Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Aurat Dan Kewajiban Menutupnya

Aurat secara bahasa bermakna "An-Naqsu” yang berarti kurang atau aib adapun secara

istilah sesuatu yang tidak diboleh dilihat atau dipertontonkan. Menutup aurat merupakan

kewajiban bagi setiap muslimah, sebagaimana Allah telah menjelaskannya di dalam ayatnya

Al Quran

Aurat adalah suatu angggota badan yang tidak boleh di tampakkan dan di perlihatkan

oleh lelaki atau perempuan kepada orang lain. al-Mausû’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah,

[31/44] Menutup aurat hukumnya wajib sebagaimana kesepakatan para ulama berdasarkan

firman Allâh Azza wa Jalla: ‫َو ُقْل ِلْلُم ْؤ ِم َناِت َيْغ ُضْض َن ِم ْن َأْبَص اِر ِهَّن َو َيْح َفْظَن ُفُروَج ُهَّن َو اَل‬

‫ُيْب ِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل َم ا َظَه َر ِم ْنَه اۖ َو ْلَيْض ِر ْبَن ِبُخ ُم ِر ِهَّن َع َلٰى ُجُي وِبِهَّن ۖ َو اَل ُيْب ِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل‬

‫ِلُبُعوَلِتِهَّن َأْو آَباِئِهَّن َأْو آَباِء ُبُعوَلِتِهَّن َأْو َأْبَناِئِهَّن َأْو َأْبَناِء ُبُع وَلِتِهَّن َأْو ِإْخ َو اِنِهَّن َأْو َبِني ِإْخ َو اِنِهَّن‬

‫َأْو َبِني َأَخ َو اِتِهَّن َأْو ِنَس اِئِهَّن َأْو َم ا َم َلَك ْت َأْيَم اُنُهَّن َأِو الَّتاِبِع يَن َغْي ِر ُأوِلي اِإْل ْر َب ِة ِم َن الِّر َج اِل َأِو‬

‫الِّطْفِل اَّلِذ يَن َلْم َيْظَهُروا َع َلٰى َعْو َر اِت الِّنَس اِء ۖ َو اَل َيْض ِر ْبَن ِبَأْر ُج ِلِهَّن ِلُيْع َلَم َم ا ُيْخ ِفيَن ِم ْن ِز يَنِتِهَّن‬

‫ۚ َو ُتوُبوا ِإَلى ِهَّللا َجِم يًعا َأُّيَه اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬

Katakanlah kepada orang laki–laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan

pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi

mereka, sesungguhnya Allâh maha mengatahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah

kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara

kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)

nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan

janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau

ayah suami mereka, atau putera–putera mereka, atau putera–putera suami mereka, atau

saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-

putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)

atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka

memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah

kamu sekalian kepada Allâh, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [an-

Nûr/24:31] Dan Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

‫َي ا َبِني آَد َم ُخ ُذ وا ِز يَنَتُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َو ُك ُل وا َو اْش َر ُبوا َو اَل ُتْس ِر ُفواۚ ِإَّن ُه اَل ُيِح ُّب‬

‫اْلُم ْس ِر ِفيَن‬

Wahai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan

dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-

orang yang berlebihan. [al-A’râf/7:31] Sebab turunnya ayat ini sebagaimana yang di sebutkan

dalam Shahîh Muslim dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhuma, beliau berkata:

‫َكاَنْت اْلَم ْر َأُة َتُطوُف ِباْلَبْيِت َو ِهَي ُعْر َياَن ٌة … َفَن َز َلْت َه ِذِه اآْل َي ُة ُخ ُذ وا ِز يَنَتُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل‬

‫َم ْس ِج ٍد‬
Dahulu para wanita tawaf di Ka’bah tanpa mengenakan busana … kemudian Allâh

menurunkan ayat :

‫َيا َبِني آَد َم ُخ ُذ وا ِز يَنَتُك ْم ِع ْنَد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد‬


Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid…[HR.

