Anda di halaman 1dari 5

Pandangan IslamTentang Pornografi dan Pornoaksi dalam Islam

Dalam perspektif Islam, pembicaraan tentang pornografi tidak bisa


dipisahkan dengan pembicaraan tentang aurat, tabarruj, dan pakaian. Unsur yang
terpenting dalam konsep pornografi adalah melanggar kesusilaan dan
membangkitkan nafsu seks. Sedangkan dalam terminologi Islam persoalan
tersebut erat kaitannya dengan persoalan aurat dan pakaian. Karena yang disebut
aurat dalam Islam adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh diperlihatkan
atau harus ditutup karena dapat menimbulkan rasa malu (QS. anNûr [24]: 58), dan
membangkitkan nafsu seks orang yang melihatnya (QS. al-Ahzab [33]: 59).
Sementara itu pakaian merupakan alat yang digunakan untuk menutup aurat yang
dimaksud. Sedangkan tabarruj menggambarkan seseorang dalam berpakaian yang
cenderung seronok atau mencirikan penampilan orang yang tidak terhormat.
Penampilan yang dimaksud merupakan gabungan dari pemahaman seseorang
tentang batasan aurat dan cara berpakaian.
Dalam kaitannya dengan pornografi dan pornoaksi ini, ada beberapa hal
yang dapat dijadikan sebagai analogi dan sekaligus berbagai pandangan para
ulama atas persoalan tersebut. Hasil Muktamar NU memutuskan bahwa ada
beberapa hal yang dapat dikategorikan dalam persoalan ini, yaitu tentang tari-
tarian dengan lenggak-lenggok, keluarnya wanita dengan wajah terbuka dan kedua
tangan serta kedua kakinya.1
Pertama, tari-tarian itu hukumnya boleh meskipun dengan lenggak-lenggok
dan gerak lemah gemulai selama tidak terdapat gerak kewanita-wanitaan bagi
kaum laki-laki, dan gerak kelaki-lakian bagi kaum wanita. Apabila terdapat gaya-
gaya tersebut maka hukumnya haram.
Dalam kitab al-Ithaf disebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang
tarian, sebagian ada yang memakruhkan seperti Imam al-Qaffal dan al-Rauyani
dalam kitabal-Bahr. Demikian halnya menurut Abu Manshur, memaksakan tarian
bisa serasi dengan irama itu hukumnya makruh.

1
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: KALIMEDIA, 2017), Hal. 21-24
Sebagian ulama lain berpendapat bahwa tarian itu hukumnya mubah menurut
al-Faurani dalam kitabal-Umdah, nyanyian itu pada dasarnya adalah mubah
demikian pula bermain.2
Kedua, hukumnya wanita keluar dengan terbuka muka dan kedua tangannya
itu haram, menurut pendapat yang mu’tamad. Menurut pendapat lain boleh wanita
keluar untuk jual beli dengan terbuka muka dan kedua telapak tangannya, dan
menurut madzhab Hanafi demikian itu boleh, bahkan dengan terbuka kakinya,
apabila tidak ada fitnah.
Dalam kitab Maraqil Falah Syarh Nurul Idhah dan kitab Bajuri Hasyiyah
Fathul Qarib disebutkan bahwa menurut pendapat yang paling shahih dan terpilih,
seluruh anggota badan wanita merdeka itu aurat kecuali wajahnya dan kedua
telapak tangannya, baik bagian dalam maupun luarnya. Demikian pula lengannya
termasuk aurat. Menurut salah satu riwayat yang shahih, kedua telapak kaki
wanita itu tidak termasuk aurat baik bagian dalam maupun luarnya. Sedangkan
rambutnya sampai bagian yang menjurai sekalipun, termasuk aurat.
Pada segala sesuatu dalam diri wanita yang bukan mahramnya walaupun
budak termasuk wajah dan kedua telapak tangannya. Maka haram melihat pada
semuanya itu walaupun tidak disertai syahwat ataupun kekhawatiran timbulnya
adanya fitnah, sesuai pendapat yang shahih sebagaimana yang tertera dalam kitab
al-Minhaj dan lainnya. Pendapat lain menyatakan tidak haram sesuai dengan
firman Allah dalam surat anNûr [24]: 31 di atas. Pada ayat ini disebutkan bahwa
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya” ditafsirkan dengan wajah dan kedua telapak tangan.
Terkait dengan hal ini juga, sejak tahun 2001 kaum ulama, dalam hal ini
diwakili oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa menolak
pornografi dan pornoaksi.33 Dasar-dasar hukum yang digunakan MUI dalam
menyusun fatwa adalah:3

