Anda di halaman 1dari 4

ADAB-ADAB BERPAKAIAN

Oleh
Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani

1. Tidak dibolehkan memakai sutera dan emas bagi kaum lelaki berdasarkan
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengambil kain sutera dan memegangnya dengan tangan
kanannya sedangkan emas dipegang dengan tangan kirinya kemudian
bersabda:

ْ‫ْن َح َرا ٌم َعلَى ُذ ُك ْو ِر َأ َّمتِي‬ َ َّ‫ِإن‬.


ِ ‫هذي‬

“Sesungguhnya keduanya haram atas kaum lelaki dari ummatku.” [HR. Abu
Dawud no. 4057 diriwayatkan pula dengan sanad hasan oleh an-Nasa-i
VIII/160 dan Ibnu Hibban no. 1465]

2. Tidak dibolehkan bagi laki-laki memanjangkan pakaian atau celana


panjang, burnus (sejenis mantel yang bertudung kepala) atau jubah sampai
melebihi mata kaki. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam:

ِ ‫ار َففِي ال َّن‬


‫ار‬ ِ ‫ َما َأسْ َف َل م َِن ْال َكعْ َبي‬.
ِ ‫ْن م َِن ْاِإل َز‬

“Kain yang dibawah mata kaki maka tempatnya di Neraka.” [HR. Al-Bukhari
no. 5787 dan an-Nasa-i VIII/207 no. 5331]

3. Diwajibkan bagi wanita muslimah untuk memanjangkan pakaiannya hingga


dapat menutupi kedua mata kakinya dan hendaknya menjulurkan kain
kerudung jilbab pada kepalanya hingga menutupi leher dan dadanya,
sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

َ ِ‫ِين َعلَي ِْهنَّ مِنْ َجاَل ِب ِيب ِهنَّ ۚ ٰ َذل‬


ۗ ‫ك َأ ْد َن ٰى َأنْ يُعْ َر ْف َن َفاَل يُْؤ َذي َْن‬ َ ‫ك َون َِسا ِء ْالمُْؤ ِمن‬
َ ‫ِين ي ُْدن‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها ال َّن ِبيُّ قُ ْل َأِل ْز َوا ِج‬
َ ‫ك َو َب َنا ِت‬
‫ان هَّللا ُ َغفُورً ا َرحِيمًا‬ َ ‫َو َك‬

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan


isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab/33: 59]
Dan firman Allah Azza wa Jalla:

َ‫ظنَ فُرُو َجه َُّن َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل َما ظَهَ َر ِم ْنهَا ۖ َو ْليَضْ ِر ْبن‬ ْ َ‫ار ِه َّن َويَحْ ف‬ َ ‫ت يَ ْغضُضْ نَ ِم ْن َأ ْب‬
ِ ‫ص‬ ِ ‫َوقُلْ لِ ْل ُمْؤ ِمنَا‬
‫بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَ ٰى ُجيُوبِ ِه َّن ۖ َواَل يُ ْب ِدينَ ِزينَتَه َُّن ِإاَّل لِبُعُولَتِ ِه َّن َأوْ آبَاِئ ِه َّن َأوْ آبَا ِء بُعُولَتِ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَاِئ ِه َّن َأوْ َأ ْبنَا ِء‬
‫ت َأ ْي َمانُه َُّن َأ ِو التَّابِ ِعينَ َغي ِْر‬
ْ ‫بُعُولَتِ ِه َّن َأوْ ِإ ْخ َوانِ ِه َّن َأوْ بَنِي ِإ ْخ َوانِ ِه َّن َأوْ بَنِي َأ َخ َواتِ ِه َّن َأوْ نِ َساِئ ِه َّن َأوْ َما َملَ َك‬
‫ت النِّ َسا ِء ۖ َواَل يَضْ ِر ْبنَ بَِأرْ ُجلِ ِه َّن لِيُ ْعلَ َم َما‬
ِ ‫ َعلَ ٰى عَوْ َرا‬M‫ظهَرُوا‬ ْ َ‫ُأولِي اِإْل رْ بَ ِة ِمنَ ال ِّر َجا ِل َأ ِو الطِّ ْف ِل الَّ ِذينَ لَ ْم ي‬
َ‫ ِإلَى هَّللا ِ َج ِميعًا َأيُّهَ ْال ُمْؤ ِمنُونَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬M‫ي ُْخفِينَ ِم ْن ِزينَتِ ِه َّن ۚ َوتُوبُوا‬

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan


pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah
menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-
laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada
Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [An-Nuur/24: 31]

4. Seorang muslim tidak dibenarkan menutup kain ke seluruh tubuhnya dan


tidak menyisakan tempat keluar untuk kedua tangannya karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal ini dan tidak boleh berjalan dengan
satu sandal, hal ini karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ش َأ َح ُد ُك ْم فِ ْي نَع ٍْل َوا ِح َد ٍة لِيُ ْن ِع ْلهُ َما َج ِم ْيعًا َأوْ لِيَ ْخلَ ْعهُ َما َج ِم ْيعًا‬
ِ ‫الَ يَ ْم‬.

“Janganlah salah seorang di antara kalian berjalan dengan satu sandal saja
namun hendaknya memakai keduanya atau melepaskannya sama sekali.” [HR.
Al-Bukhari no. 5856 dan Muslim no. 2097 (68)]

5. Laki-laki muslim tidak boleh menggunakan busana muslimah dan wanita


muslimah tidak boleh menggunakan busana laki-laki. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ِ َ‫ال َو ْال ُمت ََرجِّ ال‬
‫ت ِمنَ النِّ َسا ِء‬ ِ ‫الرِّج‬
َ َ‫لَ َعنَ هللاُ ْال ُمخَ نَّثِ ْينَ ِمن‬.

