KELOMPOK KHAWARIJ
1.Aliran Khawarijj
A.Pengertian khawarij
Khawarij secara bahasa diambil dari Bahasa Arab
khowaarij, secara harfiah berarti mereka yang keluar,
muncul,timbul, atau memberontak . Istilah khowarij adalah
istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam islam yang
pada awalnya mengakui dan mengikuti kekuasaan Ali bin Abi
Thalib dan lalu meninggalkanya. Pertama kali muncul pada
pertengahan abad ke-7, berpusat di daerah yang kini terletak di
bagian negara Irak Selatan dan merupakan bentuk yang
berbeda dari kaum sunni dan syiah.
Kebanyakan dari kaum Khawarij adalah Masyarakat Arab yang
tinggal di kawasan pegunungan dan karena itu hidup dengan
sangat sederhana. Mereka sangat keras hati tetapi amat taat
menjalankan agama. Karena pemikirannya yang sederhana,
Khawarij mengartikan Al Quran benar-benar secara tekstual;
tetapi
betapa
pun
beratnya
mereka
toh
tetap
melaksanakannya.
Aliran Khawarij dipergunakan oleh kalangan Islam untuk
menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali bin
Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya
yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok
Muawiyyah yang dikomandoi oleh Amar ibnu Ash dalam
Perang Shiffin (37H/657).
B.Doktrin Ajaran
Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah
kaum muslimin yang berbuat dosa besar adalah kafir.
Kemudian, kaum muslimin yang terlibat dalam perang jamal,
yakni perang antara Aisyiah, Thalhah, dan dan Zubair melawan
Ali bin Abi Thalib dihukumi kafir. Kaum Khawarij memutuskan
Aliran dalam Islam mulai tampak pada saat perang Siffin (37 H)
khalifah 'Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah. Pada saat
tentara 'Ali dapat mendesak tentara Mu'awiyah maka
Mu'awiyah meminta diadakan perdamaian. Sebagian tentara
'Ali menyetujui perdamaian ini, dan sebagian lagi menolaknya.
Kelompok yang tidak setuju ini akhirnya
memisahkan diri dari 'Ali dan membentuk kelompok sendiri
yang akhirnya terkenal dengan nama Khawarij. Mereka
menganggap Ali, Mu'awiyah dan orang-orang yang menerima
perdamaian ini telah berbuat salah (dosa besar) karenanya
5. Qodariyah
Qodariyyah berasal dari kata qadr yang artinya mampu atau
berkuasa.
9 Tarikh Madzhabil Islamiyyah, Abu Zahrah, hal 103/juz I
10 I'tiqod Ahlus Sunnah wal Jama'ah, KH Sirojuddin Abbas hal
268-272
Pemimpin aliran ini yang pertama adalah Ma'bad al- Juhani
dan Ghailan ad-Dimasyqiy. Keduanya dihukum mati oleh
penguasa karena dianggap menganut paham yang salah.
Pendapat-pendapat mereka :
- Manusia sendirilah yang melakukan pebuatannya sendiri dan
Tuhan tidak ada hubungan sama sekali dengan perbuatannya
itu.
6. Mu'tazilah
Mu'tazilah berasal dari kata I'tazala yang berarti manjauhkan
diri.
Asal mula kata ini adalah suatu saat ketika al-Hasan al- Bahsriy
(110 H) sedang mengajar di masjid Basrah datanglah seorang
laki-laki bertanya tentang orang yang berdosa besar. Maka
ketika ia sedang berpikir menjawablah salah satu muridnya
Wasil bin Atha' (131
H) menjawab : "Saya berpendapat bahwa ia bukan mukmin
dan bukan kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya".
Kemudian ia menjauhkan diri dari majlis al-Hasan dan pergi
ketempat lain dan mengulangi pendapatnya. Maka al-Hasan
menyatakan : Washil menjauhkan diri dari kita (I'tazal 'anna). 11
Pendapat-pendapat mereka :
- Orang Islam yang berdosa besar bukan kafir dan bukan
mukmin tetapi berada di antara keduanya (al-Manzilah bainal
manzilatain)
- Tuhan bersifat bijaksana dan adil, tidak dapat berbuat jahat
dan zalim. Manusia sendirilah yang memiliki kekuatan untuk
mewujudkan perbuatannya
perbuatannya, yang baik dan jahat, iman dan kufurnya, ta'at
dan tidaknya.
A.
Pengertian Mutazilah.
yang menyisihkan diri.[1] Kata-kata ini diulang dalam Al-quran sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya
mempunyai arti sama yaitu al ibtid ani al syai-i : menjauhi sesuatu. Seperti dalam satu redaksi ayat :
(90
Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian
kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka. (QS.
4:90)[2]
Aliran Mutazilah dalam menetapkan prinsip-prinsipnya selalu berpegang kepada akal (ratio).
Sebab itu mereka sangat mengutamakan ratio dan menempatkannya pada tingkat yang tinggi. Pada masa
berikutnya mereka bersandar kepada filsafat, terutama setelah timbul kebangkitan dan kemajuan dalam
bidang ilmiyah dalam Alam Islami juga sesudah filsafat diterjemahkan dari berbagai bangsa ke dalam
bahasa Arab. Pada masa itu filsafat merupakan senjata ampuh bagi musuh-musuh Islam untuk
menyerangnya. Maka kaum Mutazilah pun memekai filsafat sebagai senjata mereka untuk
mempertahankan Islam terhadap orang yang menyerang dan menantangnya. [3]
B.
a)
Ada seorang guru besar di Baghdad yang bernama syeh Hasan Bashri (wafat 110 H). Di antara muridnya
ada yang bernama Wasil bin Atha (wafat 131 H). Pada suatu hari Imam Hasan Bashri menerangkan bahwa
orang Islam yang telah iman kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi ia kebetulan mengerjakan dosa besar,
maka orang itu tetap muslim tetapi muslim yang durhaka. Di akhirat nanti, kalau ia wafat sebelum taubat
dari dosanya, ia dimasukkan ke dalam neraka buat sementara untuk menerima hukuman atas perbuatan
dosanya, tetapi sesudah menjalankan hukuman ia dikeluarkan dari dalam neraka dan dimasukkan ke
dalam surga sebagaimana seorang Mumin dan Muslim.
[4].
Wasil bin Atha tidak sependapat dengan gurunya, lantas ia membentak, lalu keluar dari halaqah gurunya
dan kemudian mengadakan majlis lain di suatu pojok dari masjid Basrah itu.
Oleh karena itu, maka Wasil bin Atha dinamai kaum Mutazilah, karena ia mengasingkan diri dari gurunya.
Dan diikuti oleh temannya Umar bin Ubaid (wafat 145 H).
Sejarah tidak mencatat tanggal, hari dan bulan perceraian, tetapi ketika itu usia Wasil 40 tahun, yaitu usia
seseorang yang sudah bertanggung jawab, maka gerakan ini dimulai tahun 120 H, karena lahirnya Wasil
bin Atha adalah pada tahun 80 H.
Jadi dapat dikatakan bahwa permulaan munculnya faham Mutazilah adalah pada permulaan abad ke II
Hijriyah, dengan guru besarnya Wasil bin Atha dan Umar bin Ubaid. Dan yang berkuasa saat itu Khalifah
Hisyam bin Abdul Muluk dari Bani Umayyah (100-125 H).
b)
Ada pula yang mengatakan sebab dinamakan Mutazilah karena mengasingkan diri dari masyarakat.
Orang-orang Mutazilah pada mulanya adalah orang-orang Syiah yang patah hati akibat menyerahnya
Khalifah Hasan bin Ali bin Abi Thalib kepada Khalifah Muawiyah dari Bani Umaiyah.
Mereka menyisihkan diri dari siasah (politik) dan hanya mengadakan kegiatan dalam bidang ilmu
pengetahuan. Demikian dikatakan oleh Abdul Hasan Tharaifi, pengarang buku Ahlul Hawa wal Bida,
yang dikutip oleh Muhammad Abu Zaharah dalam bukunya Asy Syafii , page 117.
Kalau ucapan Tharaifi ini benar, maka tanggal permulaan gerakan Mutazilah ini adalah sekitar tahun 40 H,
karena penyerahan pemerintahan Sayidina Hasan kepada Sayidina Muawiyah adalah pada tahun 40 H.
