Anda di halaman 1dari 4

A.

AJARAN – AJARAN YANG MENYELEWENGKAN AJARAN


TAUHID

1. Kaum Khawarij

Kaum Khawarij adalah kaum yang terdiri dari pengikut-pengikut Ali bin Abi Thalib yang
meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali dalam menerima arbitrase
sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang Khalifah dengan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan. Nama Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Disebut seperti itu karena
mereka telah keluar dari barisan Ali. Iman yang mereka miliki cenderung sederhana dalam
pemikiran dan sempit akal serta fanatik. Dalam ruang lingkup ketatanegaraan kaum Khawarij
mempunyai paham yang berlawanan dengan paham yang ada pada saat itu. Mereka lebih bersifat
demokratis, menurut mereka yang berhak menjadi khalifah bukanlah dari anggota suku Quraisy
dan orang arab saja melainkan siapa saja yang sanggup asal orang islam. Khalifah yang terpilih
akan terus  memegang jabatanya selama ia menjalankan syariat islam. Dan apabila khalifah
tersebut terbukti menyeleweng dari ajaran dan syariat islam maka ia wajib di jatuhkan bahkan di
bunuh. Dalam hubungan ini, kekhalifahan Abu Bakar dan Umar Bin Khattab secara kesuluruhan
dapat mereka terima karena keduanya di angkat dan tidak menyeleweng dari ajaran-ajaran islam.
Namun tidak dengan Utsman Bin Affan yang mereka anggap telah menyeleweng dari ajaran
islam mulai dari tahun ketujuh masa pemerintahannya. Dan juga Ali Bin Abi Thalib yang
mereka pandang telah menyeleweng sesudah peristiwa arbitrase. Sejak saat itulah mereka
menganggap Ustman dan Ali kafir. Begitu juga dengan Mu’awiyah, ‘Amr Bin Al-As, Abu Misa
Al-Asyari’ serta semua orang yang mereka anggap telah menyeleweng dari ajaran-ajaran islam.
Hal itu menimbulkan persoalan di kaum khawarij tentang siapa yang mereka anggap kafir dan
siapa yang mereka anggap mukmin. Sehingga timbul beberapa golongan dalam kalangan kaum
khawarij diantaranya adalah:

a. Al-Muhakkimah

Golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali. Menurut golongan ini Ali ,
Mu’awiyah, dan kedua perantara yaitu Amr Bin Al-As dan Abu Musa Al-Asy’ari, serta semua
orang yang telah menyetujui arbitrase mereka anggap bersalah dan kafir. Selanjutnya pengertian
kafir ini mereka perluas sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang melakukan dosa besar.
Sebagai contoh adalah berbuat zinah ,dalam pandangan mereka zinah termasuk dosa besar maka
orang yang melekukan zinah adalah kafir dan telah keluar dari islam.

b. Al-Azariqah

Golongan ini muncul setelah golongan Al-Muhakkimah hancur. Daerah kekuasaan mereka
terletak di perbatasan Irak dengan Iran. Nama Al-Azariqah diambil dari Nafi Bin Al-Azraq.
Pengikutnya berkisar 20 ribu orang. Khalifah pertamanya adalah Nafi’ yang diberi gelar Amir al-
Mu’minun. Naf’i meninggal dalam pertempuran di Irak pada tahun 686 M. Golongan ini
bersikap lebih radikal dari al-Mihakkimah. Mereka tidak memakai kategori kafir melainkan
musyrik atau polytheist yang dalam islam merupakan dosa terbesar lebih dari kufur.

Musyrik menurut golongan ini adalah semua orang islam yang tak sepaham dengan mereka.
Bahkan orang islam yang sepaham dengan mereka namun tidak ikut hijrah bersama mereka
maka di pandang musyrik. Dalam anggapan mereka, hanya daerah merekalah yang merupakan
dar al-islam, sedangkan daerah islam yang lainnya adalah dar-al-kufr, yang wajib diperangi.
Menurut mereka hanya merekalah yang islam yang sebenarnya. Orang islam di luar lingkungan
mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi bahkan sampai dibunuh.