Muslim, no. 3028] Bahkan Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada istri-istri nabi dan

wanita beriman untuk menutup aurat mereka sebagaimana firman-Nya :

‫َيا َأُّيَها الَّنِبُّي ُقْل َأِلْز َو اِج َك َو َبَناِتَك َو ِنَس اِء اْلُم ْؤ ِمِنيَن ُيْد ِنيَن َع َلْيِهَّن ِم ْن َج اَل ِبيِبِهَّن ۚ َٰذ ِل َك َأْدَنٰى‬

‫َأْن ُيْع َر ْفَن َفاَل ُيْؤ َذ ْيَن ۗ َو َك اَن ُهَّللا َغ ُفوًرا َر ِح يًم ا‬

Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri

orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !” Yang

demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Ahzâb/33:59] Dengan

menutup aurat hati seorang terjaga dari kejelekan Allâh Azza wa Jalla berfrman :

‫َو ِإَذ ا َس َأْلُتُم وُهَّن َم َتاًعا َفاْس َأُلوُهَّن ِم ْن َو َر اِء ِحَج اٍبۚ َٰذ ِلُك ْم َأْطَهُر ِلُقُلوِبُك ْم َو ُقُلوِبِهَّن‬

Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi), maka

mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.

[al-Ahzâb/33:53] Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegur Asma binti Abu

Bakar Radhiyallahu anhuma ketika beliau datang ke rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

sallam dengan mengenakan busana yang agak tipis. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

pun memalingkan mukanya sambil berkata :

‫َيا َأْس َم اُء ِإَّن اْلَم ْر َأَة ِإَذ ا َبَلَغ ِت اْلَم ِح يَض َلْم َيْص ُلْح َأْن ُيَر ى ِم ْنَها ِإاَّل َهَذ ا َو َهَذ ا‬

Wahai Asma ! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari

anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan).

[HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218. Hadist ini di shahihkan oleh syaikh al-

Albâni rahimahullah] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah didatangi oleh

seseorang yang menanyakan perihal aurat yang harus di tutup dan yang boleh di tampakkan,

maka beliau pun menjawab :

‫اْح َفْظ َعْو َر َتَك إاَّل ِم ْن َز ْو ِج َك َأْو َم ا َم َلَك ْت َيِم يُنَك‬.

Jagalah auratmu kecuali terhadap (penglihatan) istrimu atau budak yang kamu miliki.

[HR. Abu Dâwud, no.4017; Tirmidzi, no. 2794; Nasa’i dalam kitabnya Sunan al-Kubrâ, no.

8923; Ibnu Mâjah, no. 1920. Hadist ini dihasankan oleh Syaikh al-Albâni] Wanita yang tidak

menutup auratnya di ancam tidak akan mencium bau surga sebagaimana yang di riwayatkan

oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu beliau berkata :

‫ َق ْو ٌم َم َع ُهْم ِس َياٌط‬،‫ ِص ْنَفاِن ِم ْن َأْهِل الَّن اِر َلْم َأَر ُهَم ا‬: ‫َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

‫ َو ِنَس اٌء َك اِسَياٌت َعاِر َياٌت َم اِئاَل ٌت ُمِم ياَل ٌت ُر ُء وُسُهَّن َك َأْم َث اِل‬، ‫َك َأْذ َناِب اْلَبَقِر َيْض ِر ُبوَن ِبَها الَّناَس‬
‫ َو ِإَّن ِر يَحَه ا َلُتوَج ُد ِم ْن َم ِس ْيرٍة َك َذ ا‬،‫ اَل َيْد ُخ ْلَن اْلَج َّن َة َو اَل َيِج ْد َن ِر يَحَه ا‬،‫َأْس ِنَم ِة اْلُبْخ ِت اْلَم اِئَلِة‬

‫َو َك َذ ا‬

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua golongan dari penduduk

neraka yang belum pernah aku lihat: (yang pertama adalah) Suatu kaum yang memiliki

cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (yang kedua adalah) para wanita yang

berpakaian tapi telanjang, berpaling dari ketaatan dan mengajak lainnya untuk mengikuti

mereka, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk

surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian

dan sekian.” [HR. Muslim, no. 2128] Dalam riwayat lain Abu Hurairah menjelaskan.

bahwasanya aroma Surga bisa dicium dari jarak 500 tahun. [HR. Malik dari riwayat Yahya