Baik dari Tharaifi maupun Muhammad Abu Zaharah tidak menerangkan nama orang-orang yang patah hati
itu dan juga tidak menerangkan tahun-tahunnya. Karena itu dalil Tharaifi ini tidak begitu kuat, apalagi
dilihat dalam kenyataannya, bahwa orang-orang Mutazilah dalam prakteknya bukan patah hati tetapi
banyak sekali mencampuri soal-soal politik dan bahkan sampai mendominasi Khalifah Al Mamun,
Khalifah al Mutashim dan Khalifah Al Watsiq. Dan bahkan di antara mereka ada yang duduk
mendampingi Kepala Negara sebagai penasehatnya.
c)
Ada penulis-penulis lain yang mengatakan bahwa kaum Mutazilah itu adalah kaum yang mengasingkan
diri dari keduniaan. Mereka memakai pakaian yang jelek-jelek, memakai kain yang kasar-kasar, tidak
mewah dan dalam hidupnya sampai kederajat kaum minta-minta (Darawisy).
Keterangan ini pun sangat lemah, karena dalam kenyataannya kemudian, banyak kaum Mutazilah yang
gagah-gagah, pakai rumah mewah-mewah, pakai kendaraan mewah-mewah, sesuai dengan kedudukan
mereka di samping Khalifah-khalifah.
d)
Pengarang buku Fajarul Islam Ahmad Amin, tidak begitu menerima semuanya itu. Persoalan kaun
Mutazilah bukan sekedar menyisihkan diri dari majlis guru, bukan sekedar menyisihkan diri dari
masyarakat atau sekedar tidak suka memakai pakaian mewah, tetapi lebih mendalam dari itu. Mereka
menyisihkan fahamnya dan Itiqadnya dari paham dan Itiqad umat Islam yang banyak.
Pendapat ini dikuatkan oleh pengarang kitab al Farqu bainal Firaq, yang menyatakan bahwa Syeh Hasan
Basri mengatakan ketika kedua orang itu menyisihkan diri bahwa mereka telah menjauhkan diri dari
pendapat umum.
Pendapat ini memang dekat pada kebenaran, karena dari dulu sampai sekarang fatwa-fatwa kaum
Mutazilah banyak yang ganjil-ganjil, banyak yang di luar dari faham Nabi dan sahabat-sahabat beliau. Jadi
mereka itu benar-benar Mutazilah (tergelincir) dalam arti kata sebenarnya. [5]
C.
1)
Tauhid
Tauhid kaum Mutazilah tidak mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, tetapi Tuhan adalah Zat yang
tunggal tanpa sifat. Mereka menganut pendapat yang meniadakan sifat-sifat yang Qadim itu sama sekali.
Sebab, kalau seandainya memang ada sifat-sifat yang Qadim, tentulah akan ada beberapa Yang Qadim.
Dan ini adalah kepercayaan syirik. Mereka berkata bahwa Allah adalah Alim (Mengetahui) dengan dzatNya, Qadir (Kuasa) dengan dzat-Nya, Haiyun (Hidup) dengan dzat-Nya, Mutakallim (Berbicara) dengan
dzat-Nya. Bardasarkan keterangan tersebut maka mereka berkata, bahwa Al Quran adalah makhluk,
karena tak ada Yang Qadim kecuali Allah.
Karena
adanya
prinsip-prinsip
ini,
maka
musuh-musuh
Mutazilah
menggelari
mereka
denganMuattilah, sebab mereka telah meniadakan sifat-sifat Tuhan dan menghapuskannya. Dan karena
prinsip ini pula maka kepada orang-orang yang menetapkan adanya sifat-sifat Tuhan lalu diberikan
gelar Shifatiyah. Dan karena prinsip pertama dan kedua tersebut di atas, maka kaum Mutazilah sendiri
menyebut diri mereka dengan Ahlul adli wat tauhid (pengemban keadilan dan ketauhidan). [6]
2)
Keadilan.
Kaum Mutazilah menggunakan istilah keadilan yaitu karena manusialah yang menciptakan
perbuatan-perbuatannya sendiri, yang baik ataupun yang jelek. Dan karenanya ia berhak mendapatkan
pahala dan siksa. Dan Tuhan sama sekali bersih dari hal-hal yang jelek, aniaya dan perbuatan yang
dipandang kekafiran dan kemaksiatan. Sebab, kalau seandainya Tuhan memang menciptakan kezaliman,
berarti Ia adalah zalim. Mereka sepakat bahwa Allah Taala hanyalah berbuat yang patut dan baik.
Berdasarkan kepada prinsip tersebut, maka kaum Mutazilah ini juga disebut Aladliyah, yaitu orangorang
yang
menganut
pendapat
tentang
keadilan.
Dan
karenanya
mereka
juga
disebut
4)