“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita-wanita yang


menyerupai laki-laki.”

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya:

‫لَ َع َن هللا ُ الرَّ ُج َل َي ْل َبسُ لِ ْب َس َة ْال َمرْ َأ ِة َو ْال َمرْ َأ َة َت ْل َبسُ لِ ْب َس َة الرَّ ج ُِل‬.

“Allah melaknat laki-laki yang mengenakan busana wanita dan wanita yang
menggunakan busana laki-laki.”[2]

6. Bagi seorang muslim, jika hendak mengenakan sandal maka haruslah


memulai dengan kaki kanan dan jika hendak melepaskan memulai dengan
kaki kiri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫ِإ َذا ا ْن َت َع َل َأ َح ُد ُك ْم َف ْل َي ْب َدْأ ِبال ُي ْم َنى َوِإ َذا َخلَ َع َف ْل َي ْب َدْأ ِبال ِّش َم‬.
‫ال‬

“Apabila salah seorang di antara kamu memakai sandal (sepatu), maka


mulailah dengan yang kanan dan apabila melepasnya mulailah dengan yang
kiri.” [HR. Al-Bukhari no. 5855 dan Muslim no. 2097]

7. Hendaknya memulai memakai baju dari bagian kanan sebagaimana hadits


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ُور ِه َوفِي َشْأ ِن ِه ُكلِّ ِه‬ ُ


ِ ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُيحِبُّ ال َّت َيم َُّن فِي َت َن ُّعلِ ِه َو َت َرجُّ لِ ِه َوطه‬
َ ‫هللا‬ َ ‫ َك‬.
ِ ‫ان َرسُو ُل‬

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai mendahulukan yang kanan


ketika memakai sandal, menyisir, bersuci dan dalam semua urusannya.” [HR.
Al-Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268 (67)]

8. Hendaknya ketika memakai baju baru, sorban (kopiah atau peci) baru, dan
jenis pakaian lainnya yang baru untuk mengucapkan do’a:

‫صن َِع لَ ُه‬ َ ‫صن َِع لَ ُه َوَأع ُْو ُذ ِب‬


ُ َ ‫ك مِنْ َشرِّ ِه َو َشرِّ ما‬ َ ُ ‫ت َك َس ْو َت ِن ْي ِه َأسْ َأل‬
ُ ‫ك مِنْ َخي ِْر ِه َو َخي ِْر َما‬ َ ‫ك ْال َح ْم ُد َأ ْن‬
َ َ‫اَللَّ ُه َّم ل‬.

“Ya Allah, hanya bagimu segala pujian, Engkaulah yang telah memberikanku
pakaian, aku memohon kepada-Mu untuk memperoleh kebaikannya dan
kebaikan dari tujuan dibuatnya pakaian ini. Aku berlindung kepada-Mu dari
keburukannya dan keburukan dari tujuan dibuatnya pakaian ini.”[3]
[Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah, Penulis ‘Abdul Hamid bin
‘Abdirrahman as-Suhaibani, Judul dalam Bahasa Indonesia Adab Harian
Muslim Teladan, Penerjemah Zaki Rahmawan, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir
Bogor, Cetakan Kedua Shafar 1427H – Maret 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lafazh di atas adalah lafazh yang keliru karena tidak ditemukan lafazh
la’ana Allah, namun yang benar adalah la’ana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yaitu:

ِ َ‫ال َو ْال ُم َت َرجِّ ال‬


‫ت م َِن ال ِّن َسا ِء‬ ِ ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْالم َُخ َّن ِثي َْن م َِن الرِّ َج‬
َ ُّ‫لَ َع َن ال َّن ِبي‬.

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang menyerupai


wanita dan wanita-wanita yang menyerupai laki-laki.” [HR. Al-Bukhari no.
5886, 6834, Abu Dawud no. 4930]-pent.

[2]. Tetapi lafazh ini salah karena mencantumkan lafazh ُ ‫( لَ َع َن هللا‬Allah


ِ ‫( لَ َع َن َرس ُْو ُل‬Rasulullah melaknat) dan
melaknat), padahal yang benar adalah ‫هللا‬
ini riwayat Imam al-Bukhari, namun pada riwayat Abu Dawud dari Sahabat
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu adalah sebagai berikut:

‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم الرَّ ُج َل َي ْل َبسُ لِ ْب َس َة ْال َمرْ َأ ِة َو ْال َمرْ َأ َة َت ْل َبسُ لِ ْب َس َة الرَّ ج ُِل‬ ِ ‫لَ َع َن َرس ُْو ُل‬.
َ ‫هللا‬

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang mengenakan


busana wanita dan wanita yang menggunakan busana laki-laki.” [HR. Abu
Dawud no. 4098]-penj.

[3]. HR. Abu Dawud no. 4020, at-Tirmidzi no. 1822, al-Hakim IV/192 dengan
menshahihkannya dan disepakati oleh adz-Dzahabi dari Abu Sa’id al-Khudri
Radhiyallahu anhu.-penj.

Read more https://almanhaj.or.id/4013-adab-adab-berpakaian.html

Anda mungkin juga menyukai