Al-Laisiy, no. 1626] Dan diharamkan pula seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya atau

wanita melihat aurat wanita lainnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ َو َال ُيْفِض ي الَّرُج ُل ِإَلى‬، ‫ َو َال اْلَم ْر َأُة ِإَلى َعْو َرِة اْلَم ْر َأِة‬، ‫َال َيْنُظُر الَّرُجُل ِإَلى َعْو َرِة الَّرُج ِل‬

‫ َو َال ُتْفِض ي اْلَم ْر َأُة ِإَلى اْلَم ْر َأَة ِفي الَّثْو ِب اْلَو ِحِد‬، ‫الَّرُج ِل ِفي الَّثْو ِب اْلَو ا ِح ِد‬
Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang

wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu

kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.” [HR.

Muslim, no. 338 dan yang lainnya] Begitu pentingngnya menjaga aurat dalam agama Islam

sehingga seseorang di perbolehkan melempar dengan kerikil orang yang berusaha melihat

atau mengintip aurat keluarganya di rumahnya, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu

‘alaihi wa sallam:

‫ْأ‬ ‫ْأ‬
‫لَْو اَّطَلَع ِفي َبْيِتَك َأَح ٌد َو َلْم َت َذ ْن َلُه َخ َذ ْفَتُه ِبَحَص اٍة َفَفَق َت َع ْيَنُه َم ا َك اَن َع َلْيَك ِم ْن ُجَناٍح‬
Jika ada orang yang berusaha melihat (aurat keluargamu) di rumahmu dan kamu tidak

mengizinkannya lantas kamu melemparnya dengan kerikil sehingga membutakan matanya

maka tidak ada dosa bagimu. [HR. Al-Bukhâri, no. 688, dan Muslim, no. 2158].
B. Batasan-Batasan Aurat

1. Aurat Wanita Dihadapan Para Lelaki Yang Bukan Mahramnya Diantara sebab

mulianya seorang wanita adalah dengan menjaga auratnya dari pandangan lelaki yang

bukan mahramnya. Oleh kerena itu agama Islam memberikan rambu-rambu batasan

aurat wanita yang harus di tutup dan tidak boleh ditampakkan. Para Ulama sepakat

bahwa seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat yang harus di tutup, kecuali wajah

dan telapak tangan yang masih diperselisihkanoleh para Ulama tentang kewajiban

menutupnya. Dalil tentang wajibnya seorang wanita menutup auratnya di hadapan

para lelaki yang bukan mahramnya adalah firman Allâh Azza wa Jalla :

‫َيا َأُّيَها الَّنِبُّي ُقْل َأِلْز َو اِج َك َو َبَناِتَك َو ِنَس اِء اْلُم ْؤ ِمِنيَن ُي ْد ِنيَن َع َلْيِهَّن ِم ْن َج اَل ِبيِبِهَّن ۚ َٰذ ِل َك‬

‫َأْدَنٰى َأْن ُيْع َر ْفَن َفاَل ُيْؤ َذ ْيَن ۗ َو َك اَن ُهَّللا َغ ُفوًرا َر ِح يًم ا‬

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri

orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.

Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak

di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

[al-Ahzâb/33:59] Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan bahwa

seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat yang harus di tutup. Beliau Shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ َو ِإَّنَها ِإَذ ا َخ َر َج ْت ِم ْن َبْيِتـَها اْسَتْش ـَر َفَها الَّش ْيـَطاُن‬،‫اْلَم ْر َأُة َعْو َر ٌة‬

Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya [HR.

Tirmidzi,no. 1173; Ibnu Khuzaimah, no. 1686; ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabîr,

no. 10115 dan yang lainnya].

2. Aurat Wanita Di depan Mahramnya Mahram adalah seseorang yang haram di nikahi

kerena adanya hubungan nasab, kekerabatan dan persusuan. Pendapat yang paling

kuat tentang aurat wanita di depan mahramnya yaitu seorang mahram di perbolehkan
melihat anggota tubuh wanita yang biasa nampak ketika dia berada di rumahnya

seperti kepala, muka, leher, lengan, kaki, betis atau dengan kata lain boleh melihat

anggota tubuh yang terkena air wudhu. Hal ini berdasarkan keumuman ayat dalam

surah an-Nûr, ayat ke-31, insyaAllâh akan datang penjelasannya pada batasan aurat

wanita dengan wanita lainnya. Dan hadist Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, beliau

Radhiyallahu anhuma berkata :

‫َك اَن الِّر َج اُل والِّنَس اُء َيَتَو َّض ُئْو َن ِفْي َز َم اِن َر ُسْو ِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َجِم ْيًعا‬

Dahulu kaum lelaki dan wanita pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

melakukan wudhu’ secara bersamaan [HR. Al-Bukhâri, no.193 dan yang lainnya] Ibnu

Hajar rahimahullah berkata, “Bisa jadi, kejadian ini sebelum turunnya ayat hijab dan

tidak dilarang pada saat itu kaum lelaki dan wanita melakukan wudhu secara

bersamaan. Jika hal ini terjadi setelah turunya ayat hijab, maka hadist ini di bawa pada

kondisi khusus yaitu bagi para istri dan mahram (di mana para mahram boleh melihat

anggota wudhu wanita). [Lihat Fathul Bâri, 1/300].

3. Aurat Wanita Di Depan Wanita Lainnya Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para

Ulama tentang aurat wanita yang wajib di tutup ketika berada di depan wanita lain.

Ada dua pendapat yang masyhûr dalam masalah ini :

• Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa aurat wanita di depan wanita lainnya seperti

aurat lelaki dengan lelaki yaitu dari bawah pusar sampai lutut, dengan syarat aman

dari fitnah dan tidak menimbulkan syahwat bagi orang yang memandangnya.

• Batasan aurat wanita dengan wanita lain, adalah sama dengan batasan sama

mahramnya, yaitu boleh memperlihatkan bagian tubuh yang menjadi tempat

perhiasan, seperti rambut, leher, dada bagian atas, lengan tangan, kaki dan betis.

Dalilnya adalah keumuman ayat dalam surah an-Nûr, ayat ke-31. Allâh Azza wa Jalla
berfirman : ‫َو اَل ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل ِلُبُعوَلِتِهَّن َأْو آَب اِئِهَّن َأْو آَب اِء ُبُع وَلِتِهَّن َأْو َأْبَن اِئِهَّن َأْو‬

‫َأْبَناِء ُبُعوَلِتِهَّن َأْو ِإْخ َو اِنِهَّن َأْو َبِني ِإْخ َو اِنِهَّن َأْو َبِني َأَخ َو اِتِهَّن َأْو ِنَس اِئِهَّن‬

Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah

mereka, atau ayah suami mereka, atau putera–putera mereka, atau putera–putera suami

mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki

mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, [an-

Nûr/24:31] Yang dimaksud dengan perhiasan di dalam ayat di atas adalah anggota

tubuh yang biasanya di pakaikan perhiasan. Imam al- Jasshâs rahimahullah berkata,

“Yang dimaksud dengan ayat di atas adalah bolehnya seseorang menampakkan

perhiasannya kepada suaminya dan orang-orang yang disebutkan bersamanya (yaitu

mahram) seperti ayah dan yang lainnya. Yang terpahami, yang dimaksudkan dengan

perhiasan disini adalah anggota tubuh yang biasanya di pakaikan perhiasan sepert

wajah, tangan, lengan yang biasanya di pakaikan gelang, leher, dada bagian atas yang

biasanya di kenakan kalung, dan betis biasanya tempat gelang kaki. Ini menunjukkan

bahwa bagian tersebut boleh dilihat oleh orang-orang yang disebutkan dalam ayat di

atas (yaitu mahram).

a. Hal senada juga di ungkapkan oleh imam az-Zaila’i rahimahullah.

b. Syaikh al-Albâni rahimahullah menukil kesepakatan ahlu tafsir bahwa yang di

maksud pada ayat di atas adalah bagian tubuh yang biasanya di pakaikan

perhiasan seperti anting, gelang tangan, kalung, dan gelang kaki.

c. Pendapat Yang terkuat dalam hal ini adalah pendapat terakhir, yaitu aurat wanita

dengan wanita lain adalah seperti aurat wanita dengan mahramnya karena dalil

yang mendukung lebih kuat. Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai