DISUSUN OLEH:
HPI III A
BAB I
PEMBAHASAN
A. PEMIKIRAN POLITIK KHAWARIJ
1. Pengertian Khawarij
Khawarij adalah aliran dalam teologi Islam yang pertama kali muncul. Secara
etimologis, kata khawarij berasal dari bahasa arab yaitu kharaja yang berarti
keluar, muncul, timbul atau memberontak. Menurut Abi Bakar Ahmad Al-
Syarastani, bahwa yang disebut khawarij adalah setiap orang yang keluar dari
Imam yang hak dan telah disepakati jama’ah, baik ia keluar pada masa sahabat
Khulafaur Rasyidin atau pada masa Tabi’in secara baik-baik.Berdasarkan
pengertian Etimologi ini pula, Khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar
dari kesatuan umat Islam.
Adapun yang dimaksud Khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu
sekte atau kelompok atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Siffin pada tahun 378/648M, dengan
kelompok buqhat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan
khalifah.
2. Asal-Usul Aliran
Golongan khawarij timbul setelah perang Siffin. Perang yang terjadi antara Ali bn
Abi Thalib dan Muawiyah di suatu daerah di Irak yang bernama Saffin pada tahun
37 H/657M. peperangan ini cukup besar, terbukti dengan banyaknya korban di
pihak ‘Ali, gugur kurang lebih 25.000 orang dan dipihak muawiyah kurang lebih
45.000 orang. Ini merupakan bala yang besar bagi ummat Islam dalam abad-
abadnya yang pertama.
Jalannnya peperangan menguntungkan pasukan ‘Ali, hampir seluruh pasukan
‘Ali, hampir seluruh pasukan muawiyah lari kucar-kacir. Akan tetapi mereka
menjalankan atau menyerukan “Cease Fire” yaitu penghentian tembak-menembak
mereka mengikatkan beberapa kitab suci Al-Qur’an di ujung tombak mereka dan
mengacungkannya ke atas sambil meneriakkan penghentian tembak-menembak
yang berhukum kepada Al-Qur’an.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan ajakan damai kelompok muawiyah
sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan
sebagian pengikutnya terutama ahli qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin
Fudaki Al-Tamimi dan Zaid bin Husein Ath-Thai. Dengan sangat terpaksa Ali
memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan
peperangan.
Namun, sebagian lagi diantara pasukan ‘Ali ada yang tidak menerima ajakan
Tahkim tersebut, karena mereka menganggap bahwa orang yang mau berdamai
ketika pertempuran adalah orang yang ragu akan pendiriannya dalam kebenaran
peperangan yang ditegakkan. Hukum Allah sudah nyata kata mereka. Siapa yang
melawan khalifah yang sah harus diperangi. Mereka juga tidak menyukai
berhukum kepada Al-Qur’an seperti yang diserukan muawiyah karena mereka
berpaham:
1. Berhukum kepada Qur’an itu hanya ucapan bibir saja, sedang hakikatnya
akan berhukum pada “delegasi” yang berunding.
2. Menerima penghentian tembak-menembak itu berarti ragu atas kebenaran
pendiriannya.
3. Orang yang ragu-ragu tidak berhak menjadi imam, kata mereka. Kaum ini
akhirnya membenci sayyidina ‘Ali karena dianggapnya lemah dalam menegakkan
kebenaran, sebagaimana mereka membenci muawiyah yang melawan khalifah
yang sah. Inilah asal-usul kaum khawarij.
3.Aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran khawarij adalah watak eksfremitas dalam
memutuskan persoalan-persoalan kalam. Aksfremitas diatas disamping didukung
oleh watak kerasnya yang dibangun oleh kondisi geografis gurun pasir, juga
dibangun atas dasar pemahaman tekstual atas nash-nash Al-Qur’an dan Hadis.
Tidak heran jika aliran ini memiliki pandangan ekstrim tentang status pelaku dosa
besar. Aliran ini memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa
tahkim, yaitu ‘Ali, Muawiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah
kafir berdasarkan firman Allah pada surat Al-Maidah Ayat 44.
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah maka
mereka itulah orang-orang kafir.”
Semua pelaku dosa besar (mur-takib al-kabirah), menurut semua subsekte
khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan disiksa di Neraka selama-lamanya.
Lebih keras dari itu, subsekte khawarij yang sangat ekstrim, Azariqah, bahkan
menggunakan istilah yang lebih “mengerikan” dari kafir , yaitu musyrik. Mereka
memandang musyrik bagi umat islam yang tidak mau bergabung ke dalam
barisannya. Pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status
keimanannya menjadi kafir millah (Agama), dan telah keluar dari Islam. Kafir
semacam ini akan kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainnya.
