Anda di halaman 1dari 23

TUGAS INDIGENOUS PSIKOLOGI

Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Makna Budaya Makan


Bedulang

Dosen Pengampu: Sulistyo Budiarto, M.A.

Disusun Oleh:

Dinda Sustriani

2019011075

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

FAKULTAS PSIKOLOGI

YOGYAKARTA

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................1

KATA PENGANTAR.........................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................3

A. Latar Belakang........................................................................................7
B. Tujuan Penelitian....................................................................................7
C. Manfaat Penelitian..................................................................................7

BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................8

A. Makan Bedulang......................................................................................8
B. Albert Bandura........................................................................................11

1. Definisi Teori......................................................................................12
2. Aspek Dalam Teori............................................................................15
3. Indicator Dari Masing-Masing Aspek Teori...................................17

C. Dinamika Psikologi..................................................................................18
D. Kesimpulan..............................................................................................19
E. Daftar Pustaka.........................................................................................20

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan makalah observasi
yang berjudul “Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Makna Budaya Makan
Bedulang”. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

1
telah berkontribusi dengan memberikan idenya sehingga laporan observasi ini
bisa disusun dengan baik. Peneliti berharap semoga makalah observasi ini dapat
menambah pengetahuan bagi kita semua.

Namun terlepaas dari itu, peneliti menyadari bahwa laporan observasi ini
jauh dari kata sempurna, sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi tercipta makalah observasi selanjutnya yang lebih
baik lagi.

Belitung Timur, 23 November 2020

Penulis

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

2
Internalisasi menurut kamus ilmiah popular yaitu pendalaman,
penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehungga merupakan
keyakinan atau kesadaran akan kebenaran suatu doktrin atau nilai yang
diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Internalisasi pada hakikatnya adalah
sebuah proses menanamkan sesuatu, yakni merupakan proses pemasukan
suatu nilai pada seseorang yang akan membentuk pola pikirnya dalam melihat
makna realitas pengalaman. Internalisasi suatu kegiatan
mengimplementasikan nilai tentang budaya. Internalisasi nilai dilakukan
dengan berbagai metode pembelajaran dan pendidikan mulai indoktrinasi dan
brain-washing (Kodiran, 2000). Internalisasi nilai budaya dimulai dari
lingkungan keluarga dilanjutkan di lingkungan masyarakat (Bank, 1997;
Bodine, 1998). Tokoh masyarakat mempunyai peran yang penting dalam
mempengaruhi internalisasi nilai seperti ustad, guru, kiyai, dan tokoh
masyarakat lainnya.Keteladanan terhadap tokoh masyarakat menjadikan
sebuah kepribadian dan kebudayaan (Rowe, 2000; Edwards, 2000). Proses
internalisasi merupakan hasrat biologis dan bakat naluri yang dimiliki setiap
individu sejak dilahirkan (Nurhadianto, 2014). Namun lingkungan
masyarakat sekitar dan karakter individu yang mempunyai enkulturasi dan
peranan penting dalam proses sosialisai budaya.
Dari pengertian internalisasi yang dikaitkan dengan perkembangan
manusia, bahwa proses internalisasi harus sesuai dengan tugas-tugas
perkembangan. Internalisasi merupakan sentral perubahan kepribadian yang
merupakan dimensi kritis terhadap perubahan diri manusia yang didalamnya
memiliki makna kepribadian terhadap respon yang terjadi dalam proses
pembentukan watak manusia.
Ki Hadjar Dewantara menempatkan pendidikan sebagai aktivitas yang
kompleks dan mencakup pengembangan kualitas manusia secara
komprehensif. Menurutnya pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan
tubuh anak (Dewantara, 1962). Ki Hadjar menegaskan bahwa pendidikan
merupakan upaya menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak

3
agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah proses pembudayaan, proses kultural, atau proses
kultivasi untuk mengembangkan semua bakat dan potensi manusia guna
mengangkat diri sendiri dan dunia sekitarnya pada taraf human (Kartono,
1992: 22). Taraf human yang terkandung dalam pengertian tersebut adalah
bagaimana pendidikan bisa mengangkat derajat manusia kearah yang
bermoral, bermartabat, berkarakter baik, mempunyai nilai (values) serta sikap
yang mencerminkan bahwa manusia adalah insan kamil yang seutuhnya.
Dengan demikian, tujuan pendidikan tidak hanya menciptakan insan berakal,
insan yang kompeten dan berguna, insan agent of change, insan yang
bertakwa, melainkan insan kamil yang seutuhnya. Demikian halnya dengan
pembelajaran di kelas.
Menurut Hoffmeister, nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan
oleh manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu
ukuran. Nilai merupakan realitas abstrak. Nilai kita rasakan dalam diri kita
masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi
penting dalam kehidupan, sampai pada suatu tingkat, di mana sementara
orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka dari pada mengorbankan
nilai.
Terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam mengartikan nilai.
Perbedaan cara pandang dalam memahami makna atau pengertian nilai
merupakan suatu khazanah para pakar dalam mengartikan nilai itu sendiri,
karena persepsi masing-masing berdasarkan sudut pandang teoritis, empiris,
dan analisis.
Menurut Mulyana, nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan. Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan sehingga
melahirkan tindakan pada diri seseorang (Mulyana, 2004: 11).
Menurut Frankel, nilai adalah standar tingkah laku, keindahan,
keadilan, kebenaran, dan efesiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya
untuk dijalankan dan dipertahankan (Kartawisastra, 1980: 32-35). Selain dua

4
klasifikasi nilai seperti yang disebutkan di atas, nilai yang sering dijadikan
rujukan manusia dalam kehidupannya dalam enam nilai yang terdapat dalam
teori Spranger yakni nilai teoritik, nilai ekonomis, nilai estetik, nilai sosial,
nilai politik, dan nilai agama. Nilai teoritik melibatkan pertimbangan logis
dan rasional dalam memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai
ekonomis, terkait dengan perimbangan nilai yang berkadar untung dan rugi,
yang berarti mengutamakan kegunaan sesuatu bagi manusia. Nilai estetik,
disebut juga sebagai nilai keindahan yang sangat tergantung pada subjektif
seseorang. Nilai sosial, berakumulasi pada nilai tertinggi yakni kasih sayang
antar manusia. Nilai politik, kadar nilainya bergerak dari pengaruh yang
rendah menuju tinggi, atau sering disebut sebagai nilai kekuasaan. Nilai
agama, merupakan nilai yang bersumber dari kebenaran tertinggi yang
datangnya dari Tuhan (Mulyana, 2004: 32-35).
Dari beberapa pengertian diatas maka nilai merupakan sesuatu yang
melekat pada diri manusia yang patut untuk dijalankan dan dipertahankan,
sebagai makhluk cipataan Tuhan yang mempunyai karakter khas dari pada
makhluk yang lain. Manusia mempunyai akal, perasaan, hati nurani, kasih
sayang, moral, budi pekerti, dan etika adalah merupakan karakter khas
manusia dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, dan karakter inilah
yang melekat pada diri manusia sebagai bentuk dari nilai itu sendiri.
Kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki oleh manusia yang hanya
diperoleh dengan belajar dan menggunakan akalnya. Manusia dapat
berkomunikasi, berjalan karena kemampuannya untuk berjalan dan didorong
oleh nalurinya serta terjadi secara alamiah. Kebudayaan merupakan hasil
interaksi kehidupan bersama. Manusia sebagai anggota masyarakat senantiasa
mengalami perubahan-perubahan. Suatu gerak konjungsi atau perubahan naik
turunnya gelombang kebudayaan suatu masyarakat dalam kurun waktu
tertentu disebut dinamika kebudayaan. Dalam proses perkembangannya,
kreativitas dan tingkat peradaban masyarakat sebagai pemiliknya sehingga
kemajuan kebudayaan yang ada pada suatu masyarakat sesungguhnya
merupakan suatu cermin dari kemajuan peradaban masyarakat tersebut.

5
Gazalba (1979 : 72) mendefenisikan kebudayaan sebagai “cara berfikir dan
cara merasa,( kebudayaan bathiniah) yang menyatakan diri dalam seluruh
segi kehidupan sekelompok manusia, yang membentuk kesatuan social dalam
suatu ruang dan satu waktu.
Jadi Kebudayaan adalah kompleks keseluruhan dari pengetahuan,
keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dan
kebiasaan yang lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Kebudayaan Belitung memiliki tradisi makan yang khas dan di
lakukan secara turun menurun. Tradisi itu disebut makan bedulang. Proses
maka khas Belitung ini dimulai dengan datangnya seseorang yang membawa
sejumlah tampah berisi makanan dan ditutup tudung saji. Setiap orang
diminta duduk berhadapan dan dibagi kelompok makan masing-masing berisi
empat orang. Tampah tersebut berisi berbagai macam makanan seafood
olahan khas Belitung. Makan bedulang adalah proses makan Bersama dalam
satu dulang yang terdiri dari empat orang duduk besila saling berhadapan
mengintari tempat yang berisikan makanan. Secara harfiah, makan bedulang
adalah makan menggunakan dulang yaitu talam atau nampan besar yang
berbentuk bulat. Dalam tradisi turun menurun ini disajikan berbagai makanan
khas Belitung yang mencerminkan keterkaitan yang eta tantara sistem sosial
dan ekologi Belitung. Makna filosifisnya adalah dengan duduk bersila juga
berarti sama rata (saling menghargai antar masyarakat) dan juga sesuai
sengan sunnah Nabi Muhammad SAW.

B. Tujuan Penelitian

6
Untuk mengetahui dinamika kebudayaan makan bedulang pada aspek
pgikologis dan perilaku individu ataupun kelompok.

C. Manfaat Pembahasan
Manfaat pembahasan adalah meingimplikasi perilaku individu
ataupun kelompok ke dalam Psikologi Indegenous.

BAB 2

7
PEMBAHASAN

A. Makan Bedulang
Makan bedulang adalah tradisi makan bersama khas masyarakat
Belitung. Tradisi ini mencerminkan rasa kebersamaan dan saling
menghargai antar anggota masyarakat Belitung. Bedulang berasal dari kata
dulang, yang artinya nampan bersar. Sehingga dapat diartikan bahwa
makan bedulang adalah makan Bersama dalam satu nampan besar. Makan
bedulang mencerminkan keterkaitan era tantara sistem sosial dan ekologi
pulau Belitung. Filosofinya adalah rasa kebersamaan dan saling
menghargai antar anggota masyarakat. Makanan yang disajikan terdiri dari
4 hingga 6 macam lauk, lengkap dengan nasi putih dan sambal. Menu
paling utama adalah gangan, ikan berkuah kuning khas Belitung. Saat
disajikan makanan tersebut masih tertutup tudung saji. Ada etika saat
tradisi ini berlangsung, dimana orang yang paling tua akan membuka
tudung saji. Sementara orang yang paling muda bertugas dalam pembagian
piring.
Tradisi ini berawal dari keseharian warga Belitung. Dimana
seorang istri memasak makanan untuk keluarga di rumah sementara sang
suami bekerja menambang timah. Ketika makanan matang, lauk pauknya
disimpan si dalam tudung untuk menjaga kehangatannya. Semua anggota
keluarga menunggu sang ayah pulang bekerja untuk makan Bersama.
Ketika semua anggota keluarga lengkap, mereka berkumpul Bersama
mengelilingi bedulang itu. Nah si anak mengambil nasi untuk sang ayah
karena anaka adalah yang paling muda. Seiring berjalannya waktu, makan
bedulang dilakukan pada acara tertentu dan orang tertentu saja. Misalnya
untuk orang penting pada saat acara adat, syukuran, pernikahan, kelahiran
atau sunatan. Namun sejatinya makan bedulang adalah makan Bersama
keluarga.

