Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mempelajari mata kuliah ilmu kalam merupakan salah satu dari tiga
komponen utama rukun iman. Ketiga komponen itu, yaitu nuthqun bi al-lisani
(mengucapkan dengan lisan), ‘amalun bi al-arkani (melaksanakan dengan rukun-
rukun), dan tashd iqun bi al-qalbi (membenarkan dengan hati). Agar keyakinan
itu dapat tumbuh dengan kukuhnya, sebagaimana para ulama terdahulu telah
melakukan kajian secara mendalam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

 A. Khawarij

1. Latar Belakang Kemunculan Khawarij

Kata Khawarij secara etimologis berasal dari bahasa arab kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.1 Berkenaan dengan pengertian
etimologis ini, Syahrastani menyebut orang yang memberontak imam yang sah
sebagai Khawarij.2

Adapun yang dimaksud Khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah


suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena tidak sepakat dengan Ali yang menerima
arbitrase/tahkim dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok
bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan
khilafah.3 Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya
berada pada pihak yang benar karena Ali sah yang telah dibai’at umat Islam,
sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena memberontak kepada
khalifah yang sah. Lagi pula, berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir
memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu
daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi
raip.4

Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok


Mu’awiyah, sehingga pada mulanya Ali menolak permintaan itu. Akan tetapi,

1
Abdu Al-Qahir bin Muhammad Al-Bagdadi, Al-Farq bain Al-Firaq, Al-Azhar, Mesir, 1037, hkm.
75.
2
Abi Al-Fath Muhammad ‘Abd Al-Karim bin Abi Baskar Ahmad Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-
Nihal, Dar Al-Fikr, Libanon, Beirut, tt, hlm. 114.
3
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI. Press, cet, I, 1985, hlm.
11.
4
Rahman, op. cit, hlm. 245.

2
karena desakan sebagian pengikutnya, dengan terpaksa Ali memerintahkan Al-
Asytar (komandan pasukan Ali) untuk menghentikan peperangan.5

Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah


bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi orang-orang Khawarij
menolaknya dengan alasan bahwa Abdullah bin Abbas adalah orang yang berasal
dari kelompok Ali. Mereka lalu mengusulkan agar Ali menirim Abu Musa Al-
Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.
Keputusan tahkim, yaitu Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh
utusannya, sementara Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah oleh delegasinya
pula sebagai pengganti Ali, akhirnya mengecewakan orang-orang Khawarij. Sejak
itulah, oarng-orang Khawarij membelot dengan mengatakan, “Mengapa kalian
berhukum kepada Manusia? Tidak ada hukum selain hukum yang ada pada sisi
Allah”. Mengomentari perkataan mereka, Imam Ali menjawab, “itu adalah
ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru”. Pada waktu itulah
orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura,
sehingga Khawarij disebut juga dengan nama Hururiah.6

2. Doktrin-doktrin Pokok Khawarij

Di antara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah:

a. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
c. Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat,
d. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil
dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika
melakukan kedhaliman,7

5
Amir An-Najjar, Al-Khawarij: Aqidatan wa Fikratan wa Falsafatan, Terj. Afif Muhammad, dkk.,
Lentera. Cet. I, Bandung, 1993, hlm. 5.
6
Al-Bagdadi, op. cit., hlm. 75; Bandingkan dengan Nasution, loc. Cit.; Bandingkan pula dengan
An-Najjar, op. cit., hlm. 52. Hururiah adalah nama kampung dekat Kufah yang nama aslinya
Hurura. Sekte ini dibangsakan dengan nama kampung ini sehingga bernama Hururiah.
7
Nasution, op. cit., hlm. 12.

