Dosen Pengampu:
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam II.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Dasar- dasar Pembentukan Karakter
Peserta Didik dalam Konsep Pendidikan Islam.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Kami ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam makalah ini yang tidak bisa Kami sebutkan satu
persatu.
Oleh sebab itu, Kami berharap kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................2
D.Manfaat .........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pendidikan karakter merupakan pendidikan ihwal karakter, atau
pendidikan yang mengajarkan hakikat karakter dalam ketiga ranah, yaitu cipta,
rasa, dan karsa. Berikut adalah makna pendidikan karakter.
5
Barnawi dan M. Arifin, Strategi Dan Kebijakan Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz, 2013), hlm. 12-24.
4
benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan
(dari kuburmu) di hari kiamat” . ( QS. Al Mukminun :12-16)6
Dalam pandangan Islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf,
mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-
nilai fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula
‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15),
kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta
fujur dan taqwa (asy-Syams: 8).
Selain itu, manusia juga diciptakan untuk mengaplikasikan beban-beban
ilahiah yang mengandung maslahat dalam kehidupannya. Ia membawa amanah
ilahiah yang harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Keberadaannya di
alam maya pada memiliki arti yang hakiki, yaitu menegakkan khilafah.
Keberadaannya tidaklah untuk huru-hara dan tanpa hadaf ‘tujuan’ yang berarti.
Manusia adalah makhluk pilihan dan makkhluk yang dimuliakan oleh
Allah SWT dari makhluk-makhluk yang lainnya, yaitu dengan keistimewaan yang
dimilikinya,seperti akal yang mampu menangkap sinyal-sinyal kebenaran,
merenungkannya, dan kemudian memilihnya. Allah SWT telah menciptakan
manusia dengan ahsanu taqwim, dan telah menundukkan seluruh alam baginya
agar ia mampu memelihara dan memakmurkan serta melestarikan kelangsungan
hidup yang ada di alam ini. 7
Dengan akal yang dimilikinya, manusia diharapkan mampu memilah dan
memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang tertuang dalam
risalah para rasul. Dengan hatinya, ia mampu memutuskan sesuatu yang sesuai
dengan iradah Robbnya dan dengan raganya, ia diharapkan pro-aktif untuk
melahirkan karya-karya besar dan tindakan-tindakan yang benar, sehingga ia tetap
mempertahankan gelar kemuliaan yang telah diberikan oleh Allah SWT
kepadanya seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan yang lainnya.
Maka, dengan sederet sifat-sifat kemuliaan dan sifat-sifat insaniah yang berkaitan
dengan keterbatasan dan kekurangan, Allah SWT membebankan misi-misi khusus
6
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm.75.
7
https://www.scribd.com/document/331360486/Dasar-Dasar-Pembentukan-Karakter-
Peserta-Didik-Dalam-Konsep-Pendidikan-Islam
5
kepada manusia untuk menguji dan mengetahui siapa yang jujur dalam beriman
dan dusta dalam beragama. Oleh karena itu, ia harus benar-benar mampu
menjabarkan kehendak-kehendak ilahiah dalam setiap misi dan risalah yang
diembannya.
C. Iman Dalam Kalbu Sebagai Pengendali Karakter Manusia
Qalbu adalah hati atau lubuk hati yang paling dalam, yang merupakan
sarana terpenting yang telah dikaruniakan Allah kepada manusia. Hati adalah
tempat bersemayamnya niat, yakni yan menentukan nilai perbuatan seseorang,
berharga ataukah sia-sia, mulia atau nista. Niat ini selanjutnya di proses oleh akal
pikiran agar bisa direalisasikan dengan efektif dan efisien oleh jasad dalam bentuk
amal perbuatan.8
Qalbu juga diartikan berubahnya sesuatu dari bentuk aslinya, ini berarti
bahwa pada dasarnya qalbu berpotensi positif akan tetapi karena pengaruh
nafs(nafsu) qalbu kadang-kadang berubah menjadi negatif. Rasulullah Saw
bersabda “Ketahuilah bahwa sesungguhnya didalam tubuh manusia terdapat
segumpal daging, apabila ia baik, maka akan baiklah seluruh tubuh, tetapi
apabila ia rusak, maka akan rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah
al-qalb”. (HR. Al-Bukhari).9
Dari hadits Rasulullah tersebut dapat diambil kesimpulan setidaknya qalbu
mempunyai dua pengertian. Pertama, secara fisik qalbu merupakan suatu organ
tubuh yang seringkali kita sebut dengan istilah jantung. Sedangkan yang kedua,
adalah dimensi ruhani manusia yang mempunyai fungsi kognisi, emosi, spiritual
dan merupakan sentral dari aktivitas perbuatan manusia. Fungsi-fungsi yang ada
pada qalbu ini dapat berubah setiap saat, sesuai dengan potensinya untuk tidak
konsisten walaupun secara fitrahnya qalbu lebih condong pada kebaikan.