8
Tradisi makan bedulang tentu memiliki aturan, salah satunya lewat
petugas pelaksana. Petugas ini terdiri dari Mak Panggong (coordinator tata
cara makan bedulang), Penata Hidangan (yang menyiapkan makanan dan
peralatan makan), Tukang Berage (bertugas menaruh makanan di atas
dulang), Tukang Perikse Dulang (memeriksa kelengkapan lauk pauk),
Tukang Ngisi Aik ( mengisi air minum ke dalam gelas) dan Tukang Ngangkat
Dulang (mengangkat dulang ke hadapan para tamu). Karena makan bedulang
merupakan tradisi turun menurun, maka ada beberapa hal yang harus
dilakukan sebelum makan dimulai. para petugas juga harus beretika dalam
mengantar dulang ke hadapan para tamu. Jumlah pengangkat dulang harus
berjumlah paling sedikit tiga orang. Dulang juga harus dipegang dengan
keduan tangan, dengan kaki kanan yang ditekuk ke atas lutut, posisinya pun
tidak boleh membelakangi tamu. Setelah itu Penyulu Gawai menyalami para
tamu dan mengatur posisi masing-masing tamu. Orang yang paling muda
menyerahkan piring kepada tukang Ngangkat Dulang, kemudian diberikan
lagi kepada orang yang lebih tua berdasarkan tingkat dan status sosialnya.
Setelah proses makan selesai, wajib untuk mencuci tangan di wadah yang
telah disediakan, kemudian mengeringkannya dengan serbet berlipat empat
dan harus dikembalikan seperti semula.
Tradisi makan bedulang menjadi ciri khas masyarakat Belitung dalam
menikmati hidangan. Makan bedulang dapat diartikan makan Bersama
menghadap dulang atau nampan bulat pipih yang digunakan sebagi tempat
meletakkan piring-piring kecil berisi lauk. Dulang berisi makanan ditutup
dengan tudung saji merah yang disebut mentudong. Sebagai pelengkap,
tudong lambak diletakkan di atas mentudong, menandakan dulang siap
disajikan. Tidak hanya dulang berisi makanan, satu set makanan bedulang
disajikan lengkap dengan baki yang berisi empat gelasminuman, sebakul nasi
atau dalam bahasa lokal disebut sebaka nasi. Serta kobokan dan piring kecil
tempat cuci mulut yang biasanya menyajikan bolu atau dodol. Saat makan
bedulang, pada satu dulang terdapat empat orang yang duduk bersila

9
mengintari dulang. Dulunya tradisi makanbedulang kerap dilakukan dari
mulai saat makan keluarga hingga pada acara hajatan.
Tak sekedar menikmati makanan saja, tradisi makan bedulang juga
sarat nilai dan makna. Berikut ini makna dari makan bedulang.
1. Kebersamaan
Nilai kebersamaan tradisi ini terlihat mulai dari saat penyajiannya.
Budayawan Belitung Fithrorozi mengatakan, kebersamaan terlihat
dari menghantarkan dulang dari dapur depan tempat majelis
berkumpul. Kebersamaan juga terlihat saat menyantap hidangan.
2. Menghormati yang lebih tua
Sebelum mulai makan yang paling muda biasanya mulai membuka
mentudong lalu membagikanya piring serta mempersilahkan yang
paling tua mengambil makanan. Dalam keluarga, biasanya bapak akan
mengambil dulu makanan dalam dulang. Cara ini mengandung makna
besar agar menghormati seseorang yang lebih tua.
3. Sopan santun
Makan bedulang dinikmati empat orang bersama-sama juga
memperlihatkan adab Ketika menggunakan peralatan makan bersama-
sama. Fithrorozi menyebutkan adab seseorang bisa terlihat dari
menggunakan serbet dan kobokan. Kobokan kotor terkesan tidak
tertip, tapi lipatan serbet menutupi. Maknanya apa yang kita lakukan
kalau bisa jangan diketahui orang lain.
4. Memiliki Simbol Komunikasi
Menurut Fithrorozi makan bedulang juga memiliki simbol
komunikasi. Meletakkan tudong lambak di atas mentudong
merupakan isyarat makanan siap disajikan. Namun isyarat harus
dikuatkan dengan pernyataan Mak Panggong sebagai pengatur makan
bedulang.

10
B. Albert Bandura
Albert Bandura lahir di Alberta, Kanada, pada tahun 1925. Dia
memperoleh gelar doktornya dalam bidang Psikologi Klinis dari University
Of Lowa di mana arah pemikirannya dipengaruhi oleh tulisan Miller dan
Dollard (1941) yang berjudul Social Learning and Imitation. Setelah sampai
di Stanfod University pada 1950-an Bandura memulai sebuah program
penelitian yang mengeksplorasi pengaruh0pengaruh terhadap perilaku sosial.
Dia yakin bahwa teori-teori pengkodisian yang popular pada saat itu
menawarkan penjelasan-penjelasan yang tidak lengkap mengenai
diperolehnya dan dijalankannya perilaku-perilaku yang pro sosial dan yang
menyimpang. Penelitian Bandura mencakup banyak masalah yang bersifat
sentral untuk teori belajar sosial dan lewat penelitian-penelitian itu teorinya
dipertajam dan diperluas. Penelitian ini meliputi studi tentang imitasi dan
identifikasi, perkuatan sosial, perkuatan diri dan pemonitoran serta perubahan
tingkah laku melalui pemodelan.

1. Definisi Teori
A. Teori Kognitif Sosial
Teori Kognitif Sosial ( Social Cognitive Theory) merupakan
penanaman baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)
yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Ide pokok dari pemikiran
Bandura juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard
tentang belajar meniru (imitative learning). Pada bebrapa
publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial
dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang mempengaruhi
seseorang dalam proses belajar sosial.
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan
bahwa Sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah
lingkungan sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia
memperoleh pengetahuan, aturan-aturan, keterlampilan-keterlampilan,

11
strategi-strategi, keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap. Individu juga
melihat model-model atau contoh untuk mempelajari kegunaan dan
kesesuaian perilaku-perilaku akibat dari perilaku yang di modelkan,
kemudian mereka bertindak sesuai dengan keyakinan tentang
kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari Tindakan mereka.
Bandura mengembangkan teorinya untuk membahas cara-cara
orang memiliki kendali atas peristiwa dalam hidup mereka melalui
pengaturan diri atas pikiran-pikiran dan tindakan mereka. Proses
dasarnya meliputi tujuan, menilai kemungkinan hasil dari tindakan-
tindakan, mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan dan pengaturan
diri atas pikiran, emosi dan Tindakan. Bandura menjelaskan bahwa
karakteristik khas lainnya dari teori kognitif sosial adalah peran utama
yang diberikannya pada fungsi-fungsi pengaturan diri dengan
kecenderungan orang lain. Kebanyakan perilaku mereka dimotivasi
dan diatur oleh standard internal dan reaksi-reaksi terhadap Tindakan
mereka sendiri yang terkait dengan penilaian diri.

B. Teori Bandura Tentang Belajar


Teori Bandura tentang belajar menghipotesiskan bahwa baik
tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada
pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan
hubungan yang saling berpengaruh (interlocking) harapan dan nilai
mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering di evaluasi, bebas
dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan
personal. Tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan.
Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut
sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan
sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.
Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas.
Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh
pelajar (ada penguatan oleh model) Tingkah laku (kemampuan dikode

12
dan disimpan oleh pembelajar). Pemrosesan kode-kode simbolik.
Skema hubungan segitiga antara lingkungan, faktor-faktor personal
dan tingkah laku, (Bandura, 1976). Selain itu proses perhatian
(atention) sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku
yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian
pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik
tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan
dalam memori dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal
(ulangan) memegang peranan penting. Proses motivasi yang penting
adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan
Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi). Karena
melibatkan atensi, ingatan dan motifasi, teori Bandura dilihat dalam
kerangka Teori Behaviour Kognitif. Teori belajar sosial membantu
memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi
dan bagaimana memodifikasi perilaku. Teori Bandura menjadi dasar
dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan
secara massal.
Menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan
yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi,
motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of
self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy
adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan
dan keterampilan sesuai standar yang berlaku. Self regulatory adalah
menunjuk kepada 1 struktur kognitif yang memberi referensi tingkah
laku dan hasil belajar, 2 sub proses kognitif yang merasakan,
mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam
pembelajaran selregulatory akan menentukan “goal setting” dan “self
evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih
prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya. Menurut Bandura agar
pembelajar sukses instruktur/guru/dosen harus dapat menghadirkan

13
model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar,
mengembangkan “self of mastery”, self efficacy5 , dan reinforcement
bagi pembelajar.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar
sosial adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan.
2. Mementingkan bagian-bagian.
3. Mementingkan peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedur stimulus respon.
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk
sebelumnya.
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan
pengulangan.
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan
paradigma behaviorisme (teori belajar sosial) akan menyusun bahan
pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan
pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh
guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat
yang diikuti contohcontoh baik dilakukan sendiri maupun melalui
simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana
samapi pada yang kompleks.

C. Motivasi Belajar dan Teori Perilaku (Bandura)


Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa
perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu
lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan dengan perilaku
yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena
hukuman (punishment). Dalam kenyataanya dari pada membahas

14
konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih
memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk
mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil
yang diinginkan. Mengapa sejumlah siawa tetap bertahan dalam
meghadapi kegagalan sedang yang lain menyerah? Mengapa ada
sejumlah siswa yang bekerja untuk menyenangkan guru, yang lain
berupaya mendapatkan nilai yang baik dan sementara mereka
seharusnya mereka pelajari? Mengkaji penguatan yang telah
diterimah dan kapan penguatan itu diperoleh dapat memberikan
jawaban atas pertanyaan di atas, namun pada umumnya akan lebih
mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk memenuhi berbagai
kebutuhan.

2. Aspek Dalam Teori


Struktur kepribadian yang dikemukan oleh Bandura terdiri dari
empat aspek yaitu Sistem Self (Self System), Regulasi Diri, Efikasi Diri
dan Efikasi Koletif.
1. Sistem Self (Self System)
Bandura menyakini pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah
satu determinan tingkah laku yang tidak dapat dihilangkan tanpa
membahayakan penjelasan dan kekuatan prediksi. Sistem self yang
dimaksud yaitu stuktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme
dan seprangkat fungsi, persepsi evaluasi dan pengaturan tingkah laku.
Fungsi psikologi dalam diri individu disebut oleh Bandura sebagai
kondisi “triadic reciprocal caustation”.
2. Regulasi diri
Istilah regulasi diri yang dimaksud adalah bahwa individu memiliki
kapasitas memotivasi dirinya sendiri untuk menetapkan tujuan
personalnya, merencanakan strategi sebagai evaluasi dan modifikasi
perilaku yang sedang berlangsung. Titik tekan yang dijelaskan oleh
Bandura ialah bahwa manusia memiliki kemampuan untuk “meramal”

15
yang oleh penulis dipahami sebagai kemampuan memprediksi atas
suatu hal sehingga individu mampu mengantisipasi hasil dan membuat
rencana sesuai dengan harapannya. Dalam kegiatan memotivasi
individu melakukan dua strategi yaitu strategi reaktif dan strategi
proaktif. Strategi reaktif dipakai dalam rangka mencapi tujuan,
sedangkan strategi proaktif digunakan oleh individu dalam mencapai
tujuan yang lebih tinggi. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi
regulasi diri seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal dipengaruhi oleh observasi diri, proses penilian atau mengadili
tingkah laku, dan reaksi diriafektif (self response). Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhinya yaitu evaluasi tingkah laku dan
penguatan (reinforcement).
3. Efikasi Diri (Self Efficacy)
Bandura menyakini bahwa efikasi diri meruapakan elemen kepribadian
yang krusial. Yusuf dan Juntika mendefinisikan efikasi diri sebagai
keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap kemampuan sendiri untuk
menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya kepada hasil
yang diharapkan. Efikasi diri sering dikaitkaitkan dengan ekspektasi
hasil yang merupakan perkiraan bahwa tingkah laku yang dilakukan
oleh diri akan mencapai hasil tertentu. Efikasi diri dapat bersumber dari
empat hal, yaitu:
a. Pengalaman performasi merupakan prestasi yang pernah dicapai
pada masa yang telah lalu.
b. Pengalaman vikarius merupakan pengalaman yang diperoleh
melalui social modeling.
c. Persuasi sosial.
d. Keadaan emosi.
4. Efikasi Koletif
Pendapat Bandura mengenai individu adalah orang berusaha
mengontrol kehidupan dirinya tidak hanya dengan efikasi diri
individual, melainkan juga melalui efikasi kolektif. Efikasi kolektif

16
merupakan keyakinan yang ada dalam masyarakat bahwa usaha mereka
secara berama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu.

3. Indikator Dari Masing-Masing Aspek Teori


a. Sistem Self (Self System)
Sistem self yang dimaksud yaitu stuktur kognitif yang memberi
pedoman mekanisme dan seprangkat fungsi, persepsi evaluasi dan
pengaturan tingkah laku. Dengan dipicu oleh beberapa indikator
seperti :
1. Memberikan nilai-nilai sopan santun kepada orang yang lebih
tua dari proses makan bedulang berlangsung .
2. Menghargai orang tua.
3. Memberikan nilai-nilai kebersamaan dengan keluarga melalui
makan bedulang.
b. Regulasi Diri
Istilah regulasi diri yang dimaksud adalah bahwa individu memiliki
kapasitas memotivasi dirinya sendiri untuk menetapkan tujuan
personalnya, merencanakan strategi sebagai evaluasi dan
modifikasi perilaku yang sedang berlangsung. Yang dipicu dari
beberapa indikator seperti:
1. Meniru bagaimana seseorang atau masyarakat dalam
berinteraksi.
2. Mengambarkan kehidupan melalui kebersamaan makan
bedulang.
c. Efikasi Diri (Self Efficacy)
Bandura menyakini bahwa efikasi diri merupakan elemen
kepribadian yang krusial. Yusuf dan Juntika mendefinisikan efikasi
diri sebagai keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap
kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan

17
mengarahkannya kepada hasil yang diharapkan. Yang dipicu dari
beberapa indikator seperti:
1. Hormat kepada kedua orang tua dengan mengambilkan nasi
dan mempersilahkan orang tua makan terlebih dahulu.
2. Selalu menampilkan rasa sopan santun kepada yang lebih tua.
d. Efikasi Kolektif
Pendapat Bandura mengenai individu adalah orang berusaha
mengontrol kehidupan dirinya tidak hanya dengan efikasi diri
individual, melainkan juga melalui efikasi kolektif. Efikasi kolektif
merupakan keyakinan yang ada dalam masyarakat bahwa usaha
mereka secara berama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial
tertentu. Yang dipicu dari beberapa indikator seperti:
1. Melestarikan makan bedulang.
2. Bangga akan kebudayaan daerahnya.

C. Dinamika Psikologi
Makan bedulang adalah makan bersama dalam satu nampan
sehingga tidak ada pembedaan dalam status sosial. Dari kebudayaan makan
bedulang terkandung nilai-nilai kebersamaan, sopan santun kepada kepada
yang lebih tua dan adanya interaksi sehingga bisa menjalin silahtuhrahmi.
Dari nilai-nilai yang terkandung seperti kebersamaan, sopan santun kepada
orang yang lebih tua hingga menjalin sirahtuhrahmi dapat ditiru oleh anak-
anak yang akan menjaga kebudayaan makan bedulang hingga ke generasi
seterusnya agar kebudayaan tidak hilang dan masih tetap terjaga. Dari teori
kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar
pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan sosial. Sehingga jika
di kaitkan dengan teori belajar Albert Bandura maka nilai-nilai dari
kebudayaan makan bedulang bisa dikaitkan dengan teori Bandura. Tingkah
laku anak-anak dipelajari melalui peniruan atau pemodelan. Pemodelan itu
sendiri dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dari kebudayaan makan
bedulang seperti nilai kebersamaan, sopan santun kepada yang lebih tua dan

18
menjalin silahtuhrahmi. Hal tersebut akan ditiru oleh anak-anak dalam
kehidupan sehari-hari bahkan nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan
makan bedulang akan dipakai sampai anak tersebut dewasa sehingga menjadi
kebiasaan yang baik.

D. Kesimpulan
Indigenous Psikologi adalah suatu studi ilmiah mengenai perilaku
dan proses mental manusia yang bersifat indigenous, tidak diambil dari area
lain dan diperuntukan bagi masyarakat yang menjadi subjek penelitian. Salah
satu kebudayaan Indonesia di ambil dari daerah Belitung dengan
kebudayaan/tradisi Makan Bedulang. Makan bedulang adalah salah satu
kebudayaan Belitung yang masih terjaga sampai saat ini serta dengan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya. Makan bedulang bertujuan untuk
menjalin silahtuhrahmi yang baik dengan keluarga dan masyarakat. Makan
bedulang juga mempunyai aturan dalam pelaksanaanya anak mengambilkan
nasi kepada orang tua sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua dan
mendahulukan orang tua makan terlebih dahulu. Dari aturan tersebut dapat
diambil bahwa dalam proses makan bedulang terkandung nilai-nilai
kesopanan. Selain itu makan bedulang juga mempunyai nilai kebersamaan
yaitu adanya interaksi sosial. Dari teori kognitif sosial adalah teori yang
menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi
dalam sebuah lingkungan sosial. Sehinga makan bedulang terdapat nilai-nilai
yang bisa mempengaruhi perilaku anak-anak/seseorang dengan meniru nilai-
nilai yang terdapat di kebudayaan makan bedulang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Akkase Teng, M. B. 2017. Filsafat Kebudayaan dan Sastra. Vol. 5, No. 1, Juni
2017, Hal. 71. Diakses pada tanggal 27 November 2020 pukul 19:33
WIB.
Hamid, Abdul. 2016. Metode Internalisasi Nilai-nilai Akhlak Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 17 Kota Palu.
Vol. 14, No. 2, 2016, Hal. 197. Diakses pada tanggal 272 November
2020 pukul 19:34 WIB.
Musanna, Al. 2017. Inoigenisasi Pendidikan : Rasiohlita Revitalisasi Praktis
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Vol. 2, No. 1, Juni 2017, Hal. 121.
Diakses pada tanggal 7 Desember 2020 pukul 04: 13 WIB.
Prayoni, Ryan dan Endang Danial. 2016. Pergeseran Nilai-nilai Budaya Pada
Suku Bonai Sebagai Civic Culture Kecamatan Bonai Darussalam
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Vol. 23, No. 1, 2016, Hal. 61.
Diakses pada tanggal 28 November 2020 pukul 07:30 WIB.
Suwartini, Sri. 2016. Teori Kepribadian Sosial Kognitif. Vol. 5, No. 1, Juni 2016,
Hal. 40-41. Diakses pada tanggal 27 November 2020 pukul 19:31 WIB.
Saliyo. 2012. Konsep Diri Dalam Budaya Jawa. Vol. 20, No. 1-2, 2012, Hal. 26.
Diakses pada tanggal 28 November 2020 pukul 07:30 WIB.
Sukitman, Tri. 2016. Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Upaya
Menciptakan Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter. Vol. 2, No.2,
Agustus 2016, Hal. 86-87. Diakses pada tanggal 28 November 2020
pukul 19:30 WIB.

20
Subur. 2017. Pendidikan Nilai : Telaah Tenang Modal Pembelajaran. Vol. 12,
No. 1, Januari-April, Hal. 2. Diakses pada tanggal 7 Desember 2020
pukul 04:20 WIB.
Wardani. 2019. Internalisasi Nilai dan Konsep Sosialisasi Budaya Dalam
Pancasila. Vol. 6, No. 2, 2019, Hal. 165. Diakses pada tanggal 7
Desember 2020 pukul 04:20 WIB.
Yanuardianto, Elga. 2019. Teori Kognitif Sosial Albert Bandura. Vol. 1, No. 2,
Oktober 2019, Hal. 96-99. Diakses pada tanggal 27 November 2020
pukul 19:30 WIB.
Aditya, Nicholac Ryan. 2019. Menikmati Makan Bedulang, Tradisi Turun
Menurun Khas Belitung.
https://travel.kompas.com/read/2019/11/12/153000327/menikmati-makan-
bedulang-tradisi-turun-temurun-khas-belitung?page=all (diakses pada tanggal 26
November 2020).

Vischa, Renanda. 2018. Filosofi dari Tradisi Makan Bedulang Warisan Budaya
Menarik di Belitung. https://travelingyuk.com/tradisi-makan-bedulang/126490
(diakses pada tanggal 26 November 2020).

Kabare.Id. 2019. Makan Bedulang Tradisi Makan Bersama Khas Belitung.


http://kabare.id/berita/makan-bedulang-tradisi-makan-bersama-khas-belitung
(diakses pada tanggal 26 November 2020).

Nurmalitasari, Adelina. 2020. Tradisi Makan Bedulang Belitung Simbol


Kebersamaan dan Sopan Santun. https://belitung.tribunnews.com/2020/02/23/tradisi-
makan-bedulang-belitung-simbol-kebersamaan-dan-sopan-santun (diakses pada tanggal
26 November 2020).

21
22

Anda mungkin juga menyukai