Subsekte Najdah tidak jauh berbeda dari Azariqah. Apabila predikat musyrik
disandangkan oleh Azariqah kepada ummat Islam tidak mau bergabung ke dalam
kelompok mereka, predikat yang sama disandang pula oleh Najdah kepada
siapapun dari umat Islam yang secara kesinambungan mengerjakan dosa kecil.
Sama halnya dengan dosa besar, apabila tidak dilakukan secara kontinu,
pelakunya tidak dipandang musyrik, tetapi kafir jika dilaksanakan akan menjadi
musyrik.
Walaupun secara umum subsekte aliran khawarij sependapat bahwa pelaku dosa
besar dianggap kafir, tetapi masing-masing berbeda pendapat tentang pelaku dosa
besar yang diberi predikat kafir. Bagi subsekte Al-Muhakimat, Ali Muawiyah,
kedua pengantarnya (‘Amr bin Al’Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari) dan semua
orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya, hukum
kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk kedalamnya tiap orang yang
berbuat dosa besar.
Pandangan yng berbeda dikemukakan subsekte An-Nadjat.Subsekte ini
berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi besar kafir dan kekal di
dalam neraka hanya orang Islam yang tidak sepaham dengan golongannya.
Adapun pengikutnya jika mengejakan dosa besar akan mendapatkan siksaan di
neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk masuk surga. Sementara itu, subsekte
As-Sufriah membagi dosa besar ke dalam dua bagian, yaitu dosa yang ada
sanksinya di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang berbuat
dosa kategori pertama tidak dipandang kafir. Hanya orang yang melaksanakan
dosa kategori kedua yang menjadi kafir.
4. Sekte-Sekte
Para pengamat telah berbeda pendapat tentang berapa banyak perpecahan yang
terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah
pecah menjadi 20 subsekte. Harun mengatakan sekte ini telah pecah menjadi 18
subsekte. Al-Asfarayani mengatakan sekte ini menjadi 22 subsekte. Terlepas dari
banyaknya subsekte perpecahan khawarij, tokoh-tokoh diatas membagi beberapa
subsekte yang besar, yaitu:
a. Al-Muhakkimah
Golongan khawarij asli dan teridir dari pengikut-pengikut Ali. Disebut golongan
al-Muhakkimah. Bagi mereka, Ali, Mu’awiyyah, kedua disebut pengantara ‘Amr
Ibn al-‘As dan Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui arbitrase
bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan artinya
sehingga termasuk ke dalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.
Berbuat zinah dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut golongan
ini orang yang mengerjakan zinah telah menjadi kafir dan keluar dari Islam.
Begitu pula membunuh sesame manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
Maka perbuatan membunuh manusia menjadikan si pembunuh keluar dari Islam
dan menjadi kafir. Demikianlah seterusnya dengan dosa-dosa besar lainnya.
b. Al-Azariqah
Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan Irak dengan Iran. Nama ini
diambil dari Nafi’Ibn al-Azraq. Pengikutnya, menurut al-Baghdadi, berjumlah
lebih dari 20 ribu orang. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri
dan kepadanya mereka beri gelar Amir al-Mu’minin. NAfi’ mati dalam
pertempuran di Irak pada tahun 686 M.
Subsekte ini sikapnya lebih radikal dari al-Muhakkimah. Mereka tidak lagi
memakai term kafir, tetapi term musyrikk atau polytheist. Dan di dalam Islam
Syirk atau polytheisme merupakan dosa yang terbesar lebih besar dari kufr.
Selanjutnya yang dipandang musyrik ialah semua orang islam yang tak sepaham
dengan mereka. Bahkan orang Islam yang sepaham dengan al-Azariqah, tetapi
tidak mau berhijrah ke dalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik.
Dengan lain perkataan, orang al-Azariqah sendiri, yang tinggal di luar lingkungan
mereka dan tidak mau pindah ke daerah kekuasaan mereka, juga dipandang
musyrik. Dan barangsiapa yang datang ke daerah mereka dan mengaku pengikut
al-Azariqah tidaklah diterima begitu saja, tetapi harus diuji. Kepadanya
diserahkan seorang tawanan. Kalau tawanan ini ia bunuh, maka ia diterima
dengan baik, tetapi kalau tawanan itu tidak dibunuhnya, maka kepalanya sendiri
yang mereka penggal.
Sikap yang tidak mau mencabut nyawa tawanan itu, member keyakinan kepada
mereka bahwa ia berdusta dan sebenarnya bukan penganut paham al-Azariqah.
Bukan hanya orang Islam yang tak sepaham dengan mereka, bahkan anak istri
orang-orang yang demikian pun boleh ditawan dan dijadikan budak atau dibunuh.
Memang dalam anggapan mereka, hanya daerah merekalah yang merupakan dar
al-Islam, sedangkan daerah Islam yang lainnya adalah dar al-kufr yang wajib
diperangi. Dan yang mereka pandang musyrik, bukan hanya orang-orang dewasa,
tetapi juga anak-anak dari orang yang dipandang musyrik.
