Anda di halaman 1dari 26

PEMBELAJARAN NILAI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu Mata Kuliah :


KONSEP DASAR IPS
Dosen Pengampu: Eka Yusnaldi, M.Pd

Disusun Oleh:

Sem. II/PGMI A

Hikmah Sari Harahap (0306231016)

Nur Habibah (0396231008)

Putri Zaskia Tambunan (0306232119)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH


IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUMATERA UTARA
2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, Kami ucapkan rasa syukur atas kehadirat Allah yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah di susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu

kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan hasil makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar

kami dapat memperbaiki makalah ini.

Medan, 19 April 2024

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................1


A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................2
C. Tujuan Masalah ................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................3


A. Pengertian Dinamika Kelompok ....................................................3
B. Hakikat Pendidikan Nilai ........................................................ ......7
C. Pentingnya Pendidikan Nilai Dalam IPS ................................. ......10
D. Pendidikan Karakter ................................................................ ......16
E. Klasifikasi Nilai ....................................................................... ......18

BAB III PENUTUP.................................................................................22


Kesimpulan ........................................................................................... .22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hak asasi manusia. Pendidikan merupakan


sebuah proses membangun kerangka berpikir manusia sejak dilahirkan
hingga masuk ke liang lahat. Pada awalnya, tujuan pendidikan Indonesia
bercorak pragmatis (diistilahkan non vitae sed scholae discimus). Dengan
penekanan di sektor ekonomi, terutama melalui industrialisasi, negara
hendak meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh bangsa
Indonesia serta mencapai keadilan sosial. Kemudian, pendidikan menjadi
produsen tenaga terampil, tetapi tidak menghasilkan manusia yang berbudi
luhur. Pada masa krisis multidimensional pendidikan yang bercorak
pragmatis itu semakin memperparah keadaan.

Pendidikan pragmatis menghasilkan manusia yang cerdas dan


terampil, tetapi belum tentu berbudi baik. Banyak masalah yang dapat
dijadikan indikator, mulai dari masalah sosial, politik, rasial, lingkungan
hidup, ketakwaan, susila, rasa kebangsaan, dan sebagainya. Masing-masing
mengacu pada kesimpulan bahwa sumber daya manusia (yang notabene
dihasilkan oleh pendidikan pragmatis) itu kurang dalam segi humaniora.

Pendidikan nilai menghasilkan sumber daya manusia yang utuh,


menyeluruh, sehat, purnawan, dan terintegrasi. Pribadi yang dibentuk oleh
pendidikan nilai tetap mampu memenuhi tuntutan sektor ekonomi tanpa
harus kehilangan keutuhannya sebagai seorang manusia. Pada masa krisis
multidimensional yang sedang dialami bangsa Indonesia inilah pendidikan
nilai sangat berperan.

Kualitas guru yang dihasilkan oleh lembaga penghasil guru


menciptakan guru yang hanya berpikir pada capaian tertulis, bukan pada
pengembangan kemampuan berpikir anak. Telah terpenuhinya catatan, nilai
evaluasi belajar yang tinggi, dan menjadi juaranya anak pada lomba

1
keilmuan menyebabkan otak anak menjadi sebuah memori komputer yang
tidak memiliki kemampuan berkreasi. Pendidikan di Indonesia, baik formal,
nonformal, maupun informal merupakan proses yang dengan sengaja
dilakukan untuk tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, bernilai luhur, berkepribadian yang mantap, mandiri, dan
bertanggung jawab.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian nilai?


2. Bagaimana hakikat pendidikan nilai?
3. Apa pentingnya pendidikan nilai dalam ips?
4. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
5. Apa apa saja klasifikasi nilai?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian nilai


2. Mengetahui hakikat pendidikan nilai
3. Memahami pentingnya pendidikan nilai dalam ips
4. Memahami pendidikan karakter
5. Memahami klasifikasi nilai

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nilai

Nilai diambil dari bahasa Inggris yaitu Value yang berarti berharga dengan
demikina ialah pendidikan nilai ialah niai yang berharga dalam pendidikan
seperti menurut para ahli mendefinisikan yaitu satraprateja mendefinisikan
pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri
seseorang, pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar
menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral
dalam keseluruhan hidupnya.1 Menurut peranan nilai sosial, dari buku sosiologi
mendefinisikan nilai merupakan suatu sarana untuk menimbang pendidikan nilai
masyarakat dalam memenuhi peran sosial dan pemersatu individu-individu
dalam suatu kelompok.

Beberapa tokoh mendefinisikan nilai sebagai berikut

a. Max Scheler mengatakan bahwa nilai merupakan kualitas yang tidak


bergantung dan tidak berubah seiring dengan perubahan barang.
b. Immanuel Kant mengatakan bahwa nilai tidak bergantung pada materi,
murni sebagai nilai tanpa bergantung pada pengalaman.
c. Menurut Kartono Kartini dan Dali Guno, nilai sebagai hal yang dianggap
penting dan baik. Semacam keyakinan seseorang terhadap yang
seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan (misalnya jujur, ikhlas) atau
cita-cita yang ingin dicapai oleh seseorang (misalnya kebahagiaan,
kebebasan).
d. Ahmad Tafsir meletakkan pembahasan nilai setelah membahas teori
pengetahuan dan teori hakikat yang merupakan sistematika dalam
pembahasan filsafat. Teori lainnya, seperti yang dikemukakan oleh teori

1
David Berry, Pokok pokok Pikiran Sosiologi, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 1995),
hlm 21

3
Nicolai Hartmann, bahwa nilai adalah esensi dan ide platonik. Nilai
selalu berhubungan dengan benda yang menjadi pendukungnya.
e. Menurut H.M. Rasjidi, penilaian seseorang dipengaruhi oleh fakta-fakta.
Artinya, jika fakta-fakta atau keadaan berubah, penilaian juga biasanya
berubah. Hal ini berarti juga bahwa pertimbangan nilai seseorang
bergantung pada fakta.
f. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa nilai yang ada pada seseorang
dipengaruhi oleh adanya adat istiadat, etika, kepercayaan, dan agama
yang dianutnya. Semua itu memengaruhi sikap, pendapat, dan
pandangan individu yang selanjutnya tercermin dalam cara bertindak dan
bertingkah laku dalam memberikan penilaian.
g. Dalam Encyclopedia Britannica dinyatakan bahwa: “…. value is
determination or quality of an object which involves any sort or
appreciation or interest.” Artinya, “Nilai adalah suatu penetapan, atau
suatu kualitas objek yang menyangkut segala jenis apresiasi atau minat.”
h. Mulyana menyatakan bahwa nilai adalah keyakinan dalam menentukan
pilihan.

Dari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah


segala hal yang berhubungan dengan tingkah laku manusia mengenai baik atau
buruk yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral, dan kebudayaan yang
berlaku dalam masyarakat.2

Tujuan pendidikan nilai adalah suatu sasaran, tujuan, ataupun sesuatu


yang akan di capai dalam proses pentransperan ilmu yang memungkinkan
perubahan tingkah laku, atau perbuatan yang mengarah kebaikan dalam
pandangan hukum manusia dan Allah Swt prilaku atau moral sebagai sasaran
utama dari tujuan pendidikan Nasional maupun matapelajaran yang selalu
diusahakan oleh seorang guru. Dalam mengelola materi pelajaran, metode, alat,
bahan ajar sehingga peserta didik merasa nyaman, senang dalam mengikuti

2
Sanjono Seokanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2012), hlm 37-49

4
pelajaran sehinnga apa yang dicita-citakan oleh semua pihak tercapai yaitu
menjadinya manusia yang berahlak mulia

Ada dua tujuan pendidikan nilai apabila dilihat dari pendekatan anlisa
nilai tujuan tersebut adalah pertama adalah membantu siswa untuk
menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmmiah dan penemuan
ilmiah dalam menganalisa sosial. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan
proses berpikir rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan
merumuskan konsep tentang nilai nilai-nilai mereka.3 Tujuan pendidikan nilai
menurut pendekatan klarifikasi nilai ini ada tiga;

1. Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai


mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain
2. Membantu siswa supaya bisa berkomunikasi secara terbuka dan jujur
dengan orang lain.
3. Membantu siswa supaya mampu menggunakan secara bersama-sama
kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional.

Nilai merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran, norma-norma, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral
secara kritis. Menurut Kattsoff dalam Sumargono mengungkapkan bahwa
hakikat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara:

a. Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung kepada pengalaman


manusia pemberi nilai itu sendiri
b. Nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology,
namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut
merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
c. Nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan.
Sedangkan menurut Sadulloh mengemukakan tetang hakikat nilai
berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori voluntarisme, nilai

3
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), hlm 18

5
adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan. Menurut kaum
hedonisme, hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan
menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal
rasional dan menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi
kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
hakikat dan makna nilai adalah sesuatu hal sesuatu hal yang dihubungkan
dengan akal rasional, logis dan bergantung pada pengalaman manusia
pemberi nilai itu sendiri.

