Anda di halaman 1dari 4

Cadar hanya sebuah budaya?

“ Kenapa pakai cadar ? Cadar kan tidak sunnah, cadar kan hanya sekedar budaya,
cadar kan hanya budaya arab. Kalau kita orang Indonesia maka harus ikut adat Indonesia
bukan budaya luar dikembangkan di Indonesia ” terkadang kita dengar ada orang-orang
yang mengumandangkan ungkapan tersebut. Hingga kini pemahaman bahwa cadar hanya
sekedar budaya telah menjadi hal populer yang sering terdengar di sebagian telinga
masyarakat. Bahkan ada orang-orang yang beranggapan bahwa cadar bukanlah Sunnah
Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Oleh sebab itu, kali ini kita akan membahas
mengenai ungkapan-ungkapan tersebut dan menjelaskan bagaimana sebenarnya cerita
tentang masalah cadar.

1. Al-Qur’an dan Al-Hadits

Pertama-tama harus kita ketahui tentang pernyataan mereka bahwa cadar hanya
sekedar budaya tidaklah tepat karena hal itu bertentangan dengan realita yang terjadi sejak
zaman dahulu hingga sekarang. Pada zaman dahulu, budaya wanita arab jahiliyyah bukanlah
bercadar. Tidak tercatat dalam sejarah bahwa memakai cadar termasuk budaya arab bahkan
sebagian dari mereka memiliki kebiasaan membuka aurat, bersolek, dan berlebih-lebihan
dalam berhias. Selain itu juga akan bertentangan dengan dalil-dalil nash yang ada
sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an :

.…‫َو َقْر َن ِفي ُبُيوِتُك َّن َو اَل َتَبَّرْج َن َتَبُّر َج اْلَج اِهِلَّيِة اُأْلوَلى‬

... dan hendaklah kalian tetap didalam rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu .... ( Q.S Al-Ahzab : 33 )

Dalam kitab Ad-Durrul Mantsur dijelaskan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas
Rodhiyallohu ‘anhu bahwa yang dimaksud Jahiliyyah yang dahulu ialah Jahiliyyah kekafiran
yang ada sebelum diutusnya Baginda Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa aalihi
wasallam. Berarti pada zaman dahulu, wanita-wanita arab tidak mengenakan cadar. Lalu
datanglah syari’at Islam yang mengubah budaya buruk tersebut dengan memerintahkan
para wanita untuk berhijab. Dalam sebuah hadits disebutkan :

‫َأَّن َعاِئَشَة َرِض َي ُهللا َع ْنَها َكاَنْت َتُقوُل َلَّم ا َنَز َلْت َهِذِه اآْل َيُة { َو ْلَيْض ِر ْبَن ِبُخ ُم ِرِهَّن َع َلى ُجُيوِبِهَّن } َأَخ ْذ َن ُأْز َر ُهَّن َفَش َّقْقَنَها ِم ْن‬
( 4759 : ‫ِقَبِل اْلَح َو اِش ي َفاْخ َتَم ْر َن ِبَها ) صحيح البخاري‬

“ Dari Sayyidah Aisyah Rodhiyallohu ‘anha berkata : ketika ayat “ dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung mereka hingga dada-dada mereka ” (Q.S An-Nur : 31), maka
mereka ( para shohabiyyah ) menyobek kain-kain mereka lalu mereka berkerudung
dengannya ” ( H.R Al-Bukhari : 4759 ) . Dalam Tafsir Ibn Abi Hatim Rahmatulloh ‘alaih
disebutkan sebuah riwayat yang diriwayatkan juga dalam Sunan Abi Dawud bahwa Sayyidah
Aisyah Rodhiyallohu ‘anhu berkata : “ Sungguh wanita Quraisy memiliki kelebihan. Namun
saya melihat tidak ada yang lebih semangat daripada wanita Anshar. Mereka sangat patuh
dan yakin terhadap perintah Allah Ta’ala. Ketika Surat An-Nur ayat 31 diturunkan, maka
para lelaki Anshar kembali ke rumah mereka lalu membacakan ayat tersebut kepada istri,
anak, saudari, dan semua kerabatnya. Lalu semua wanita berdiri mengambil selimut-
selimutnya lalu berkerudung dengannya hingga ketika paginya mereka shalat dibelakang
Rasullullah Shollallohu ‘alaihi wa aalihi wasallam seakan-akan mereka seperti burung gagak
”.