Menurut paham subsekte yang ekstrim ini hanya merekalah yang sebenarnya
orang Islam. Orang Islam yang dilingkungan mereka adalah kaum musyrik yang
harus diperangi. Oleh karena itu kaum al-Azariqah, sebagai disebut Ibn Al-Hazm,
selalu mengadakan isti’rad yaitu bertanya tentang pendapat atau keyakinan
seseorang. Siapa saja yang mereka jumpai dan mengaku orang lain yang tak
termasuk dalam golongan Al-Azariqah, mereka dibunuh.
C. Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini ialah Ziad Ibn al-Asfar. Dalam paham, mereka dapat sama
dengan golongan al-Azariqah dan oleh karena itu juga merupakan golongan yang
ekstrim. Hal-hal yang membuat mereka kurang ekstrim dari yang lain adalah
pendapat-pendapat berikut:
a. Orang Surfiah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir.
b. Mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh.
c. Selanjutnya tidak semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa
menjadi musyrik.
d. Daerah golongan Islam yang tak sepaham dengan mereka bukan dar harb yaitu
daerah yang harus diperangi, yang diperangi hanyalah ma’askar atas camp
pemerintahan sedang anak-anak dan perempuan tak boleh dijadikan tawanan.
e. Kurf dibagi dua: kurf bin inkar al-ni’mah yaitu mengingkari rahmat Tuhan dan
kurf bi inkar al-rububiah yaitu mengingkari Tuhan. Dengan demikian term kafir
tidak selamanya harus berarti keluar dari Islam.
Disamping pendapat-pendapat di atas terdapat pendapat-pendapat yang spesifik
bagi mereka:
a. Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan.
b.Tetapi sesungguhnya demikian, untuk keamanan dirinya perempuan Islam boleh
kawin dengan lelaki kafir, di daerah bukan Islam.
6. Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan
khawarij. Namanya diambil dari ‘Abdullah Ibn Ibad, yang pada tahun 686M,
memisahkan diri dari golongan al-Azariqah. Paham moderat mereka dapat dilihat
dari ajaran-ajaran berikut:
a. Orang Islam yang tak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukanlah
musyrik, tetapi kafir. Dengan orang Islam yang demikian boleh diadakan
hubungan perkawinan dan hubungan warisan, Syahadat mereka dapat diterima.
Membunuh mereka adalah haram.
b. Daerah orang Islam yang tak sepaham dengan mereka, kecuali camp
pemerintah merupakan dar tauhid, daerah orang yang meng-Esakan Tuhan, dan
tidak boleh diperangi, hanyalah ma’askar pemerintah.
c. Orang Islam yang berbuat dosa besar adalah Muwahhid yang meng-Esakan
Tuhan, tetapi bukan mukmin dan bukan kafir al-Millah, yaitu kafir Agama.
d. Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata. Emas dan
perak harus dikembalikan kepada orang empunya.
Khawarij adalah kelompok yang memisahkan diri dari barisan Ali setelah
Arbitrase (tahkim) yang mengakhiri perseteruan dan kontak senjata antara Ali dan
Muawiyyah di Siffin. Mereka merasa kecewa terhadap hasil arbitrase yang
merugikan Ali. Sebagai redaksi, mereka menolak hasil arbitrase dan keluar dari
pasukan Ali. Mereka membenci Ali karena ia mau berdamai dengan pemberontak
muawiyyah, tetapi lebih membanci lagi muawiyyah yang telah mencurangi Ali.
Pengikut khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang masih sederhana cara
berpikirnya. Jadi sikap keagamaan mereka sangat ekstrim dan sulit menerima
perbedaan pendapat. Mereka menganggap orang yang berada diluar kelompoknya
adalah kafir dan halal dibunuh. Sikap picik dan ekstrim ini pula yang membuat
mereka terpecah menjadi beberapa sekte.
Berbeda dengan kelompok Sunni dan Syiah, mereka tidak mengakui hak-hak
istimewa orang atau kelompok tertentu untuk meduduki jabatan khalifah. Jabatan
tersebut bukanlah monopoli mutlak suku Quraisy sebagaimana pandangan Sunni,
juga bukan hak khusus Ali dan keluarganya sebagaimana klaim kelompok syiah.
Menurut mereka siapa saja berhak mendududki jabatan khalifah, kalau memang
mampu. Bahkan mereka mengutamakan orang non-Arab sebagai khalifah, supaya
mereka bisa menjatuhkannya atau membunuhnya kalau ternyata tidak
menjalankan tugasnya sesuai dengan syariat atau bertentangan dengan kebenaran.
Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Karena itu
kelompok khawarij tidak mempertimbangkan ‘ashabiyah atau keluarga untuk
mengangkat pemimpin mereka.
Harura ini tempat penyesalan mereka, karena Ali mau berdamai dengan
Muawiyyah. Intisari pandangan-pandangan politik mereka adalah: