islam
sebagaimana yang dipahami & diamalkan
golongan lain tidak benar,
(3) orang-orang Islam yang tersesat &
menjadi kafir perlu dibawa & diajak
kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu
Islam seperti yang mereka pahami &
amalkan, (4) karena pemerintahan & ulama
yang tidak sepaham dengan mereka adalah
sesat, mereka memilih imam dari
golongannya, yaitu imam dalam arti
pemuka agama & pemerintahan, dan
(5) mereka bersifat fanatik
dalam paham & tidak
segan-segan menggunakan
kekerasan & pembunuhan
untuk mencapai tujuannya.

Anda mungkin juga menyukai