2
Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan
Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999 M), penj. M. Djamaluddin Miri, (Surabaya: LTN NU Jawa
Timur bekerjasama dengan Diantama, 2004), h. 23-25.
3
Majelis Ulama Indonesia Pusat, Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, nomor
287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi, 22 Agustus 2001.
Pertama, ayat-ayat al-Qur’an:
a. Surat al-Isrâ’ [17] ayat 32 melarang setiap orang mendekati zina.
‫َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّز ٰن ٓى اِنَّهٗ َكانَ فَا ِح َشةً ۗ َو َس ۤا َء َسبِ ْياًل‬
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
b. Surat an-Nûr [24] ayat 30 mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana
kaum laki-laki.
َ‫ار ِه ْم َويَحْ فَظُوْ ا فُرُوْ َجهُ ۗ ْم ٰذلِكَ اَ ْز ٰكى لَهُ ۗ ْم اِ َّن هّٰللا َ خَ بِ ْي ۢ ٌر بِ َما يَصْ نَعُوْ ن‬
ِ ‫ص‬َ ‫قُلْ لِّ ْل ُم ْؤ ِمنِ ْينَ يَ ُغضُّ وْ ا ِم ْن اَ ْب‬
Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat”.
c. Surat an-Nûr [24] ayat 31 mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana
kaum perempuan.
‫ظنَ فُرُوْ َجه َُّن َواَل يُ ْب ِد ْينَ ِز ْينَتَه َُّن اِاَّل َما ظَهَ َر ِم ْنهَا‬ ْ َ‫ار ِه َّن َويَحْ ف‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ت يَ ْغضُضْ نَ ِم ْن اَ ْب‬ ِ ‫َوقُلْ لِّ ْل ُم ْؤ ِم ٰن‬
ْ‫َو ْليَضْ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم ِر ِه َّن ع َٰلى ُجيُوْ بِ ِه ۖ َّن َواَل يُ ْب ِد ْينَ ِز ْينَتَه َُّن اِاَّل لِبُعُوْ لَتِ ِه َّن اَوْ ٰابَ ۤا ِٕٕىِ‡ ِه َّن اَوْ ٰابَ ۤا ِء بُعُوْ لَتِ ِه َّن اَو‬
‫ت‬ْ ‫اَ ْبن َۤا ِٕٕىِ‡ ِه َّن اَوْ اَ ْبن َۤا ِء بُعُوْ لَتِ ِه َّن اَوْ اِ ْخ َوانِ ِه َّن اَوْ بَنِ ْٓي اِ ْخ َوانِ ِه َّن اَوْ بَنِ ْٓي اَ َخ ٰوتِ ِه َّن اَوْ نِ َس ۤا ِٕٕىِ‡ ِه َّن اَوْ َما َملَ َك‬
‫ت النِّ َس ۤا ِء ۖ َواَل‬ ِ ‫ظهَرُوْ ا ع َٰلى عَوْ ٰر‬ ْ َ‫اَ ْي َمانُه َُّن اَ ِو التَّابِ ِع ْينَ َغي ِْر اُولِى ااْل ِ رْ بَ ِة ِمنَ الرِّ َجا ِل اَ ِو الطِّ ْف ِل الَّ ِذ ْينَ لَ ْم ي‬
َ‫يَضْ ِر ْبنَ بِاَرْ ُجلِ ِه َّن لِيُ ْعلَ َم َما ي ُْخفِ ْينَ ِم ْن ِز ْينَتِ ِه ۗ َّن َوتُوْ ب ُْٓوا اِلَى هّٰللا ِ َج ِم ْيعًا اَيُّهَ ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن‬
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara lakilaki mereka,
atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau puteraputera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
d. Surat al-Ahzab [33] ayat 59 memerintahkan kepada Nabi Muhammad
Saw. agar kaum perempuan mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya
(tata busana) agar mudah dikenal dan tidak diganggu.
َ ِ‫ك َونِ َس ۤا ِء ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ يُ ْدنِ ْينَ َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن َجاَل بِ ْيبِ ِه ۗ َّن ٰذل‬
‫ك اَ ْد ٰن ٓى اَ ْن يُّ ْع َر ْفنَ فَاَل‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّبِ ُّي قُلْ اِّل َ ْز َوا ِج‬
َ ِ‫ك َوبَ ٰنت‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ي ُْؤ َذ ْي ۗنَ َو َكانَ ُ َغفُوْ رًا ر‬
‫َّح ْي ًما‬
Artinya: Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di
ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
e. Surat al-Mâ’idah [5] ayat 2 memerintahkan agar setiap orang saling tolong
menolong dalam kebajikan dan takwa.
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ب‬ِ ‫َوتَ َعا َونُوْ ا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.

Kedua, hadis-hadis Rasulullah Saw:


a. Hadis Rasulullah Saw. yang melarang orang berpakaian tembus pandang,
erotis, sensual dan sejenisnya; hadis yang melarang perempuan berpakaian
tipis (transparan), diriwayatkan oleh Imam Malik dan juga diriwayatkan
Imam Ahmad.
b. Hadis yang melarang orang berperilaku tertentu, yaitu orang laki-laki yang
berpenampilan seperti tokoh dan singgah di masjid, tetapi isterinya
berpakaian telanjang, diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
c. Hadis yang melarang orang berkhalwat, diriwayatkan Imam Bukhari dari
Ibnu ‘Abbas, dan hadis tentang penghuni neraka di antaranya kaum
perempuan berlenggak-lenggok menggoda atau memikat, mereka tidak
akan masuk surga dan tidak akan dapat mencium baunya surga,
diriwayatkan Imam Muslim.
d. Hadis tentang batas aurat perempuan dan melarang kaum perempuan
berpakaian tipis (transparan), diriwayatkan Imam Abu Daud.

Ketiga, kaidah ushul fiqh dan kaidah fiqh:


a. aidah ushul fiqh menyatakan bahwa: “semua hal yang dapat menyebabkan
terjadinya perbuatan haram adalah haram”.
b. Kaidah-kaidah fiqh:
1) Menghindarkan mafsadat adala lebih didahulukan daripada
mendatangkan maslahat.
2) Segala mudharat dapat dihilangkan.
3) Melihat pada sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haram adalah haram.
4) Segala sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haram adalah haram.

Anda mungkin juga menyukai