Hati semupama cermin. Selama cermin itu bersih dari kotoran dan noda,
maka segala sesuatu dapat terlihat padanya. Tetapi jika cermin itu dipenuhi noda,
sementara tidak ada yang dapat menghilangkan noda darinya dan
8
Abdullah Gymnastiar, Jagalah Hati, (Bandung: Khas MQ, 2006), hlm. Xvi.
9
Abi Abdullah Bin Ismail Bin Ibrahim Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar
alFikr, 625 H) Jilid I-3, hlm. 16
6
mengilapkannya, maka rusaklah cermin itu. Cermin itu tidak dapat lagi
dibersihkan dan dikilapkan. Hati adalah cermin, tempat pahala dan dosa berlabuh.
Manajemen Qalbu adalah memahami diri, dan kemudian mau dan mampu
mengendalikan diri setelah memahami siapa diri ini sebenarnya. Dan tempat
untuk memahami benar siapa diri ini ada di hati, hatilah yang menunjukkan watak
dan diri ini sebenarnya. Hati yang membuat diri ini mampu berprestasi semata
karena Allah. Apabila hati bersih, bening, dan jernih, tampaklah keseluruhan
prilaku akan menampakan kebersihan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan.
Penampilan sesorang merupakan refleksi dari hatinya sendiri.
Manajemen Qalbu ini kemudian melahirkan prinsip bahwa apabila
seseorang hatinya bersih, akan menjadi pusat segala aktivitas di bumi. Menyedot
seluruh perhatian orang dari segala jenis propesi,baik pedagang, guru, praktisi
dakwah, maupun pemimpin. Orang yang hatinya bersih, secara otomatis akan
membuat geraknya memiliki magnet luar biasa. Kata-kata akan menyakinkan dan
menyejukkan hati lawan bicaranya. Sikapnya akan menunjukan bahwa senantiasa
sedang diawasi Allah. Totalitas dirinya menampakkan sebuah keadaan bahwa
hanya ridha Allah yang diharapkan. Allah menjadi pusat segala orientasi
kehidupannya.10
10
Hermono & M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daruut Tauhid, (Bandung:
Mizan Pustaka, 2004), cet.8, hlm. 25.
7
pertimbangan.11 Suwito menyebutkan bahwa akhlak sering disebut juga ilmu
tingkah laku atau perangai, karena dengan ilmu tersebut akan diperoleh
pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan jiwa; bagaimana cara memperolehnya
dan bagaiman membersihkan jiwa yang telah kotor.12
Akhlak atau karakter dalam Islam adalah sasaran utama dalam pendidikan.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadits nabi yang menjelaskan tentang
keutamaan pendidikan akhlak salah satunya hadits berikut ini: “ajarilah anak-
anakmu kebaikan, dan didiklah mereka” Konsep pendidikan didalam Islam
memandang bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi lahiriah yaitu:
Lebih luas Ibnu Faris menjelaskan bahwa konsep pendidikan dalam Islam
adalah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala potensi paedagogik
yang dimilikinya, melalui tahapan-tahapan yang sesuai, untuk didik jiwanya,
akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya,
keindahannya, dan semangat jihadnya.
11
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 99.
12
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar, 2004), hlm.
31.
8
Akhlak selalu menjadi sasaran utama dari proses pendidikan dalam Islam,
karena akhlak dianggap sebagai dasar bagi keseimbangan kehidupan manusia
yang menjadi penentu keberhasilan bagi potensi paedagogis yang lain. Prinsip
akhlak terdiri dari empat hal yaitu:
Prinsip akhlak diatas menegaskan bahwa fitrah jiwa manusia terdiri dari
potensi nafsu yang baik dan potensi nafsu yang buruk, tetapi melalui pendidikan
diharapkan manusia dapat berlatih untuk mampu mengontrol kecenderungan
perbuatannya kearah nafsu yang baik. Oleh karena itu Islam mengutamakan
proses pendidikan sebagai agen pembentukan akhlak pada anak.
9
Pendapat diatas menggambarkan bahwa akhlak merupakan pilar utama
dari tujuan pendidikan didalam Islam, hal ini senada dengan latar belakang
perlunya diterapkan pendidikan karakter disekolah; untuk menciptakan bangsa
yang besar, bermartabat dan disegani oleh dunia maka dibutuhkan good society
yang dimulai dari pembangunan karakter (character building). Pembangunan
karakter atau akhlak tersebut dapat dilakukan salah satunya melalui proses
pendidikan disekolah dengan mengimplementasikan penanaman nilai nilai akhlak
dalam setiap materi pelajaran.
Oleh karena itu pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah
sebagai salah satu upaya pembentukan karakter siswa sangatlah penting karena
karakter seseorang muncul dari sebuah kebiasaan yang berulang-ulang dalam
waktu yang lama serta adanya teladan dari lingkungan sekitar. Pembiasaan itu
dapat dilakukan salah satunya dari kebiasaan prilaku keberagamaan anak dengan
dukungan lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga.
Sedangkan upaya yang dapat dilakukan sekolah dalam memaksimalkan
pembelajaran PAI di sekolah di antaranya:
1. Dibutuhkan guru yang profesional dalam arti mempuni dalam
keilmuannya, berakhlak dan mampu menjadi teladan bagi siswanya.
2. Pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas tetapi ditambah
dengan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang
dilaksanakan dengan serius sebagai bagian pembelajaran.
3. Mewajibkan siswa melaksanakan ibadah-ibadah tertentu di sekolah
dengan bimbingan guru (misalnya rutin melaksanakan salat zduhur
berjamaah).
4. Menyediakan tempat ibadah yang layak bagi kegiatan keagamaan,
5. Membiasakan akhlak yang baik di lingkungan sekolah dan dilakukan
oleh seluruh komunitas sekolah (misal program salam, sapa, dan
senyum).
6. Hendaknya semua guru dapat mengimplementasikan pendidikan
agama dalam keseluruhan materi yang diajarkan sebagai wujud
pendidikan karakter secara menyeluruh.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penanaman karakter pada peserta didik berarti ikut mempersiapkan
generasi bangsa yang berkarakter, mereka adalah calon generasi bangsa yang
11
diharapkan mampu memimpin bangsa dan menjadikan negara yang berperadaban,
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa dengan akhlak dan budi pekerti yang
baik serta menjadi generasi yang berilmu pengetahuan tinggi dan menghiasi
dirinya dengan iman dan taqwa.
Oleh karena itu pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah
sebagai salah satu upaya pembentukan karakter siswa sangatlah penting.
Pembentukan Karakter anak akan lebih baik jika muncul dari kesadaran
keberagamaan bukan hanya karena sekedar berdasarkan prilaku yang membudaya
dalam masyarakat Uraian di atas memperkuat pentingnya pendidikan karakter
pada anak dilakukan sejak dini, karena karakter seseorang muncul dari sebuah
kebiasaan yang berulang-ulang dalam waktu yang lama serta adanya teladan dari
lingkungan sekitar. Pembiasaan itu dapat dilakukan salah satunya dari kebiasaan
prilaku keberagamaan anak dengan dukungan lingkungan sekolah, masyarakat
dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
12
Wibowo, Agus dan Sigit Purnama. Pendidikan Karakter di Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.
Muhaimin, Akhmad. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Barnawi dan M. Arifin, Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan
Karakter. Jogjakarta: Ar-Ruzz. 2013.
Hermono & M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daruut Tauhid,
Bandung: Mizan Pustaka, 2004.
Rusn, Abidin Ibnu, 1998. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Suwito, 2004, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih, Yogyakarta,
Belukar.
Mahmud, Ali Abdul Halim, 2003, Tarbiyah Khuluqiyah Pembinaan Diri
Menurut Konsep Nabawi, Terj Afifudin, Solo, Media Insani.
http://ristiananisa.blogspot.com/2017/11/pendidikan-karakter-dalam-
perspektif.html
http://eprints.walisongo.ac.id/3280/3/63111098_Bab2.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/195611-ID-pembentukan-
karakter-melalui-pendidikan.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/195611-ID-pembentukan-
karakter-melalui-pendidikan.pdf
https://www.scribd.com/document/331360486/Dasar-Dasar-Pembentukan-
Karakter-Peserta-Didik-Dalam-Konsep-Pendidikan-Islam
13