‫َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن ُع َبْيٍد َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن َثْو ٍر َع ْن َم ْع َمٍر َع ِن اْبِن ُخَثْيٍم َع ْن َص ِفَّيَة ِبْنِت َشْيَبَة َع ْن ُأِّم َس َلَم َة َقاَلْت َلَّم ا َنَز َلْت ( ُيْد ِنيَن‬
) 4103 : ‫ ( سنن أبى داود‬.‫َع َلْيِهَّن ِم ْن َج َالِبيِبِهَّن ) َخ َر َج ِنَس اُء اَألْنَص اِر َك َأَّن َع َلى ُر ُء وِس ِهَّن اْلِغ ْر َباُن ِم َن اَألْك ِسَيِة‬

Kini kita lihat dan merenung bagaimana keadaan burung gagak ? Burung Gagak
seluruh tubuhnya hitam kecuali matanya saja. Dan beginilah para shahabat Nabi
mencontohkan pada kita bagaimana cara berhijab yang benar. Dan seandainya memang
suasana berhijab sudah aja pada wanita-wanita arab sejak zaman dahulu sebelum
datangnya Nabi, maka para shahabiyah tidak akan diperintahkan untuk berhijab. Untuk apa
memerintahkan sesuatu yang sudah dilaksanakan ? Kemudian tindakan mereka bangkit
untuk berhijab juga termasuk suatu bukti nyata tentang ketaatan mereka pada perintah
Allah Ta’ala. Hal ini selaras dengan firman Allah :

‫يَأُّيَها ٱلَّنِبُّي ُقل َأِّلۡز ٰو ِج َك َو َبَناِتَك َو ِنَس اِء ٱۡل ُم ۡؤ ِمِنيَن ُيۡد ِنيَن َع َلۡي ِهَّن ِم ن َج لِبيِبِهَّۚن ذِلَك َأۡد َنٰى َأن ُيۡع َر ۡف َن َفاَل ُيۡؤ َذۡي َن َو َك اَن ٱُهلل‬
٥٩ ‫َغ ُفورا َّر ِح يما‬

“ Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri


orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” ( Q.S Al-Ahzab : 33
).

Allah Ta’ala berfirman :

‫َو اَل ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل َم ا َظَهَر ِم ْن َها‬

“ dan janganlah mereka ( para wanita ) menampakkan perhiasannya, kecuali yang tampak
darinya ” ( Q.S An Nur : 31 ).

Para ulama khilaf dalam memaknai ayat ‫ ( ِإاَّل َم ا َظَهَر ِم ْنَها‬kecuali yang tampak darinya ).
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ’anhu memaknai ayat tersebut bahwa wanita tidak
boleh tampak kecuali pakaiannya saja.

‫ هي الثياب‬:‫ قال‬: )‫ (َو ال ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإال َم ا َظَهَر ِم ْن َها‬:‫ أنه قال‬،‫عن عبد الله‬
“ Dari Sayyidina Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata tentang ayat : [ dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang tampak darinya ],
maksudnya : kecuali pakaiannya “ ( Tafsir Ath-Thabari 19/156 )

Demikian juga penafsiran Ibrahim An-Nakho’i dan Al-Hasan Al-Bashri Rahimahumallah.

Maka ayat ini pun menunjukkan bahwa wajah pun dituntut untuk ditutup oleh pakaian.

Di dalam Kitab Tafsir Jalalain hal. 437 dijelaskan bahwa mata pun harus ditutup,
dan dibolehkan membuka satu mata karena adanya hajat.

‫َو ِه َي اْلُم اَل َء ة اَّلِتي َتْش َتِم ل ِبَها اْلَم ْر َأة َأْي ُيْر ِخ يَن َبْع ضَها َع َلى اْلُو ُج وه إَذ ا َخ َر ْج َن ِلَح اَج ِتِه َّن إاَّل َع ْي ًنا َو اِح َدة‬

“ Jilbab yaitu pakaian besar yang menutupi perempuan. Maksudnya mereka ( para wanita
) menjulurkan sebagiannya ke atas wajah-wajah mereka ketika keluar untuk suatu
keperluan sehingga tidak tampak kecuali hanya satu mata saja ”