3
e. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi
setelah tahun ketujuh dari masa ke kekhalifahannya, Utsman dianggap
telah menyeleweng,
f. Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap
menyeleweng,
g. Mu’awiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga
dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,8
h. Pasukan Perang Jamal yang menyerang Ali juga kafir,9
i. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus
dibunuh. Mereka menganggap bahwa seorang muslim tidak lagi muslim
(kafir) disebabkan tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap
kafir, dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,10
j. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
Apabila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar
al harb (negara musuh), sedangkan golongan mereka dianggap berada
dalam dar al darb al Islam (negara Islam),11
k. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
l. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan
yang jahat harus masuk ke dalam neraka),
m. Amar ma’ruf nahi mungkar,
n. Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat (samar),
o. Al-Qur’an adalah makhluk,12
p. Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.13

3. Perkembangan Khawarij
Khawarij,sebagaimana telah dikemukakan, telah menjadi
imamah/khalifah/politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-
doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan
8
Ibid.
9
Al-Bagdadi, op cit., hlm. 73.
10
Nurcholis Majid, (Ed.), Khazanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, Cet. II, Jakarta, 1985, hlm.
12.
11
Ibid., hlm. 13.
12
Madzkur, op cit., hlm. 110.
13
Madjid, loc. Cit.

4
kelompok Khawarij menyebabkannya sangat rentan terhadap perpecahan, baik
secara internal kelompok Khawarij maupun secara eksternal sesama kelompok
Islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat tentang berapa banyak
perpecahan yang terjadi dalam tubuh kelompok Khawarij.
Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan Khawarij, bahwa subsekte
Khawarij yang besar hanya ada 8, yaitu:
a. Al-Muhakkimah,
b. Al-Azriqah,
c. An-Najdat,
d. Al-Baihasiyah,
e. Al-Jaridah,
f. As-Saalabiyah,
g. Al-Abadiyah
h. As-Sufriyah.
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum orang yang berbuat
dosa besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin
teologi tetap menjadi primadona pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin
yang lain hanya merupakan pelengkap. Pemikiran subsekte ini lebih bersifat
praktis daripada teoretis, sehingga kriteria bahwa seseorang dapat dikategorikan
sebagai mukmin atau kafir masih tidak jelas. Hal ini menyebabkan dalam kondisi
tertentu seseorang dapat disebut mukmin sekaligus pada waktu yang bersamaan
disebut sebagai kafir.
Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut,
dikategorikan sebagai aliran Khawarija, selama terdapat indikasi doktrin yang
identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini, Harun mengidentifikasi
beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij masa
kini, yaitu:
a. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka,
walaupun orang itu adalah penganut agama islam;
b. Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan,
golongan lain tidak benar;

5
c. Orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali
ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka pahami dan
amalkan;
d. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka
adalah sesat, mereka memilih imam dari golongannya, yaitu imam dalam
arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan;
e. Mereka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan
kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuannya.14

 B. Al-Murji’ah
1. Latar Belakang Kemunculan Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna
penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti
memberi pengharapan, yaitu kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan
di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari
iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu ‘Ali dan Mu’awiyah, serta setiap
pasukannya pada hari kiamat kelak.15
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan
Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja’ dan arja’a
dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari
sektarianisme. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis,
diperkirakan lahir bersama dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Murji’ah,
pada saat itu merupakan musuh berat Khawarij.16
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin
murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh
14
Nasution, Islam Rasional ...., hlm. 124.
15
Cyril Glasse, The Concise Encyclopedia of Islam, Staceny International, London, 1989. Hlm. 288-
289; Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, 1990, hlm. 633-636; Ahmad amin, Fajrul Islam,
Jilid I, 1965, hlm. 279; H.A.R. Gibson and J.N. Krammers, Shorter Encyclopedia of Islam, EJ. Srill,
Leiden, 1961, hlm. 412.
16
Lihat W. Montgomery Watt, Islamic Philoshopy and Theology: An Extended Survey, At Univ.
Press, Eidenburgh, 1987, hlm. 23. Departemen Agama RI, op, cit., hlm. 633.

6
cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun
695. Watt, penggagas teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah
meninggalnya Mu’awiyah tahun 680, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil,
yaitu Al-Mukhtar membawa paham Syi’ah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibnu
Zubair mengklaim kekhalifahan di Mekah hingga kekuasaan Islam. Sebagai
respons dari keadaan ini muncul gagasan irja’ atau penangguhan. Gagasan ini
tampaknya pertama kali dipergunakan sekitar tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi
Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiya, dalam sebuah surat pendeknya
yang tampak autentik. Dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya
dengan mengatakan, “Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan
keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan
Utsman, Ali, dan Zubair.” Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba
menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia kemudian mengelak berdampingan
dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan Ali dan
pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui
kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si pendosa
Utsman.17
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Mu’awiyah, dilakukan tahkim atas usulan Amr bin ‘Ash, seorang kaki tangan
Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra.
Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yaitu kubu Khawarij,
memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al-Quran, dalam pengertian
tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh karena itu, Khawarij
berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukum kafir, sama
seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba’, membunuh tanpa alasan yang
benar, durhaka kepada orang tua, serta menfitnah wanita baik-baik. Pendapat
Khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah
dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir,
sementara dosanya diserahkan kepada Allah., apakah mengampuni atau tidak.18

17
Gibb and J.H. Krammers, loc. Cit.
18
Watt, op. cit., hlm. 21.

7
2. Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin
irja’ atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang dihadapinya,
baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja’
diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu
diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah dikenal
pula sebagai the queietist (kelompok bungkam).19 Sikap ini akhirnya berimplikasi
begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun di bidang teologi, doktrin irja’ dikembangkan Murji’ah ketika
menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada
perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi
semakin kompleks, mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan, tauhid, tafsir
Al-Quran, eskatologi, pegampunan atas dosa besar, kemaksuman Nabi, hukuman
atas dosa, pertanyaan tentang ada yang kasir di kalangan generasi awal, tobat,
hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan.20

 C. Jabariah
1. Latar Belakang Kemunculan Jabariah
Kata Jabariah berasal dari kata Jabara yang berarti “memaksa”. Di dalam
Al-Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariah berasal dari kata Jabara yang
mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu.21 Kalau
dikatakan Allah mempunyai sifat Al-Jabbar (dalam bentuk mubalaghah), artinya
Allah memaksa. Ungkapan al-insan majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti
bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya, kata Jabara (bentuk pertama),
setelah ditarik menjadi Jabariah (dengan menambah ya nisbah), artinya adalah
suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syahratsany menegaskan
bahwa paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang
sesungguuhnya dan menyandarkannya kepada Allah SWT.22

19
Classe, loc. Cit.; Gibb and Kremmers, loc. cit.
20
Gibb and Krammers, op. cit., hlm. 412.
21
L. Mal’uf, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-‘Alam, Dar Al-Masyiq, Beirut, 1998, hlm. 78.
22
Asy-Syahrastani, Al-Milal wa An-Nihal, Darul Fikr, Beirut, hlm. 85.

8
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin dirham (terbunuh
124H) yang kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari Khurasan.
Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran
Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah. Dalam perkembangannya, paham al-jabar
ternyata tidak hanya dibawa oleh dua tokoh di atas. Masih banyak tokoh-tokoh
lain yang berjasa dalam mengembangkan paham ini, di antaranya adalah Al-
Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d bin Dirar.

2. Doktrin-doktrin Pokok Jabariah


Menurut Asy-Syahrastani, Jabariah itu dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu ekstrem dan moderat.23 Di antara doktrin Jabariah ekstrem adalah
pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang
timbul dari kemauannya, melainkan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukan terjadi atas
kehendak sendiri, melainkan karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki
demikian.24

 C. Qadariah
1. Latar Belakang Kemunculan Qadariah
Qadariah berasal dari bahasa Arab qadara, yang artinya kemampuan dan
kekuatan.25 Menurut pengertian terminologi, Qadariah adalah aliran yang percaya
bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi tangan Tuhan. Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.26
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariah digunakan
untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan
manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun
Nasution turut menegaskan bahwa kaum Qadariah berasal dari pengertian bahwa
manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan

23
Asy-Syahrastani, op. cit., hlm. 85.
24
Nasution, op. cit., hlm. 34.
25
Luwis Ma’luf Al-Yusu’i, Al-Munjid, Al-Khathulikiyah, Beirut, 1945, hlm. 436; Lihat Juga Hans
Wehr, A Dictionary of Modern Wrintten Arabic. Wlesbanden, 1971, hlm. 745.
26
Al-Yusu’i, op. cit., hlm. 436.

9
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar
Tuhan.27
Kapan Qadariah muncul dan siapa tokoh-tokohnya merupaka dua tema
yang masih diperdebatkan. Menurut Ahmad Amin, ada para ahli teologi yang
mengatakan bahwa Qadariah pertama dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani
(wafat 80 H) Ghailan Ad-Dimasyqy.28 Ma’bad adalah seorang taba’i yang dapat
dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bisri.29 Sementara, Ghailan
adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Utsman
bin Affan.30
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin
(1886-1954 M), memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan
paham Qadaariah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian
masuk Islam dan kembali ke agama kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan
Ghailan mengambil paham ini.31
Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut Watt adalah
penganut Qadariah yang hidup setelahh Hasan Al-Bisri.32 Apabila dihubungkan
dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad
Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan
Al-Bisri. Jadi, sangat mungkin paham Qadariah ini mula-mula dikembangkan
Hasan Al-bisri.
Berkaitan dengan persoalan pertama kali Qadariah muncul, penting untuk
melirik kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk
menentukannya. Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai ini karena
ketika itu penganut Qadariah sangat banyak. Sebagian terdapat di Irak dengan
bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bisri. Pendapat ini
dikuatkan oleh pendapat Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama
tentang masalah ini adalah seorang Kristen dari Irak yang telah masuk Islam dan
dari orang ini diambil oleh Ma’bad dan Ghailan.

27
Nasution, Teologi Islam...., hlm. 31.
28
Ahmad Amin, op. cit., hlm. 284.
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Ibid.
32
Ibid., hlm. 28.

10
2. Doktrin-doktrin Pokok Qadariah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya; manusia yang melakukan,
baik atas kehendak maupun kekuasaannya, dan manusia pula yang melakukan dan
menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atau kemauan dan dayanya.33 Salah seorang
pemuka Qadariah yang lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup
mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala
perbuatannya.34
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa doktrin Qadariah
pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatannya dan kehendaknya sendiri, baik berbuat baik
maupun berbuat jahat.

33
Harun Nasution, Teologi Islam ..., hlm. 31.
34
Al-Ghurabi, op. cit, hlm. 201.

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Secara etimologis kata Khawarij berasal dari bahasa Arab yaitu Kharaja,
yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Terdapat beberapa
doktrin pokok dalam kaum Khawarij. Doktrin yang dikembangkan kaum
Khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan
sosial. Dalam perkembangannya subsekte Khawarij yang besar terdiri dari
delapan macam.
2. Murji’ah diambil dari kata irja’, yaitu penundaan, penangguhan , dan
pengharapan. Mungkin karena mereka mengharapkan tingkatan amal dari
iman, ataukah mereka menangguhkan hukuman terhadap pelaku dosa
besar sampai hari kiamat, dan menyerahkan perkaranya kepada Tuhan.
3. Paham Jabariah memandang manusia sebagai makhluk yang lemah dan
tidak berdaya. Manusia tidak sanggup mewujudkan perbuatan-
perbuatannya sesuai dengan kehendaknya. Singkatnya, perbuatan-
perbuatan itu hanyalah dipaksakan Tuhan kepada manusia.
4. Intinya paham Qadariah menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan.
Manusia mampu melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,
baik perbuatan yang baik maupun yang buruk tanpa campur tangan dari
Allah SWT. Kaum Qadariah berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.

12
Daftar Pustaka
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia

13

Anda mungkin juga menyukai