c. Al-Najdat

Najdah Bin Amir al-Hanafi dari Yamammah dengan para pengikutnya pada mulanya ingin
menggabungkan diri dengan golongan Al-Azariqah. Namun ketika itu terjadi perpecahan dalam
golongan Azariqah yang disebabkan oleh perbedaan pendapat tentang yang mereka anggap
musyrik. Salah satu tokoh yang tidak setuju adalah Abu Fudak  yang pada akhirnya memutuskan
untuk memisahkan diri dari Nafi bersama para pengikutnya. Mereka pergi ke Yamammah dan
kemudian menarik Najdah ke pihak mereka dalam pertikaian paham dengan Nafi’. Pengikut Abu
Fudaik dan pengikut Najdah bersatu dan memilih Najdah sebagai imam baru.
Najdah mempunyai paham yang berbeda dengan kedua golongan diatas. Ia menganggap
bahwa orang yang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang
islam yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika melakukan dosa besar, 
betul akan mendapatkan siksaan tetapi bukan dalam neraka dan kemudian akan masuk surga.
Diantara golongan khawarij, golongan inilah yang kelihatannya yang pertama membawa paham
taqia, yaitu merahasiakan dan tidak menyatakan keyakinan untuk keamanan diri seseorang. Jadi
seseorang boleh mengucapkan kata-kata dan melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin
menunjukan bahwa pada lahirnya ia bukan orang islam, tapi pada hakikatnya ia tetap menganut
islam. Tetapai tidak semua pengikut Najdah setuju dengan paham tersebut, terutama paham
bahwa dosa besar tidak membuat pengikutnya menjadi kafir dan bahwa dosa kecil bisa menjadi
dosa besar. Perpecahan di kalangan mereka kelihatannya ditimbulakan oleh pembagian
ghanimah(barang rampasan perang) dan sikap lunak yang diambil Najdah terhadap khalifah  Abd
al-Malik Ibn Marwan. Dalam perpecahan ini Abu Fudaik, Rasyid at-Tawil, dan Atiah al-Hanafi
memisahkan diri dari Najdah. Najdah meninggal di tangan Abu fudaik dan Rasyid.

d. Al-Ajaridah

Kaum Ajaridah bersikap lebih lunak karena menurut paham mereka berhijrah bukanlah
merupakan kewajiban sebagaimana diajarkan oleh Nafi dan Najdah, tetapi hanya merupakan
kebajikan. Dengan demikian kaum ajaridah yang tinggal di luar daerah kekuasaan mereka tidak
di anggap kafir. Dan harta rampasan perang yang boleh di ambil hanyalah harta orang yang telah
mati terbunuh. Mereka juga berpendapat bahwa anak kecil tidak bersalah, tidak musyrik menurut
orangtuanya. Seperti golongan Khawarij lain, golongan ini juga terpecah menjadi golongan-
golongan kecil. Diantaranta yaitu golongan al-Maimunah, al-Hamziah, dan golongan al-
Syu’iban.

e. Al-Surfiah

Pemimpin golongan ini adalah Ziad Ibn al-Asfar. Paham golongan ini sama dengan golongan
al-zariqah. Namun tidak begitu ekstrim karena orang sufiah yang tidak berhijrah tidak di
pandang kafir. Bagi mereka kufur di bagi menjadi dua yaitu kufur bin inkar al-ni’mah yaitu
mengingkari rahmat Tuhan dan kufur bi inkar al-rububiah yaitu mengingkari Tuhan. Dengan
begitu kafir tidak selamanya harus keluar dari islam.

f. Al-Ibadiah

Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan Khawarij.
Namanya di ambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 686 M memisahkan diri dari
golongan Azariqah. Menurut mereka orang islam yang tak sepaham dengan mereka bukanlah
mukmin dan bukanlah musyrik tetapi kafir. Orang islam yang berbuat dosa besar adalah
muwahhid yang meng-esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin dan bukan kafir al-Millah, yaitu
kafir agama. Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata. Paham moderat ini
membawa golongan al-Ibadiah menjadi satu-satunya golongan yang bertahan sampai sekarang.