Nilai merupakan suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang
bersifat tersembunyi, nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang
baik dan buruk, indah dan tidak indah dan lain sebagainya. Dengan demikian
pendidikan nilai pada hakikatnya proses penanaman nilai kepada peserta didik
yang diharapkan, oleh karena itu siswa dapat berprilaku sesuai dengan
pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku dimasyarakat tersebut Dari sekian banyak unsur pendukung
tersebut pada hakikatnya bermuara pada tujuan pendidikan nasional yang dimuat
dalam undang-undang RI tentang system pendidikan Nasional atau UUSPN 28
Agustus 2003 memuat tujuan menjadi manusia beriman, bertaqwa kepada tuhan
yang maha esa, berahlak mulia, sehat jasmani dan rohani, kerja keras, mandiri,
estetis berilmu, kreatif, produktif, mampu bersaing, cakap, demokratis memiliki
wawasan keunggulan, harmonis dengan lingkungan alam, memiliki tanggung
jawab sosial, dan memiliki semangat kebangsaan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.4

4
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm
105

6
B. Hakikat Pendidikan Nilai

Abad ke-21 merupakan abad kebudayaan dan pendidikan. Perubahan pada


berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, agama, ekonomi, politik, hankam, dan
iptek semakin terasa. Perubahan-perubahan ini menuntut manusia untuk selalu
melakukan penyesuaian dan antisipasi.

Dari kondisi faktual tersebut, disadari bahwa salah satu sektor yang kurang
diperhatikan adalah dunia afeksi pendidikan yang semakin termarginalkan. Hal
itu disebabkan telah bergesernya landasan dan tujuan pendidikan kita saat ini
yang lebih mengedepankan dunia kognisi. Disadari atau tidak arah kebijakan
pendidikan kita telah membawa tingkat degradasi moral bangsa semakin
terpuruk karena salah satunya kurang memerhatikan nilai-nilai moralitas bangsa
yang dahulu masih dimiliki, tetapi sekarang semakin jauh dari napas kehidupan
berbangsa dan bernegara

Penanaman nilai kehidupan kepada anak didik membutuhkan keteladanan


dari guru, orangtua, dan masyarakat. Penanaman nilai-nilai tersebut tidak hanya
berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat
sehingga dengan keteladanan dan pendidikan nilai-nilai kehidupan menuju
manusia Indonesia yang bermartabat dan berbudaya akan terwujud.

Berbagai permasalahan lain yang muncul saat ini, seperti maraknya


kekerasan di jalan, keluarga, dan sekolah, perilaku korupsi, perusakan
lingkungan, etika yang menipis, kurangnya tanggung jawab dan tenggang rasa,
memunculkan “gugatan” tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah dan
perguruan tinggi, termasuk kebijakan Depdiknas untuk menanamkan nilai-nilai
kehidupan kepada anak didik.5

Dalam peraturan perundangan disebutkan bahwa tujuan pendidikan


nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

5
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), hlm 79-94

7
yang beriman, bertakwa, kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.

Pendidikan nilai akan membuat anak didik tumbuh menjadi pribadi yang
mengerti sopan santun, memiliki cita rasa seni, sastra, dan keindahan pada
umumnya, mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, bersikap hormat
terhadap keluhuran martabat manusia, serta memiliki cita rasa moral dan rohani.

Pendidikan merupakan sarana yang menghantarkan manusia pada nilai-nilai


yang luhur, mengajarkan manusia norma dan nilai yang baik dalam melakukan
sesuatu. Tanpa pendidikan nilai, manusia tidak akan mengetahui cara bersikap
yang baik dan benar menurut agama, etika, moral, dan budaya luhur. Pendidikan
adalah proses interaksi manusiawi antara pendidikan dan subjek didik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Proses itu berlangsung dalam lingkungan tertentu
dengan menggunakan bermacam-macam tindakan yang disebut alat pendidikan.

Hakikat pendidikan tidak akan terlepas dari hakikat manusia sebab urusan
utama pendidikan adalah manusia. Wawasan yang dianut oleh pendidik dalam
hal ini guru, tentang manusia akan memengaruhi strategi atau metode yang
digunakan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Di samping itu, konsep
pendidikan yang dianut saling berkaitan erat dengan hakikat pendidikan.

Beberapa asumsi dasar yang berkenaan dengan hakikat pendidikan tersebut


sebagai berikut.

a. Pendidikan merupakan proses interaksi manusia yang ditandai oleh


keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dan kewibawaan
pendidikan.
b. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi
lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat.
c. Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
d. Pendidikan berlangsung seumur hidup.

8
e. Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.6

Pada dasarnya pendidikan harus dilihat sebagai proses dan sekaligus sebagai
tujuan. Asumsi dasar pendidikan tersebut memandang pendidikan sebagai
kegiatan kehidupan dalam masyarakat untuk mencapai perwujudan manusia
seutuhnya yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan sebagai kegiatan
kehidupan dalam masyarakat memiliki arti penting bagi individu dan masyarakat
sebab masyarakat dan individu saling berkaitan.

Individu menjadi manusia seperti saat ini adalah karena proses belajar atau
proses interaksi manusiawi dengan manusia lain nya. Artinya manusia tidak
akan menjadi manusia tanpa di manusiakan. Dengan kata lain, perkembangan
manusia yang manusiawi hanya dapat terjadi dalam lingkungan masyarakatnya.
Sebaliknya, masyarakat sebagai wujud kehidupan bersama tidak mungkin
berkembang jika tidak didukung oleh kemajuan individu-individu anggotanya.

Hakikat Pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan suatu negara


berdasarkan sosio-kultural, sosio psikologis, sosio ekonomis, dan sosio politis.
Pusat orientasinya adalah demi eksistensi bangsa serta cita-cita bangsa dan
negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Urgensi pendidikan nasional jangka pendek, terutama diarahkan pada


memenuhi kebutuhan nasional dalam pembangunan negara, di setiap lapangan
kehidupan bangsa itu. Adapun kebutuhan jangka panjang adalah demi eksistensi
dan integritas nasional, demi regenerasi bangsa dan kepemimpinan nasional
untuk membina kepribadian bangsa yang tercermin dalam tatanan kehidupan.7

6
Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat
Indonesia Baru, (Bandung: Genesindo 2004), hlm 3
7
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Surabaya: Usaha Nasional 1998), hlm 22

9
C. Pentingnya Pendidikan Nilai dalam IPS

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi saat ini


sangat membantu manusia dalam proses kehidupan. Perkembangan tersebut
selain memberi keuntungan, di sisi lain juga membawa pengaruh negatif bagi
tatanan kehidupan manusia. Teknologi informasi dan komunikasi yang begitu
memudahkan pelayanan kebutuhan manusia serta mempercepat tersebarnya
pengaruh negatif bagi eksistensi nilai-nilai yang telah berkembang di suatu
masyarakat. Masyarakat sering dibuat miris melihat berbagai kasus yang
dilakukan kalangan pelajar akhir-akhir ini. Berbagai fenomena yang pada masa
lalu tabu, kini menjadi biasa bahkan tren. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
berita baik melalui media cetak maupun elektronik seperti kekerasan yang
dilakukan anak-anak usia sekolah, lunturnya kesopanan anak pada orang tua,
teman bahkan gurunya sendiri.

IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang


berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS memuat materi Geografi,
Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan
untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung
jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap
kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang
dinamis.8

Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie, yang akar


katanya pais yang berarti anak dan again yang artinya bimbingan. Dengan
demikian, paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam
bahasa inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal
dari bahasa Yunani educare, yang berarti membawa keluar yang tersimpan
dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.

8
Nasution Toni dan Lubis Maulana Arafat, Konsep Dasar IPS, (Yogyakarta, Samudra
Biru, 2018), hlm 42

10
IPS adalah suatu synthetic discipline yang berusaha untuk
mengorganisasikan dan mengembangkan substansi ilmu-ilmu sosial secara
ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Makna synthetic discipline,
bahwa IPS bukan sekedar mensistesiskan konsep-konsep yang relevan antara
ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial, tetapi juga mengkorelasikan dengan
masalah-masalah kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Secara lebih
tegas, bahwa Pendidikan IPS memuat tiga sub tujuan, yaitu; Sebagai pendidikan
kewarganegaraan, sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya dalam disiplin
ilmu-ilmu sosial, dan sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari
kehidupan nyata dalam masyarakat kemudian dikaji secara reflektif.

Tujuan pendidikan IPS secara umum adalah menjadikan peserta didik


sebagai warga negara yang baik, dengan berbagai karakter yang berdimensi
spiritual, personal, sosial, dan intelektual. IPS menurut NCCS mempunyai
tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and information), nilai dan
tingkah laku (attitude and values), dan tujuan ketrampilan (skill): sosial, bekerja
dan belajar, kerja kelompok, dan ketrampilan intelektual.9 Tujuan dari Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah untuk mengembangkan siswa agar peka
terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil
mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya
sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Dari rumusan tujuan tersebut dapat
dirinci bahwa tujuan IPS adalah untuk mengembangkan potensi nilai dalam
pendidikan agar:

1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau


lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan
kebudayaan masyarakat.

9
Ahmad Susanto, Pengembangan Pembelajaran IPS, (Jakarta:prenada Media 2014), hlm
68-75

11
2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan
metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat
keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di
masyarakat.
4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta
mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil
tindakan yang tepat.
5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab
membangun masyarakat.

Pendidikan IPS adalah penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial dan


humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan. Pendidikan
IPS memuat tiga sub tujuan, yaitu; Sebagai pendidikan kewarganegaraan,
sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya dalam disiplin ilmu-ilmu sosial,
dan sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari kehidupan nyata dalam
masyarakat kemudian dikaji secara reflektif. Berdasarkan penjelasan tentang
hakikat pendidikan di atas, maka sesungguhnya pendidikan IPS dengan
pendidikan nilai adalah bagai dua sisi mata uang logam. Sangat banyak
kesempatan untuk saling memadukan dalam pembelajaran IPS dan nilai.

Dalam pendidikan nilai kita menginginkan munculnya kesadaran


pelaksanaan nilai-nilai positif dan menghindarkan nilai-nilai negatif. Nilai-nilai
positif tersebut adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, kerja keras,
beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, lapang hati,
berlembut hati, beriman dan bertakwa, berinisiatif, berkemauan keras,
berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat
konstruktif, bersyukur, bertanggungjawab, bertenggangrasa, bijaksana, cerdas,
cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur,

12
kesatria, komitmen, kooperatif, kospmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati,
lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya
orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai
waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri,
produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang, rasa keterikatan, rasa
malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar,
semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, hormat, nalar, tertib,
sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar,
tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.

Adapun nilai-nilai negatif yang seharusnya dihindari adalah ; anti


resiko, boros, bohong, buruk sangka, biadab, curang, ceroboh, cengeng, dengki,
egois, fitnah, feodalistik, gila kekuasaan, iri, ingkar janji, jorok, keras kepala,
khianat, kedaerahan, kikir, kufur, konsumtif, kasar, kesukuan, licik, lupa diri,
lalai, munafik, malas, menggampangkan, materialistik, mudah percaya,
mementingkan golongan, mudah terpengaruh, mudah tergoda, rendah diri,
meremehkan, melecehkan, menyalahkan, menggunjing, masa bodoh, otoriter,
pemarah, pendendam, pembenci, pesimis, pengecut, pencemooh, perusak,
provokatif, putus asa, ria, sombong, serakah, sekuler, takabur, tertutup, tergesa-
gesa, tergantung, omong kosong, picik, dan sejenisnya.10

Secara filosofis, pendidikan adalah sebuah tindakan fundamental, yaitu


perbuatan yang menyentuh akar-akar hidup sehingga mengubah dan
menentukan hidup manusia. Jadi, mendidik adalah suatu perbuatan yang
fundamental karena mengubah dan menentukan hidup manusia. Pendidikan itu
memanusiakan manusia.

Pendidikan adalah untuk kehidupan, bukan untuk memenuhi


ambisiambisi yang bersifat pragmatis. Pendidikan bukan non vitae sed scholae

10
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2008), hlm
12

13
discimus (belajar bukan untuk kehidupan, melainkan untuk sekolah).
Pendidikan harus bercorak non scholae sed vitae discimus, kita belajar bukan
untuk sekolah, melainkan untuk kehidupan.

Dalam pendidikan untuk kehidupan, hal utama yang dilakukan adalah


menanamkan nilai-nilai. Pendidikan nilai bukan hanya perlu karena dapat
mengembalikan filosofi dasar pendidikan yang seharusnya non scholae sed
vitae discimus, melainkan juga perlu karena ciri kehidupan yang baik terletak
dalam komitmen terhadap nilai-nilai: nilai kebersamaan, kejujuran,
kesetiakawanan, kesopanan, kesusilaan, dan lain-lain.

Kemanfaatan teori pendidikan nilai tidak hanya perlu sebagai ilmu yang
otonom, tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya
bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh
karena itu, nilai pendidikan nilai tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu
seperti seni untuk seni, tetapi juga nilai ekstrinsik. Ilmu pun digunakan untuk
menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktik melalui kontrol
terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam
pendidikan.

IPS dengan pendidikan nilai bagai dua sisi mata uang yang tak dapat
dipisahkan. Nilai dipelajari sebagai hasil dari pergaulan atau komunikasi antar
individu dalam kelompok seperti keluarga, himpunan keagamaan, kelompok
masyarakat atau persatuan dari orang-orang yang satu tujuan. Tidak dipungkiri
bahwa nilai tertentu muncul dengan kekuatan yang sama dimasyarakat dan
menjadi pembelajaran yang baik serta menjadi pelindung dari berbagai
penyimpangan dan pengaruh luar. Istilah IPS disekolah dasar merupakan nama
mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai intergrasi dari sejumlah konsep
disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial
kehidupan. Materi IPS sekolah dasar lebih mementingkan dimensi pedagogik
dan psikologis serta karakteristik kemampuan berpikir peserta didik yang
bersifat holistik.

14
Tujuan mata pelajaran IPS disekolah dasar adalah a) Membekali anak
didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan kelak
dimasyarakat, b) Membekali siswa dengan kemampuan mengidentifikasi,
menganalisis dan menyusun alternative pemecahan masalah sosial yang terjadi
dalam kehdupan dimasyarakat, c) Membekali siswa dengan kemampuan
berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan
serta bidang bidang keahlian, d) Membekali siswa dengan kesadaran, sikap
mental yang positif dan keteramplan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup
yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut, e) Membekali siswa dengan
kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.11

Dalam pendidikan nilai, kita menginginkan munculnya kesadaran


pelaksanaan nilai- nilai positif dan menghindarkan nilai-nilai negatif. Nilai-nilai
positif tersebut adalah: baik sangka, kerja keras, beradab, berani berbuat benar,
berani memikul resiko, berdisiplin, lapang hati, berlembut hati, beriman dan
bertakwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke
depan, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggungjawab,
bertenggangrasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien,
empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, komitmen, kooperatif, kreatif, mandiri,
manusiawi, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai
kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik,
pemaaf, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah, kasih sayang, rasa malu, rasa
memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat
kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, tertib, sopan santun, taat asas, takut
bersalah, tangguh, tegas dan tekun.

Dengan demikian, pendidikan nilai tidak bebas nilai, mengingat hanya


terdapat batas yang sangat tipis antar-pekerjaan pendidikan nilai dan tugas
pendidik sebagai pedagog. Dalam hal ini sangat relevan untuk memerhatikan

11
Sardjiyo dkk, Pendidikan IPS di SD, (Jakarta: Universitas terbuka, 2008), hlm 14

15
pendidikan nilai sebagai bidang yang sarat nilai. Oleh sebab itu, pendidikan
nilai memerlukan teknologi, tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek.
Walaupun demikian, harus diakui bahwa pertumbuhan pendidikan nilai belum
jauh dibandingkan dengan ilmu sosial dan ilmu perilaku pada umumnya.

D. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari pendidikan


moral, karena pendidikan tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah,
tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan (habit) tentang hal-hal yang baik
dalam kehidupan, sehingga anak/peserta didik memiliki kesadaran, dan
pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan
kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan
karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara
bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui melalui perilaku baik,
jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter
mulia lainnya. Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan dengan iman
dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristolteles, bahwa karakter erat
kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan atau
diamalkan

Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa latin “kharakteri”,


“kharassein”, dan “kharax” yang bermakna “tools for marking”, ”to engrave”,
dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan dalam bahasa Perancis
sebagai “caractere” pada abad ke 14. Ketika masuk ke bahasa Inggris , kata
“caractere” ini berubah menjadi “character”. Selanjutnya, dalam bahasa
Indonesia kata “character” ini menjadi karakter.

Karakter merupakan sifat alami sesorang dalam merespon situasi


bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah

16
laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati dan menghargai orang
lain, dan karakter-karakter mulia lainnya.
Ki Hadjar Dewantara memandang karakter sebagai watak atau budi
pekerti. Menurut Ki Hadjar Dewantara, budi pekerti adalah bersatunya antara
gerak fikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan, yang kemudian
menimbulkan tenaga. Karakter menjadi penanda sesorang. Misalnya apakah
orang tersebut berkarakter baik, atau berkarakter buruk.
Sedangkan pendidikan karakter menurut Kemendiknas adalah usaha
menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta
didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi
kepribadiannya. Dengan kata lain pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau
loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga
terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.

Ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan :


a. merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki
kepribadian yang baik dalam kehidupannya
b. merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik
c. sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya
di tempat lain
d. mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan
dapat hidup dalam masyarakat beragam
e. berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-
sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran
kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) rendah
f. merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat
kerja; dan
g. mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari peradaban

17
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi:
1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila
3) mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap
percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta
mencintai umat manusia.
Sedangkan fungsi dari pendidikan karakter adalah :
1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural
2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur,
dan berperilaku baik.12

E. Klasifikasi Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek,
menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai abstraksi,
pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam seleksi perilaku yang
ketat. nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun
rohani, nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang positif dan bermanfaat
dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang
dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai yang dimiliki setiap manusia
tersebut sangat beragam bergantung pada kesepakatan masyarakatnya. Nilai-
nilai tersebut seperti nilai moral, nilai religi, nilai estetika (keindahan), dan
sebagainya.
Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk
mengukur segala sesuatu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nilai adalah sifat-
sifat (hal-hal) yang penting dan berguna bagi kemanusian. Atau sesuatu yang
menyempurnakan manusia sesuai dengan hahikatnya. Misalnya nilai etik, yakni

12
Wibowo, A dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), hlm 37-45

18
nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, seperti kejujuran, yang berkaitan
dengan akhlak, benar salah yang dianut sekelompok manusia.13
Klasifikasi Nilai terbagi menjadi dua klasifikasi, yaitu:

1. Nilai Dominan

Nilai dominan merupakan nilai yang dianggap lebih penting


dibandingkan nilai lainnya. Adapun ukuran dari dominan atau tidaknya
sebuah nilai didasarkan pada hal berikut:

• Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.


• Lamanya nilai tersebut dianut.
• Tingkat usaha dalam melaksanakan nilai tersebut.
• Kebanggaan untuk orang yang menjalankan nilai tersebut.
2. Nilai Mendarah Daging

Klasifikasi yang kedua adalah nilai mendarah daging, yaitu nilai yang
menjadi kebiasaan dan kepribadian seseorang sehingga apabila
melakukannya, seseorang tidak perlu berpikir atau menimbangnya lagi.
Umumnya, nilai ini sudah tertanam sejak kecil. Bahkan, ia akan merasa malu
atau bersalah jika tidak melakukan nilai tersebut.14

Nilai ada di mana-mana dalam Pendidikan, ada dalam setiap aspek


praktik persekolahan; nilai adalah dasar dari seluruh materi pilihan dan
pembuatan keputusan. Dengan menggunakan nilai, guru mengevaluasi siswa
dan siswa mengevaluasi guru. Masyarakat mengevaluasi mata pelajaran,
program sekolah, dan kompetensi pengajaran; dan masyarakat itu sendiri
dievaluasi oleh pendidik.

Pendidikan mengandung suatu pengertian yang luas, menyangkut


seluruh aspek kepribadian manusia termasuk hati nurani, nilai- nilai,

13
Tim Penulis, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa,Departemen Pendidikan
Nasional, (Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. 963.
14
E.K. Kaswardi 1993. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia), hlm 38

19
perasaan, pengetahuan dan keterampilan.Sehingga dengan pendidikan
manusia berusaha untuk meningkatkan, mengembangkan, serta
memperbaiki nilai- nilai dalam kehidupannya.

Pendidikan mencakup kegiatan mendidik, mengajar, dan


melatih.Dalam kegiatan tersebut terjadi usaha untuk mentransformasikan
nilai- nilai dalam kehidupan manusia. Nilai tersebut antara lain nilai- nilai
religi, kebudayaan, sains dan teknologi, seni, dan keterampilan. Nilai-nilai
tersebut dapat mempertahankan, mengembangkan bahkan mengubah
kebudayaan yang dimilikki masyarakat. Disini akan berlangsung pendidikan
dalam kehidupan manusia.

Nilai-nilai yang akan ditransformasikan dalam pendidikan mencakup


nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-
nilai seni, dan nilai keterampilan. Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut
dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu
mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, di sinilah
pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan.15

Agar proses transformasi tersebut berjalan lancar, ada beberapa


syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan, antara
lain:

a) Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan


terdidik.Hubungan edukatif ini dapat diartikan sebagai suatu
hubungan yang diliputi kasih sayang, sehingga terjadi hubungan
yang didasarkan atas kewibawaan. Hubungan yang terjadi antara
pendidik dan peserta didik merupakan hubungan antara subyek dan
subyek.

15
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Cet. IV. (Jakarta: Bulan
Bintang, 1997), hlm 77

20
b) Adanya metode pendidikan yang sesuai. Sesuai dengan kemampuan
pendidik, materi, kondisi peserta didik, tujuan yang akan dicapai,
dan kondisi lingkungan di mana pendidikan tersebut berlangsung.
c) Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhuan. Sarana tersebut harus didasarkan atas pengabdian pada
peserta didik, harus sesuai dengan stiap nilai yang
ditransformasikan.
d) Adanya suasana yang memadai, sehingga proses transformasi nilai-
nilai tersebut berjalan wajar, serta dalam suasana yang
menyenangkan.16

Nilai berperan dalam pembentukan jiwa anak didik. Dalam wacana


etika Islam klasik, jiwa merupakan unsur yang sangat menentukan bagi
kehidupan manusia. Jiwa tidak saja menjadikan manusia hidup, bergerak,
merasa dan beraktivitas, bahkan juga berperilaku moral dan amoral serta
memahami “Yang Wujud” dan berkontemplasi dan mempercayai tentang
“Yang Wujud” dengan segala implikasi dan konsekuensinya yang
kesemuanya itu dapat dikatakan berakar dari jiwa.

Begitu besarnya peranan jiwa dalam hidup dan kehidupan bagi


manusia, utamanya dalam konteks etika, tidak mengherankan bila hampir
seluruh filsuf Muslim klasik pada masa itu menumpukkan perhatian kajian
etika mereka tentang bagaimana memberdayakan jiwa sebagai sumber
perilaku-perilaku moral, baik dari sisi metodologis-praksis, maupun dari sisi
implementasi dan konsekuensi yang dihasilkan dalam upaya pemberdayaan
jiwa tersebut.17

16
Sadulloh, U, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 58.
17
Ibid, 90

21
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:


1. Pendidikan nilai adalah usaha menanamkan prinsip-prinsip sosial, tujuan-
tujuan atau standar yang dipakai atau diterima individu, kelas, masyarakat
dan lain-lain, pada siswa sehingga menjadi pedoman hidup siswa serta dapat
dilihat dalam pola tingkah laku, pola berpikir dan sikap-sikap individu atau
kelompok.
2. Pembelajaran berkualitas adalah pembelajaran yang melibatkan aspek
kognitif, psikomor dan afektif peserta didik, sehingga peserta didik dapat
belajar sebanyak mungkin melalui pembelajaran berkelanjutan.
3. Hubungan antara pendidikan nilai dan pembelajaran berkualitas bagaikan
dua sisi koin yang tidak terpisahkan dan bagaikan “double heliks”, karena
ketika kita mengidentifikasi praktik nilai-nilai yang baik, kita juga
mengidentifikasi praktik pembelajaran yang berkualitas.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Susanto, (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS. Jakarta:prenada Media

David Berry, Pokok pokok Pikiran Sosiologi, Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada,
1995.

E.K. Kaswardi 1993. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Fitri, A. Z. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.
Jakarta: Ar-Ruzz Media
Lukman Ali, Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta: PT.Balai Pustaka, 1997

Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:


Rineka Cipta

Munib Achmad, dkk. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang. UPT MKK
UNNES

Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah. 2004. Pendidikan Nasional Menuju


Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Genesindo.

Muhammad Noor Syam. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan
Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Mawardi Lubis. (2008). Evaluasi Pendidikan Nilai. Yogyakarta; Pustaka Pelajar

Sanjono Seokanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2012

Sardjiyo dkk. (2008) Pendidikan IPS di SD. Jakarta: Universitas terbuka

Wibowo, A dan Hamrin. (2012). Menjadi Guru Berkarakter. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

23

Anda mungkin juga menyukai