2. Pendapat para Ulama’

Mengenai pendapat para Ulama’ tentang cadar tidaklah lepas dari pembahasan
tentang aurat. Dalam Madzhab Syafi’i, para Ulama’ berpendapat bahwa aurat wanita
merdeka ( yang belum bersuami ) secara umum dibagi menjadi 4 yaitu : ketika sendiri,
ketika bersama mahram, ketika bersama wanita lain, dan ketika bersama lelaki bukan
mahram. Para Ulama’ berpendapat bahwa aurat wanita merdeka di hadapan lelaki yang
bukan mahram adalah seluruh tubuhnya ( I’anat At-Thalibin 1 / 113 ) sehingga wajah
termasuk bagian yang harus ditutup. Ketika ada hajat, dalam Tafsir Jalalain dijelaskan
bahwa mereka boleh membuka satu mata ( Tafsir Jalalain hal. 437 )

‫واعلم أن للحرة أربع عورات فعند األجانب جميع البدن وعند المحارم والخلوة ما بين السرة والركبة وعند النساء‬
) 113 /1 ‫الكافرات ما ال يبدو عند المهنة وفي الصالح جميع بدنها ما عدا وجهها وكفيها ( إعانة الطالبين‬

Walaupun tidak dipungkiri adanya Ulama’ yang mengatakan bahwa wajah dan
telapak tangan bukanlah aurot sehingga boleh dibuka karena ada hajat selama tidak
menimbulkan fitnah. Apabila menimbulkan fitnah, maka seluruh Ulama’ sepakat berfatwa
wajib menutupinya

) 176 / 1 ( ‫أسنى المطالب في شرح روض الطالب‬

‫َو َعْو َر ُة اْلُح َّر ِة في الَّص اَل ِة َو ِع ْنَد اَأْلْج َنِبِّي َو َلْو َخ اِر َج َها َج ِم يُع َبَد ِنَها إاَّل اْلَو ْج َه َو اْلَك َّفْي ِن َظْهًر ا َو َبْط ًنا إَلى اْلُك وَع ْيِن ِلَقْو ِلِه‬
‫َتَع اَلى َو اَل ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن إاَّل ما َظَهَر منها قال ابن َعَّباٍس َو َغْيُر ُه ما َظَهَر منها َو ْج ُهَها َو َك َّفاَها َو ِإَّنَم ا لم َيُك وَنا َعْو َر ًة َأِلَّن‬
‫اْل َح اَج َة َتْد ُعو إَلى إْب َر اِز ِه َم ا َو ِإَّنَم ا ُح ِّر َم الَّنَظُر إَلْي ِهَم ا َأِلَّنُهَم ا َم ِظ َّنُة اْل ِفْت َنِة‬

Bila dalam hal kenikmatan dunia saja kita senantiasa mencari kesempurnaan,
kenapa dalam amal agama justru kita senantiasa mencari alasan ( untuk meninggalkan
kesempurnaan ) ?. Ini sangatlah jauh dari apa yang diajarkan oleh Rasululloh Shollallohu
‘alaihi wa aalihi wasallam dan yang diamalkan oleh para santri beliau, para shahabat
Radhiyallohu ‘anhum ajma’in.

Dari ulasan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pernyataan bahwa cadar
hanya sekedar budaya arab tidaklah benar sehingga tugas kita sebagai umat Nabi
Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa aalihi wasallam, umat penerus kerja para Nabi
hendaklah kita siapkan fikir kita, gerak kita serta risau kita untuk berda’wah ke seluruh
alam Insyaalloh! Memang bila kita memandang diri kita saat ini, sangatlah jauh untuk
dianggap pantas dalam mengemban kerja da’wah ini. Namun kerja ini bukanlah masalah
pantas atau tidak pantas, tetapi ini adalah perintah Allah Ta’ala kepada kita.

Nah, mari diakhir pembahasan ini setiap orang merenung bagaimana senantiasa
ada peningkatan iman dan amal dengan tanpa memandang keburukan orang lain. Karena
bila masih ada orang yang saling mengingatkan dalam kebaikan seharusnya kita dukung
bukan kita katakan ” halah kamu masih buruk, kenapa sok ngajak kepada kebaikan ”.
Justru kita harus fahami bahwa seharusnya kita tanamkan dalam diri kita sifat saling
tolong-menolong dalam kebaikan. Insyaalloh !

Anda mungkin juga menyukai