2.  Kaum Murji’ah

Kaum Murji’ah pada mulanya muncul ditimbulkan oleh persoalan politik khalifah yang
membawa perpecahan di kalangan umat islam setelah Utsman Bin Affan mati terbunuh. Seperti
di ketahui bahwa kaum khawarij adalah pendukung Ali yang berbalik melawannya. Orang-orang
yang setia mendukungnya disebut dengan nama Syiah. Dan diantara kedua kaum tersebut
terdapat kaum yang sama sekali tidak memihak keduanya yaitu Kaum Murjiah. Pada waktu itu
kaum Murjiah lebih bersikap tidak mau ikut campur dalam pertentangan yang terjadi dan
menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya seseorang kepada Tuhan. Jika pada
kaum khawarij menjatuhkan hukum yang berbuat dosa besar, maka kaum murjiah menjatuhkan
hukum mukmin bagi orang yang serupa itu. Adapun mengenai dosa besar mereka berargumen
bahwa  orang islam yang berbuat dosa besar itu tetap mengakui, bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya. Dengan kata lain orang tersebut tetap bersyahadat
dan beriman. Oleh karena itu orang berdosa besar menurut golongan ini tetap mukmin dan bukan
kafir. Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang
hanyalah kepercayaan atau imannya dan bukan perbuatan atau amalnya.
Seperti halnya dengan kaum khawarij, kaum murjiah juga mengalami perpecahan. Namun
jika kaum khawarij menekankan pemikiran pada masalah siapa dari orang islam yang sudah
menjadi kafir dan keluar dari islam, kaum murjiah menekankan pada pemikiran yang sebaliknya
yaitu siapa yang masih mukmin dan tidak keluar dari islam. Selain itu mereka juga membahas
tentang qadariah dan jabariah. Pada umumnya kaum murjiah dapat di bagi dalam dua golongan
besar yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.

Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak
kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan dosa yang telah
dilakukannya. Tokohnya adalah Al-Hasan Ibn Muhammad Ibn Abi Talib, Abu Hanifah, Abu
Yusuf dan beberapa ahli hadis. Golongan lainnya adalah golongan ekstrim salah satunya yaitu al-
Jahmiah. Yang terdiri dari para pengikut Jahm Ibn Safwan. Menurut golongan ini orang islam
yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi
kafir, karena iman dan kufr tempatnya hanyalah dalam hati. Sekalipun orang tersebut
menyembah kepada selain Allah dan menyatakan percaya padanya maka orang tersebut tetap
seorang mukmin yang sempurna imannya. Lebih lanjut lagi golongan ini berpendapat bahwa
sembahyang, zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan bukan merupakan
ibadah. Dengan begitu dalam pandangan golongan ini perbuatan atau amal tidaklah sepenting
iman.

Menurutal-Asy’ari sendiri iman adalah pegakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan
tentang kebenaran Rasul-Rasul serta segala apa yang mereka bawa. Pendapat tersebut identik
dengan pendapat yang disampaikan oleh kaum murjiah moderat. Oleh karena itu Ibn Hazm
memasukan al-Asy’ari ke dalam golongan kaum murjiah. Paham yang sama diberikan oleh al-
Baghdadi  yaitu orang yang berdosa besar bukanlah kafir, dan tidak kekal dalam neraka. Orang
demikian adalah mukmin dan akhirnya akan masuk surga. Selain pendapat dari ahli sunah
golongan al-Asyari terdapat pula pendapat dari golongan Maturidiah. Al-Bazdawi berpendapat
bahwa iman adalah kepercayaan dalam hati yang dinyatakan dengan lisan. Orang yang
meninggalka kepatuhan kepada Tuhan bukanlah kafir. Dengan kata lain dalam pendapat al-
Bazdawi, iman adalah kunci untuk seseorang masuk surga, sedang amal akan menentukan
tingakatan yang di masuki seseorang dalam surga. Golongan murjiah moderat yang sudah berdiri
sendiri telah hilang dalam sejarah aliran Ahli Sunah dan Jam’ah. Adapun golongan Murjiah
ekstrim yang berdiri sendiri juga telah hilang namun dalam praktiknya ajaran kaum ekstrim ini
masih terus berkembang.

3. Qadariah dan Jabariah

Paham qadariah muncul pertama kali di pelopori oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani.
Paham ini diperkirakan di ambil Ma’bad dari seorang kristen yang masuk islam di Irak. Ma’bad
dan temanya Ghailan sangat menentang kekuasaan Bani Umayyah saat itu.  Ghailan juga
merupakan pemuka Murji’ah dari golongan al-salihiah. Paham yang di bawa oleh kaum qadariah
adalah bahwa manusia merdeka dalam tingkah lakunya. Disini tak terdapat paham yang
mengatakan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya
yang telah ditentukan semenjak azal.

Aliran yang sebaliknya, yaitu paham Jabariah muncul pertama kali di pelopori oleh Al-Ja’d 
Ibn Dirham. Akan tetepi yang menyiarkannya adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan. Paham
yang di bawa oleh golongan jabariah ini bertentangan dengan paham yang di bawa oleh kaum
qadariah. Menurut kaum ini manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa.
Manusia tidak mempunyai daya, kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Manusia dalam
perbuatannya di paksa dengan tidak ada kekuasaan dan kehendak baginya. Manusia dalam
paham ini, hanya merupakan wayang yang digerakan oleh dalang yaitu Tuhan. Namun dalam
golongan jabariah sendiri terdapat paham lain yang bersifat moderat. Paham ini di bawa oleh al-
Husain Ibn Muhammad al-Najjar. Menurutnya Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan
manusia tetapi manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatan tersebut.
Tuhan dan manusia bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia.

4. Kaum Mu’tazilah

Mu’tazilah pertama kali muncul di gagasi oleh Wasil Ibn Ata’ yaitu seorang Syaikh al-
Mu’tazilah wa qadilmuha atau kepala dan Mu’tazilah yang tertua. Ajaran pertama yang di
bawanya adalah bahwa orang yang berdosa besar bukan kafir, sebagaimana disebut kaum
Khawarij, dan bukan pula mukmin sebagaimana yang telah di sampaikan kaum Murji’ah, tetapi
fasiq yang menduduki posisi diantara mukmin dan kafir. Ajaran yang kedua adalah paham
qadariah yang dianjurkan oleh Ma’bad dan Ghailan. Menurut Wasil, Tuhan bersifat bijaksana
dan adil. Tidak mungkin Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan perintah-Nya. Dengan demikikan manusia sendirilah yang sebenarnya mewujudkan
perbuatan baik dan perbuatan jahatnya. Ajaran yang ketiga adalah mengambil peniadaan sifat
Tuhan dalam arti bahwa apa yang disebut sifat Tuhan bukanlah sifat yang mempunyai wujud
tersendiri di luar zat Tuhan tetapi sifat yang merupakan esensi Tuhan. Pada kaum Mu’tazilah
terdapat 5 ajaran dasar yang menjadi pegangan mereka yaitu : al-tawhid ( kemahaesaan Tuhan),
al-‘Adl (Keadilan), al-Wa’ad wa al-Wa’id (janji dan ancaman), al-Manzilah bain al-Manzilatain
(tempat diantara dua tempat) dan al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy’an al-Munkar (menyuruh
kebaikan dan melarang keburukan).

5. Ahli Sunnah dan Jama’ah

Ahli Sunnah dan Jama’ah muncul disebabkan reaksi terhadap paham-paham golongan
Mu’tazilah yang telah dijelaskan sebelumnya dan terhadap sikap mereka dalam menyiarkan
ajaran-ajaran itu. Ahli Sunnah dan jama’ah yaitu golongan yang berpegang teguh pada sunnah
dan merupakan mayoritas, sebagai lawan bagi golongan Mu’tazilah yang bersifat minoritas dan
tidak berpegang pada sunnah. Belainan dengan kaum Mu’tazilah, ahli sunnah dan jama’ah
percaya dan menerima hadis-hadis sahih tanpa  memilih dan tanpa interpretasi. Yang dimaksud
kaum ahli sunnah dan jama’ah dalam konteks teologi adalah kaum Asy’ariah dan kaum
Matuiridi. Al-Asy’ari sebelumnya menganut paham kaum Mu’tazilah namun kemudian
meninggalkannya dan membentuk kaum sendiri yang dikenal dengan namanya. Menurut Ahmad
Mahmud Subhi penyebab keluarnya al-Asy’ari dari golongan Mu’tazilah adalah karena al-
Asy’ari menganut mahzab Syafi’i. Al-Syafi’i mempunyai pendapat teologi yang berlainan
dengan ajaran-ajaran Mu’tazilah. Sebagai penentang Mu’tazilah, al-Asy’ari berpendapat bahwa
Tuhan mempunyai sifat. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia bagi al-Asy’ari bukanlah
diwujudkan oleh manusia sendiri seperti pendapat kaum Mu’tazilah tetapi diciptakan oleh
Tuhan. Selain itu al-Asy’ari juga menentang paham keadilan Tuhan yang di bawa oleh kaum
Mu’tazilah. Menurutnya Tuhan berkuasa mutlak dan tidak ada suatu pun yang wajib bagi-Nya.

Disamping al-Asy’ari ada Abu Mansur yang mempunyai pemikiran yang sama tentang
teologi yang dikenal dengan nama al-Maturindi. Dalam sistem teologinya al-Maturindi banyak
menggunakan akal. Menurutnya Tuhan mempunyai sifat-sifat dan perbuatan manusia di
wujudkan oleh kehendaknya sendiri. Sama dengan al-Asy’ari, al-Maturindi juga menolak ajaran
Mu’tazilah tentang al-salah wa al-aslah, juga tentang masalah Al-Quran yang menimbulkan
kontroversi. Aliran Maturidiah adalah teologi yang banyak dianut oleh umat islam yang
memakai mahzab Hanafi.

Anda mungkin juga menyukai